BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kinerja
2.1.1
Pengertian Kinerja Kinerja menurut beberapa penulis buku Manajemen Sumber Daya Manusia
diantaranya seperti yang dikemukakan Ilyas (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil kerja personal baik secara kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan hasil individu maupun organisasi dan tidak terbatas kepada pemangku jabatan struktural maupun fungsional semata. Sedangkan menurut Rivai (2005), kinerja adalah perestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu. Menurut Mangkunegara (2005), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Hasibuan (1998), kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) berupa produk atau jasa yang dicapai seseorang atau kelompok dalam menjalankan tugasnya, baik kualitas maupun
Universitas Sumatera Utara
kuantitas melalui sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. 2.1.2
Penilaian Kinerja Penilaian kinerja secara umum adalah untuk memperbaiki maupun
meningkatkan kinerja personal, dengan meningkatkan kinerja personal maka dapat diharapakan peningkatan hasil produktifitas organisasi dan secara khusus dilakukan kaitannya dengan berbagai kebijakan terhadap pegawai seperti untuk tujuan upaya promosi, kenaikan upah, pendidikan dan pelatihan, maka penilaian kinerja dapat menjadi landasan dalam penilaian sejauh mana kegiatan dilakukan (Harianja 2002) Menurut Ilyas (2002), penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian hasil karya personil dalam suatu organisasi melalui suatu instrumen kinerja dan pada hakikatnya merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personil dengan membandingkan dengan standar baku penampilan. Melalui penampilan yang dilakukan, penilai dapat mengetahui apakah pekerjaan yang telah dilaksanakan sudah sesuai dengan uraian tugas sebagai tolak ukur penilaian. Menurut Mangkunegara (2005), penilaian kinerja merupakan suatu prosess yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya. Berdasarkan pendapat Harianja (2002), Ilyas (2002) dan Mangkunegara (2005), Penulis dapat menyimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian yang dilakukan untuk mengetahui penampilan hasil kerja personil dan
Universitas Sumatera Utara
kinerja organisasi, dimana kinerja pada dasarnya merupakan kunci utama untuk mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Menurut Harianja (2002) tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut: a)
Sebagai perbaikan kinerja dan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui umpan balik yang diberikan oleh organisasi;
b) Penyesuaian gaji dan dapat dipakai sebagai informasi untuk mengonvensasi pegawai secara layak sehingga dapat memotivasi mereka; c)
Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukan penempatan pegawai sesuai dengan keahliannya;
d) Latihan dan pengembangan yaitu penilaian akan diketahui kelemahan-kelemahan dari pegawai sehingga dapat dilakukan program pelatihan dan pengembangan yang lebih efektif; e)
Perencanaan karir, yaitu organisasi dapat memberikan bantuan perencanaan karir bagi pegawai dan menyelaraskannya dengan kepentingan organisasi;
f)
Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan, yaitu kinerja yang tidak baik menunjukkan adanya kelemahan dalam penempatan sehingga dapat dilakukan perbaikan;
g) Dapat mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan, yaitu kekurangan kinerja akan menunjukkan adanya kekurangan dalam perencanaan jabatan;
Universitas Sumatera Utara
h) Meningkatkan adanya perlakuan kesempatan yang sama pada pegawai, yaitu dengan dilakukannya penilaian yang opyektif berarti meningkatkan perlakuan yang adil bagi pegawai; i)
Dapat membantu pagawai mengatasi masalah yang bersifat eksternal, yaitu dengan penilaian kinerja atasan akan mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya
kinerja
yang
jelek
sehingga
atasan
dapat
membantu
menyelesaikannya; j)
Umpan balik pada pelaksanaan fungsi menajemen sumber daya manusia yaitu dengan diketahuinya kerja pegawai secara keseluruhan, ini akan menjadi informasi sejauh mana fungsi sumber daya manusia berjalan baik atau tidak. Menurut Robbins (2006) menyatakan ada tiga kriteria yang paling umum
dalam mengevaluasi hasil kerja yaitu hasil kerja individu, perilaku dan sifat.Hasil kerja individu dilihat jika pada suatu pekerjaan mengutamakan hasil akhir, misalnya volume penjualan, biaya perunit, produksi dan sebagainya. Perilaku dilakukan bila terdapat kesulitan untuk mengidentifikasi hasil tertentu sebagai hasil langsung dari kegiatan seseorang pekerja. Hal ini terutama pada pekerja sebagai bagian dari kelompok kerja. Sifat merupakan bagian yang paling lemah dari kriteria penilaian kerja, sebab akhirnya sering dihilangkan dari kinerja aktual pekerja itu sendiri. Sifatsifat yang dinilai seperti sikap yang baik, rasa percaya diri, inisiatif, loyalitas dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Pengukuran Kinerja Menurut Dreher dan Dougherty (2001), pengukuran kinerja karyawan secara
umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu penilaian terhadap hasil kerja (result-oriented performance measures) dan penilaian terhadap proses kerja (process-oriented and human judgement system). Menurut para ahli, kinerja dapat dinilai dari berbagai pihak yaitu: 1.
Atasan langsung, penilaian atasan langsung terhadap bawahannya merupakan cara yang paling banyak dilakukan pada organisasi. Tetapi banyak juga organisasi yang merasa penilaian tersebut kurang tepat karena mengandung kecacatan, karena ada atasan langsung yang enggan sebagai penentu karir bawahannya (Robbins 2006)
2.
Rekan kerja. Penilaian dari rekan kerja merupakan merupakan salah satu sumber paling handal dari tata penilaian, karena interaksi yang terjadi menyebabkan rekan sekerja mengenal secara menyeluruh kinerja seorang karyawan. Penilaian rekan kerja digunakan sebagai penelitian kinerja professional seperti perawat, pengacara dan guru besar (Dreher dan Doughherty 2001). Kelemahan dari penilaian ini adalah rekan kerja tidak bersedia untuk saling menilai, dan sering bias karena prasangka ataupun disebabkan hubungan persahabatan (Robbins 2006).
3.
Diri sendiri. Penilaian diri sendiri cenderung mengurangi kedefinisian para karyawan mengenai proses penilaian. Kelemahan cara penilaian diri sendiri adalah hasil penilaian yang sangat dibesar-besarkan, serta hasil penilaian diri
Universitas Sumatera Utara
sendiri dengan penilaian oleh atasan sering kali tidak cocok (Robbins 2006). Penilaian cara ini berguna sebagai konseling kinerja dari atasan terhadap bawahan sehingga lebih berguna untuk pengembangan, bukan maksud untuk evaluatif (Dreher dan Dougherty 2001). 4.
Bawahan langsung. Evalusai bawahan langsung dapat memberikan informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku seseorang manajer, karena penilai mempunyai kontak yang erat dengan yang dinilai. Namun kelemahannya adalah ada rasa takut dari bawahan terhadap atasan yang dinilai (Robbin 2006)
5.
Penilaian 360 derajat. Merupakan penilaian kinerja menyeluruh dari segala arah, sehingga pekerja mendapat umpan balik (feedbank) dari berbagai sumber, seperti dari atasan langsung, rekan kerja, bawahan, dan dari diri sendiri (Dreher dan Dougherty 2001). Menurut Harianja (2002) metode penilaian dapat dikelompokkan dalam dua
kategori yaitu penilaian yang berorientasi kepada masa lalu dan penilaian yang berorientasi kepada masa yang akan datang. Metode penilaian yang berorientasi pada masa lalu diartikan sebagai penilaian perilaku kerja pegawai yang dilakukan pada masa lalu sebelum penilaian dilakukan, melaui hasil penilaian tersebut dapat dilakukan usaha untuk mengubah perilaku kerja atau pengalaman pegawai, beberapa metode pengalaman ini terdiri dari: rating scale, checklist, metode peristiwa kritis, peninjauan lapangan, tes dan observasi dan metode evaluasi kelompok : metode ranking, granding/forced distribution, point allocation method.
Universitas Sumatera Utara
Metode penilaian masa yang akan datang diartikan dengan penilaian akan kemampuan sesorang pegawai atau penempatan sasaran-sasaran prestasi kerja dimasa mendatang. Teknik yang digunakan adalah : penilaian diri, penilaian psikologis, pendekatan manajemen by objectives (MBO) dan teknik pusat penilaian. Gibson (1992) menyatakan bahwa penilaian kinerja dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya: a.
Skala penilaian perilaku yang ditanamkan (Behavioral Anchored Rating ScaleBARS) cara penilaian ini dilakukan dimana evaluasi dibentuk melalui penggunaan insiden-insiden yang kritis. Setelah kinerja yang penting diidentifikasi dan dirumuskan oleh pegawai yang mengetahui pekerjaan itu, pernyataan insiden kritis digunakan sebagai kriteria untuk membedakan tingkat kinerja.
b.
Skala penilaian grafis, suatu cara evaluasi kinerja yang cukup tua dan paling sering digunakan, cara ini penilai dibantu dengan format isian tercetak, masingmasing isian diberikan untuk setiap bawahan yang akan dinilai. Metode penilaian kinerja Menurut Dessler (1995) terdiri dari:
1.
Metode Skala Penilaian Grafik Adalah merupakan teknik yang paling sederhana dan paling popular metode ini mendaftarkan sejumlah ciri dan kisaran kinerja untuk masing-masing pegawai kemudian dinilai dengan mengidentifikasi skor yang paling baik menggambarkan tingkat kinerja untuk masing-masing ciri.
Universitas Sumatera Utara
2.
Metode Peringatan Alternasi Metode ini merupakan peringkat pegawai dari yang terbaik sampai yang terjelek dalam menilai pegawai berdasarkan ciri-ciri tertentu misalnya karakteristik.
3.
Metode Perbandingan Berpasangan Metode ini memperingatkan pegawai dengan membuat peta dari setiap pegawai dibandingkan dengan tiap faktor yaitu kuantitas kerja, kualitas kerja, dimana setiap bawahan diberi pasangan dan dibandingkan dengan bawahan lainnya.
4.
Metode Distribusi Paksa Metode ini menilai kinerja dengan cara pemeringkatan pada sebuah kurva, dengan metode ini presentase yang sudah ditentukan dari peserta penilaian dalam kategori kinerja.
5.
Metode Insiden Kritis Dengan metode ini penyelia membuat buku harian yang berisi contoh-contoh yang diinginkan, kemudian setiap enam bulan atau lebih penyelia dan bawahan bertemu untuk membahas kinerja para bawahan dengan menggunakan insiden khusus sebagai contoh.
6.
Metode Manajemen Berdasrkan Sasaran Metode ini menerapkan penilaian kerja meliputi penetapan khusus yang dapat diukur bersama dengan masing-masing karyawan dan selanjutnya secara berkala meninjau kemajuan yang dicapai.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Simamora (2001) menyatakan bahwa metode-metode penilaian kinerja terbagi atas: metode-metode penilaian keprilakuan, metode penilaian kinerja perbandingan personalia dan metode penilaian kinerja berorientasi masa depan. Hasil kerja yang dilakukan melalui prosedur pengukuran prestasi kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : a.
Karakteristik situasional yaitu pengawas (supervisor). System imbalan, desain pekerjaan, struktur dan kebijakan organisasi.
b.
Karakteristik individu meliputi motivasi dan kemampuan yaitu : aspek kognitif, fisik, emosional, pengalaman kerja dan pendidikan (Simamora 2001). Menurut mangkunegara (2005) bahwa banyak organisasi menunjukkan suatu
system penilaian prestasi kerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan dinataranya: a.
Mempermudah hubungan antara tujuan perorangan dan tujuan unit kerja
b.
Mengurangi kemungkinan terjadinya ketidaksepakatan selama pertemuan evaluasi berjalan
c.
Lebih memungkinkan menempatkan manajer dan karyawan dipihak yang sama, tidak seperti system penilaian maupun peringkat.
d.
Merupakan pendekatan terhadap evaluasi kinerja yang paling mudah dibela secara hukum. Berdasrkan beberapa penjelasan yang telah dikemukakan diatas bahwa
prestasi kerja pegawai dapat diukur dengan menggunakan indikator bekerja sesuai pedoman, menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang telah ditentukan, bertanggung
Universitas Sumatera Utara
jawab terhadap pekerjaan, menggunakan fasilitas pekerjaan sesuai kebutuhan, mengembangkan aktualisasi diri serta memeriksa kembali hasil kerja yang telah ditentukan. 2.1.4
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Menurut Mangkunegara (2005), faktor yang memengaruhi kinerja yaitu faktor
kemampuan (ability) dimana secara psiologis kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill) artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110 -120) apalagi IQ superior dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya akan lebih mudah mencapai kinerja yang maksimal. Selain faktor kemampuan juga dipengaruhi oleh faktor motivasi (motivation) yang diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi di lingkungan organisasinya, mereka yang bersifat positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi, sebaliknya jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Menurut Simamora (2001) kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu (1) Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang, dan demografi. (2) Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi. (3) Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, job design. Menurut Mathis dan Jacson (2005) mengungkapkan beberap faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu : Kemampuan, motivasi, dukungan yang diterima,
Universitas Sumatera Utara
keberadaan pekerjaan yang dilakukan dan hubungan dengan organisasi. Menurut Gibson dalam Ilyas (2002), kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu (1) Faktor individu : kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial, dan demografi seseorang (2) Faktor psikologis: Persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja. (3) Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, dan system penghargaan (reward system). Pengaruh ketiga faktor/ variabel tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 Variabel Individu 1. Kemampuan dan Keterampilan a. Mental b. Fisik 2. Latar Belakang a. Keluarga b. Tingkat Sosial c. Pengalaman 3. Demografis a. Umur b. Etnis c. Jenis Kelamin
Perilaku (Apa yang Dikerjakan) Kinerja (Hasil yang Diharapkan)
Psikologis 1. 2. 3. 4. 5.
Persepsi Sikap Kepribadian Belajar Motivasi
Variabel Organisasi 1. 2. 3. 4. 5.
Sumber Daya Kepemimpinan Imbalan Struktur Desain pekerjaan
Gambar 2.1 Faktor/Variabel yang Memengaruhi Kinerja (Gibson, 1987) dalam (Ilyas 2002) Menurut Robbins (2006), kinerja karyawan tergantung kepada tingginya tingkat pengetahuan akan apa yang harus atau tidak harus ia kerjakan. Memahami
Universitas Sumatera Utara
cara yang benar untuk melakukan pekerjaan menunjukkan sosialisasi yang benar, yang mana sosialisasi yang dimaksud adalah proses penyesuaian karyawan dengan organisasinya, menjadi sosialisasi yang tepat menjadi faktor yang penting dalam memengaruhi kinerja. 1) Karakteristik Individu a) Umur Menurut Hurlock (2002) bahwa masa dewasa dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu : (1) Masa dewasa dini (18-40 tahun). Pada masa ini adalah masa pencahariaan, kemantapan dan masa reproduktif dimana dimulainya karir (2) Masa dewasa madya (40-60 tahun), yaitu masa setelah puas dari hasil yang diperoleh dan menikmati hasil dari kesuksesan. (3). Masa dewasa lanjut usia (60 tahun sampai dengan kematian), ini merupakan masa pensiun. Pensiun selalu menyangkut perubahan peran, keinginan dan nilai perubahan secara keseluruhan terhadap pola kehidupan setiap individu. b) Masa Kerja Menurut Soekidjo (2005) menyatakan bahwa pengalaman adalah guru yang baik, oleh sebab itu pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau cara untuk memperoleh pengetahuan seperti pengalaman pribadi. Menurut Sofyan (2006) bahwa seorang bidan dapat diklasifikasikan dalam masa kerja yaitu 0-10 tahun, 11-20 tahun dan masa kerja diatas 20 tahun. c)
Kemampuan Menurut Muchlas (1999) menyatakan bahwa kemampuan kerja adalah
kapasitas individu dalam menyelesaikan berbagai tugas dalam sebuah pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan menyeluruh seorang karyawan meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual di butuhkan untuk menunjukkan aktifitas-aktifitas mental misalnya tes IQ dibuat untuk mengetahui kemampuan intelektual seseorang demikian juga dengan tes-tes yang lain. Kemapuan fisik diperlukan untuk melakukan tugas yang menuntut stamina koordinasi tubuh atau keseimbangan kekuatan, kecepatan, dan kelenturan tubuh. Prestasi kerja akan meningkat apabila kesesuain antara kemampuan dan jenis pekerjaannya, oleh karena itu dibutuhkan kemampuan khusus karyawan, intelektual maupun fisik secara jelas harus dirincikan dalam persyaratan kemampuan kerja sesuai yang diharapkan. 2.
Psikologi Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur, menjelaskan,
dan mengubah perilaku manusia dan mahluk lain. Para psikolog memfokuskan diri mempelajari dan berupaya memahami perilaku individual, sehingga menambah kontribusi teori pengetahuan, teori kepribadian. Psikolog industri/organisasi pada zaman dulu memfokuskan diri dengan permasalahan rasa lelah, bosan, dan faktor yang relevan dengan kondisi kerja yang dapat menghalangi kerja tidak efisien. Baru-baru ini kontribusi psikolog telah diperluas sehingga mencakup:
pengetahuan, persepsi, sikap, motivasi, kepuasan
kerja, rancangan kerja dan stres kerja (Robbins 2009)
Universitas Sumatera Utara
a) Sikap Menurut Robbins (1996) Psikologi perilaku merupakan sesuatu yang kompleks yang dapat dimengerti dengan mengenal tiga komponen yaitu: (1) komponen kognetif berisikan informasi yang dimiliki seseorang tentang orang lain atau benda. Informasi ini bersifat deskriptif dan tidak termasuk derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap obyek tersebut. (2) Komponen afektif berisikan perasaanperasaan seseorang tehadap obyeknya. Komponen ini melibatkan evaluasi dan emosi yang diekspresikan sebagai perasaan suka atau tidak suka terhadap obyek dan sikapnya. Komponen afektif diperlukan sebagai reaksi terhadap komponen kognitif. (3) Komponen kecenderungan berisikan cara yang direncanakan seseorang untuk bertindak terhadap obyeknya, komponen kecenderungan sangat dipengaruhi oleh komponen kognetif dan afektif. Menurut Notoatmojo (2005) menyatakan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Proses pembentukan sikap berlangsung secara bertahap dan melalui proses belajar. Proses belajar tersebut dapat terjadi karena pengalaman-pengalaman pribadi dengan obyek tertentu (orang, benda atau peristiwa) dengan cara menghubungkan obyek tersebut dengan pengalaman-pengalaman lain akan melalui proses belajar
Universitas Sumatera Utara
sosial. Sebagian besar sikap itu dibentuk melalui kombinasi dari beberapa cara tersebut. Proses pembentukan sikap adalah adanya pengaruh orang lain terutama orang tua, guru dan rekan-rekannya. Kemampuan berfikir, kemampuan memilih dan faktorfaktor intrinsik lainnya memengaruhi sikap seseorang terhadap obyek terhadap orang lain dan terhadap peristiwa-peristiwa tertentu (Siagian 1992). Perubahan sikap diperoleh melalui proses belajar, perubahan dapat berupa penambahan, pengalihan ataupun modifikasi dari komponen afektif, kognitif dan komponen kecenderungan, sekali sebuah perubahan sikap telah terbentuk maka akan menjadi bagian integral dari individu itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa merubah sikap seseorang sedikit banyak merubah manusiannya (Siagian 1989). Sikap dapat berubah dari positif ke negatif begitupun sebaliknya tidak ada seseorangpun yang selalu tetap konsisiten benar secara terus menerus atau tidak mustahil terdapat inkonsistensi dalam sikap seseorang terhadap obyek, peristiwa dan orang tertentu (Siagian 1989). Perilaku kerja yang ditunjukkan oleh karyawan sesungguhnya merupakan gambaran atau cerminan sikap seseorang apabila sikap itu positif sejak awal dikembangkan oleh individu maka perilaku yang timbul adalah baik, dengan perilaku kerja yang positif maka akan mewujudkan kinerja yang tinggi bukan pekerjaan yang susah (Gibson 1992) Sikap memengaruhi perilaku, yaitu bahwa sikap yang dipegang teguh oleh setiap orang menentukan apa yang akan dia lakukan. Makin khusus sikap seseorang
Universitas Sumatera Utara
yang kita ukur maka makin khusus pula kita mengidentifikasi perilaku terkait dan makin besar kemungkinan kita dapat memperoleh hubungan yang signifikan antara keduannya. Variabel perantara lainnya misalnya batasan-batasan sosial terhadap perilaku seseorang. Adanya ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku seseorang boleh jadi karena adanya unsur tekanan-tekanan sosial kepada yang bersangkutan untuk berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan keinginan atau kemauan pemegang kekuasaan. b) Motivasi Menurut Harianja (2002) bahwa motivasi adalah faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatkan dalam bentuk usaha yang keras dan lemah. Motivasi sebagai tujuan yang diinginkan yang mendorong orang berperilkau tertentu, sehingga motivasi sering juga diartikan dengan keinginan, tujuan, kebutuhan atau dorongan yang sering dipakai secara bergantian untuk menjelaskan motivasi seseorang. Menurut Gomes (2003) bahwa motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit, karena motivasi itu melibatkan faktor-faktor individual seperti kebutuhan (needs), tujuan (goal), sikap (attitudes), kemampuan (abilities) dan faktor-faktor organisasional seperti gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama pekerja (co-workers), pengawasan (supervision), pujian (praise), dan pekerjaan itu sendiri (job itself).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa model atau teori tentang motivasi yang dikemukakan para ahli sebagai berikut: Teori motivasi kebutuhan dari Abraham Maslow yang menyatakan bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia. Kebutuhan ini terdiri dari lima jenis dan terbentuk dalam suatu hierarki yakni kebutuhan fisik (kebutuhan makan, minum, pakaian, seks dll), kebutuhan rasa aman (keamanan dari ancaman orang lain, ancaman alam, atau ancaman bahwa suatu saat tidak dapat bekerja karena faktor usia), kebutuhan sosial (dicintai dan mencintai orang lain), kebutuhan pengakuan (diakui, dihormati, dihargai orang lain karena kekuatannya), kebutuhan aktualisasi diri (aktualisasi atau penyaluran diri dalam arti kemampuan minat dan potensi) (Hariandja 2002). Teori X dan Y oleh McGregor menyatakan bahwa teori X yang pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku negatif dengan ciri-cri: Para pekerja pada dasarnya tidak senang bekerja dan apabila mungkin maka mereka akan berusaha mengelakkannya maka mereka harus diawasi, dipaksa, diancam dengan berbagai tindakan agar tujuan organisasi tercapai. Sebaliknya teori Y yang pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku positif dengan ciri-ciri: Para pekerja memandang kegiatan bekerja sebagai hal yang alamiah seperti halnya beristirahat dan bermain, para pekerja bekerja tanpa diarahkan serta berusaha bekerja dengan mengendalikan diri, bertanggungjawab, kreatif dan dapat mengambil keputusan (Hariandja 2002).
Universitas Sumatera Utara
3. Beban Kerja Definisi beban kerja secara tata bahasa mempunyai arti sebagai tanggungan kewajiban yang harus dilaksanakan karena pekerjaan tertentu dan juga sebagai tanggung jawab (Simamora, 2001). Menurut Munandar (2001), beban kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a.
Beban Berlebih Kuantitatif
Beban berlebih secara fisik ataupun mental akibat terlau banyak melakukan kegiatan merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan untuk yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu dalam menyelesaikan tuntutan pekerjaan, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat. b.
Beban Terlalu Sedikit Kuantitatif Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif juga dapat memengaruhi kesejahteraan
psikologis seseorang pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini, secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak cepat dan terampil dalam keadaan darurat. c.
Beban Berlebih Kualitatif Kemajuan tegnologi mengakibatkan sebagian besar pekerjaan yang selama ini
dikerjakan secara manual oleh manusia/tenaga kerja diambil alih oleh mesin-mesin atau robot, sehingga pekerjaan manusia beralih titik beratnya pada pekerjaan otak.
Universitas Sumatera Utara
Pekerjaan mungkin menjadi majemuk sehingga mengakibatkan adanya beban berlebih kualitatif. Kemajemukan pekerjaan yang harus dilakukan seorang tenaga kerja dapat dengan mudah berkembang menjadi beban berlebih kualitatif jika kemajemukannya memerlukan kemampuan teknikal dan intelektual yang lebih tinggi daripada yang dimiliki d.
Beban Terlalu Sedikit Kualitatif Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan dimana tenaga kerja tidak
diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh. Beban terlalu sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah semangat dan motivasi yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia tidak mengalami perkembangan dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya. Menurut Ilyas (2002) terdapat 3 cara yang dapat digunakan dalam penghitungan beban kerja personal yaitu: (1) Work sampling dimana teknik ini dikembangkan dalam dunia industry untuk melihat beban kerja yang dipangku oleh personal pada suatu unit, bidang atau pun jenis tenaga tertentu. Pada work sampling kita dapat mengamati aktivitas personal pada jam kerja apakah berkaitan dengan fungsi dan tugasnya, proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif. (2) Time and Motion Studies, teknik ini mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang kegiatan yang dilakukan personil yang sedang kita amati. (3) Pencatatan kegiatan sendiri (Daily Log), teknik ini merupakan bentuk
Universitas Sumatera Utara
sederhana dari work sampling dimana orang yang diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan waktu yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Cara pengukuran beban kerja terbagi dalam 2 metode yaitu: (1) Metode Primer adalah cara pengukuran berdasarkan konsep kapasitas energi yang terbatas, dilakukan untuk mengetahui performans pekerja yang ditujukan sewaktu dia mengerjakan satu tugas dapat mengukur dua macam performans seperti kecepatan dan kecermatan. (2) Metode sekunder. Dalam metode ini selain diminta mengerjakan tugas pokok, pekerja diminta mengerjakan tugas tambahan. Semakin besar tuntutan energi untuk keperluan tugas pokok semakin sedikit energi yang tersisa untuk keperluan tugas tambahan.( Ilyas 2002) Ditinjau dari kepentingan pekerja, beban kerja mengandung konsep penggunaan energi pokok dan energi cadangan yang tersedia, suatu tugas dipandang berat apabila energi pokok telah habis dipakai dan masih harus menggunakan energi cadangan untuk menyelesaikan tugas lain. Semakin banyak tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang semakin berat beban kerja yang disandangnya dan semakin tidak optimal hasil yang didapatkannya (Gibson 1992)
Beban kerja berpengaruh
terhadap kinerja individu dalam melaksanakan pekerjaan yang dilakukan. Beban kerja tidak hanya dilihat dari beban fisik semata akan tetapi beban kerja juga bisa berupa beban mental. Pekerja yang mempunyai beban kerja yang berlebihan akan menurunkan produktifitas dan kualitas hasil kerja, dan ada kemungkinan dalam melaksanakan pekerjaan tidak tepat waktu, kurang memuaskan dan mengakibatkan kekecewaan dengan hasil yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
2.2
Puskesmas
2.2.1. Definisi Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. 1)
Unit Pelaksana Teknis Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
2)
Pembangunan Kesehatan Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal
3)
Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Penaggungjawab
utama
penyelenggaraan
seluruh
upaya
pembangunan
kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
Universitas Sumatera Utara
4)
Wilayah Kerja Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masingmasing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/kota (Depkes 2004)
2.2.2. Struktur Organisasi Puskesmas Pengorganisasian dapat diartikan penentu pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan, pengelompokan tugas-tugas dan membagi-bagikan pekerjaan kepada setiap karyawan, penetapan departemen-departemen(subsistem-subsistem) serta penentuan hubungan-hubungan. Organisasi menggambarkan pola-pola, skema, bagan yang menunjukkan garis-garis perintah, kedudukan karyawan, hubungan-hubungan yang ada dan lain sebagainya. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah tempat menejer melakukan kegiatan-kegiatannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Malayu 1996). Menurut Depkes (2004) struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masing-masing puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu kabupaten/kota dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sedangkan penetapannya dilakukan dengan peraturan daerah. Sebagai acuan dapat dipergunakan pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1) Kepala Puskesmas 2) Unit tata usaha yang bertanggungjawab membantu kepala puskesmas dalam pengelolaan: a) Data dan informasi b) Perencanaan dan penilaian. c) Keuangan. d) Umum dan kepegawaian 3) Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas: a) Upaya kesehatan masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBM b) Upaya kesehatan perorangan 4) Jaringan Pelayanan Puskesmas a) Unit puskesmas pembantu b) Unit puskesmas keliling c) Unit bidan di desa/komunitas. 2.2.3. Upaya Kesehatan Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari system kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni: 1)
Upaya Kesehatan Wajib Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi
Universitas Sumatera Utara
untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada diwilayah Indonesia yakni : a)
Upaya Promosi Kesehatan
b) Upaya Kesehatan Lingkungan c)
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak Serta Keluarga Berencana
d) Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat e)
Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
f)
Upaya Pengobatan
2) Upaya Kesehatan Pengembangan Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan dimasyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan puskesmas yang ada diwilayah indonesia yakni: a)
Upaya Kesehatan Sekolah
b) Upaya Kesehatan Olah Raga c)
Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
d) Upaya Kesehatan Kerja e)
Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
f)
Upaya Kesehatan Jiwa
g) Upaya Kesehatan Mata h) Upaya Kesehatan Usia Lanjut i)
Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Depkes 2004)
Universitas Sumatera Utara
2.3 Program KIA 2.3.1 Petugas KIA Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa petugas KIA merupakan orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang bertugas mengelola program KIA seperti Bidan di Desa (Bides), Bidan koordinator di puskesmas, Bidan Koordinator di kabupaten dan petugas KIA lainnya. 2.3.2
Pemantauan Wilayah Setempat KIA Pemantaun wilayah setempat KIA (PWS-KIA) adalah alat manajemen
program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (puskesmas/kecamatan) secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa yang cakupan pelayanan KIA nya masih rendah (Depkes 2002) Pelaksanaan PWS-KIA baru berarti bila dilengkapi dengan tindak lanjut berupa perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA, intensifikasi penggerakan sasaran dan mobilitasi sumber daya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA. PWS-KIA dikembangkan untuk intensifikasi manajemen program ditingkat puskesmas. Walaupun demikian hasil rekapitulasinya
Universitas Sumatera Utara
di tingkat kabupaten dapat dipakai untuk menetukan puskesmas yang rawan. Demikian juga rekapitulasi PWS-KIA di tingkat propinsi dapat dipakai untuk menentukan kabupaten yang rawan (Depkes 2002). Tujuan PWS-KIA adalah untuk : (1) Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai indikator, secara teratur (bulanan) dan terus menerus tiap desa. (2) Menilai kesenjangan antara target yang ditetapkan dan pencapaian sebenarnya untuk tiap desa. (3) menetukan desa prioritas yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan antara target pencapaian (4) Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dan yang dapat digali. (5) Membangkitkan peran pamong setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi sumber daya. 2.3.3
Pengelolaan Program KIA Pengelolaan program KIA pada perinsipnya bertujuan untuk memantapkan dan
meningkatkan jangkauan serta mutu palayanan KIA, secara efektif dan efisien. Pemantauan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut: 1.
Peningkatan pelayanan antenatal disemua fasilitas pelayanan dengan mutu yang baik serta jangkauan yang setinggi-tingginya.
2.
Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada peningkatan pertolongan tenaga professional secara berangsur
3.
Peningkatan deteksi dini resiko tinggi ibu hamil, baik oleh tenaga kesehatan, serta penanganan dan pengamatannya secara terus-menerus.
Universitas Sumatera Utara
4.
Peningkatan pelayanan neonatal (bayi berumur kurang dari 1 bulan) dengan mutu yang baik dan jangkauan yang setingi-tingginya. Beberapa program KIA adalah sebagai berikut :
1.
Pelayanan Antenatal Pemeriksaan
antenatal
care
adalah
pemeriksaan
kehamilan
untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba 1998) Untuk menurunkan angka kematian ibu secara bermakna, kegiatan deteksi dini ibu hamil beresiko perlu lebih digalakkan baik di fasilitas pelayanan KIA maupun di masyarakat. Ada beberapa keadaan yang menambah resiko kehamilan, namun tidak secara langsung meningkatkan risiko kematian ibu. Keadaan-keadaan tersebut dinamakan faktor risiko, diantaranya adalah: a.
Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
b.
Anak lebih dari empat
c.
Jarak persalinan terakhir dari kehamilan sekarang kurang dua tahun
d.
Tinggi badan kurang dari 145 cm
e.
Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm
f.
Riwayat keluarga menderita diabetes, hipertensi, dan riwayat cacat congenital
g.
Kelainan bentuk tubuh seperti tulang belakang atau panggul. Resiko tinggi kehamilan yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan
kematian ibu maupun bayi seperti:
Universitas Sumatera Utara
a.
HB kurang dari 8 gr%
b.
Tekanan darah tinggi (systole >140 mmHg, diastole > 90 mmHg)
c.
Oedema yang nyata
d.
Eklamsia
e.
Perdarahan pervaginam
f.
Ketuban pecah dini
g.
Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu
h.
Letak sungsang pada primigravida
i.
Infeksi berat/sepsis
j.
Persalinan premature
k.
Kehamilan ganda
l.
Janin yang besar
m. Penyakit kronis pada ibu seperti jantung, paru, ginjal dll n.
Riwayat obstetri buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan. Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu
selama masa kehamilannya sesuai dengan standar. Pelayanan antenatal selengkapnya mencakup banyak hal yang meliputi: anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi serta intervensi dasar dan khusus (sesuai resiko yang ada), namun dalam penerapan operasionalnya dikenal dengan standard 5T yang terdiri dari : (1) Timbang berat badan (2) Ukur tekanan darah (3) Pemberian imunisasi tetanus toksoid lengkap (4) Ukur tinggi fundus uteri (5) Pemberian tablet zat basi minimal 90 tablet selama kehamilan.
Universitas Sumatera Utara
Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan waktu: minimal 1 kali pada triwulan pertama (1-3 bulan kehamilan), minimal 1 kali pada triwulan kedua (4-6 bulan kehamilan), dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga (7-9 bulan kehamilan) (Depkes 2002) Menurut Depkes (2008) pelayanan pada antenatal terdiri dari : kunjungan pertama dan kunjungan ulang. Kunjungan pertama meliputi: (1) Anamnese: hal-hal yang perlu ditanya dalam anamnese adalah identitas pasien, status kesehatan reproduksi seperti umur kehamilan, hait pertama hait terakhir, riwayat kehamilan/ persalinan yang lalu, status kesehatan seperti riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat penyakit yang sedang diderita dan keluhan selama hamil (2). Pemeriksaan fisik meliputi : Pemeriksaan umum seperti tinggi badan (TB), berat badan (BB), tekanan darah (TD), pemeriksaan jantung, pemeriksaan paru, pemeriksaan konjungtiva, mengamati bengkak pada tangan, wajah, refleksi lutut, Pemeriksaan kehamilan meliputi: tinggi fundus uteri (TFU), denyut jantung janin (DJJ), pemeriksaan payu dara, pemeriksaan pulva seperti tanda penyakit menular seksual (PMS), pemeriksaan laboratorium meliputi : haemoglobin (Hb) dan pemeriksaan urine Kunjungan ulang meliputi: (1) Anamnese hal-hal yang perlu ditanya dalam anamnese adalah keluhan ibu hamil, perkembangan keluhan yang lalu, dan menanyakan apakah ada keluhan yang baru. Perawatan diri seperti makanan yang dikonsumsi, isterahat dan kerja, hygiene diri. Adanya tanda bahaya seperti perdarahan pervaginam, pusing hebat dan bengkak pada wajah/tangan, pergerakan janin,
Universitas Sumatera Utara
pemberian imunisasi tetanus toxoid, menjelaskan umur kehamilan menurut perkiraan, serta memberikan kesempatan kepada ibu tentang hal-hal yang perlu ditanyakan. (2) Pemeriksaan fisik meliputi : Pemeriksaan umum seperti BB, TD, pemeriksaan konjungtiva, mengamati bengkak pada tangan, wajah, refleksi lutut. Pemeriksaan kehamilan meliputi: TFU, DJJ, pemeriksaan payu dara, pemeriksaan pulva seperti tanda PMS pemeriksaan Leopold I sampai dengan IV, pemeriksaan laboratorium meliputi : Hb dan pemeriksaan urine atas indikasi. Terdapat enam standar pelayanan antenatal seperti berikut ini: a.
Standar Identifikasi Ibu Hamil Standar ini bertujuan mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya. Pernyataan standar: Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan motivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
b.
Standar Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal Pemeriksaan dan pemantauan antenatal bertujuan memberikan pelayanan antenatal berkualitas dalam komplikasi. Bidan memberikan sedikitnya empat kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan resiko tinggi/ kelainan khusnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/infeksi HIV, memberikan pelayanan immunisasi, nasehat penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh
Universitas Sumatera Utara
puskesmas. Bidan harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, bidan harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya. c.
Standar Palpasi Abdomen Standar palpasi abdomen bertujuan memperkirakan usia kehamilan, pemantauan pertumbuhan janin, penentuan letak posisi dan bagian bawah janin. Dalam upaya standarisasi perkiraan tinggi fundus uteri, disarankan penggunaan pita ukur untuk mengukur tinggi fundus uteri dari tepi atas simpisis pubis karena memberikan hasil yang lebih akurat. Pengukuran tinggi fundus uteri tersebut bila dilakukan pada setiap kunjungan pada petugas yang sama, terbukti memiliki nilai prediktif yang baik, terutama untuk mengidentifikasi adanya gangguan pertumbuhan intra uteri yang berat dan kehamilan kembar. Sebelum palpasi, mintalah ibu untuk mengosongkan kandung kencingnya. Posisi ibu hamil saat di palpasi terlentang dengan bagian atas tubuhnya disangga dengan bantal.
d.
Standar Pengelolaan Anemia pada Kehamilan Standar ini bertujuan menemukan anemia pada kehamilan secara dini dan melakukan tindakan lanjut yang memadai untuk mengatasi anemia sebelum persalinan berlangsung. Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan, rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemeriksaan Hb secara rutin selama kehamilan merupakan kegiatan yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia. Namun ada kecenderungan bahwa kegiatan ini tidak dilaksanakan secara optimal selama
Universitas Sumatera Utara
masa kehamilan. Pemeriksaan Hb dianjurkan untuk dilakukan pada awal kehamilan dan diulang kembali pada minggu ke-30 umur kehamilan untuk mendapat gambaran akurat status Hb. Hb dibawah 11 gr% pada kehamilan sudah termasuk menderita anemia ringan. Hb dibawah 8 gr% adalah anemia berat. Pada anemia ringan dan berat sudah perlu dilakukan rujukan. e.
Standar Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan Standar ini bertujuan mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada kehamilan dan melakukan tindakan yang diperlukan. Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya. Pada saat pengukuran tekanan darah, posisi ibu duduk atau berbaring, bagian kiri punggung disangga dengan bantal. Jika tekanan darah diatas 140/90 mmHg atau peningkatan diastole 15 mmHg, ulangi pengukuran tekanan darah satu jam kemudian, bila hasilnya tetap berarti ada kenaikan tekanan darah, maka perlu dilakukan pemeriksaan urine protein. Apabila tekanan darah diatas 160/110 mmHg dinyatakan tekanan darah tinggi maka perlu dilakukan rujukan.
f.
Standar Persiapan Persalinan Standar persiapan persalinan dengan tujuan untuk memastikan bahwa persalinan direncanakan dalam lingkungan yang aman dan memadai dengan pertolongan bidan terampil, persiapan trasportasi dan biaya untuk merujuk bila tiba-tiba terjadi kegawatdaruratan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Pertolongan Persalinan Pada perinsipnya pertolongan persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut: Sterilitas, metode pertolongan persalinan yang meliputi persyaratan teknis medis, dan merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Menurut Depkes (2008)
pada pertolongan persalinan meliputi: Anamnese:
yang perlu di pertanyakan pada anamnese adalah: identitas bila belum pernah datang, pemeriksaan kehamilan yang pernah dilakukan dan oleh siapa, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, riwayat kehamilan sekarang, riwayat kesehatan ibu, adanya tanda-tanda persalinan (HIS, ketuban dan show), adanya tanda-tanda komplikasi persalinan. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum seperti TD, konjungtiva, bengkak pada tangan/wajah, reflex lutut. Pemeriksaan abdomen seperti TFU, DJJ, Leopold I sampai IV, pemeriksaan jantung serta paru. Inspeksi pulva ada atau tidak ada perdarahan pervaginam, bila ada perdarahan pervaginam maka pemeriksaan dalam segera dilakukan di kamar operasi sehingga perlu dirujuk. Memeriksa tandatanda PMS, pemeriksaan dalam segera dilakukan bila tidak ada perdarahan pervaginam. 3.
Pelayanan Nifas Masa nifas adalah masa yang dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta
sampai 6 minggu sesudah melahirkan. Pelayanan nifas meliputi: Anamnese yaitu menanyakan tentang keluhan ibu seperti: jumlah perdarahan, adanya bengkak, pusing, nyeri, adanya demam serta
Universitas Sumatera Utara
gangguan lain. Memperhatikan perawatan diri ibu seperti makanan yang dikonsumsi, isterahat dan kerja ibu, hygiene ibu. Pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan umum: BB, TD, pemeriksaan jantung, pemeriksaan
paru,
konjungtiva,
pengamatan
bengkak
pada
tangan/wajah,
pemeriksaan payu dara, reflex lutut. Pemeriksaan abdomen meliputi uterus keras atau lunak. Pemeriksaan pulva meliputi banyaknya perdarahan, warna dan bau lokhia, pengamatan tanda-tanda PMS dan infeksi lainnya (Depkes 2008). 4.
Pelayanan Kesehatan Neonatal Pelayanan kesehatan neonatal adalah pelayanan kesehatan sesuai dengan
standart yang diberikan oleh petugas kesehatan yang kompeten kepada neonatus sediktnya tiga kali selama periode 0 sampai 28 hari setelah lahir baik difasilitas maupun melalui kunjungan rumah. Dewasa ini 45% kematian bayi terjadi pada usia kurang dari satu bulan. Penyebab utama kematian neonatal adalah tetanus neonatorium, gangguan pada bayi berat badan bayi rendah (BBLR) dan asfiksia. Upaya yang dilakukan untuk mencegah kematian neonatal diutamakan pada pemeliharaan kehamilan sebaik mungkin, pertolongan persalinan 3 bersih (bersih tangan penolong, alat pemotong tali pusat, dan alas tempat tidur ibu) dan perawatan bayi baru lahir yang adekuat termasuk perawatan tali pusat yang higienis. Selain hal tersebut diatas, dilakukan upaya deteksi dini neonatal risiko tinggi agar segera dapat diberikan pelayanan yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Landasan Teori Menurut Gibson (1987) dalam Ilyas (2002, kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu (1) Faktor individu : kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial, dan demografi seseorang (2) Faktor psikologis: Persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja. (3) Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, dan system penghargaan (reward system) Beban kerja mengandung konsep penggunaan energi pokok dan energi cadangan yang tersedia, suatu tugas dipandang berat apabila energi pokok telah habis dipakai dan masih harus menggunakan energi cadangan untuk menyelesaikan tugas lain. Semakin banyak tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang semakin berat beban kerja yang disandangnya dan semakin tidak optimal hasil yang didapatkannya (Gibson 1992).
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Karakteristik Petugas KIA a. Umur b. Masa Kerja c. Kemampuan Psikologis a. Sikap b. Motivasi
Kinerja Petugas KIA dalam Pelayanan Antenatal
Beban Kerja
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara