BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Definisi Kinerja Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001). Menurut Trisnantoro dan Agastya (1996), kinerja merupakan proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi dalam memberikan jasa atau produk kepada pelanggan. Kane (1993) menjelaskan, kinerja sebagai rekaman hasil kerja yang diperoleh karyawan tertentu melalui kegiatan dalam kurun waktu tertentu. Selanjutnya Gibson (1996) menyatakan setiap karyawan mempunyai hasil kerja yang berbeda, sedangkan Casio (2003) mengemukakan, kinerja merupakan suatu jaminan bahwa seseorang pekerja atau kelompok mengetahui apa yang diharapkannya dan memfokuskan kepada kinerja yang efektif. McCloy et al. (1994), menyatakan bahwa kinerja adalah kelakuan atau kegiatan yang berhubungan dengan
organisasi,
di
mana
organisasi
tersebut
merupakan keputusan dari pimpinan. Dikatakan bahwa kinerja bukan outcome, konsekuensi
atau
hasil
dari
perilaku
atau
perbuatan, tetapi kinerja adalah
perbuatan atau aksi itu sendiri, di samping itu kinerja adalah multidimensi sehingga untuk beberapa pekerjaan yang spesifik mempunyai beberapa bentuk komponen kinerja yang dibuat dalam batas hubungan variasi dengan variabel-variabel lain. Stewart (1993) menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kinerja 14
seseorang yaitu kecerdasan, stabilitas emosional, motivasi kerja, situasi keluarga, pengalaman kerja, kelompok kerja serta pengaruh eksternal.
2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Darma (2005) bahwa faktor-faktor tingkat kinerja staf meliputi: mutu pekerjaan, jumlah pekerjaan, efektifitas biaya dan inisiatif. Sementara karakteristik individu yang mempengaruhi kinerja meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja, penempatan kerja dan lingkungan kerja (rekan kerja, atasan, organisasi, penghargaan dan imbalan). Gibson
(1996)
menyatakan
terdapat
tiga
kelompok
variabel
yang
mempengaruhi kinerja dan perilaku yaitu: (1) variabel individu, yang meliputi kemampuan dan ketrampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin, asal usul dan sebagainya. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu, sedangkan demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan kinerja, (2) variabel organisasi, yakni sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan, (3) variabel psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja dan motivasi. Persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit diukur serta kesempatan tentang pengertiannya sukar dicapai, karena seseorang individu masuk dan bergabung ke dalam suatu organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang, budaya dan ketrampilan
yang berbeda satu sama lainnya. Uraian dari variabel kinerja dapat dilihat sebagai berikut: 1. Tanggungjawab: adalah kesanggupan seorang bidan dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya (Murlis, 2006). 2. Inisiatif: adalah prakarsa atau kemampuan seorang bidan untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan, (Steers, 2005). 3.
Jumlah pekerjaan: variabel ini berkembang berdasarkan kenyataan bahwa pekerjaan itu berbeda-beda satu sama lain dimana beberapa diantaranya lebih menarik dan menantang dibanding lainnya. Menurut Muchlas (2006) terdapat 3 macam teori yang mendukung teori
karakteristik pekerjaan ini antara lain: 1. Persyaratan tugas: model karakteristik pekerjaan dan ciri persyaratan tugas dalam organisasi itu. 2. Jumlah produk yang dihasilkan dalam waktu tertentu dibandingkan dengan hasil yang seharusnya dicapai sesuai standar atau dibandingkan dengan hasil pekerjaan orang lain.
3. Penilaian jumlah pekerjaan dilakukan menggunakan indikator: umpan balik dari rekan, atasan, bawahan, orientasi waktu dan menghargai produk dengan insentip yang sewajarnya, (Jain, 2006). 4. Pemenuhan standar kerja: Brocklesby, J. And Cummings yang dikutip dalam Eriyatno (2006) menyebutkan pemenuhan standar kerja merupakan proses menghasilkan suatu kegiatan yang berjalan sempurna, seluruh pekerjaan dilaksanakan secara rapi, sempurna, dapat diterapkan dan akurat. Indikator yang dapat dipakai untuk menilai pemenuhan standar kerja dapat dinilai dari mutu pekerjaan dengan cara: selalu menganalisis data, persiapan diri dalam bekerja, motivasi pengembangan diri, patuh pada standar kerja yang ditetapkan, rapi, tertib, tidak menghindari umpan balik, puas dengan perencanaan yang dapat dikerjakan dan berusaha menjadi yang terbaik. Menurut Hayadi dan Kristiani (2007) kinerja merupakan gambaran tingkat suatu pelaksanaan kegiatan atau program dalam usaha mencapai tujuan, misi, dan visi organisasi. Istilah kinerja sering dipakai untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu atau kelompok individu. Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang mempuyai tujuan strategis organisasi. Hasil pengukuran terhadap capaian kinerja sebagai dasar bagi pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja periode berikutnya. Pencapaian kinerja bidan dapat dilihat dari 3 kompanen yaitu kondisi yang diharapkan, pelaksanaan program dan indikator yang dicapai
Produktivitas petugas bidan dalam bekerja dapat diukur melalui berbagai cara, antara lain melalui gaji yang diperoleh tiap-tiap bidan, atau bisa juga diukur dengan menggunakan rasio perbandingan antara kompensasi diperoleh oleh petugas bidan dibandingkan dengan jumlah bidan yang ada dalam puskesmas.
2.1.3. Kinerja Bidan Desa Kinerja bidan desa sesuai dalam buku panduan bidan di tingkat desa dapat di ukur melalui keberhasilan bidan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi bidan desa yaitu: (Depkes, 1997) a. Meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas, kesehatan bayi dan anak balita serta pelayanan dan konseling pemakaian kontrasepsi serta keluarga berencana melalui upaya strategis antara lain : Posyandu dan Polindes. b. Menjaring seluruh kasus risiko tinggi ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir untuk mendapatkan penanganan memadai sesuai kasus dan rujukannya. c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembinaan kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya. d. Meningkatkan perilaku sehat pada ibu, keluarga dan masyarakat yang mendukung upaya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Untuk mendukung keberhasilan kinerja bidan desa maka bidan desa diwajibkan tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya yang meliputi 1 atau 2 desa serta melakukan pelayanan secara aktif, artinya tidak selalu menetap atau
menunggu pasien di tempat pelayanan atau polindes, namun juga melakukan kegiatan pelayanan keliling dan kunjungan rumah sesuai dengan kebutuhan. Batasan tugas pokok dan fungsi bidan desa seperti yang telah diuraikan di atas dapat dijabarkan lebih rinci sebagai berikut: 1. Pelayanan antenatal: dilaksanakan sesuai standar 5T yaitu pemeriksaan fundus uteri, mendapat tetanus toxoid, penimbangan berat badan, pemeriksaan tekanan darah dan mendapat tablet tambah darah. 2. Penjaringan (deteksi): penemuan ibu berisiko hamil. 3. Kunjungan ibu hamil: kunjungan tidak mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke sarana kesehatan tetapi setiap kontak dengan tenaga kesehatan. 4. Kunjungan baru ibu hamil (K-I): kunjungan ibu hamil yang pertama kali.. 5. Kunjungan ulang adalah: kontak ibu hamil yang kedua dan seterusnya dengan tenaga kesehatan. 6. Kunjungan K-4 : adalah kunjungan yang keempat (atau lebih) untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan, dengan syarat minimal satu kali kontak pada triwulan I, minimal satu kali kontak pada triwulan II dan minimal dua kali kontak pada triwulan III. 7. Cakupan K-I (akses) adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah, waktu tertentu yang pernah mendapat pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit satu kali selama kehamilan. 8. Cakupan ibu hamil cakupan K-4: persentase ibu hamil di suatu wilayah waktu tertentu, yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai stándar paling sedikit
empat kali, dengan distribuísi pemberian pelayanan minimal satu kali pada triwulan I, satu kali pada triwulan II dan dua kali pada triwulan III. 9. Sasaran ibu hamil: semua ibu hamil di suatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun. 10. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan: persentase ibu bersalin di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. 11. Cakupan penjaringan: deteksi dini ibu yang berisiko yang ditemukan oleh tenaga kesehatan dan dirujuk ke sarana yang lebih tinggi. 12. Cakupan kunjungan neonatal adalah persentase bayi neonatal (kurang dari satu bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal dua kali dari tenaga kesehatan, satu kali pada hari pertama sampai dengan hari ketujuh dan satu kali pada hari kedelapan sampai pada hari kedua puluh delapan.
2.1.4. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja personel dan usaha untuk mempertinggi kerja personel dalam organisasi. Penilaian kinerja adalah proses penelusuran kegiatan pribadi personel pada masa tertentu yang menilai hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen (Prihadi, 2004)
Penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personel dengan membandingkan standar baku penampilan. Kegiatan penilaian kinerja ini membantu dalam pengambilan keputusan oleh manajer dan memberi umpan balik kepada personel tentang pelaksanaan pekerjaannya. Melalui penilaian ini
manajer a kan mengetahui apakah pekerjaan itu sudah sesuai atau belum
dengan uraian tugas yang telah disusun sebelumnya. Dengan melakukan penilaian yang demikian seorang pimpinan akan menggunakan uraian tugas sebagai tolak ukur. Bila pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan uraian tugas, berarti pekerjaan itu berhasil dilaksanakan dengan baik, bila di bawah standar uraian tugas tersebut berarti pelaksanaan pekerjaan tersebut kurang baik. Pernyataan ini dipertegas oleh pendapat Kuswadi (2004) menyatakan bahwa ada variabel yang secara bersama-sama berpengaruh besar terhadap kinerja bidan, yaitu kompetensi, kebutuhan tugas atau persyaratan kerja, gaya manajemen dan iklim organisasi.
2.1.5. Penilaian Kinerja Bidan Desa Menurut Buku Pedoman Penilaian Kinerja Bidan di Desa (Depkes, 1998), tata cara penilaiannya sebagai berikut : 1. Tata cara penilaian dan pembobotan. a. Bagi bidan desa yang bertugas di desa terpencil dan melakukan kegiatan pada malam hari (di luar jam kerja) atau pada hari libur akan diberi bonus yaitu
mendapat tambahan 10 % dari jumlah jam kegiatan malam atau libur. b. Untuk bidan desa yang bertugas di desa biasa (bukan desa terpencil tidak mendapat bonus bila melakukan kegiatan pada malam hari atau hari libur. Contoh: Jumlah jam kerja malam = 20 jam. 10 x 20 Bonus 10 % = ------------------------------
= 2 jam
100 Jumlah
= 22 jam
2. Evaluasi jam produktif bidan desa dalam satu tahun. a. Jumlah jam produktif antara 1800 ke atas diberikan penilaian sangat tinggi (jumlah jam produktif ideal 1800 jam/ tahun, rata-rata jam per bulan). b. Jumlah jam produktif antara 1530-1799 jam/ tahun rata-rata jam per bulan diberikan penilaian tinggi. c. Jumlah jam produktif antara 1260-1529 jam/ tahun rata-rata jam per bulan diberikan penilaian sedang. d. Jumlah jam produktif antara antara 990-1258 jam/ tahun rata-rata jam per bulan diberikan penilaian kurang. 3. Pemboboton setiap kelompok kegiatan adalah sebagai berikut: a. Kegiatan pokok = 80% Penilaian kegiatan pokok kinerja bidan desa dalam program KIA adalah sangat tinggi, tinggi, sedang dan kurang. Sangat Tinggi
= 80%
X 1800 jam
Tinggi
= 70-79 % X 1800 jam
= 1440 jam per tahun = 1260-1439 jam per tahun
Sedang
= 60-69 % X 1800 jam
= 1080-1259 jam per tahun
Kurang
= 50-59 % X1800 jam
= 900-1079 jam per tahun
Rumus Mencari Persentasi Kegiatan Pokok Per tahun.
Jumlah Jam Kegiatan Pokok Kegiatan Pokok = ------------------------------------------------ X 100 % Standar Jumlah Jam Produktif Per Tahun ( 1440 jam/ tahun)
b. Kegiatan Administrasi + Pembinaan 20 % Penilaian kegiatan administrasi dan pembinaan kinerja bidan desa dalam program KIA adalah sangat Tinggi, Tinggi, sedang dan kurang. Sangat Tinggi = 20%
X 1800 jam
= 360 jam per tahun
Tinggi
= 15-19 % X 1800 jam
= 270-359 jam per tahun
Sedang
= 10-14 % X 1800 jam
= 180-269 jam per tahun
Kurang
= 5-9 %
= 90-179 jam per tahun
X 1800 jam
Rumus Mencari Persentasi Kegiatan Administrasi dan Pembinaan Per tahun
Jumlah Jam Kegiatan Administrasi/ Pembinaan Kegiatan Adm/ Pembinaan = --------------------------------------------------------- X 100 % Standar Jumlah Jam Produktif Per Tahun ( 360 jam/ tahun)
Tabel 2.1. Kategori Kegiatan Pokok dan Kegiatan Administrasi/ Pembinaan Per Tahun Berdasarkan Persentase Pencapaian Jumlah Jam Kegiatan
No
Kegiatan
1
Kegiatan Pokok
2
Administrasi + Pembinaan
Pembobotan Dalam % (Standar)
PK
PK
PK
PK
80%
80% = SB
70-79% =B
60-69% =S
50-59% =K
20%
20% =SB
15-19% =B
10-14% =S
5-9% =K
2.2. Karakteristik Individu Makmuri (2004) menyebutkan bahwa manusia berperilaku baik ataupun buruk ditentukan oleh 4 (empat) variabel yaitu: karakteristik biografik, kemampuan, kepribadian dan proses belajar. Karakteristik biografik pada diri individu dapat berupa: umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota dalam keluarga, pendapatan dan senioritas. Pernyataan ini didukung oleh Hughes (dalam Atkinson (2004) yang menemukan bahwa faktor karakteristik manusia berupa umur dan jenis kelamin serta lama kerja mempengaruhi aktivitas bekerja seseorang. Pendapat lain yang dikemukakan Rakhmat (2004), salah satu faktor situasional yang mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor - faktor sosial yang di dalamnya adalah karakteristik individu dalam populasi berupa usia, kecerdasan, dan karakteristik biologis. Pendapat ini di dukung oleh Darma (2005), bahwa faktorfaktor karakteristik individu yang mempengaruhi kinerja meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja, penempatan kerja.
Mathias dan Jackson (2002) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dari individu yaitu kemampuan mereka, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi. Kinerja bidan dipengaruhi oleh karakteristik individu berupa pengetahuan, keterampilan, kapabilitas, sikap dan perilaku (Bernadin et al, 1993). Selanjutnya Suprihanto (2000) menyatakan, karakteristik individu berupa sejumlah faktor seperti: bakat, pendidikan dan pelatihan, lingkungan dan fasilitas, iklim kerja, motivasi dan kemampuan hubungan industrial, teknologi, manajemen, kesempatan berprestasi dan sebagainya. Muchlas (2004) menyebutkan ada 3 (tiga) faktor yang perlu diperhatikan dalam karakteristik individu yaitu: 1) minat (interest), sikap (attitudes) dan kebutuhan (needs). Minat merupakan sesuatu yang menarik perhatian seseorang untuk berbuat, biasanya dimulai rangsangan eksternal (misalnya; uang/ makan) yang selanjutnya mempengaruhi perilaku dalam bekerja. Besar kecilnya minat seseorang melakukan pekerjaan tersebut, rasa puas melakukan pekerjaan dan perasaan aman bila bekerja di tempat tersebut sehingga tidak terlintas untuk pindah. Menurut
Prihadi (2004), bahwa karakteristik individu ditunjukkan dalam
kemampuan yang dimilikinya berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang ada dalam dirinya. Individu akan berperilaku berdasarkan karakteristik yang sudah melekat dalam dirinya. Berikut ini komponen dalam karakteristik individu: 1. Pengetahuan: merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan
dominan
yang
sangat
penting
dalam
membentuk
tindakan
seseorang
(Notoatmodjo, 2003). 2. Keterampilan: adalah kemampuan seseorang menerapkan pengetahuan ke dalam bentuk tindakan. Keterampilan seorang bidan diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Menurut Dessler (1999) , pelatihan memberikan bidan baru atau yang ada sekarang, keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan latihan yakni : a) membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik; b) internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan; c) mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri; d) membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru ( Sirait, 2006). 3. Sikap: mencerminkan suatu ekspresi atau ungkapan tentang bagaimana perasaan seseorang atau tanggapan seseorang terhadap suatu faktor tertentu. Artinya sikap yang terungkap tersebut berguna dalam riset motivasi yang berkaitan dengan motif pembeli (buyer motive) untuk menerima atau menolak dari faktor – faktor penunjang komunikasi promosi
sasaran, seperti advertising appeals, product
features, package design, life style,model, product image dan lain – lain. Sikap tersebut dapat bersifat positif dan negatif yang muncul saling berbeda di antara pembeli.
2.3. Faktor Organisasi Pada organisasi pelayanan jasa sumber daya manusia adalah salah satu pemegang peran utama dalam penentuan keberhasilan organisasi dan ini akan ditentukan oleh kinerja bidan yang merupakan faktor penentu keberhasilan suatu organisasi. Tugas utama seorang bidan sesuai dengan ketentuan yang diisyaratkan oleh organisasi adalah melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan
standar kerja
(Trisnantoro, 2005). Peran manajemen puncak atau pemimpin menurut Subanegara (2005) adalah dapat menanamkan dan menguatkan berbagai aspek budaya kepada bawahan melalui mekanisme: fokus perhatian; para manajer puncak mengkomunikasikan berbagai prioritas, nilai dan concerns mereka melalui pilihan-pilihan tentang apa yang mereka puji, kritik, nilai, tanya dan dukung. Reaksi terhadap krisis; bagaimana para manajer puncak menghadapi krisis adalah signifikan dalam penanaman nilai-nilai budaya, karena kondisi emosional yang terlibat meningkatkan potensi pembelajaran berbagai asumsi dan nilai. Kreitner dan Kinicki (2006) menyebutkan bahwa, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi lingkungan organisasi, pengaruh yang utama terdiri dari lima dimensi, yaitu: a) Karakteristik pekerjaan, b) pembayaran / gaji, c) promosi, d) supervisi / penyelia, e) kelompok kerja dan kondisi dalam melakukan pekerjaan. Menurut Darma (2005), faktor-faktor organisasi yang mempengaruhi kinerja adalah : rekan kerja, atasan, organisasi, penghargaan dan insentif. Oleh karena itu sudah selayaknya sebuah organisasi menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan
tenaga memberikan kontribusi yang maksimal dengan kualitas profesional, misalnya dengan meninjau kembali struktur organisasi yaitu memberi tempat yang setara dengan profesi organisasinya (Murlis, 2004). Beberapa faktor iklim organisasi di atas diperkuat dengan pernyataan Stringer (2002) bahwa iklim kerja secara objektif berada dalam satu organisasi, tetapi ia hanya bisa dijelaskan dan diukur secara tidak langsung melalui persepsi dari para anggotaanggotanya . Iklim kerja yang dikemukakan para ahli antara lain: a) kesesuaian kerja: kebijakan dan peraturan ditujukan langsung pada perilaku karyawan yang dapat mendukung pencapaian tujuan yang telah ditetap kan. Dengan kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan secara optimal. Peraturan yang dibuat untuk menjalankan kebijakan yang telah ditetapkan tetapi tidak lepas dari tujuan organisasi. Hal ini sangat dirasakan sendiri dari karyawan sebagai pelakunya (Ilyas, 1997), b) tanggung Jawab: uraian tugas diperlukan setiap tenaga agar terdapat batasan kewenangan dari pekerjaannya yang dibebankan berdasarkan uraian tugas yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan oleh staf kepada yang berwenang (Murlis, 2004), c) penghargaan: dapat diberikan berupa positif seperti jenjang karir, sedangkan penghargaan negatif berupa hukuman administrasi sampai dengan pemecatan, (Steers, 1998), d) hubungan kerja sama: dalam menjalankan aktivitas, semangat kerjasama diperlukan. Hal ini dimaksud untuk kesamaan pandang dan saling mendukung dalam mencapai tujuan. Hubungan kerjasama yang tinggi sesama tenaga kesehatan, serta adanya hubungan yang harmonis antara atasan dan
bawahan dalam melaksnakan kerja akan memberikan suasana kerja yang menyenangkan dan pada akhirnya dapat memberikan kepuasan kerja, (Yani 2003), kejelasan Organisasi: Guna mencapai akuntabilitas organisasi harus dapat memberdayakan bidan dalam mempertanggungjawabkan pekerjaannya. Dengan adanya direktur dan kepala bidang dalam struktur organisasi, sehingga koordinasi dan komunikasi menjadi jelas bagi setiap bidan (Gilles, 1996). Menurut Achua (2004), iklim organisasi yang kondusif berfungsi sebagai pegangan seluruh jajaran puskesmas untuk beroperasi. Secara lebih rinci, iklim yang kondusif dalam suatu organisasi berfungsi sebagai: a) Mekanisme pengendali yang membentuk dan mengarahkan sikap dan perilaku bidan; b) Lembaga sosial yang membantu memelihara stabilitas sistem sosial melalui pengkomunikasian berbagai standar apa yang seharusnya dikatakan dan dilakukan; c) Pengembangan sense of identity bagi para bidan; d) Pendefinisian “batas-batas” keperilakuan atau berbagai karakteristik organisasi, yang membedakannya dengan organisasi lain;e) Fasilisator pengembangan komitmen terhadap organisasi (corporate first), melebihi kepentingan pribadi dan unit organisasional. Proses pembentukan iklim yang kondusif dapat melalui serangkaian kebijakan, kegiatan dan praktek organisasi yang dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku. Perilaku dan kegiatan manajemen puncak (biasa disebut heroes) mempunyai dampak utama pada pembentukan iklim yang kondusif. Melalui gaya kepemimpinan, apa yang dikatakan, dan bagaimana berperilaku, para eksekutif puncak menetapkan berbagai nilai dan norma yang dipraktekan organisasi. Keefektifan penyebarluasan
dan penanaman nilai-nilai inti budaya sangat tergantung pada komitmen jajaran manajemen puncak, terutama dalam memainkan peran sebagai panutan (model), (Achua, 2004). Menurut Handoko (2002), kebijakan pimpinan terjadi dikarenakan adanya hambatan-hambatan dalam pendelegasian tugas yang berjalan kurang efektif. Untuk menanggulangi hambatan-hambatan ini maka pemimpin harus memberikan kepada bawahan kebebasan yang sesungguhnya untuk melaksanakan tugas yang dilimpahkan kepadanya. Menurutnya juga agar hambatan dapat diatasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan dapat berupa: memberikan motivasi dan kompensasi kepada bidan dengan cara mendorong bawahan melalui perhatian pada kebutuhan dan tujuan mereka sensitif. Di samping itu pemberian pedoman, bantuan dan informasi kepada bawahan atas pekerjaan sesungguhnya adalah hal yang sangat menentukan dalam kinerja para bidan. Bentuk-bentuk kebijakan menurut Luthans (1998) dipengaruhi oleh kondisi lingkungan organisasi. Ada 5 (lima) dimensi yang mempengaruhi lingkungan organisasi yaitu : a) pekerjaan, indikatornya meliputi : pekerjaan yang menarik dan menantang, pekerjaan yang membosankan, kesempatan untuk belajar, tanggung jawab atas tugas, kondisi kerja b) insentif atau pembayaran, indikatornya meliputi : insentif ekstrinsik : gaji, tunjangan, pensiun, asuransi, insentif instrinsik (kemantapan masa depan, keamanan bekerja). c) kesempatan dipromosikan, indikatornya meliputi : sistem promosi, jenjang karier, d) pengawasan, indikatornya : petunjuk, saran dan
bantuan, komunikasi secara pribadi, partisipasi dalam mengambil keputusan, e) rekan kerja, indikatornya : keramahan dan sifat kooperatif, dukungan kelompok. Ass’ad (2002) menarik kesimpulan mengenai upah adalah penghargaan dari energi bidan yang dimanifestasikan sebagai hasil produksi, atau suatu jasa yang dianggap sama dengan itu, yang berwujud uang, tanpa jaminan pasti dalam tiap-tiap minggu atau bulan. Murlis (2003) menambahkan bahwa gaji adalah yang dikaitkan dengan kinerja, kontribusi, kompetensi atau keterampilan individu, dan ini biasa disebut dengan istilah gaji kontingen. Dalam kasus gaji pegawai negeri yang sudah ditentukan berdasarkan pangkat dan golongan maka gaji yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan gaji kontingen, dan dalam istilah biasa disebut dengan insentif terhadap suatu pekerjaan di luar gaji yang telah ditetapkan. Setiap organisasi mempunyai rencana rancangan sistem insentif (reward) yang bertujuan untuk memotivasi bidan dalam meningkatkan kinerjanya dan mempertahankan bidan. Di rumah sakit pemerintah, gaji dokter/bidan masih harus mengikuti peraturan-peraturan pemerintah. Mengembangkan rencana kompensasi untuk bidan eksekutif, manajerial, dan profesional adalah sama dalam banyak hal dengan bidan mana saja. Namun bagi jabatan profesional dan manajerial ada kecenderungan pemberian kompensasi berdasarkan kemampuan, kinerja, atau apa yang dapat mereka lakukan bukan berdasarkan tuntutan jabatan yang statis seperti kondisi kerja. Paket kompensasi bagi kelompok ini menurut Ellis (cit.Dessler,1998), terdiri dari gaji yang berdasarkan
jabatan, tunjangan (mencakup cuti yang dibayar, pemeliharaan kesehatan, layanan bidan, proteksi, jaminan pensiun), insentif, dan penghasilan tambahan. Menurut Muchlas (1998), terdapat 3 macam teori yang mendukung teori karakteristik pekerjaan ini, teori ciri persyaratan tugas, model karakteristik pekerjaan dan model proses sosial. Ada 6 karakteristik tugas yaitu: variasi tugas, tingkat otonomi, tanggungjawab, pengetahuan dan keterampilan, interaksi sosial yang diperlukan dan pilihan interaksi sosial. Teori ini menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki karakteristik terhadap pekerjaan yang tinggi akan kecil tingkat ketidak hadirannya.
2.4. Faktor Psikologi Tiffin seperti yang dikutip As’ad (2000) berpendapat bahwa kinerja staf yang tinggi berhubungan erat dengan sikap dari bidan terhadap karakteristik pekerjaan yang diterimanya, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dan dengan sesama bidan, aspek pekerjaan dapat dilihat dari kondisi pekerjaan itu sendiri, apabila pekerjaan itu menarik, rutin, penghargaan dari pihak lain dan suasana pekerjaan. Makmuri (2004) menyebutkan faktor emosional merupakan salah satu faktor kepuasan dalam bekerja, hubungan tinggi dengan atasan dan karyawan lain, dan sebagainya. Adapun Maslow (1996) menyebutkan kompensasi dan keuntungan yang diperoleh, yang bersifat material, seperti halnya gaji, merupakan dua kebutuhan manusia yang terdapat pada level yang paling bawah dan faktor emosional merupakan kebutuhan lain di tingkat yang lebih atas.
Banyak orang berpendapat insentif dalam bentuk uang merupakan faktor utama untuk timbulnya kepuasan kerja, namun beberapa penelitian yang pernah dilakukan pada pekerja di negara Amerika menunjukkan mereka tidak ingin diberi insentif uang yang lebih dengan penambahan waktu kerja yang telah ditentukan (Robbins, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Hageman (1993) menemukan hasil atas pertanyaan ” apa yang memotivasi responden untuk bekerja?” bahwa lebih dari 60% responden menjawab berhubungan dengan kebutuhan sosio-psikologis seperti umpan balik, keadilan, rasa memiliki, kejujuran, kredibilitas, kepercayaan, partisipasi dan tanggung jawab. Sekitar 20% jawaban berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan intelektualitas seperti pemenuhan diri sendiri, tugas yang menarik, variatif, dan ada tantangan. Hanya 10 % jawaban yang berhubungan dengan faktor materi, sisanya 10% jawaban kualitas masa kerja memotivasi kerja responden. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Retnasih (1995), mengemukakan bahwa motivasi sebagai determinan kinerja alokasi waktu dan waktu produktif personel bidan di desa.
2.5.
Landasan Teori Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan
tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan pekerjaan yang dipengaruhi oleh motivasi. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program dan kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi dan visi organisasi. Indikator kinerja merupakan ukuran kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhatikan indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak. Indikator kinerja harus merupakan suatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai tingkat kinerja. Evaluasi kinerja merupakan suatu analisa dari interpretasi keberhasilan atau kegagalan pencapaian suatu kegiatan. Menurut Gibson yang dikutip dalam Ilyas (2004) ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang yaitu: variabel individu, yang meliputi kemampuan, keterampilan mental, fisik, dan latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman pekerjaan, demografis, umur, etnis. Dalam variabel organisasi ada sumberdaya, kepemimpinan, insentif, struktur dan disain kerja. Untuk variabel psikologis meliputi persepsi, sikap, keperibadian, belajar dan motivasi. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang akhirnya akan berpengaruh pada kinerja personel.
Berikut gambar yang menyatakan 3 kelompok yang mempengaruhi dalam kinerja menurut Gibson yang dikutip dalam Ilyas (2004).
Variabel Individu - Kemampuan dan keterampilan. - Latar belakang : - Individu - Tingkat sosial - Pengalaman - Demografi - Umur - Etnis - Jenis Kelamin
Gambar 2.1.
Perilaku Individu (apa yang dikerjakan) Kinerja (hasil yg dicapai )
-
Variabel Psikologis - Persepsi - Sikap - Kepribadian - Belajar - Motivasi
Variabel Organisasi Sumber daya Kepemimpinan Insentif Struktur Desain pekerjaan
Hubungan Variabel Individu, Variabel Psikologis dan Variabel Organisasi terhadap Perilaku Individu dan Kinerja (Gibson, dkk)
2.6. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut
Variabel Dependen
Variabel Independen
1. 2. 3. 4. 5.
Karakteristik Individu Umur Lama Kerja Tempat Tinggal Pelatihan Pengetahuan
Faktor Organisasi: 1. Kepemimpinan 2. Desain Pekerjaan 3. Insentif
Kinerja Produktif Bidan Desa: 1. Kegiatan pokok 2. Kegiatan administratif
Faktor Psikologis: Motivasi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian