BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Resimen Mahasiswa Mahawarman 1.
Sejarah Resimen Mahasiswa Mahawarman Jawa Barat Resimen mahasiswa (Menwa) adalah salah satu diantara sejumlah kekuatan sipil untuk
mempertahankan negeri. Ia lahir di perguruan tinggi sebagai perwujudan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata), beranggotakan para mahasiswa yang merasa terpanggil untuk membela Negeri. Para anggota Menwa di setiap kampus membentuk satuan, yang disebut satuan sebagai salah satu unit kegiatan kemahasiswaan, selanjutnya komandan satuan melapor langsung kepada rektor/pimpinan universitas. Dalam buku petunjuk pelaksanaan pendidikan dan pelatihan resimen mahasiswa nomor : Kep/03/III/1996 bahwa resimen mahasiswa sebagai wadah keikutsertaan para mahasiswa dalam usaha bela negara yang sekaligus merupakan salah satu komponen kekuatan pertahanan keamanan Negara sebagai rakyat terlatih, perlu diberikan bekal pendidikan dan latihan sebagai anggota suatu organisasi yang berdisiplin, tertib dan teratur.
2.
Sejarah Resimen Mahasiswa Mahawarman Batalyon XI / UPI
1.1. Sejarah Resimen Mahasiswa Mahawarman Jawa Barat Dalam buku Pradiklatsar dan Diklatsar angkatan XXXVII (2008/2009) resimen mahasiswa mahawarman batalyon XI / UPI berdiri pada tanggal 13 Juni – 14 September 1959 diadakan wajib latih bagi para mahasiswa di Jawa Barat. Mahasiswa yang memperoleh latihan ini siap mempertahankan home-front dan bila perlu ikut memanggul senapan ke
medan laga. Mahasiswa-mahasiwa walawa (wajib latih) mendapatkan pendidikan di Kodam VI/Siliwangi dan para walawa diberikan hak untuk menggunakan lambang siliwangi. Pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta, komando pimpinan besar revolusi Presiden RI Bung Karno mencetuskan Trikora. Seluruh komando menyambut hal tersebut dengan penuh semangat revolusi untuk merebut Irian Barat. 1.2. Sejarah Resimen Mahasiswa Mahawarman Batalyon XI/UPI Secara formal Batalyon XI Resimen Mahasiswa Mahawarman berdiri pada tanggal 29 April 1967. Namun sebelum tahun tersebut di lingkungan IKIP Bandung (sekarang UPI) telah ada mahasiswa-mahasiswa yang pernah mengikuti latihan dan pendidikan dasar resimen mahasiswa. Mereka yang menjadi cikal bakal resimen mahasiswa mahawarman batalyon XI / UPI. Pada tahun 1964 lulus 20 orang dari pendidikan dan latihan (DIKLAT) yang dilaksanakan oleh gabungan batalyon I (ITB), II (UNPAD), III (UNPAR) menwa mahawarman yang dipimpin langsung oleh Mayor Subroto. Tahun 1966 lulus 6 orang dari DIKLAT yang diadakan di Batalyon II UNPAD. Tahun 1966 pula ketika batalyon XI masih bergabung dengan batalyon V, lulus 128 orang dari UPI. Karena adanya beberapa hal, baik dilihat secara teknis maupun praktis , akhirnya batalyon V dibagi menjadi batalyon V dan Batalyon XI. Resimen mahasiswa mahawarman batalyon XI / UPI (sekarang UPI) dapat ditelusuri, pada tahun 1945 berkiprah tentara RI pelajar (TRIP), tentara pelajar (TP), tentara ganie pelajar (TGP) yang anggota-anggotanya terdiri dari mahasiswa. Pada tahun 1959 dibentuklah wajib latihan (WALA) mahasiswa dengan surat keputusan Pangdam III Siliwangi (Kolonel Kosasih) NO.40/2/5/1959. Wala mahasiswa dibentuk untuk menghadapi situasi keamanan Jawa Barat ini pulalah yang selanjutnya menjadi resimen mahasiswa pertama di Indonesia dan komandan pertamanya adalah kapten Oyik Soeroto.
Respon terhadap berdirinya resimen mahasiswa mahawarman batalyon XI universitas pendidikan Indonesia tidak hanya datang dari pihak tertentu saja, melainkan dari banyak pihak termasuk dari pihak mahasiswa, dosen dan pimpinan IKIP Bandung (sekarang UPI). Tokoh pendiri dari kalangan dosen dan dewan mahasiswa antara lain Drs. Singgih Wibisono, Drs. Yusuf Amir Faisal dan K.I. Budiman. Dari pihak institut antara lain Prof. Dr. Ahmad Sanusi, SH. Yang pada saat itu menjadi rektor IKIP Bandung (sekarang UPI).
B. Peraturan Baris Berbaris (PBB) 1.
Pengertian Peraturan Baris Berbaris (PBB)
1.1.Pengertian Peraturan Baris Berbaris (PBB) Baris berbaris merupakan salah satu kegiatan yang membutuhkan ketangkasan dan daya tahan yang cukup baik. Peraturan baris berbaris memberikan ketentuan-ketentuan tentang bagaimana menanamkan disiplin/tata tertib dengan melakukan latihan-latihan untuk selanjutnya menjadikan dasar dalam mengatur adanya sikap bathin (ketaatan, keikhlasan berkorban, kesetiakawanan, dan peraturan) dan sikap lahir (ketegapan, ketangkasan, kelincahan dan keterampilan) yang harus dimiliki oleh tiap perorangan maupun pasukan dalam kehidupan angkatan bersenjata.
Baris berbaris menurut buku peraturan
tentang baris berbaris angkatan senjata (PBB-AB) yang disahkan dengan surat keputusan Pengab nomor : Skep /611/X/1985 Tanggal 8 Oktober 1985, halaman 1 pasal 1. Baris berbaris adalah suatu wujud latihan fisik, diperlukan guna menanamkan kebiasaan dalam tata cara hidup angkatan besenjata yang diarahkan kepada terbentuknya suatu perwatakan tertentu.
Guna menumbuhkan sikap jasmani yang tegap dan tangkas, rasa persatuan, disiplin, sehingga dengan demikian senantiasa dapat mengutamakan kepentingan tugas di atas kepentingan individu dan secara tidak langsung juga menanamkan rasa tanggung jawab. Yang dimaksud dengan menumbuhkan sikap jasmani yang tegap dan tangkas adalah mengarahkan pertumbuhan tubuh yang diperlukan oleh tugas pokok tersebut dengan sempurna.
Adapun maksud dari rasa
persatuan adalah adanya rasa senasib dan sepenanggungan serta ikatan bathin yang sangat diperlukan dalam menjalankan tugas. Yang dimaksud dengan rasa tanggung jawab adalah keberanian untuk bertindak yang mengandung resiko terhadap dirinya tetapi menguntungkan tugas atau sebaliknya tidak mudah melakukan tindakan yang akan dapat merugikan kesatuan. Para pimpinan wajib mengetahui adanya, mengenal kegunaannya serta senantiasa menegakan peraturan tersebut. Para pembantu pimpinan (kader) wajib paham isinya, mahir mengerjakannya dan mampu melatihnya. Semua warga angkatan bersenjata baik perwira, bintara, atau tamtama wajib melaksanakan secara tertib (tepat) serta dilarang merubah, menambah atau mengurangi apa yang tertera dalam peraturan baris berbaris ini. Terwujud atau tidaknya maksud dan tujuan peraturan ini sangat tergantung kepada mutu serta kesanggupan seorang pelatih. Pelatih yang melaksanakannya hanya karena tugas tidak akan mencapai hasil yang diharapkan.
Hasil yang baik akan dapat diperoleh dengan
memperhatikan pokok-pokok seperti berikut ; rasa kasih sayang, persiapan, mengenal tingkatan anak didik, tidak sombong, adil, teliti, dan sederhana. Perhatian khusus bahwa dengan latihan (drill) dimaksud untuk mencapai kebiasaan atau kepahaman bertindak bukan untuk mengetahui saja oleh karenanya hendak diperhatikan jangan terlalu banyak bercerita melainkan teladan, mencoba, mengkoreksi, mengulangi sehingga paham mengerjakannya.
1.2. Pengertian Aba-aba
Aba-aba adalah perintah yang diberikan oleh seorang komandan kepada pasukan untuk dilaksanakan pada waktunya secara serentak atau berturut-turut. Macam-macam aba-aba yaitu : a. Aba-aba petunjuk. b. Aba-aba peringatan. c. Aba-aba pelaksanaan. Aba-aba petunjuk dilakukan hanya digunakan jika perlu, untuk menegaskan maksud daripada aba-aba peringatan/pelaksanaan. Contoh : a. Untuk perhatian-istirahat di tempat = gerak. b. Untuk istirahat-bubar = jalan. c. Jika aba-aba ditunjukan untuk satu bagian dari sesuatu keutuhan pasukan : pleton II – siap = gerak. d. Selanjutnya lihat baris berbaris kompi. e. Kecuali di dalam upacara: aba-aba petunjuk pada penyampaian penghormatan terhadap seseorang, cukup menyebutkan jabatan orang yang diberi hormat. Contoh : kepada komandan pusat infanteri – hormat = gerak. Aba-aba peringatan adalah inti perintah yang cukup jelas untuk dapat dilaksanakan tanpa ragu-ragu. Contoh : lencang kanan = gerak. Aba-aba pelaksanaan adalah ketegasan mengenai saat untuk melaksanakan aba-aba petunjuk/peringatan dengan cara serentak atau berturut-turut. Aba-aba pelaksanaan yang dipakai adalah : a. Gerak b. Jalan c. Mulai
Gerak adalah untuk gerakan-gerakan tanpa meninggalkan tempat yang menggunakan kaki dan gerakan-gerakan yang menggunakan anggota tubuh lain, baik dalam keadaan berjalan maupun berhenti. Contoh : Jalan di tempat = gerak. Siap jalan adalah untuk gerakan-gerakan kaki yang dilakukan dengan meninggalkan tempat. Contoh : a. Haluan kanan/kiri = jalan b. Dua langkah ke depan = jalan Apabila gerakan meninggalkan tempat itu tidak dibatasi jaraknya, maka aba-aba pelaksanaan harus di dahului dengan aba-aba peringatan. Contoh : a. Maju = jalan b. Haluan kanan/kiri maju = jalan Mulai adalah untuk dipakai pada pelaksanaan perintah yang harus dikerjakan berturutturut. Contoh : hitung = mulai, berbanjar/bersaf kumpul = mulai.
1.3 Cara menulis aba-aba Aba-aba petunjuk dimulai dengan huruf besar dan ditulis seterusnya dengan huruf kecil, atau semuanya huruf besar. a. Aba-aba peringatan dimulai dengan huruf besar dan ditulis seterusnya dengan huruf kecil yang satu dan yang lain agak jarang atu semuanya huruf besar. b. Aba-aba pelaksanaan ditulis seluruhnya dengan huruf besar. c. Semua aba-aba ditulis lengkap, walaupun ucapannya dapat singkat. d. Diantara aba-aba petunjuk dan aba-aba peringatan terdapat garis penyambung/koma, anatara aba-aba pelaksanaan terdapat dua garis bersusun.
1.4 Cara memberi aba-aba a. Waktu memberi aba-aba, pemberi aba-aba pada dasarnya harus berdiri dalam sikap sempurna dan menghadap pasukan. b. Apabila aba-aba yang diberikan itu berlaku juga untuk si pemberi aba-aba, maka pada saat memberikan aba-aba tidak menghadap pasukan. Contoh : waktu Danup memberi aba-aba penghormatan kepada Irup (inspektur upacara), hormat senjata
= gerak.
Pelaksanaan, pada waktu aba-aba Dan Up menghadap kearah Irup sambil melakukan gerakan penghormatan bersama-sama dengan pasukan. Setelah penghormatan selesai dijawab/dibalas oleh Irup maka dalam sikap
“sedang memberi hormat” Dan Up
bersama-sama pasukan kembali ke sikap sempurna. c. Dalam rangka menyiapkan pasukan pada saat Irup memasuki lapangan upacara dan setelah amanat Irup selesai, komandan upacara tidak menghadap pasukan. d. Pada taraf permulaan latihan aba-aba yang ditujukan kepada pasukan yang sedang berjalan/berlari, aba-aba pelaksanaanya harus diberikan bertepatan dengan jatuhnya salah satu kaki tertentu yang pelaksanaan gerakannya dilakukan dengan tambahan : satu langkah pada waktu berjalan / 3 langkah pada waktu berlari. Sedangkan pada taraf lanjutan, aba-aba pelaksanaan dapat diberikan bertepatan pada jatuhnya kaki yang berlawanan dan pelaksanaan gerakannya dilakukan dengan gerakan tambahan 2 langkah pada waktu berjalan / 4 langkah pada waktu berlari, kemudian berlari dan maju dengan merubah bentuk dan arah pada pasukan. e. Semua aba-aba diucapkan dengan suara nyaring, tegas dan bersemangat. f. Pemberian aba-aba petunjuk yang dirangkaikan dengan aba-aba peringatan dan pelaksanaan, pengucapan tidak diberi nada.
g. Pemberian aba-aba peringatan wajib diberi nada pada suku kata pertama dan terakhir. Nada kata suku terakhir lebih panjang menurut besar kecilnya pasukan. Aba-aba pelaksanaan senantiasa diucapkan dengan cara yang di “hentakkan”. h. Waktu antara aba-aba peringatan dan aba-aba pelaksanaan diperpanjang sesuai dengan besar-kecilnya pasukan dan atau tingkat perhatian pasukan (konsentrasi perhatian). Dilarang memberikan aba-aba lain di sela-sela memberikan aba-aba. i. Bila ada suatu bagian aba-aba diperlukan pembetulan, maka dikeluarkan perintah “ulangi”. Contoh : hormat senjata = ulangi pundak kiri senjata = GERAK. Gerakan yang tidak termasuk ke dalam aba-aba tetapi yang harus dijalankan dapat diberikan petunjukpetunjuk dengan suara yang nyaring, tegas dan bersemangat. Biasanya digunakan pada waktu dilapangan seperti : MAJU, IKUT, BERHENTI, LURUSKAN, dan LURUS.
2.
Manfaat Peraturan Baris Berbaris (PBB)
a. Dalam baris berbaris kita diwajibkan untuk selalu mematuhi semua intruksi, aba-aba, perintah dari komandan dengan selalu melakukannya. Apabila terjadi intruksi, abaaba maupun perintah dari komandan yang keliru, maka setiap anggota tidak melakukannya. Hal ini merupakan suatu bentuk kedisiplinan atau loyalitas anggota (staff) kepada komandan (pimpinan). Setiap perintah yang sesuai dengan peraturan wajib dilaksanakan dan segala perintah yang tidak sesuai dengan peraturan tidak wajib dilakukan. b. Selalu menyeragamkan seluruh gerakan anggota, setiap gerakan yang dilakukan oleh anggota, dilakukan secara serentak, patah-patah sehingga terbentuk suatu ritme hitungan pada setiap gerakan.
c. Selalu berkonsentrasi terhadap aba-aba dari komandan. d. Ladi dkk, (2003:20) mengatakan peraturan baris berbaris dimaksudkan untuk mengatur sekelompok orang dalam barisan melakukan gerakan bersama-sama secara tertib
dan
serempak
baik
gerakan
di
tempat
maupun
gerakan
berjalan.
Hendradjaja dkk, (2003:21) mengatakan bahwa pengetahuan baris berbaris sangat bermanfaat bagi peserta LATPRAJAB golongan I dan II baik selama mengikuti Diklat maupun setelah Diklat, guna mendukung tugas pokok. Pembinaan disiplin dan memupuk rasa kebersamaan antar peserta dilakukan melalui PBB. Gerakan energik dari kedisiplinan yang tinggi serta rasa karsa yang dihasilkan dari latihan baris berbaris sangat diperlukan dalam melaksanakan tugas. Apabila latihan baris berbaris benar-benar dapat diimplementasikan di dalam lingkup kedinasan, maka akan terjalin suatu kekompakan dan terbentuk suatu kedisiplinan dan loyalitas terhadap pimpinan. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi kinerja para aparatur negara sebagai pelayan masyarakat dalam membangun negara kesatuan republik Indonesia. Apabila hal ini terus dapat dilakukan secara konsisten dan kontinue, maka akan terbentuk suatu budaya kerja yang positif yang berpengaruh terhadap kinerja para aparatur negara dalam melakukan pelayanan prima terhadap masyarakat.
3.
Unsur-Unsur yang di Bina dalam Peraturan Baris Berbaris (PBB)
3.1.Gerakan ditempat Gerak di tempat diperlukan untuk mempersiapkan atau merapihkan barisan dalam menghadapi upacara-upacara, melaksanakan apel kerja pagi/siang, apel belajar pagi/siang dan persiapan pelaporan belajar siang/malam.
Contoh : a. Sikap sempurna Membentuk sikap sempurna dengan aba-aba “siap….gerak”, (berdiri) atau “duduk siap …gerak” (dalam keadaan duduk). 1. Begitu mendengar aba-aba “siap….gerak” (dilapangan/berdiri). Kaki kiri ditarik rapat lurus ke kaki kanan dan ujung kaki membentuk 45 derajat. Pandangan lurus ke depan, dagu di tarik, dada di busungkan dan perut ditarik dan dikempiskan. Tangan lurus ke bawah rapat dengan paha dan jari-jari dikepalkan serta ibu jari menempel di paha. 2. Setelah dilaksanakan tidak boleh bergerak lagi dan melirik ke kiri atau ke kanan serta bersuara atau senyum. 3. Khusus untuk diruangan kelas dalam rangka persiapan pelaporan belajar, begitu mendengar aba-aba “duduk siap…. gerak”, langsung sikap sempuran di tempat duduk, pandangan lurus ke depan, kaki rapat, dagu di tarik, duduk tegak (dada busung), tangan mengepal menempel di kursi atau paha, tidak lagi bergerak dan melirik ke kiri atau ke kanan serta bersuara atau senyum.
Gambar 1.1 Posisi siap (Sumber : upacara 17 Agustus 2010, Bandung 17 Agustus 2010)
b. Istirahat di tempat 1. Begitu mendengar aba-aba “istirahat di tempat ….gerak”, langsung melakukan gerakan : kaki kiri dibuka selebar bahu (20-30 cm) dan tangan di tarik ke belakang menempel di punggung tangan kiri memegang pergelangan tangan kanan. 2. Pada waktu di istirahatkan pandangan tetap lurus ke depan, perhatian di pusatkan kepada pelatih/pimpinan barisan.
Gambar 1.2 Posisi istirahat di tempat (Sumber : upacara Hardiknas 2009, Bandung 2 Mei 2009)
3. Hadap kanan/hadap kiri a. Hadap kanan
Begitu mendengar aba-aba “hadap kanan ….gerak”, langsung melakukan gerakan yaitu kaki kiri diangkat serong ke kiri, kaki kiri sebagai poros berputar 90 derajat ke kanan. Badan putar 90 derajat ke kanan dan kaki kiri ditutup kembali ke sikap sempurna.
b. Hadap kiri Begitu mendengar aba-aba “hadap kiri ….gerak”, langsung melakukan gerakan yaitu kaki kanan di angkat serong ke kiri, kaki kiri sebagai poros berputar 90 derajat ke kiri. Badan putar 90 derajat dan kaki kanan di tutup kembali ke sikap sempurna. 4. Balik kanan Begitu mendengar aba-aba “balik kanan….gerak” langsung melakukan gerakan yaitu kaki kiri diangkat serong ke kanan, kaki kanan sebagai poros putar 180 derajat ke kanan/ke belakang. Badan putar 180 derajat ke kanan/ke belakang dan kaki kiri ditutup kembali ke sikap sempurna. 3.2.Gerak berjalan Menurut Riyanto dkk, (2003:25) gerakan berjalan diperlukan pada saat menggerakan, memindahkan, atau menggeser barisan dari suatu tempat ke tempat lain. Gerakan-gerakan berjalan ini sangat diperlukan kekompakan, ketertiban, keseragaman dalam rangka memupuk rasa tanggung kebersamaan. Contoh : a. Jalan di tempat 1. Ladi dkk, (2003:29) juga menjelaskan bahwa untuk merapihkan dan merapatkan barisan dapat dilakukan jalan di tempat, dengan aba-aba “jalan di tempat…. grak”.
Begitu mendengar aba-aba “jalan di tempat = gerak” yang boleh jatuh pada kaki kiri dan boleh jatuh kaki kanan, langsung melakukan gerakan-gerakan : -
Tambah satu langkah jika jatuh kaki kiri dan tambah dua langkah apabila jatuh kaki kanan.
-
Kaki/paha diangkat rata-rata air disamakan.
2. Pada saat jalan di tempat pandangan lurus ke depan, sambil merapihkan barisan. Yang menjadi patokan menyamaratakan kaki adalah penjuru yaitu orang yang paling depan sebelah kanan. 3. Tangan lurus ke bawah (tidak melenggang).
Gambar 1.3 Jalan di tempat (Sumber : upacara 17 Agustus 2010, Bandung 17 Agustus 2010)
b. Langkah tegap Begitu mendengar aba-aba “langkah tegap maju …jalan”, langsung melakukan gerakan yaitu langkah pertama secara serempak dimulai dari kaki kiri di hentakan, tangan kanan lurus ke depan dan langsung melaksanakan langkah tegap. Posisi lengan lurus ke
depan ketika mengayun 45 derajat. Ketika sedang berjalan pandangan lurus ke depan dan yang menjadi penjuru sebagi patokan agar langkah tetap sama adalah orang yang paling depan sebelah kanan.
Gambar 1.4 Langkah tegap Sumber : upacara 17 Agustus, Bandung 17 Agustus 2010
c. Hadap kanan maju jalan Barisan yang akan digerakan setelah dihadap kanankan langsung berjalan. Begitu mendengar aba-aba “hadap kanan maju …jalan”, langsung melakukan gerakan yaitu hadap kanan, dengan ketentuan kaki kiri yang tadinya harus menutup tapi sekarang dihentikan menjadi langkah pertama. Tangan kanan lurus ke depan dan langsung jalan serta pelaksanaanya dilakukan serempak. Selanjutnya ketentuan dengan gerak maju jalan.
C. Kebugaran Jasmani 1. Pengertian Kebugaran Jasmani
Tarigan (2009:27) kebugaran jasmani secara harfiah adalah kesesuaian fisik dan jasmani yang berarti harus sesuai dengan tuntutan tugas-tugasnya yang dalam pelaksanaannya tergantung pada aspek jasmaniah dan rohaniah individu bersangkutan. Kebugaran jasmani (KJ) adalah derajat sehat dinamis seseorang yang menjadi kemampuan jasmani dasar untuk dapat melaksanakan tugas yang harus dilaksanakan. Oleh karena itu, diperlukan pembinaan dan pemeliharaan kebugaran jasmani seseorang. Untuk keberhasilan pelaksanaan tugas ini perlu adanya kesesuaian antara syarat yang harus di penuhi oleh si pelaksana yaitu yang bersifat anatomis dan fisiologis terhadap macam dan intensitas tugas fisik yang harus dilaksanakan. Di dalam aktivitas resimen mahasiswa dalam proses kegiatannya memerlukan kebugaran jasmani yang cukup baik untuk menunjang kegiatan berikutnya. Ada beberapa istilah lain yang dipergunakan untuk maksud yang sama dengan kebugaran jasmani yaitu : a. Kesegaran jasmani, b. Kesanggupan jasmani, dan c. Kesamaptaan jasmani. Kesemuanya tersebut dimaksudkan untuk menerjemahkan istilah asal yaitu Physiscal Fitness. Untuk dapat memahami arti kebugaran jasmani, perlu ditelusuri kembali ke istilah asalnya. Secara harfiah arti physical fitness adalah kecocokan fisik atau kesesuaian jasmani. Artinya harus ada sesuatu yang cocok dengan fisik atau dengan jasmani itu, yaitu macam atau ibaratnya tugas yang harus dilaksanakan oleh fisik atau jasmani itu. Dengan demikian secara garis besar bahwa kebugaran jasmani adalah kecocokan keadaan fisik terhadap tugas yang harus dilaksanakan oleh fisik itu, dengan perkataan lain : untuk dapat melaksanakan tugas
fisik tertentu dengan hasil yang baik diperlukan syarat-syarat fisik tertentu yang sesuai dengan sifat tugas fisik itu. 2.
Komponen-komponen Kebugaran Jasmani
2.1. Komponen-komponen Kebugaran Jasmani Menurut Wiarto (2011) kebugaran jasmani sangat penting dalam menunjang aktifitas kehidupan sehari-hari, akan tetapi nilai kebugaran jasmani tiap-tiap orang berbeda-beda sesuai dengan tugas/profesi masing-masing. Kebugaran jasmani terdiri dari komponenkomponen yang dikelompokkan menjadi kelompok yang berhubungan dengan kesehatan (Health Related Physical Fitness) dan kelompok yang berhubungan dengan keterampilan (Skill Related Physical Fitness). Dalam buku panduan ini hanya dijelaskan komponen kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan.
a.
Komposisi tubuh
-
Adalah persentase (%) lemak dari berat badan total dan indeks massa tubuh (IMT).
-
Lemak cepat meningkat setelah berumur 30 tahun dan cenderung menurun setelah berumur 60 tahun.
-
Memberi bentuk tubuh.
b. Kelenturan/fleksibilitas tubuh
-
Adalah luas bidang gerak yang maksimal pada persendian, tanpa dipengaruhi oleh suatu paksaan atau tekanan.
-
Dipengaruhi oleh: jenis sendi; struktur tulang; jaringan sekitar sendi, otot, tendon dan ligamen.
-
Wanita (terutama ibu hamil) lebih lentur dari laki-laki.
-
Puncak kelenturan terjadi pada akhir masa pubertas.
-
Penting pada setiap gerak tubuh karena meningkatkan efisiensi kerja otot.
-
Dapat mengurangi cedera (orang yang kelenturannya tidak baik cenderung mudah mengalami cedera).
-
Pengukuran: duduk tegak depan (sit and reach test) flexometer.
c. Kekuatan Otot kontraksi
Adalah
maksimal
yang
dihasilkan
otot,
merupakan
kemampuan
untuk
membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan. Laki-laki kira-kira 25% lebih besar dari wanita (testoteron merupakan anabolik steroid), serta kekuatan dapat diukur dengan dinamometer. d.
Daya tahan jantung paru
Kemampuan
jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada waktu kerja dalam mengambil O secara maksimal (VO maks) dan menyalurkannya keseluruh tubuh terutama jaringan aktif sehingga dapat digunakan untuk proses metabolisme tubuh. Kemampuan otot-otot besar untuk melakukan pekerjaan cukup berat dalam waktu lama secara terus menerus. Pengukuran : test lari 2,4 km (12 menit), bangku harvard test, ergocycles test merupakan pengukuran daya tahan otot. Kemampuan untuk kontraksi sub maksimal secara berulang-ulang atau untuk berkontraksi terus menerus dalam suatu waktu tertentu dapat mengatasi kelelahan.
2.2.
Pembinaan Komponen Kebugaran Jasmani
Menurut
Tarigan (2009:45) uraian mengenai pentingnya komponen kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan melalui pendidikan jasmani di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun komponen kebugaran jasmani tersebut meliputi daya tahan jantung, kekuatan, daya tahan otot dan kelentukan.
2.2.1. Komponen daya tahan jantung Daya tahan jantung dan paru adalah kesanggupan system jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada saat melakukan aktivitas sehari-hari, dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Daya jantung dana paru (VO maks) adalah kesanggupan system jantung, paru, dan otot pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkannya ke jaringan yang aktif dan sehingga dapat digunakan kepada proses metabolism tubuh Cleland dkk, (2005).
Daya tahan jantung paru dapat ditingkatkan dengan latihan yang direncanakan secara sistematis serta meningkatkan kemampuan system peredaran darah untuk mengantarkan oksigen ke otot Foss dan Keteyian (1998). Melakukan aktivitas dalam pendidikan jasmani dan olahraga dalam waktu yang cukup akan meningkatkan kemampuan mekanis paru, meningkatkan kemampuan difusi oksigen melalui membran paru, meningkatkan aliran darah ke paru, meningkatkan kapasitas pengambilan oksigen dalam darah dan meningkatkan kemampuan jantung memompa darah melalui peningkatan curah sekuncup Wilmore and Costill (2004: A. Purba. 2007). Menurut Astrand, VO maks ditentukan oleh kemampuan paru untuk menghirup udara dan mengalirkan udara melewati permukaan alveolus ke peredaran darah yang ditandai dengan ventilasi maksimum per menit dan kapasitas difusi paru-paru, kemampuan darah untuk mengangkut oksigen (seperti ditentukan oleh faktor konsentrasi hemoglobin), kemampuan sirkulasi jantung untuk menghantarkan oksigen ke otot yang sedang bekerja (curah jantung maksimum), kemampuan pembuluh darah untuk mengalirkan darah ke otot yang bekerja, kemampuan otot untuk menstransfer hemoglobin ke mitokondria dan kemampuan mitokondria untuk menggunakan oksigen.