BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Aspergillus sp Aspergilus sp adalah salah satu jenis mikroorganisme yang termasuk jamur, dan termasuk dalam mikroorganisme eukariotik. Aspergilus sp secara mikroskopis dicirikan sebagai hifa bersepta dan bercabang, konidiofora muncul dari foot cell (miselium yang bengkak dan berdinding tebal) membawa stigmata dan akan tumbuh konidia yang membentuk rantai berwarna hijau, coklat atau hitam. (Srikandi, F.,1992). Aspergilus sp secara makroskopis mempunyai hifa fertil yang muncul dipermukaan dan hifa vegetatif terdapat dibawah permukaan. Jamur tumbuh membentuk koloni mold berserabut, smoth, cembung serta koloni yang kompak berwarna hijau kelabu, hijau coklat, hitam, putih.warna koloni dipengaruhi oleh warna spora misalnya spora berwarna hijau, maka koloni hijau. Yang semula berwarna putih tidak tampak lagi (Srikandi, F.,1992). Aspergilus sp tumbuh cepat pada media SGA+Antibiotik yang diinkubasi pada suhu 37°C-40°C , tumbuh sebagai koloni berwarna hijau kelabu dengan suatu dome ditengah dari konidiofor (Ernes, J,1992).
5
6
Gambaran morfologi Aspergillus sp secara mikroskopis, seperti bawah ini;
1. Identifikasi Aspergillus sp. Aspergillus sp dapat kelompokkan dalam beberapa golongan untuk memudahkan dalam identifikasi. Beberapa golongan tersebut antara lain: a.
Aspergillus flavus Jamur dalam grup ini sering menyebabkan kerusakan makanan. Konidia grup ini bewarna kuning sampai hijau dan mungkin membentuk skerotia. ( Srikandi, F., 1989 ).
Konidiofora tidak berwarna, kasar bagian atas agak bulat sampai kolumner, vesikel agak bulat sampai berbentuk batang pada kepala yang kecil, sedangkan pada kepala yang besar bentuk globusa. Konidia kasar dengan bermacam – macam warna. 7
b.
Aspergillus fumigatus Konidia atas berbentuk kolumner ( memanjang ) berwarna hijau sampai hijau kotor. Vesikel berbentuk piala, konidiofora berdinding halus umumnya berwarna hijau, Konidia glubusa, ekinulat berwarna hijau.
c.
Aspergillus niger Konidia atas berwarna hitam, hitam kecoklatan, atau coklat violet. Bagian atas membesar dan membentuk globusa. Konidiofora halus, tidak berwarna atas tegak berwarna coklat kuning. Vesikel berbentuk globusa dengan bagian atas membesar, bagian ujung seperti batang kecil, Konidia kasar menunjukkan lembaran atau pita bahkan berwarna hitam coklat.
d.
Aspergilus terreus Bagian atas kolumner, kelabu pucat atau berbayang – bayang agak terang. Konidiofora halus tidak berwarna, vesikel agak bulat dengan bagian atas tertutup sterigmata. Konidia kecil halus, berbentuk globusa sampai agak elips.
2. Patogenitas Aspergillus sp. Diantara spesies – spesies Aspergillus sp dapat menghasilkan mikotoksin, yang disebut aflatoksin. Dalam pembentukan mikotoksin dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu lingkungan (substrat, kelembaban, suhu, pH) dan lamanya kontak antara jamur dengan substrat. (Djarir,M., 1989).
Mikotoksin
diidentifikasikan sebagai zat yang diproduksi oleh jamur 8
dalam bahan makanan, dan bersifat tahan terhadap panas sehingga dengan pengolahan, pemasaran tidak menjamin berkurangnnya aktifitas toksin tersebut. ( Srikandi, F., 1989 ). Penyakit yang ditimbulkan karena memakan makanan yang terkontaminasi oleh racun fungi ( Mikotoksin ), karena banyak makanan yang terkontaminasi oleh Aspergillus flavus. ( Volk dan Whesley, 1990 ). Fungi diketahui lebih tahan dalam keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan dari pada mikroorganisme lain. Fungi umumnya menghendaki oksigen sehingga bersifat aerob sejati, tetapi khamir ( yeast ) bersifat fakultatif yang artinya dapat hidup dalam keadaan anaerob maupun aerob. Suhu optimum pertumbuhan fungi parasit lebih tinggi yaitu 30 - 37°C daripada jenis yang saprofit yang hidup pada suhu 22 - 30°C. ( Pelczar dkk, 1986 ). Beberapa fungi diketahui ada yang mampu tumbuh pada suhu mendekati 0°C. Pada dasarnya fungi bersifat heterotrof, namun beberapa jenis fungi mampu memanfaatkan berbagai macam bahan untuk kehidupannya. Fungi tidak mampu mensintesis CO2 sebagaimana bakteri, maka sumber karbon harus tersedia dari luar dirinya, misalnya sebagai bentuk glukosa atau lainnya. Penyakit akut yang disebabkan oleh mikotoksin dapat menyerang system saraf pusat, mempengaruhi hati, dan ginjal. Beberapa diantaranya bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker pada hati apabila
9
dimakan dalam jumlah kecil untuk jangka panjang yang cukup lama.(Agus, A.,2006). Aspergillosis yaitu penyakit yang disebabkan oleh jamur Aspergillus sp, terutama Aspergillus fumigatus dengan menyebabkan radang granulomatosis pada selaput lender, mata, bronchus, telinga, kadang – kadang pada kulit dan subkutan pada tulang, paru – paru dan meningen. ( Depkes RI, 1989 ). 3. Faktor – factor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur a. Kebutuhan air Kebanyakan jamur membutuhkan air minimal untuk pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan khamir dan bakteri. b. Suhu pertumbuhan Kebanyakan jamur bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan jamur adalah sekitar 25 - 30°C, tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35 - 37ºC atau lebih tinggi, misalnya Aspergillus. Beberapa jamur bersifat psikrotropik yaitu dapat tumbuh baik pada suhu almari es dan beberapa bahkan masih dapat tumbuh lambat pada suhu dibawah suhu pembekuan, misalkan pada suhu 5ºC sampai - 10ºC. Beberapa jamur juga bersifat termofilik yaitu dapat tumbuh pada suhu tinggi.
c.
Kebutuhan oksigen dan pH
Semua jamur bersifat aerobik yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Kebanyakan jamur dapat tumbuh pada 10
kisaran pH yang luas yaitu pH 2 – 8,5 tetapi biasanya pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH rendah. d.
Subtrat / media Pada umumnya jamur dapat menggunakan berbagai komponen makanan dari yang sederhana sampai komplek. Kebanyakan jamur memproduksi enzim hidrolitik misalnya amylase, pektinase, proteinase, dan lipase. Oleh karena itu dapat tumbuh pada makanan yang mengandung pati, protein, pectin dan lipid.
e.
Komponen penghambat Beberapa jamur mengeluarkan komponen yang dapat menghambat organisme lainnya. Komponen ini disebut antibiotic. Beberapa komponen lain bersifat mikostatik yaitu penghambat pertumbuhan jamur atau fungisidal yaitu membunuh jamur. Pertumbuhan jamur biasanya berjalan lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri dan khamir.
Jika
kondisi
pertumbuhan
memungkinkan
semua
mikroorganisme untuk tumbuh, jamur biasanya kalah dalam kompetisi dengan khamir dan bakteri. Tetapi sekali jamur dapat mulai tumbuh, pertumbuhan yang ditandai dengan pertumbuhan miselium dapat berlangsung dengan cepat. ( Srikandi, F.,1989 )
11
B. Sambel kacang Sambel kacang merupakan bumbu yang digunakan untuk bumbu pecel. Pecel adalah salah satu sajian makanan tradisional yang banyak dijual di pasar –pasar dan digemari masyarakat. Umumnya sambel kacang untuk pecel ini dibuat terlebih dahulu dalam bentuk kemasan dimana saat akan dikonsumsi diencerkan terlebih dahulu. Sambel kacang ini dapat bertahan cukup lama, sehingga dibeberapa tempat juga diperdagangkan sebagai sambel padat yang dikemas dalam plastik tembus cahaya. 1. Komposisi dan pembuatan sambel. Bahan – bahan yang diperlukan dalam pembuatan sambel kacang antara lain : kacang tanah yang telah digoreng, cabai, daun jeruk purut, bawang putih, kencur, asam, garam, gula kelapa, gula pasir. Sedangkan cara pembuatannya adalah kacang tanah yang telah digoreng dihaluskan dan ditambahkan bumbu lainnya dan kemudian digiling lagi hingga semua bumbu halus dan tercampur rata setelah itu sambel kacang siap dikemas dalam plastik dan siap diedarkan ke pasar – pasar. 2. Mikroba pada kacang tanah Kacang tanah merupakan bahan baku dari sambel kacang. Kacang tanah ini sebagai bahan makanan yang mengandung lemak tinggi, komoditi tersebut akan lebih mudah diserang oleh Aspergillus sp, apabila ruang penyimpana berkelembapan tinggi dan tidak bersih. Senyawa beracun aflatoksin yang dihasilkan oleh Aspergillus sp yang sering terdapat pada biji kacang tanah.
12
Menurut LeCey et al (1980) factor lingkungan seperti kelembaban udara, faktor biji disimpan, kadar air awal biji, dan lama waktu penyimpanan dapat mempengaruhi
produksi
alflatoksin
membahayakan
manusia
dan
dapat
menyebabkan keracunan secara akut dan kronis (Martini, 2005). 3. Penyimpanan makanan a.
Pendinginan (chilling) Suhu yang digunakan untuk penyimpanan makanan biasanya tidak jauh dari titik beku yang dapat dilakukan dengan es atau disimpan dalam almari es. Ruang pendingin memerlukan kondisi kelembaban yang sesuai karena perubahan kelembaban yang dapat menyebabkan bahan berkeringat dan terjadinya pertumbuhan jamur. Pengaruh suhu penyimpanan pada kelembaban maksimum yang disarankan untuk penyimpanan adalah 2-4ºC. (Winarno, F. G., & Jenie, B. S., 1982).
b.
Penyimpanan sejuk (cellar strorage) Penyimpanan sejuk biasanya dilakukan pada suhu sedikit dibawah suhu kamar dan tidak lebih rendah dari 15ºC.
c.
Suhu kamar Suhu yang digunakan terentang antara 20 - 36ºC.
4. Kerusakan pangan Faktor kerusakan pangan ada yang secara alamiah sudah ada dalam produk dan tidak dapat dicegah hanya dengan pengemasan saja yang tergantung dari lingkungan sekitar dan mungkin dapat dikendalikan hampir
13
semuanya oleh pengemasan. Terjadinya kerusakan pangan diakibatkan dua proses yang berbeda terlibat didalamnya yaitu :a. Autolisis ( destruksi diri ), Proses pemecahan tingkat sel yang disebabkan oleh enzim yang terdapat dalam bahan pangan itu sendiri, b. Kerusakan mikrobiologi,
Disebabkan
bakteri,
jamur, dan khamir. Organisme – organisme tersebut memecah komponen organik komplek dalam pangan menjadi senyawa lebih sederhana dan menyebabkan perubahan
terhadap
flavor,
tekstur,
dan
bau
pangan
tersebut.
(Gamman,P..M.,&Sherington,K.B.,1994). Jarang sekali pengemasan dibutuhkan untuk mencegah pembusukan atau kerusakan pangan karena salah satu faktor diatas seperti kerusakan secara mekanis dari pengemas sebagai tambahan kerusakan fisik bahan pangan, mungkin menurunkan daya tahan wadah terhadap masuknya air, oksigen atau bau – bau lainnya.