BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Puskesmas Puskesmas
adalah
fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya di wilayah kerjanya (Permenkes , 2014). Puskesmas memiliki fungsi sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan kesehatan di suatu wilayah (Syafrudin dkk., 2009). Mutu dalam layanan kesehatan di puskesmas adalah sebuah konsep manajemen
berfokus
konsumen
yang
inovatif
dan
patisipatif
yang
memengaruhi setiap individu dalam organisasi. Tujuannya adalah terwujudnya pelaksanaan proses perbaikan yang akan berdampak positif outcome layanan kesehatan (Al.assaf, 2009). Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yang meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat 2010 (Kemenkes, 2004).
7
2.2 Kedudukan Puskesmas Kedudukan puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya dengan Sistem Kesehatan Nasional, Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota, Sistem Pemerintah Daerah, dan antar sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama. a. Sistem Kesehatan Nasional. Kedudukan puskesmas dalam sistem Kesehatan Nasional adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. b. Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota. Kedudukan puskesmas dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan Kabupaten bidang kesehatan di tingkat kecamatan. c. Sistem Pemerintah Daerah. Kedudukan puskesmas dalam Sistem Pemerintah Daerah adalah sebagai unit pelaksanaan teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang merupakan unit struktural pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota bidang kesehatan di tingkat kecamatan. d. Antar sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama. Diwilayah kerja puskesmas terdapat berbagai organisasi pelayanan kesehatan tingkat pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta seperti praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek bidan, poliklinik dan balai kesehatan masyarakat. Kedudukan puskesmas diantara berbagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama ini adalah sebagai mitra (Syafrudin dkk., 2009).
8
2.3 Fungsi Puskesmas Tiga fungsi pokok utama yang diemban puskesmas dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dasar (PKD) kepada seluruh target dan sasaran masyarakat di wilayah kerjanya, yakni sebagai berikut : a. pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan i. berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan. ii. aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan untuk masyarakat dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. b. pusat pemberdaya masyarakat berupaya agar perorangan, terutama pemuka masyarakat, keluarga, dan masyarakat memiliki perilaku berikut : i. sadar, mau dan mampu melayani diri sendiri serta masyarakat untuk hidup sehat. ii. berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaan. iii. ikut menetapkan menyelenggarakan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan program kesehatan. iv. membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat. v. merangsang masyarakat, termasuk swasta, untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri.
9
vi. memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien. c. pusat pelayanan kesehatan strata pertama, yaitu menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan
(kontiniu)
mencakup
pelayanan
kesehatan
perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat (Mubarak, 2011).
2.4 Fasilitas Penunjang Puskesmas Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan, puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. a. Puskesmas pembantu. Puskesmas pembantu yang sering dikenal sebagai pustu atau pusban adalah unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil. b. Puskesmas keliling. Puskesmas keliling merupakan unit pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi kendaraan bermotor roda empat atau perahu motor, peralatan kesehatan, peralatan komunikasi, serta sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas. Puskesmas keliling berfungsi menunjang dan membantu kegiatan puskesmas dalam wilayah yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan (Mubarak, 2011).
10
2.5 Pelayanan Kefarmasian Menurut Permenkes RI nomor 30 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di puskesmas, yang dimaksud dengan pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian, telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya keselahan pengobatan (medication error) Pharmaceutical care (asuhan kefarmasian) adalah konsep dasar dalam pekerjaan kefarmasian yang memberikan tanggung jawab atas dampak pemberian obat kepada pasien (Anonim, 2010). Dalam memberikan perlindungan kepada pasien, maka dapat diidentifikasikan bahwa fungsi dari pharmaceutical care adalah menyediakan informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan lainnya serta mendapatkan rekam medis untuk digunakan pemilihan
obat
yang
tepat.
Tujuan
yang
ingin
dicapai
mencakup
mengindentifikasikan hasil pengobatan dan tujuan akhir pengobatan, agar pengobatan dapat diterima untuk terapis, agar diterapkan penggunaan secara
11
rasional, memantau efek samping obat, menentukan metode penggunaan obat (Bahfen, 2008). Ruang lingkup pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi 2 kegiatan pokok yaitu : a. Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai, yang terdiri dari : i. perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai. Merupakan proses kegiatan seleksi obat dan bahan medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pasien. ii. permintaan obat dan bahan medis habis pakai. Tujuannya adalah memenuhi kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di puskesmas, sesuai dengan perencanaan. iii. peneriamaan obat dan bahan medis habis pakai. Tujuannya supaya obat dan bahan medis habis pakai yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan. iv. penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai. Tujuannya supaya mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat dipertahankan dengan persyaratan yang ditetapkan. v. pendistribusian obat dan bahan medis habis pakai. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
12
vi. pengendalian obat dan bahan medis habis pakai. Tujuannya supaya tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat dan bahan medis habis pakai di unit pelayanan kesehatan dasar. vii. pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan. Tujuannnya adalah bukti pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai telah dilakukan, sebagai sumber data untuk melakukan pengendalian dan sumber data untuk pembuatan laporan. viii. pemantuan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai. Tujuannya untuk mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan (Anonim, 2014). b. Pelayanan farmasi klinik. Merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien, yang terdiri dari : i. pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat (PIO) ii. pelayanan infoemasi obat (PIO) iii. konseling iv. ronde/visite pasien (khusus puskesmas rawat inap) v. pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO) vi. pemantauan terapi obat (PTO) vii. evaluasi penggunaan obat (Anonim, 2014).
13
2.6 Kegiatan Pokok Puskesmas Ada 18 usaha pokok kesehatan yang dapat dilakukan oleh puskesmas. Usaha-usaha pokok itu bergantung pada faktor tenaga, sarana, prasarana, biaya yang tersedia, serta kemampuan manajemen dari setiap puskesmas. Kegiatan pokok puskesmas itu diantanya : a. upaya kesehatan ibu dan anak i. pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan, dan menyusui, serta bayi, anak balita, dan anak pra sekolah. ii. pemberian nasehat tentang makanan guna mencegah gizi buruk. iii. imunisasi. iv. pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimulasinya. v. pengobatan bagi ibu, bayi, anak balita, dan pra sekolah untuk berbagai penyakit ringan. b. upaya keluarga berencana i. kursus KB untuk para ibu dan calon ibu yang mengunjungi KIA. ii. konseling pemasangan IUD serta cara-cara penggunaan pil dan kondom dengan member sarananya. c. upaya perbaikan gizi i. identifikasi penderita kekurangan gizi. ii. pengembangan program perbaikan gizi. iii. pendidikan gizi kepada masyarakat. d. upaya kesehatan lingkungan i. penyehatan air bersih. ii. penyehatan pembuangan kotoran.
14
iii. penyehatan air buangan/limbah. iv. penyehatan lingkungan perumahan. v. pengawasan sanitasi tempat umum. e. upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular i. pengumpulan dan menganalisis data penyakit. ii. pelaporan kasus penyakit menular. iii. investigasi kebenaran laporan yang masuk. iv. tindakan permulaan untuk pencegahan penyakit menular. v. penyembuhan penyakit penderita, hingga tidak lagi menjadi sumber infeksi. vi. pemberian imunisasi. f. upaya pengobatan, termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan lalulintas i. diagnosa sedini mungkin melalui pengumpulan informasi riwayat penyakit, pemeriksaan fiksik, pemeriksaan laboratorium, kemudian membuat diagnosis. ii. pelaksanaan tindakan pengobatan. iii. upaya rujukan. g. upaya penyuluhan kesehatan masyarakat i. kegiatan penyuluhan kesehatan dilakukan oleh petugas di klinik, rumah, dan kelompok-kelompok masyarakat. ii. di tingkat puskesmas tidak ada petugas penyuluhan tersendiri, tetapi di tingkat kabupaten diadakan tenaga-tenaga koordinator penyuluhan kesehatan. h. kesehatan olahraga.
15
i. perawatan kesehatan masyarakat. j. kesehatan kerja. k. kesehatan gigi dan mulut. l. kesehatan jiwa. m. kesehatan mata. n. laboratorium sederhana. o. pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan. p. kesehatan usis lanjut. q. pembinaan pengobatan tradisional. r. kesehatan remaja. (Mubarak, 2011).
2.7 Organisasi Puskesmas a. Struktur Organisasi. Struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masing-masing puskesmas. Penyusunan struktur organisasi di suatu puskesmas di satu kabupaten/kota dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan penetapannya dilakukan dengan peraturan daerah. Sebagai acuan dapat digunakan pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut : i. kepala puskesmas ii. unit usaha yang bertanggung jawab membantu kepala puskesmas dalam pengelolaan seperti : a) data dan informasi b) perencanaan dan penilaian c) keuangan
16
d) umum dan pengawasan iii. unit pelaksana teknis fungsional puskesmas a) upaya kesehatan masyarakat b) upaya kesehatan perorangan iv. jaringan pelayanan puskesmas a) unit puskesmas pembantu b) unit puskesmas keliling c) unit bidan di desa/komunitas b. Kriteria Personalia. Kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi puskesmas disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing unit puskesmas. Khusus untuk kepala puskesmas kriteria tersebut dipersyaratkan harus seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat. c. Eselon kepala puskesmas. Kepala puskesmas adalah penanggung jawab pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan. Sesuai dengan tanggung jawab
tersebut
dan
besarnya
peran
kepala
puskesmas
dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan, maka jabatan kepala puskesmas setingkat dengan eselon III-B. Dalam keadaan tidak tersedia tenaga yang memenuhi syarat untuk menjabat jabatan eselon III-B, ditunjuk pejabat sementara yang sesuai dengan kriteria kepala puskesmas yakni seorang sarjana di bidang kesehatan masyarakat, dengan kewenangan yang setara dengan pejabat tetap (Kemenkes, 2004).
17
2.8 Mutu Layanan Kesehatan Setiap orang akan menilai mutu layanan kesehatan berdasarkan standar dan atau karakteristik/kriteria yang berbeda-beda. Salah satu kesulitan dalam merumuskan pengertian mutu layanan kesehatan itu sangat melekat dengan faktor-faktor subjektivitas orang yang berkepentingan baik pasien/konseumen, pemberi layanan kesehatan (provider), penyandang dana, masyarakat ataupun pemilik sarana layanan kesehatan (Imbaho, 2007). Mutu layanan kesehatan terdiri dari beberapa perspektif diantaranya : a. Perspektif pasien/masyarakat. Pasien/masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah, berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pandangan pasien / masyarakat ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali (Imbaho, 2007). b. Perspektif pemberi layanan kesehatan. Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau potokol, kebebasan, profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaiman keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu. Komitmen dan motivasi pemberi layanan kesehatan bergantung pada kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara optimal. Sebagai profesi layanan kesehatan, perhatiannya terfokus pada dimensi kompetensi teknis, efektivitas, dan keamanan (Imbaho, 2007).
18
c. Perspektif penyandang dana. Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efesien dan efektif. Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien (Imbaho, 2007). d. Perspektif pemilik sarana layanan kesehatan. Pemilik sarana kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien / masyarakat, yaitu pada tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien dan masyarakat (Imbaho, 2007).
2.9 Pengobatan Rasional di Puskesmas Upaya pengobatan rasional di puskesmas bertujuan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi upaya pelayanan pengobatan yang rasional di puskesmas melalui pembinaan secara fungsional dengan melibatkan unit-unit yang terkait di berbagai tingkat administrasi. Menurut badan kesehatan sedunia (WHO), kriteria pemakaian obat (pengobatan) rasioanl, antara lain : a. Sesuai dengan indikasi penyakit. Pengobatan didasarkan atas keluhan individual dan hasil pemeriksaan fisik yang akurat. b. Diberikan dengan dosis yang tepat. Pemberian obat memperhitungkan umur, berat badan dan kronologis penyakit. c. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat. Jarak minum obat sesuai dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan.
19
d. Lama pemberian yang tepat. Pada kasus tertentu memerlukan pemberian obat dalam jangka waktu tertentu. e. Obat yang diberikan harus efektif dengan mutu terjamin. Hindari pemberian obat yang kadaluarsa dan tidak sesuai dengan jenis keluhan penyakit. f. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Jenis obat mudah didapatkan dengan harganya relatif murah. g. Meminimalkan efek samping dan alergi Obat. Beri informasi standar tentang kemungkinan efek samping obat dan cara mengatasinya. Kriteria pengobatan rasional dalam pelayanan puskesmas harus terus diupayakan secara terpadu, agar tercapai tujuan kesehatan yang bermutu (Anonim, 2012).
20