13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumah Sakit 2.1.1. Pengertian Rumah Sakit Berdasarkan undang- undang tentang rumah sakit No. 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Menurut Supriyanto dan Ernawaty (2010) , organisasi rumah sakit merupakan organisasi yang unik dan komplek, unik karena di rumah sakit terdapat suatu proses yang menghasilkan jasa medis dan perawatan dalam bentuk pelayanan pada pasien yang rawat inap maupun berobat jalan. 2.1.2. Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Penyelanggaraan dan mengelolaan rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem. Pelayanan kesehatan dirumah sakit terdiri dari :
13
Universitas Sumatera Utara
14
1. Pelayanan Medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis. 2. Pelayanan Keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan 3. Pelayanan Penunjang Medis, merupakan pelayanan penunjang yang diberikan terhadap pasien seperti : pelayanan gizi ,radiologi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik dan lain-lain. 4. Pelayanan Administrasi dan Keuangan, pelayanan administrasi seperti pendaftaran, rekam medik dan kerumahtanggaan, sedangkan bidang keuangan seperti proses pembayaran biaya rawat jalan dan rawat inap. Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan produk jasa yang diberikan pihak rumah sakit kepada klien/pasien. Pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit merupakan tolak ukur dari kualitas pelayanan kesehatan tersebut Menurut Undang - Undang No. 44 tahun 2009,
berdasarkan pembedaan
tingkat menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi : 1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.
Universitas Sumatera Utara
15
2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik terbatas. 3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar. 4. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar. Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan produk jasa yang diberikan pihak rumah sakit kepada kliennya. Pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit tolak ukur dari kualitas rumah sakit tersebut. Bila suatu rumah sakit telah berhasil memberikan pelayanan kesehatan dengan baik sehingga dapat memberikan kepuasan kepada kliennya, itu berarti rumah sakit tersebut telah memiliki kualitas yang baik. Dengan demikian, lambat laun pada rumah sakit tersebut akan tercipta suatu citra yang postif dari masyarakatnya (Lestari, 2004). 2.1.3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, prefentif, kuratif dan rehabilitatif. Fungsi rumah sakit tidak secara keseluruhan dapat dilakukan oleh seluruh rumah sakit milik pemerintah atau swasta, tergantung pada klasifikasi rumah sakit. Berdasarkan klasifikasi rumah sakit dapat diketahui bahwa rumah sakit dengan Kategori/ Kelas A, mempunyai fungsi, jumlah dan kategori ketenagaan, fasilitas dan
Universitas Sumatera Utara
16
kemampuan pelayanan yang lebih besar daripada rumah sakit dengan kelas lainnya yang lebih rendah (Undang –Undang No 44 tahun 2009). 2.1.4. Indikator Pelayanan Rumah Sakit Indikator adalah suatu perangkat yang dapat digunakan dalam pemantauan suatu proses tertentu. Indikator pelayanan rumah sakit yang dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit antara lain (Depkes RI, 2005): 1. Bed Occupancy Rate (BOR) adalah persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu yang digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih dari 85 %) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. Nilai parameter yang ideal antara 60-85%. 2. Average Length Of Stay (ALOS) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. ALOS selain digunakan untuk mengukur efisiensi pelayanan rumah sakit juga dapat menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan lebih lanjut. Nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari. 3. Bed Turn Over (BTO): adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali..
Universitas Sumatera Utara
17
4. Turn Over Interval (TOI) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur semakin jelek. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. 5. Net Death Rate (NDR): angka kematian netto yaitu angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar, digunakan untuk mengetahui mutu pelayanan/perawatan rumah sakit. Semakin rendah NDR suatu rumah sakit berarti bahwa mutu pelayanan rumah sakit tersebut semakin baik. Nilai NDR yang masih dapat ditolerir adalah kurang dari 25 per 1000 pasien keluar. 6. Gross Death Rate (GDR): angka kematian brutto yaitu angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar, digunakan untuk mengetahui mutu pelayanan/perawatan rumah sakit. Semakin rendah GDR berarti mutu pelayanan rumah sakit semakin baik. Nilai GDR seyogyanya tidak lebih dari 45 per 1000 pasien keluar. 2.1.5. Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Katagori pasien yang mmasuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya. Menurut Revans (1986) bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap akan mengalami tingkat transformasi,yaitu:
Universitas Sumatera Utara
18
1. Tahap admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan dirawat tinggal dirumah sakit. 2. Tahap diagnosis, yaitu pasien diperiksan dan ditegakkan diagnosisnya. 3. Tahap treatment, yaitu :berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam program perawatan dan terapi. 4. Tahap Inspection, yaitu: secara terus-menerus diobservasi dan dibandingkan pengaruh serta respon pasien terhadap pengobatan. 5. Tahap kontrol, yaitu: setelah dianalisa kondisinya, pasien dipulangkan. Pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke proses untuk diagnosa ulang. Rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana penderita tinggal mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksanaan pelayanan kesehatan atau rumah sakit pelaksanaan pelayanan kesehatan lain (Patria Jati, 2009). Rawat inap menurut Crosby dalam M.Nur Nasution (2010) adalah kegiatan penderita yang berkelanjutan ke rumah sakit untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Secara khusus pelayanan rawat inap ditujukan untuk penderita atau pasien yang memerlukan asuhan keperawatan secara terus menerus (Continous Nursing Care) hingga terjadi penyembuhan. Pasien mulai masuk ruangan perawatan hingga pasien dinyatakan boleh pulang maka pasien mendapat pelayanan sebagai berikut, pelayanan tenaga medis, tenaga perawat, pelayanan penunjang medis, lingkungan langsung pasien serta pelayanan administrasi/keuangan. Loho dalam Ayunda (2009) mengidentifikasikan
Universitas Sumatera Utara
19
kegiatan rawat inap meliputi pelayanan dokter, pelayanan keperawatan, pelayanan makanan, fasilitas perawatan dan lingkungan perawatan. Pelayanan rawat inap harus menerapkan prosedur yang jelas, mudah dan terorganisir. Alur masuk pasien rawat inap digambarkan oleh Loho sebagai berikut: Pasien
Masuk
Penerimaan pasien
Keluar
administrasi/Keuangan
Ruang Perawatan : Pelayanan Dokter Pelayanan Perawat Pelayanan Makanan Fasilitas Perawatan Lingkungan Perawatan Pasien dipulangkan
Gambar 2.1. Alur Pasien Masuk Rawat Inap 2.1.6. Standar Pelayanan Minimal Instalasi Rawat Inap Standar adalah nilai ketentuan yang telah ditetapkan berkaitan dengan sesuatu yang harus dicapai sedangkan pelayanan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Berdasarkan Keputusan menteri kesehatan nomor 129 Tahun 2008 Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. SPM juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum. SPM untuk jenis layanan rawat inap berdasarkan ketentuan Depkes adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal Menurut Departemen Kesehatan Pelayanan Indikator Rawat Inap 1. Pemberian pelayanan di Rawat Inap 2. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) rawat inap 3. Ketersediaan pelayanan rawat inap 4. Jam visite Dokter Spesialis
Standar 1. a. Dr Spesialis b. Perawat minimal pendidikan D3 2. 100% 3. Anak, Penyakit Dalam, Kebidanan, Bedah 4. 08.00 s/d 14.00 wib setiap hari kerja 5. ≤ 1,5 % 6. ≤ 1,5 % 7. 100 %
5. Kejadian infeksi pasca operasi 6. Kejadian infeksi nosokomial 7. Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan / kematian 8. Kematian pasien > 48 jam 8. ≤ 0.24 % 9. Kejadian pulang paksa 9. ≤ 5 % 10. Kepuasan pelanggan 10. ≥ 90 %
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang SPM RS
2.1.7. Pasien Menurut Iskandar (1998), pasien adalah orang sakit (yang dirawat dokter atau perawat), seorang yang mengalami penderitaan (sakit). Pasien dalam praktek seharihari sering dikelompokkan menjadi: (a) Pasien jalan/luar, yaitu pasien yang hanya memperoleh pelayanan kesehatan yang biasa juga disebut dengan pasien rawat jalan, (b) Pasien opname, yaitu pasien yang memperoleh pelayanan kesehatan dengan cara menginap dan dirawat dirumah sakit atau disebut juga pasien rawat inap. Pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan memiliki dua hak yaitu : (1) Hak atas pelayanan kesehatan, yaitu pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan atas dasar kemampuan dan kecakapannya menerapkan ilmu dan teknologi kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
21
(2) Hak mandiri sebagai manusia atau hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self-determination). Hak atas pelayanan kesehatan merupakan aspek sosial, sedangkan hak menentukan nasib sendiri merupakan aspek pribadi. Hak pasien berasal dari hak atas dirinya sendiri, dengan kata lain pasien menentukan sendiri apa yang terbaik bagi kepentingan dirinya walaupun seorang pasien dalam keadaan kurang sehat, namun hal ini dikecualikan bila keadaan mental pasien tidak memungkinkan untuk mengambil keputusan sendiri. Hal pokok yang merupakan hak pasien menurut Iskandar (1998), yaitu: 1) Hak memperoleh pelayanan kesehatan yang manusiawi sesuai standar profesi. 2) Hak memperoleh penjelasan tentang diagnosa dan terapi dari dokter yang bertanggung jawab terhadap perawatannya. 3) Menolak keikutsertaan dalam penelitian kedokteran. 4) Kerahasiaan dan catatan mediknya. 5) Hak dirujuk atau diperlukan. 6) Hak memperoleh perawatan lanjutan dengan informasi tentang nama/alamat dokter selanjutnya. 7) Hak berhubungan dengan keluarga, rohaniawan dan sebagainya. 8) Hak penjelasan tentang perincian biaya rawatan. 9) Hak memperoleh penjelasan tentang peraturanperaturan rumah sakit. 10) Hak menarik diri dari kontrak terapeutik, termasuk mengakhiri pengobatan rawat inap dan tanggung jawab sendiri atau PAPS.
2.2. Persepsi 2.2.1. Pengertian Persepsi Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Universitas Sumatera Utara
22
Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama, dengan demikian persepsi juga adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya. Menurut Scherer yang dikutip oleh Sarwono (2000) menyatakan bahwa persepsi adalah representasi fenomenal tentang obyek-obyek distal sebagai hasil pengorganisasian objek distal itu sendiri, medium dan rangsang proksimal. Bruner menyatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi. Organisasi dirangsang oleh suatu masukan tertentu dan organisme ini berespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori obyek atau peristiwa. Manusia mengamati suatu obyek psikologik dengan kacamatanya sendiri yang diwarnai oleh kepribadiannya. Sedangkan obyek psikologik itu sendiri dapat berupa kejadian, ide atau situasi tertentu. Faktor – faktor pengalaman, proses belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat. Sedangkan cakrawalanya memberikan arti terhadap objek psikologi tersebut. Melalui komponen akan timbul ide, kemudian konsep mengenai apa yang dilihat. Selanjutnya komponen konasi yang menentukan kesediaan jawaban berupa tindakan terhadap objek. Atas dasar tindakan ini maka situasi yang semula kurang seimbang menjadi seimbang kembali. Keseimbangan ini berarti bahwa objek yang dilihat sesuai dengan penghayatan dimana unsur nilai dan norma dirinya dapat menerima secara rasional dan emosional. Jika situasi ini tercapai maka individu menolak dan reaksi yang timbul adalah sikap apatis dan acuh tak acuh. Keseimbangan ini dapat kembali jika persepsi dapat diubah melalui komponen kognisi ( Jalaluddin, 2005).
Universitas Sumatera Utara
23
2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi Dengan melihat satu objek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda, karena persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Prasetijo (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang adalah : 1. Faktor Fungsional Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman,masa lalu dan lain-lain yang termasuk dengan apa yang disebut sebagai faktor –faktor personal yang membentuk persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli itu. Faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi ini lazim disebut sebagai kerangka rujukan, sedang didalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberikan makna pada pesan yang diterimanya. 2. Faktor Struktural Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek- efek saraf yang ditimbulkannya pada system syaraf individu bila kita mempersepsikan sesuatu, kita mempersepsikannya sebagai suatu keseluruhan, bukan melihat bagian-bagiannya lalu menghimpunnya (Jalaluddin, 2005). Berdasarkan faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut, maka ada 4 (empat) dalil tentang persepsi yaitu (Notoatmodjo,2003) : 1. Persepsi bersifat selektif secara fungsional 2. Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan lebih diberi arti. 3. Sifat perceptual dan kognitif dari substruktur pada umumnya ditentukan oleh sifat – sifat struktur secara keselruhan
Universitas Sumatera Utara
24
4. Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi bagian dari struktur yang sama. 2.2.3. Obyek Persepsi Sebagaimana disebutkan bahwa persepsi itu merupakan proses pengamatan maka hal –hal yang diamati dapat dibedakan atas dua bentuk dan disebut sebagai objek dari persepsi itu. Menurut Walgito (2002:70), faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor, yaitu :
1. Manusia termasuk didalamnya kehidupan sosial manusia, nilai – nilai kultural dan lain- lain. Dalam hal ini digunakan istilah persepsi interpersonal 2. Benda – benda mati seperti balok, pohon dan lain-lain. Dalam hal ini digunakan istilah persepsi obyek ( Notoatmodjo, 2003). 2.2.4. Proses Pembentukkan Persepsi Adapun proses pembentukan persepsi menurut Walgito (2002:71) diuraikan sebagai berikut: 1. Karakteristik dari stimuli (rangsangan) dimana stimuli merupakan hal diluar individu yang dapat berbentuk fisik, visual, atau komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi tanggapan individu. 2. Hubungan stimuli dengan sekelilingnya. Persepsi yang dibentuk oleh seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya, oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif. Hal tersebut berarti bahwa setiap orang dapat memiliki persepsi berbeda terhadap satu objek yang sama.
Universitas Sumatera Utara
25
3. Kondisi yang ada dalam diri individu yang bersangkutan. Dalam persepsi ada yang perlu diperhatikan bahwa persepsi dapat sangat berbeda dengan kenyataan yang ada. 2.2.5. Persepsi Pasien terhadap Pelayanan Kesehatan Menurut Gilson, dkk (1994) yang menjadi elemen penting dalam menentukan harapan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yaitu : 1.
Kemanjuran obat, keterjangkauan biaya,tidak membutuhkan waktu yang lama dalam proses perawatan.
2.
Memperoleh obat merupakan faktor terpenting yang mendasari keputusan pulang atas permintaan sendiri.
3.
Pandangan yang menyeluruh mengenai penampilan, seperti sikap petugas yang baik, kecakapan petugas dan hubungan dengan pasien.
4.
Persepsi masyarakat terhadap kualitas sarana dan prasarana yang meliputi jarak yang dapat dicapai, keadaaan gedung, ruang tunggu, privasi dan kelengkapan peralatan medis.
5.
Persepsi masyarakat terhadap kualitas proses yang meliputi ketrampilan petugas , kecukupan staf, biaya perawatan, dan penjelasan pengobatan. Menurut konsep Parasuraman (1988), yang dikenal dengan servqual model,
menyatakan ada empat faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan pasien terhadap jasa pelayanan, yaitu : 1. Pengalaman dari teman. 2. Kebutuhan atau keinginan.
Universitas Sumatera Utara
26
3. Pengalaman masa lalu saat menerima jasa pelayanan. 4. Komunikasi melalui iklan.
2.3. Pelayanan Kesehatan 2.3.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan Mutu pelayanan atau kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut M.Nur Nasution (2010), kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Apabila jasa yang diterima sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa yang dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Pelayanan adalah suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu yang diberikan kepada orang lain dalam hal ini adalah pasien agar kebutuhan tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan harapan mereka. Menurut Moenir (2004) pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya pelayanan yaitu : a) Adanya rasa cinta dan kasih sayang. Yaitu bersedia mengorbankan apa yang ada padanya sesuai kemampuannya. b) Adanya keyakinan untuk saling tolong menolong.
Universitas Sumatera Utara
27
Yaitu sesuatu yang sudah melekat pada diri manusia. c) Adanya keyakinan bahwa berbuat baik kepada orang lain adalah salah satu bentuk amal shaleh. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama–sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 2000). Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan perorangan di rumah sakit adalah kepuasan pasien. Kepuasan didefinisikan sebagai penilaian pasca konsumsi, bahwa suatu produk yang dipilih dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen, sehingga mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk pembelian ulang produk yang sama. Pengertian produk mencakup barang, jasa, atau campuran antara barang dan jasa. Produk dari rumah sakit itu sendiri adalah jasa pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan dapat memuaskan pasien, di dalamnya mencakup penilaian terhadap kepuasan kesehatan, kesinambungan pelayanan kesehatan, keterjangkauan pelayanan kesehatan, efisiensi pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan Menurut Kotler, dalam Prastanika (2007) mengemukakan bahwa pelayanan kesehatan seharusnya mengacu kepada kepuasan konsumen. Dalam pemahaman demikian maka dikenal adaya prespektif konsumen dalam memberikan penilaian
Universitas Sumatera Utara
28
terhadap pelayanan kesehatan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perspektif pasien. Umumnya hal-hal tersebut menyangkut kepuasan menggunakan produk atau jasa yang didapatkannya dengan cara membayar. Konsumen memiliki hak untuk menyampaikan keluhannya terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya dan kemudian memberikan penilaian atas tanggapan yang diberikan oleh mereka yang menerima keluhan tersebut. Mekanisme feed back inilah yang diharapkan akan meningkatkan mutu pelayanan sarana pelayanan kesehatan. 2.3.2. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1997) Kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien walaupun merupakan nilai subjektif, tetapi tetap ada dasar objektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh lingkungan khususnya mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan kesehatan terdapat 2 elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis, dan hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati, kepekaan, dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy pasien (Foster. Timothy R,V, 2002). Suatu pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu harus memenuhi persyarayan pokok yaitu sebagai berikut, (Azwar, 2000) :
Universitas Sumatera Utara
29
1. Tersedia dan berkesinambungan Pelayanan kesehatan yang baik seharusnya selalu ada di dekat masyarakat dan saling berkomunikasi dengan baik dengan instansi lainnya. 2. Dapat diterima dan wajar Pelayanan kesehatan seharusnya dapat diterima oleh masyarakat dan bersifat sewajarnya, artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat setempat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, kepercayaan serta bersifat tidak wajar bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik. 3. Mudah dicapai Pelayanan kesehatan yang baik juga harus memenuhi syarat mudah dicapai yaitu bisa dilihat dari sudut lokasi. 4. Mudah dijangkau Syarat yang keempat adalah pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah di jangkau oleh siapa saja. Pengertian keterjangkauan disini adalah dipandamg dari sudut biayanya. Pelayanan kesehatan yang mahal dan itu hanya bisa di nikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja itu bukan pelayanan kesehatan yang baik. 5. Bermutu Pengertian mutu disini adalah yang menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan
para
pemakai
jasa
pelayanan
dan
dipihak
lain
tata
Universitas Sumatera Utara
30
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan.
2.4. Mutu Pelayanan Kesehatan Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Defenisi kualitas jasa atau kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami harapan pelanggan serta kebutuhannya (Tjiptono, 2004). Mutu pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang menikmati jasa perusahaan, sehingga mereka lah yang menentukan kualitas jasa tersebut. Mutu dari pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkatan kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 2000).
Universitas Sumatera Utara
31
Mutu dalam pelayanan kesehatan bukan hanya di tinjau dari sudut pandang aspek teknis medis yang berhubungan langsung antara pelayanan medis dan pasien saja tetapi juga sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan, termasuk manajemen administrasi, keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya (Wijono, 1999). Beberapa dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman (1988)
yang
telah di kutip oleh Tjiptono (2005) mengemukakan bahwa ada 5 (lima) dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu sebagai berikut : 1. Dimensi Tangible (wujud/ tampilan) adalah dimensi kualitas pelayanan yang berupa wujud / tampilan melalui fisik, perlengkapan, penampilan karyawan dan peralatan komunikasi. Service tidak dapat dilihat, tidak dapat dicium dan tidak dapat diraba maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Pelanggan akan menggunakan
indera penglihatan untuk menilai
kualitas pelayanan. 2. Dimensi Reliability (kehandalan), adalah dimensi kualitas pelayanan yang berupa kemampuan untuk memberikan pelayanan sesuai janji yang ditawarkan, sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal dan akurat. Dalam pelayanan jasa dapat meliputi : kecepatan pelayanan, ketepatan pelayanandan kelancaran pelayanan. Dimensi ini sering dipersepsikan dimensi paling penting bagi pelanggan industri jasa. 3. Dimensi Responsiveness (ketanggapan), adalah dimensi kualitas pelayanan yang berupa kemauan pihak pemberi pelayanan untuk memberikan informasi dan membantu
merespon kebutuhan atau keinginan konsumen dengan segera.
Universitas Sumatera Utara
32
Dimensi ini dinamis dimana harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan cenderung naik dari waktu ke waktu. Kepuasan terhadap dimensi ini adalah berdasarkan persepsi bukan aktual, karena persepsi mengandung aspek psikologis maka faktor komunikasi dan situasi fisik di sekeliling pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi penilaian pelanggan. 4. Dimensi Assurance (jaminan), adalah dimensi kualitas pelayanan yang berupa adanya jaminan yang mencakup pengetahuan
dan keterampilan petugas ,
kesopanan dan keramahan petugas, kemampuan petugas dalam berkomunikasi, sifat dapat dipercaya dan adanya jaminan keamanan. 5. Dimensi Emphaty (perhatian), adalah dimensi kualitas pelayanan yang berupa pemberian perhatian yang sungguh- sungguh dari pemberi pelayanan kepada konsumen secara individual. Lima dimensi kualiatas pelayanan di atas sangat berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan/pasien, pasien akan mempersepsikan pelayanan yang telah diterima sebagai pelayanan yang berkualitas dan sesuai dengan harapannya. 2.4.1. Kualitas Pelayanan Rawat Inap Kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya menurut Jacobalis (1990) adalah: a) Penampilan keprofesian menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku, b) Efisiensi dan efektifitas, menyangkut pemanfaatan sumber daya, c) Keselamatan Pasien, menyangkut keselamatan dan keamanan pasien dan d) Kepuasan Pasien, menyangkut kepuasan
Universitas Sumatera Utara
33
fisik, mental, dan sosial terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya. Menurut Adji Muslihuddin (1996), mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik apabila menyediakan pelayanan yang professional dan dapat memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit. Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut: a) Petugas harus mampu melayani dengan cepat. b) Penanganan pertama dari perawat dan dokter profesional harus mampu membuat kepercayaan pada pasien. c) Ruangan yang bersih dan nyaman, d) Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional memberikan nilai tambah. Bagi masyarakat yang dimaksud dengan pelayanan rawat inap yang baik yang pertama adalah: kecepatan pelayanan, keramahtamahan dan komunikasi yang baik, terhadap dokter juga perawat. Jadi masyarakat tidak mempersoalkan dokter lulusan dari mana, apakah laki-laki atau perempuan, suku atau agamanya, karena sampai sekarang pelayanan yang cepat dan ramah tamah sangat dibutuhkan menurut Danakusuma (2002). Kualitas pelayanan rawat inap yang memuaskan akan mendorong pasien untuk tetap memilih rumah sakit tersebut apabila membutuhkan lagi fasilitas pelayanan kesehatan. Menurut Supranto (1997), Kualitas pelayanan rawat inap itu sendiri ditentukan
oleh kualitas dari pada beberapa pelayanan yang dilaksanakan di ruang perawatan, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
34
1) Pelayanan Tenaga Medis/Dokter Tenaga medis adalah tenaga ahli kedokteran yang fungsi utamanya memberikan pelayanan medis kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan (Soemarja Aniroen, 1991), tenaga medis ini dapat sebagai dokter umum maupun dokter spesialis dan diharapkan memiliki rasa pengabdian yang tinggi dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Pelayanan medis yang diberikan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan kedokteran mutakhir serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas rumah sakit secara optimal. Tujuan pelayanan medis adalah mengupayakan kesembuhan pasien secara optimal melalui prosedur dan tindakan yang sesuai dengan standar masing-masing profesi. 2) Pelayanan Keperawatan Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang dilakukan oleh tenaga para medis sesuai dengan asuhan keperawatan. Setiap tenaga para medis diharapkan mampu memberikan pelayanan kepada penderita dengan baik, yaitu memberikan pertolongan dengan dilandasi keahlian kepada pasien-pasien yang mengalami gangguan fisik dan gangguan kejiwaan dalam masa kesembuhan dan orang-orang yang kurang sehat dan kurang kuat. Dengan pertolongan tersebut mereka yang membutuhkan pertolongan mampu belajar sendiri untuk hidup dengan keterbatasan yang ada dalam lingkungan. Zaidin (2001) menyebutkan pelayanan keperawatan adalah suatu upaya untuk membantu individu baik yang sehat maupun sakit, dari lahir sampai meninggal dalam bentuk peningkatan pengetahuan, kemauan dan
Universitas Sumatera Utara
35
kemampuan yang dimiliki sehingga individu tersebut dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dan optimal. Tenaga perawat merupakan orang yang paling sering berhubungan dengan pasien. Perawat dituntut untuk mempunyai tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang memadai, sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan secara optimal bagi masyarakat (Soeroso, 2002). Hasil penelitian Antono (2008), membuktikan bahwa setiap pasien yang dirawat dirumah sakit membutuhkan komunikasi yang intens dengan para perawat agar pasien betah dan penyakit yang diderita bisa segera sembuh. Persoalan mendasar yang sering terjadi dirumah sakit yaitu kurangnya komunikasi antara perawat dengan pasien, pasien sering tidak puas dengan kualitas dan jumlah informasi yang diterima dari tenaga kesehatan. 3) Pelayanan Administrasi Pasien yang masuk ke rumah sakit dimulai dari pendaftaran kemudian mendapat pelayanan sampai pasien dipulangkan tidak terlepas dari proses yang disebut administrasi. Administrasi menurut Dwight waldo (1995) adalah kegiatan kerjasama secara rasional yang tercermin pada pengelompokan kegiatan menurut fungsi yang dilakukan. Tujuan pelayanan administrasi adalah menciptakan suasana administrasi yang lancar dan menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama kali bagi pasien terbentuk sewaktu pasien berbicara pertama kali dengan bagian penerimaan pasien. Kesan ini sering menetap pada diri pasien dan mempengaruhi sikap mereka terhadap lembaga, staf dan pelayanan yang mereka terima (Wolper, 1987).
Universitas Sumatera Utara
36
4) Lingkungan Fisik Ruang Perawatan Pengelolaan rumah sakit yang baik ibarat mengelola sebuah hotel, diperlukan suasana yang tenang, nyaman, bersih, asri, aman, tentram dan sebagainya. Untuk menuju kearah itu sebenarnya rumah sakit telah mempunyai dasar acuan Permenkes No 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit antara lain: a) Lokasi atau lingkungan rumah sakit: tenang, nyaman, aman, terhindar dan pencemaran, selalu dalam keadaan bersih. b) Rungannya: lantai dan dinding bersih, penerangan yang cukup, tersedia tempat sampah, bebas bau yang tidak sedap. Bebas dari gangguan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. Lubang ventilasi yang cukup menjamin pergantian udara dalam kamar dengan baik. c) Atap langitlangit , pintu sesuai syarat yang telah ditentukan. Untuk menjaga dan memelihara kondisi ini, bukan hanya tugas pimpinan tapi menjadi tanggung jawab semua karyawan rumah sakit termasuk pasien dan pengunjung. Dengan demikian akan diperoleh suasana yang nyaman, asri, aman, tenteram bebas dari segala gangguan sehingga dapat memberikan kepuasan pasien dalam membantu proses penyembuhan penyakitnya. 5) Harga Harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan suatu barang atau jasa (Lamb, dkk. 2001). Menurut Kotler & Amstrong (2001) harga adalah jumlah uang yang dibebankan atas produk/jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat–manfaat karena memiliki atau menggunakan produk/jasa tersebut. Harga sering dijadikan sebagai indikator kualitas
Universitas Sumatera Utara
37
bagi konsumen. Apabila harga lebih tinggi, orang cenderung beranggapan bahwa kualitasnya juga lebih baik. Konsumen sering pula menggunakan harga sebagai kriteria utama dalam menentukan nilainya. Barang dengan harga tinggi biasanya di anggap superior dan barang yang mempunyai harga rendah dianggap inferior (rendah tingkatannya) menurut Supriyanto (2012) yang mengutip pendapat Basu Swastha. Penetapan harga jasa penting karena terkait dengan revenue, citra, kualitas, distribusi dan lain-lain. Keputusan penetapan harga juga sedemikian penting dalam menentukan seberapa jauh sebuah layanan jasa dinilai oleh konsumen, dan juga dalam proses membangun citra. Penetapan harga juga memberikan persepsi tertentu dalam hal kualitas seperti dikutip Supriyanto (2012) dari Lupiyoadi. Berdasarkan pendapat Tjiptono (2005), dapat disimpulkan bahwa ada 4 hal yang menjadi tujuan penetapan harga, yaitu: 1) Tujuan berorientasi pada laba, yang menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba yang maksimum. 2) Tujuan berorientasi pada volume, yang mana harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan, nilai penjualan, ataupun untuk menguasai pangsa pasar. 3) Tujuan berorientasi pada citra. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra perusahaan. Sebaliknya, harga rendah dapat dipergunakan untuk membentuk citra nilai tertentu.
Universitas Sumatera Utara
38
4) Tujuan stabilisasi harga, dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan harga pemimpin industri. 5) Tujuan lainnya misalnya untuk mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah. Perusahaan dalam menetapkan harga suatu produk atau jasa, ada dua faktor yang harus dipertimbangkan. Menurut Kotler & Amstrong (2001) yang mempengaruhi keputusan penetapan harga antara lain: faktor internal perusahaan yaitu faktor yang berasal dari dalam perusahaan yang meliputi: sasaran pemasaran, strategi bauran pemasaran, biaya dan pertimbangan organisasi dan faktor eksternal perusahaan yaitu merupakan faktor yang berasal dari luar perusahaan yakni: sifat pasar dan permintaan, biaya harga dan tawaran pesaing serta faktor-faktor eksternal lainnya. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting adalah kualitas pelayanan guna mencapai kepuasan pasien (Tjiptono, 2005). Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
Universitas Sumatera Utara
39
2.5. Kepuasan Pasien Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Menurut Kotler & Amstrong (2001) kepuasan adalah sebagai perasaan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu produk setelah ia membandingkan prestasi produk dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan puas, sedangkan jika kinerja melebihi harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Westbrook & Reilly dalam Tjiptono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen merupakan respon emosional terhadap pengalaman yang berkaitan dengan produk atau jasa yang dibeli. Nasution, (2005) yang mengutip pendapat Gaspers mengatakan bahwa kepuasan konsumen sangat bergantung kepada persepsi dan harapan konsumen. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan konsumen antara lain:(a) Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan konsumen ketika sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen produk.(b) Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya. (c) Pengalaman dari teman-teman. Kepuasan pasien adalah hasil penilaian pasien berdasarkan perasaannya, terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang telah menjadi bagian dari pengalaman atau yang dirasakan pasien rumah sakit, atau dapat dinyatakan sebagai cara pasien mengevaluasi sampai seberapa besar tingkat kualitas
Universitas Sumatera Utara
40
pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat menimbulkan tingkat rasa kepuasan (Utama, 2003). Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian jasa pelayanan kesehatan pilihannya. Akan tetapi jika pasien merasa tidak puas maka mereka akan memberitahukan pengalaman buruknya dua kali lebih hebat kepada orang lain. Untuk menciptakan kepuasan pasien, rumah sakit harus mengelola suatu sistem agar dapat memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya yaitu dengan meningkatkan kualitas pelayanannya. Tjiptono (2005) menyatakan ada beberapa aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu: (a) Aspek kenyamanan, meliputi lokasi rumah sakit, kebersihan rumah sakit, kenyamanan ruangan yang akan digunakan pasien, makanan yang dimakan pasien, dan peralatan yang tersedia dalam ruangan,(b) Aspek hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, meliputi keramahan petugas rumah sakit, informasi yang diberikan oleh petugas rumah sakit, komunikatif, responatif, suportif, dan cekatan dalam melayani pasien, (c) Aspek kompetensi teknik petugas, meliputi keberanian bertindak, pengalaman, gelar, dan terkenal, dan (d) Aspek biaya, meliputi mahalnya pelayanan, terjangkau tidaknya oleh pasien, dan ada tidaknya keringanan yang diberikan kepada pasien. Menurut Irawan (2003) terdapat lima faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu: (a) Kualitas produk atau jasa, pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas, (b) Kualitas pelayanan, pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan
Universitas Sumatera Utara
41
yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan, (c) Faktor emosional, pasien akan merasa puas, bangga dan kagum terhadap dokter yang dipandang “dokter mahal”, (d) Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar, sedangkan dokter yang berkualitas sama tetapi berharga murah memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien, dan (e) Biaya, terkait dengan mendapatkan produk atau jasa pasien tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan sehingga pasien akan cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.
2.6. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 2.6.1. Pengertian Pulang atas Permintaan Sendiri (PAPS) Dalam KepMenKes Nomor: 129/ MenKes/ SK/ II/ 2008 tentang standar pelayanan minimal rumah sakit dijelaskan bahwa pulang paksa adalah pulang atas permintaan pasien atau keluarga pasien sebelum diputuskan boleh pulang oleh dokter. Pulang atas permintaan sendiri merupakan suatu respon dari pasien yang tidak menginginkan lagi dirinya dirawat di rumah sakit tersebut. Pasien yang menolak dilakukan
tindakan medik yang direncanakan atau sudah dilakukan oleh dokter
meskipun sudah mendapatkan penjelasan yang cukup harus memberikan pernyataan secara tertulis. Pulang atas permintaan sendiri ini bisa dikarenakan oleh berbagai faktor seperti kurang puasnya pasien atas pelayanan kesehatan yang diberikan, tidak punya biaya, ketidak nyamanan pasien serta faktor – faktor lainnya yang membuat pasien mengambil tindakan untuk keluar dari rumah sakit atas persetujuannya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
42
2.7. Landasan Teori Berdasarkan tinjauan pustaka, maka peneliti dapat merumuskan beberapa landasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Menurut Rakhmat (2007), persepsi adalah pengalaman tentang peristiwa atau hubungan-hubungan yang di peroleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Sementara Kotler dan Amstrong (2001) menjelaskan persepsi merupakan proses seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia. Mangkunegara (2002) mendefenisikan persepsi sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menginterprestasikan impresi sensorinya supaya dapat memberikan arti kepada lingkungan sekitarnya, meskipun persepsi sangat dipengaruhi oleh pengobyekan indra maka dalam proses ini dapat terjadi penyaringan kognitif atau terjadi modifikasi data. Persepsi diri dalam bekerja mempengaruhi sejauh mana pekerjaan tersebut memberikan tingkat kepuasaan dalam dirinya. Luthans (2006) mengatakan bahwa ada tiga mekanisme pembentukan persepsi yaitu selectivity, closure, dan interpretation. Dimana proses selectivity terjadi apabila seseorang menerima pesan maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan yang dianggap penting dan tidak penting yang diperoleh dengan cara menyimpulkan dan menafsirkan pesan, proses closure akan menyeleksi hasil kesimpulan kemudian disusun suatu kesatuan kumpulan pesan atau stimuli dan yang terakhir interpretation terjadi bila pesan tersebut diinterpretasikan atau penafsiran pola stimulus secara menyeluruh kedalam lingkungan individu.
Universitas Sumatera Utara
43
Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi terdiri atas dua faktor, yaitu faktor eksternal atau dari luar yakni concreteness yaitu gagasan yang abstrak yang sulit dibandingkan dengan yang objektif. Sedangkan faktor internal adalah motivasi yaitu dorongan untuk merespons sesuatu, interest dimana hal-hal yang menarik lebih diperhatikan dari pada yang tidak menarik. (Robbins, 2005). Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Azwar (1996) yang mengutip pendapat Wolper (2001) menjelaskan rumah sakit merupakan tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat, dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Menurut Parasuraman (1988) yang telah di ikuti oleh Tjiptono (2005), kualitas pelayanan kesehatan didalam sistem kesehatan nasional diartikan sebagai upaya pelayanan kesehatan yang bersifat terpadu, menyeluruh, merata dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Menurut Parasuraman(1988) atau biasa dikenal dengan teori Servqual terdapat lima dimensi yang digunakan konsumen dalam menilai kualitas pelayanan kesehatan, yaitu bukti fisik (tangibles), kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan empathy. a. Bukti fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu instansi pelayanan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah
Universitas Sumatera Utara
44
bukti nyata dari pelayanan yang diberkan oleh pember jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya. b. Kehandalan (Reliability) yaitu kemampuan instansi pelayanan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. c. Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. d. Jaminan (Assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menimbulkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.
Terdiri
dari
beberapa
komponen
antara
lain
komunikasi
(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy). e. Perhatian (Emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan
Universitas Sumatera Utara
45
secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. f. Harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan suatu barang atau jasa (Lamb, dkk. 2001). Menurut Kotler & Amstrong (2001) harga adalah jumlah uang yang dibebankan atas produk/jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat–manfaat karena memiliki atau menggunakan produk/jasa tersebut. Harga dalam penelitian ini meliputi keterjangkauan daya beli pasien dan kesesuaian harga dengan manfaat yang diterima pasien. g. Kepuasan pasien menurut Utama (2003) merupakan hasil penilaian pasien berdasarkan perasaannya, terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang menjadi bagian dari pengalaman atau yang dirasakan pasien. Kepuasan pasien dapat dipakai sebagai cara mengevaluasi sampai seberapa besar tingkat kualitas pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat menimbulkan tingkat rasa kepuasan. h. Pulang atas permintaan sendiri (PAPS) merupakan suatu keinginan pasien atau keluarga pasien untuk mengakhiri perawatan/pengobatan yang diberikan oleh penyelenggara
pelayanan
kesehatan
walaupun
secara
medis
belum
memungkinkan untuk dilakukan perawatan di rumah. Pulang atas permintaan sendiri mencerminkan adanya ketidakpuasan pasien terhadap layanan yang diterimanya.
Universitas Sumatera Utara
46
2.8.Kerangka Konsep Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut : Variabel Independen (X) Persepsi tentang Mutu Pelayanan Kesehatan: • Tangible (Wujud/ tampilan) • Reliability (Kehandalan) • Responsiveness (Ketanggapan) • Assurance (Jaminan) • Emphaty (Perhatian)
Variabel Dependen (Y)
Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara