BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumen Sebuah perusahaan agar dapat sukses dalam persaingan, maka perusahaan harus berusaha dan menciptakan dan mempertahankan pelanggan dengan cara menghasilkan dan menyampaikan produk yang diinginkan konsumen dengan produk yang layak. Oleh karena itu setiap pelaku bisnis harus berupaya untuk memahami perilaku pelanggannya. Menurut Kotler dan Amstrong (2011:164) perilaku pelanggan mengacu pada perilaku pembelian konsumen akhir individu dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk komsumsi pribadi. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa elemen terpenting dari perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dalam pembelian. Dari pendapat beberapa ahli di atas, definisi perilaku konsumen dapat disimpulkan sebagai suatu studi tentang proses pengambilan keputusan oleh konsumen dalam memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan produk, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka. Menurut Setiadi, (2013:2) Perilaku konsumen merupakan proses yang dinamis yang mencakup perilaku konsumen individual, kelompok dan anggota masyarakat yang secara terus menerus mengalami perubahan. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi dan menghabiskan produk atau jasa termasuk proses keputusan yang mendahului atau menyusuli tindakan ini.Untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi
12 Universitas Sumatera Utara
pemasaran yang tepat haruslah memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan yang mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku), dan apa serta dimana (kejadian di sekitar) yang memengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan konsumen. 2.2 8 Wajah Kelas Menengah 2.2.1 Definisi Kelas Menengah Menurut Yuswohady, (2015:5-10) Seiring dengan terlewatinya GDP per kapita US$3000 per tahun pada 2010, konsumen kelas menengah Indonesia tumbuh demikian pesat. Menurut BPS, kenaikan penduduk kelas menengah (penduduk dengan pengeluaran per hari US$2-20 per hari) di Indonesia kini telah mencapai sekitar 8-9 juta penduduk per tahun, jumlah yang luar biasa. Dengan rentang pengeluaran sebesar itu, jumlah penduduk kelas menengah Indonesia kini telah mencapai angka sekitar 130 juta penduduk. Konsumen baru ini memiliki potensi market yang sangat besar karena mereka memiliki pendapatan “menganggur” (discretionary income) yang cukup memadai. Rule of thumb yang berlaku umum adalah, mereka memiliki discretionary income sekitar 1/3 dari keseluruhan pendapatan. Discretionary income inilah yang mereka pakai untuk membeli produk dan layanann advance seperti mobil, AC, lemari es, TV flat, gadget terbaru , layanan perbankan dan asuransi, berwisata keluar negeri, nongkrong di kafe, dan sebagainya. Mengacu ke konsep kebutuhan dan motivasi manusia dari Abraham Maslow, begitu suatu masyarakat beranjak menjadi konsumen kelas menengah, maka kebutuhan dasar (basic needs) sudah mulai terlewati. Karena itu, mereka mulai naik ke atas, masuk ke kebutuhan yang lebih
13 Universitas Sumatera Utara
advance seperti self-esteem, status sosial, kebutuhan bersosialisasi, dan sebagainya. Kelas menegah sering diidentikan sebagai kelompok masyarakat yang memiliki rumah dan layanan kesehatan yang mapan, menikmati pendidikan layak (termasuk pendidikan tinggi) uttuk anak-anak mereka, memiliki cukup pensiun dan job security yang memadai. Mereka juga memiliki pendapatan berlebih (discretionary income) yang memungkinkan mereka membeli TV, Lemari es, AC, Liburan hingga membeli mobil. Secara umum ada dua pendekatan utnuk mendefinisikan kelas menengah , yaitu pendekatan absolute dan relatif. Lester Thurow (1987) dari MIT’s Sloan School of Management mendefinisikan kelas menengah di Amerika Serikat sebagai kelompok masyarakat yang memiliki pendapatan (income) dalam rentang antara 75% dan 125% dari median pendapatan (median income) per kapita. Jadi, batas bawah (floor) kelas menengah menurut definisi ini adalah sebesar 75% dari angka median pendapatan per kapita. Sedangkan batas atasnya sebesar 125% dari angka median pendapatan per kapita. Kelemahan pendekatan relatif adalah bahwa setiap negara memiliki angka median pendapatan yang berbeda-beda sehingga definisi kelas menengah dari berbagai negara akan berbeda-beda. Pendekatan absolut memperbaiki kelemahan ini dengan menetapkan rentang pendapatan (income)
atau
pengeluaran
(consumption
expenditure)
tertentu
untuk
mendefinisikan kelas menengah . Definisi yang lebih cocok untuk negara-negara Asia dikeluarkan oleh Asia Development Bank (ADB). ADB (2010) mendefinisikan kelas menengah dengan
14 Universitas Sumatera Utara
rentang pengeluaran per kapita sebesar US$2-20. Rentang pengeluaran per kapita tersebut dibagi lagi kedalam tiga kelompok yaitu masyarakat kelas menengah bawah (lower middle class) dengan pengeluaran per kapita per hari sebesar US$24; kelas menengah tengah (middle-middle class) sebesar US$4-10; dan kelas menengah atas (upper-middle class) US$10-20 (PPP tahun 2005). 2.2.2 Tiga Dimensi Konsumen Kelas Menegah Dalam mengembangkan model segmentasi hal yang dilakukan adalah befokus untuk bisa menggambarkan nilai-nilai yang dimiliki oleh konsumen kelas menengah Indonesian. Karena nilai-nilai membentuk dan mempengaruhi sikap, perilaku, gaya hidup, dan kebutuhan konsumen dengan mengetahui nilai-nilai kita juga bisa mengungkapkan motif dibalik sikap, perilaku, dan gaya hidup tersebut. Dalam penelitian ini tiga dimensi segmentasi untuk memetakan nilai-nilai, sikap, dan perilaku, dan gaya hidup konsumen yaitu: tingkat kepemilikan sumber daya (ownership of resources), tingkat pengetahuan dan wawasan (knowledgeability), dan tingkat leterhubungan sosial (social connection). Tiga dimensi inilah yang cukup representatif menggambarkan pergeseran nilai-nilai dan perilaku konsumen kelas menengah Indonesia sebagai dampak dari kemajuan sosial-ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak beberapa tahun terakhir (Yuswohady, (2015:51-52). 1. Ownership of Resources Dimensi kepemilikan sumber daya menggambarkan tingkat sumber daya yang dimilki terutama sumber daya financial yang mempengaruhi kemampuan daya beli dan konsumsi terhadap berbagai barang dan jasa.
15 Universitas Sumatera Utara
Besar kecilnya sumber daya yang dimiliki seseorang mencerminkan tingkat hidup (standart of living). Masyarakat kelas menengah umunya diindentikan dengan kelompok masyarakat yang sudah memiliki standar hidup lumayan karena memiliki asset financial yang cukup signifikan seperti penghasilan riap bulan, rumah, mobil, barang-barang rumah tangga (TV, Lemari es, AC, mesin cuci, dan sebagainya), tabungan atau instrument investasi seperti emas, saham atau reksadana. Ukuran sumber daya disini lebih spesifik adalah asset financial yang bisa mencakup dua hal. Pertama adalah penghasilan (income), yaitu asset yang bisa dengan mudah dan cepat di-monetizing untuk pengeluaran dan konsumsi. Kedua adalah kekayaan bersih (net worth), yaitu seluruh asset yang bisa diperjualbelikan (marketable asset) dikurangi utang. Beberapa contoh marketable asset adalah rumah, mobil, simpanan emas, dan sebagainya. Tumbuhnya kelas menengah di Indonesia tidak terlepas dari meningkatnya kemakmuran dan standar hidup masyarakat sebagai hasil dari proses pembengunan yang dilakukan sejak masa orde baru di awal 1970-an. 2. Knowledgeability Dimensi knowledgeability menggambarkan tingkat pengetahuan, wawasan, keterbukaan pikiran, adopsi informasi dan teknologi, visi dan tujuan hidup (vision & sense of purpose), penerimaan terhadap moderenisai dan nilainilai universaldan terbukanya wawasan seseoarng akan berpengaruh secara mndasar pada pola pikir dan orientasi hidup seseoarang. Pengetahuan dan wawasan yang luas juga akan membuka munculnya ide-ide yang tidak rutin
16 Universitas Sumatera Utara
dan inovasi. Tak hanya itu, meningkatnya kompetensi dan keterampilan seseorang yang diperoleh melalui pendidikan juga akan membuat ia lebih cakap menghadapi persoalan-persoalan hidup yang pada gilirannya akan mengurangi tingkat pentingnya nilai-nilai keamanan (security values). Artinya, ia akan menjadi lebih terbuka dan berani mengambil risiko-risiko, juga pilihan-pilihan hidup. Sementara itu, dengan pergeseran dari masyarakat industrial (industrial society) ke masyarakat berpengetahuan (knowledge society), maka nilai-nilai pun bergeser. Dikalangan masyarakat berpengetahuan, kebutuhan untuk bertahan hidup sudah dianggap terpenuhi dengan sendirinya. 3. Social Connection Dimensi
social
connection
menggambarkan
tingkat
keterhubungan
seseorang dengan lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial ini mencakup unit yang paling kecil yaitu keluarga dan tetangga, lingkungan masyarakat yang
lebih
luas
seperti
negara,
hingga
lingkungan
masyarakat
global/universal. Dimensi ini mencerminkan seberapa besar seseorang memengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Kemunculan teknologi dan perangkat sosial (social technologies & tools) seperti internet dan media sosial memungkinkan koneksi anatar-individu kini tak hanya sebatas dilaksanakan secara fisik (phisically/offline-connection) tapi juga secara virtual/online (virtually/online-connection). Perkembangan teknologi yang masih berlangsung sepuluh tahun terakhir ini membawa perubahan besar yang belum pernah ada dalam kemajuan umat manusia sebelumnya.
17 Universitas Sumatera Utara
seiring dengan meningkatnya kesejahteraan ekonomi dan meningkatnya pengetahuan dan wawasan kelas menengah, kebutuhan-kebutuhan untuk berkoneksi sosial ini menjadikan kian pentinga dan cukup dominan mewarnai kebutuhan mereka. Dalam sepuluh tahun terakhir, kebutuhan untuk berkoneksi sosial mengalami revitalisasi, pengayaan (enrichment), dan pendalaman (deepening) dengan berkembangnya teknologi-teknologi yang memudahkan orang dalam berelasi sosial (social technologies). Sepuluh tahun terakhir misalnya, kita menyaksikan terjadinya revolusi media sosial (social media) dengan munculnya layanan-layanan seperti Facebook, Twitter, YouTube, Blacberry Massanger, Yahoo Massanger, Blog dan lain-lain, yang secara mendasar mengubah pola perilaku masyarakat dalam berelasi sosial. Dengan berbagai layanan dan tools tersebut mereka bisa berkoneksi dan berjejaring sosial dengan teman, rekan kerja, anggota keluarga dan dengan siapapun secara mobile dan mereka melakukan itu tak hanya melalui perangkat desktop dirumah tapi juga dengan perangkat mobile seperti smarphone atau tablet (Yuswohady, 2015:51-68). 2.2.3 8 Segmen Generik Kelas Menengah Dengan menggunakan kerangka kerja teoritik, Middle Class Institute (MCI) melakukan studi untuk memotret dan mengetahui profil konsumen kelas menengah Indonesia, yang mencakup nilai-nilai, sikap, dan perilakunya. Studi ini meliputi focus group discussion (FGD) dan indepth interview ditambah dengan studi etnografi untuk lebih dalam menelusuri background sosialnya. FGD dan
18 Universitas Sumatera Utara
indepth interview dilakukan pada November 2011 dengan mengambil responden yang merepresentasi konsumen kelas menengah yaitu pekerja/profesional, wirausahawan (tradisional/modern), ibu rumah tangga (bekerja/tidak bekerja), pelajar/mahasiswa, dan pegawai pemerintah (PNS) dengan pengeluaran berkisar US$2-20 per hari sesuai definisi kelas menengah yang dirumuskan oleh asian Development Bank (2010). Dengan mengacu pada dimensi nilai-nilai konsumen seperti sudah dibahas sebelumnya yaitu: tingakat kepemilikan sumber daya (resources), tingkat pengetahuan/wawasan (knowledgeability), dan koneksi sosial (social connection), maka kami berhasil mengidentifikasi delapan segmen kelas menengah Indonesia yaitu: 1. Expert Kebayakan adalah profesional diberbagai bidang mulai dari dokter, arsitek, konsultan, atau pengacara yang selalu berupaya menjadi ahli dibidang yang digelutinya. Setiap hari mereka sibuk denngan menekuni bidang profesinya dari pagi hingga larut malam. Dokter yang sudah laku misalnya, harus mengurusi pasien-pasiennya dari pagi hingga dini hari. Hidupnya cenderung rutin dan monoton, tapi mereka menikmatinya, karena semua pekerjaan itu dilakukan dengan passionate. 2. Climber Mereka adalah pegawai pabrik (blue collar), salesman, supervisor, dan sebagainya yang berupaya keras membanting tulang untuk menaikkan status ekonominya. Harapan utama mereka adalah mendongkrak karier dan
19 Universitas Sumatera Utara
menaikan taraf kehidupan menjadi lebih baik. Karena umumnya masih mengawalli karier, mereka masih suka pindah-pindah kerja (job-hunter), risk-taker dalam karier, dan cenderung melihat bahwa “career is a journey”. Seperti halnya Expert, mereka memiliki sedikit waktu luang karena pagipagi harus berangkat ke kantor atau pabrik dan lepas magrib baru bisa pulang ke rumah dalam kondisi capek. Umumnya mereka memiliki familyvalues yang tinggi dan bekerja keras melulu untuk keluarga. Karena itu mereka adalah sosok “hero of their family” 3. Aspirator Mereka adalah performer yang sudah mapan dan cukup puas dengan kondisi ekonomi saat ini. Mereka juga terbuka mind terhadap globalisasi dan mengadopsi nilai-nilai universal. Karena sudah merasa cukup, orientasi hidup mereka tidak lagi selfish. Ia mulai memikirkan hal-hal di luar dirinya: mulai peduli dengan anggota DPR yang hobi korupsi; mulai peduli mengapa pesawat kok jatuh melulu; mulai peduli dengan pemanasan global atau hutan Kalimatan yang dibabat habis. Ia punya harapan menjadi influencer bagi masyarakat, lingkungan, dan negaranya. Jadi tidak benar seluruh kelas menengah Indonesia acuh tak acuh terhadap negaranya. 4. Performer Mereka adalah kalangan professional dan entrepreneur yang memiliki ambisi luar biasa untuk membangun kopetensi diri. Mereka adalah selfachiver yang menggunakan kompetensi dan keterampilan sebagai alat untuk mendongkrak tingkat ekonomi. Karena itu, mereka selalu meng-update
20 Universitas Sumatera Utara
informasi, mengadopsi teknologi, dan terus belajar untuk meng-improve diri. Karena memegang informasi dan teknologi, mereka cenderung melihat persaingan (dengan rekan-rekan kerja) secara positif. Performer lebih selfish dengan misi hidup mencapai kebebasan keuangan (financial freedom). Ya, karena mereka belum puas dengan tingkat kehidupan ekonomi saat ini. 5. Trend-setter Mereka adalah yang memilki daya beli lebih tinggi (more resources) disbanding follower. Karena lebih mampu, mereka ingin menjadi panutan dalam gaya hidup (peripheral lifestyle) seperti fashion, gaya selebriti, gadget, dan sebagainya. Bagi teman-temanya, “they are victim of trends”, mereka menemukan eksistensinya ketika diikuti dan menjadi center of attention di lingkungan teman-temannya. Untuk bisa terus mengikuti tren dan isu-isu terbaru, mereka aktif berkoneksi di lingkkungan temantemannya menggunakan Facebook atau Twitter. Dengan karakteristik seperti itu, tak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang-orang narsis (narcissist) dan cenderung self-centered. 6. Follower Umumnya adalah kalangan muda (SMA dan Kuliah) yang membutuhkan panutan (role model) untuk menemukan dan menunjukkan eksistensinya. Kenapa butuh panutan? Ya karena mereka masih mencari jati diri, belum punya banyak pengalaman, dan wawasannya masih terbatas (short-term vision, less sense of purpose). Mereka adalah generasi galau (ababil:”ABG Labil”). Karena hal ini pula, tangible aspect seperti tampilan fisik,
21 Universitas Sumatera Utara
kepemilikan barang mahal, atau citra diri menjadi sesuatu yang penting. Bagi mereka teman adalah segalanya (friends are everything) dan diterima di lingkungan teman merupakan sesuatu yang penting untuk menujukkan eksistensi mereka. Koneksi dengan teman (connection with friends) mereka lakukan melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter. 7. Settler Mereka adalah flow-er yang sudah memiliki kemamouan hidup. Sosok ini merintis warung atau punya lahan luas hasil warisan yang menghasilkan sumber keuangan cukup besar bagi kehidupan ekonomi. Mereka tidak lagi memiliki keresahan hidup dari sisi ekonomis. Hanya saja, berbeda dengan Aspirator atau Performer, mereka bukanlah sosok yang knowledgebility, bisa jadi cuma lulusan SD atau SMP. Karena tingkat pengetahuan yang terbatas, mereka cenderung memegang nilai-nilai tradisional dan fobia terhadap perkembangan informasi, teknologi dan globalisasi. Karena sudah puas dengan sukses yang dicapai saat ini, mereka cenderung tidak belajar dan mengembangkan diri (They are at the comfort zone). 8. Flow-er Mereka adalah sosok yang tidak puas dengan tingkat kehidupan ekonominya saat ini, namun mereka tak tahu bagaimana harus mengubahnya. Karena tingkat pendidikan dan pengetahuan yang terbatas, mereka cenderung kurang meng-update informasi dan mengadopsi teknologi sehingga wawasan dan visi hidupnya terbatas. Dengan keterbatasan itu, hidup mereka cenderung pasrah dan mengalir (flow) di
22 Universitas Sumatera Utara
tengah perubahan kehidupan (tknologi, informasi, sosial. Politik, dan sebagainya) yang cepat dan bergolak. Keluarga dan (terutama) adalah asset terbesar yang mereka miliki. Ditengah pergolakan hidup yang cepat pegangan mereka hanya satu, yaitu kayakinan agama (high spiritual values). Karena itu, mereka cenderung menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat. 2.2.4 Gaya Hidup Digital Apabila diperhatikan, sekarang ini muncul tren banyaknya iklan-iklan situs e-commerce di televise. OLX, Lazada, Zalora, dan lainnya merupakan beberapa contoh situs e-commerce yang rajin beriklan ditelevisi. Mereka rela mengeluarkan banyak uang untuk menarik masyarakat agar belanja di situs jual-beli, yang tentu potensinya sangat besar. Tahun ini diperkirakan nilai transaksi e-commerce di Indonesia akan tembus sampai US$ 290 juta dengan jumlah 10.743.000 orang bertransaksi. Fantastis, seiring tumbuhnya kelas menengah dan penetrasi internet, maka bisnis e-commerce pun sangat menjanjikan dan menguntungkan. 2.3 Riset Inventure Karakteristik kalangan menengah berhasil diidentifikasi pertama kalinya dalam survei Consumer 3000.
Sumber : Center For Middle-Class Consumer Studies. Gambar 2.1 C3000 Segmentation Model
23 Universitas Sumatera Utara
Apa yang terjadi pada konsumen itu, menurut Yuswohady, Direktur Centerfor Middle Class Consumer, merupakan fenomena Consumer 3000 (C3000), yaitu tumbuhnya konsumen kelas menengah baru. Terminologi C3000 diambil dari ambang batas (treshold) PDB per kapita suatu negara yang akan mencapai akselerasi perkembangan ekonomi luar biasa. Sejak akhir 2010, untuk pertama kali dalam sejarah, Indonesia melampaui angka ambang batas tersebut. Yuswohady mengatakan, terlampauinya ambang batas itu menandakan jumlah kelas menengah di Indonesia mulai signifikan. Data Bank Dunia (2011) menunjukkan, konsumen menengah dengan kriteria pengeluaran US$ 2-20 per hari telah mencapai 134 juta jiwa, berarti lebih dari 50% penduduk Indonesia. Mereka membentuk pasar yang sangat besar. Mereka merupakan pendorong perkembangan ekonomi yang luar biasa. Karakter, perilaku dan gaya konsumsi mereka pun akan semakin menarik diperhatikan. Itu sebabnya, Inventure dan Majalah SWA mengadakan studi tentang kelas menengah di Indonesia. “Sebuah survei pertama di Indonesia yang menguak tentang karakteristik masyarakat kelas menengah,”. Secara keseluruhan, survei C3000 ingin menjelaskan bagaimana perilaku kelas menengah, dinamika perilaku/karakter-karakter yang unik. Yuswohady percaya, kelas menengah memiliki karakter unik. Umumnya mereka mengalami revolusi dari pertumbuhan yang cepat. Sehingga, menimbulkan pergeseran dari pemikiran konvensional ke modern. Contoh telak bisa kita lihat pada kehadiran gerai 7-Eleven. Di luar negeri, 7-Eleven dianggap biasa dan tidak populer. Berbeda dengan di Indonesia, 7 Eleven justru sangat ngetop, bahkan turut mengubah lanskap bisnis convenience store di Tanah Air.
24 Universitas Sumatera Utara
Survei dilakukan dalam dua jenis: kualitatif dan kuantitatif. Studi kualitatif dilakukan
melalui focus
group
discussion (FGD).
etnografi
(menyelami
keseharian), dan netnografi (menangkap pembicaraan masyarakat dari sosial media). Adapun studi kuantitatif diancangkan akan berlangsung di lima kota besar di Indonesia. Kelima kota besar itu diharapkan bisa mewakili masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Saat ini baru proses FGD yang sudah berjalan. Meski demikian, Inventure dan SWA berhasil mengidentifikasikan delapan karakter konsumen menengah Indonesia. Pertama, The Aspirator, yang mencerminkan karakter idealis, memiliki tujuan, peduli, dan memiliki keinginan untuk memberi aspirasi. Kedua, The Performer istilah ini mencerminkan kalangan profesional dan entrepreneur yang terus berusaha mengejar karier (self achievement). Ketiga, The Expert, sebutan bagai orang yang career-oriented, peduli untuk terus meningkatkan keahlian, sehingga pakar dalam menekuni profesinya. Keempat, The Climber istilah ini mencerminkan karakter economic-oriented, supaya kehidupannya jauh lebih baik. Kelima, The Settler menggambarkan konsumen yang sedikit bersosialisasi, tidak meng-update informasi, tetapi tinggi resources (banyak uang). Keenam, The Flower kelompok ini kurang berpendidikan dan belum banyak terkoneksi. Dalam menghadapi perubahan ini mereka mengacu ke norma dan agama. Tujuh, The Trendsetter, menggambarkan pencipta inovasi dalam tren. Kelompok ini mapan, tetapi pendidikannya kurang. Umumnya adalah pedagang sukses, kondisi mereka mapan, tetapi sulit dikembangkan baik dari koneksitas maupun pendidikannya.
25 Universitas Sumatera Utara
Terakhir, delapan The Follower, yakni merek yang hanya mengikuti tren karena minimnya pengetahuan, tetapi pandai bersosialisasi. Pengelompokan karakter itu berdasarkan diagram empat sumbu vertikal dan horisontal. Sumbu kiri disebut less socially connected dan sumbu kanan disebut more
socially
knowledgeable dan
connected. Sementara
sumbu
atas
sumbu
dinamai more
bawah
dinamai less
knowledgeable. Yuswohady
mengatakan, karakter konsumen sangat tergantung pada tingkat keterhubungan konsumen dengan teknologi dan lingkungan sosialnya, serta besaran kadar pengetahuan, pandangan, dan pola pikir mereka. Melalui diagram itu, dijelaskannya, sekecil apa pun tarikan masing-masing sumbu, pasti akan mengubah karakter konsumen. Namun, untuk mendapatkan garis perbedaan karakter yang lugas, Yuswohady hanya membelah setiap bidang menjadi dua bagian berdasarkan potensi daya belinya. Sisi bagian dalam berwarna kuning tua, sedangkan bagian luar berwarna kuning muda pada bagan. Bagan bagian dalam (kuning tua) menunjukkan pasar yang berdaya beli rendah, tetapi prospek dan jumlahnya
sangat
besar.
Adapun
bagan
bagian
luar
(kuning
muda),
memperlihatkan kelompok berdaya beli tinggi, tetapi jumlahnya belum banyak. Yang terpenting, pemilik merek dan pemasar menjadi tahu adanya pergeseran perilaku atau tren masyarakat kelas menengah. Pemilik merek atau pemasar bisa mencari peluang dari keadaan itu. Mereka bisa membenahi merek dan strategi pemasaran, atau membuat produk yang sedang diinginkan pasar. “Survei ini bisa membantu mereka dalam membaca dan menjadi guidance untuk strategi bisnis mereka ke depan, sehingga pasar yang dituju relevan,”.
26 Universitas Sumatera Utara
2.4 Belanja Online (Online Shopping) 2.4.1 Definisi Belanja Online Belanja online adalah suatu bentuk perdagangan menggunakan perangkat elektronik yang memungkinkan konsumen untuk membeli barang atau jasa dari penjual melalui internet. Kegiatan belanja online ini merupakan bentuk komunikasi baru yang tidak memerlukan komunikasi tatap muka secara langsung, melainkan dapat dilakukan secara terpisah dari dan ke seluruh dunia melalui media notebook, komputer, ataupun handphone yang tersambung dengan layanan akses internet. Nama lain kegiatan tersebut adalah: e-web-shop, e-shop, e-toko, toko
internet,
web-shop,
web-store,
,
toko
online
dan
toko
virtual
(sumber:lenteraK: 2013). Belanja online juga disebut dengan istilah perdagangan elektronik (Electronic commerce atau e-commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www atau jaringan komputer lainnya. Ecommerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis. Melalui online shop pembeli dapat melihat berbagai produk yang ditawarkan secara langsung terlebih dahulu melalui situs web yang dipromosikan oleh penjual sebelum pembeli tersebut memustuskan untuk membelinya. Online shopping memungkinkan kedua pembeli dan penjual untuk tidak bertatap muka secara langsung, sehingga hal ini memungkinkan penjual untuk mendapat pembeli dari luar negeri atau internasional. Kegiatan tersebut merupakan bentuk komunikasi baru yang tidak
27 Universitas Sumatera Utara
memerlukan komunikasi tatap muka secara langsung, melainkan dapat dilakukan secara terpisah dari danke seluruh penjuru dunia melalui media komputer, notebook, ataupun handphone yang tersambung dengan layanan akses internet. Menurut (Prabowo dan Suwarsi 2009) mendefinisikan Online shopping atau biasa juga disebut internet shopping atau internet buying merupakan proses dari pembelian produk atau jasa melalui internet. Untuk sistem pembayarannya, pembeli online dapat menggunakan kartu plastik, transfer antar rekening, ataupun dengan transaksi Cash on Delivery dimana seorang konsumen baru akan membayar setelah produk yang dibeli telah sampai ke tangan konsumen. Berbagai metode pembayaran tersebut dapat dipilih sesuai dengan sistem pembayaran yang ditawarkan masing-masing pihak toko online. 2.4.2 Cara Belanja Online Belanja online dapat dilakukan dengan cara melakukan window shopping online pada web yang dituju. Kemudian, pembeli dapat mengklik barang yang diinginkan. Setelah itu pembeli kemudian dibawa kepada jendela yang menampilkan tata cara pembayaran yang disepakati dan kemudian setelah nominal uang ditransfer, maka penjual akan mengirim barang melalui jasa peniriman seperti pos, Jne , Tiki dll. Dewasa ini, tata cara belanja online dapat dilakukan semakin mudah. Ketika pembeli tertarik dengan barang yang dituju, ia cukup melakukan panggilan telepon dengan sang penjual ataupun mengetikkan sms sesuai aturan. Setelah pesan diterima, pembeli biasanya diharuskan mentransfer sejumlah uang ke rekening penjual dan barang yang dibeli pun akan dikirim baik melalui kurir (jika
28 Universitas Sumatera Utara
wilayah pengiriman masih cukup dekat) ataupun melalui jasa pos. Pembayaran dapat dilakukan baik menggunakan kartu debit, kartu kredit, PayPal, memotong pulsa pelanggan (untuk transaksi lewat HP), cek, maupun COD (Cash On Delivery) yaitu pembayaran yang dilakukan ketika barang telah dikirim oleh penjual. Cash On Delivery biasanya dilakukan melalui tatap muka antara penjual dan pembeli; penjual dapat menunjukkan barangnya sehingga pembeli yang tertarik bisa meneliti barang yang akan ia beli. Pembelian semacam ini biasanya melakukan pembayaran secara langsung/uang kontan. Selain tatap langsung antara penjual dan pembeli, COD ini bisa dilakukan antara kurir dan pembeli; biasanya penjual hanya akan melayani COD apabila daerah pembeli masih dapat dijangkau oleh penjual. 2.4.3 Keuntungan Dan Kelemahan Belanja Online Belanja secara online juga memberikan keuntungan serta kerugian bagi konsumen Menurut (Murdockruz:2016) Beberapa keuntungan belanja online: 1. Pembeli tidak perlu datang langsung ke toko, mall, dan lain sebagainya. Cukup dengan mengakses website lewat internet untuk memilih barang yang dikehendaki. 2. Salah satu keuntungan dari belanja online adalah bahwa anda tidak mempunyai kebutuhan untuk membeli bahan bakar kendaraan, sehingga tidak ada pembelian bahan bakar yang diperlukan saat anda berbelanja seperti biasanya.
29 Universitas Sumatera Utara
3.
Inovasi canggih dari mesin pencari memungkinkan untuk dengan mudah memeriksa harga dan membandingkan dengan yang laing dengan hanya beberapa klik. Hal ini sangat mudah untuk melakukan perbandingan harga dari satu situs belanja online yang lain. Dan ini akan memberi kebebasan dalam menentukan toko online yang menawarkan item yang paling terjangkau untuk dibeli.
4. Toko belanja online buka sepanjang 24 jam , 7 hari seminggu dan 365 hari dalam setahun. Hal ini sangat jarang jika anda menemukan toko-toko ritel konvensional yang buka 24 jam sehari. 5. Dapat mencari barang tertentu yang meliputi nomor model , gaya , ukuran , dan warna yang ingin dibeli. Selain itu, mudah untuk menentukan apakah produk yang tersedia atau produk yang kehabisan stok. Beberapa kelemahan belanja online: 1. Kualitas barang terkadang tidak sesuai dengan keinginan. Apa yang ditampilkan di website bisa berbeda dengan yang terima. 2. Rentan aksi penipuan dimana banyak kasus ketika pembeli telah mengirim sejumlah uang yang disepakati, barang yang dibeli tidak dikirim. 3. Resiko barang rusak setelah diterima akibat pengiriman pihak ketiga. Meski bisa diganti memerlukan waktu lagi. 4. Rentan aksi pemboboloan rekening karena pembayaran dilakukan melalui Internet.
30 Universitas Sumatera Utara
5. Marak aksi spamming karena setelah pembeli melakukan registrasi, penjual cenderung selalu mengirimkan katalog online melalui e-mail pembeli dan hal ini cukup mengganggu privasi masing-masing pembeli dan penjual. 2.5
Keputusan Pembelian Online Suatu keputusan dapat dibuat hanya jika ada beberapa alternatif yang
dipilih. Apabila alternatif pilihan tidak ada maka tindakan yang dilakukan tanpa adanya pilihan tersebut tidak dapat diakatakan membuat keputusan. Beberapa konsep dasar akan membantu memahami proses evaluasi. Pertama, konsumen berusaha memuaskan sebuah kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen melihat masing-masing produk sebagai sekelompok atribut dengan berbagai kemampuan untuk menghantarkan manfaat yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan. Pada umumnya, keputusan pembelian (purchase decision) konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tatapi dua faktor bisa berada antara niat pembelian dan keputusan Pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain dan Faktor kedua adalah faktor situasional yang tidak diharapkan. Konsumen mungkin membentuk niat Pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan, harga dan manfaat produk yang diharapkan. Oleh karena itu , preferensi dan niat pembelian tidak selalu menghasilkan pembelian yang aktual. 2.5.1 Competing on Customer Journeys Ledakan teknologi digital selama dekade terakhir telah “diberdayakan” konsumen sehingga ahli dalam pengguna alat dan informasi yang mereka dapat memanggil tembakan. Untuk sebagian besar waktu ini , perusahaan telah bereaksi 31 Universitas Sumatera Utara
terhadap pelanggan , mencoba untuk mengantisipasi langkah mereka selanjutnya dan memposisikan diri di jalur pembeli karena mereka menavigasi keputusan Perjalanan dari pertimbangan untuk membeli. Sekarang, memanfaatkan teknologi yang sedang berkembang, proses, dan struktur organisasi, perusahaan memulihkan keseimbangan kekuasaan dan menciptakan nilai baru untuk merek bagi pembeli. Mendasari
munculnya
perjalanan
kompetitif
adalah
munculnya
pemrograman baru, akses data, dan teknologi user interface yang memungkinkan pelacakan belum pernah terjadi sebelumnya dari perilaku pelanggan dan interaksi personal. alat atribusi, misalnya, dapat mengungkapkan yang saluran paling kuat mempengaruhi keputusan konsumen dan menyebabkan pembelian. Teknologi lainnya bisa membedakan kapan dan mengapa pelanggan melompat di saluran dan perangkat toko mereka. Program dapat memberikan pesan pribadi yang mengikuti pembelian yang sesuai. Alat desain antarmuka memungkinkan aplikasi mobile atau situs web untuk mengubah fungsinya atau penampilan, tergantung di mana pelanggan berada. Beralihnya minat masyarakat ke internet ini tidak terlepas dari daya tarik situs-situs jejaring sosial yang semakin berjamur di dunia maya. Peningkatan penggunaan jejaring sosial ini tidak terlepas dari perkembangan penggunaan media ini yang semakin meningkat di tingkat global. Penggunaan internet sebagai saluran pembelian yang semula cenderung untuk komunikasi pemasaran dan pencitraan, kini digunakan sebagai transaksi pembelian. Karena aspek kepraktisan ini para konsumen tertarik untuk berbelanja melalui internet.
32 Universitas Sumatera Utara
Dalam menentukan keputusan pembelian, konsumen akan dihadapkan pada berbagai alternatif pilihan. Suatu online shop, e-store, internet shop, web shop, web store dan virtual store dapat dianalogikan dengan pembelian fisik jasa atau produk di toko retail atau di suatu mall pusat perbelanjaan. Cara konsumen dalam mencari informasi yang menghasilkan sekumpulan beberapa produk yang akhirnya diantaranya akan ia pilih. Dari informasi produk yang telah diperoleh konsumen akan memilih alternatif produk yang dicari, untuk menjadi pertimbangan agar konsumen melakukan evaluasi secara tunggal dan sederhana untuk melakukan beberapa proses evaluasi. Hasilnya adalah konsumen akan mengevaluasi alternatif pembelian tergantung pada konsumen secara individual dan situasi pada saat melakukan pembelian. Pemasaran produk harus mempelajari pembeli agar dapat memberikan alternatif produk secara aktual. Jika pemasaran dapat mengetahui proses evaluasi konsumen maka pemasaran menentukan langkah agar dapat mempengaruhi keputusan konsumen. Belanja online adalah bentuk perdagangan elektronik yang digunakan pada transaksi business-to-business (B2B) dan business-to-consumer (B2C). Menurut Kertajaya (2014:15) Pengambilan keputusan pembelian dalam era digital dan perkembangan teknologi yang dahulunya 4A (Aware, Attitude, Act, Act Again) kini menjadi 5A dan pada new consumer journey Menurut Edelman and Marc Singer (2015:90) menambahkan buy dan enjoy.
33 Universitas Sumatera Utara
AWARE
APPEAL
ASK
ACT
ADVOCATE
Gambar 2.2 5A Proses Keputusan Pembelian sumber : Hermawan Kartajaya (2015:18)
Keterangan: 1. Aware Konsumen mulai kenal perusahaan atau produk yang dijual salespersonal. 2. Appeal Di kepalanya, konsumen merasa tertarik dengan produk tersebut, namun dia belum yakin. 3. Ask Karena belum yakin, konsumen mulai bertanya kepada teman atau keluarga untuk meyakinkan dirinya. 4. Act Bila teman dan kelurga bilang bagus, baru konsumen memutuskan untuk membeli produk.
34 Universitas Sumatera Utara
5. Buy Saya melakukan pembelian karena teman dan keluarga saya setuju bahwa membeli produk secara online adalah keputusan yang tepat. 6. Advocate Jika puas, konsumen akan merekomendasikan produk yang telah dibeli kepada teman dan keluarganya. 7. Enjoy Setelah menggunakan produk yang saya beli pada toko online, saya merasa puas karena produk tersebut sesuai dengan harapan saya.
Sumber : Harvard Business Review
Gambar 2.3 New Journey Decision 2.5.1 ZMOT (Zero Moment of Truth) Proses dalam memenuhi kebutuhan konsumen berbelanja dimulai pada Zero Moment of Truth (nol saat kebenaran). Menurut Lecenski (2011: 9) ZMOT adalah momen ketika pembeli menggunakan laptop, handphone atau perangkat kabel lainnya dan mulai mencari dan mempelajari satu produk, atau layanan yang sedang dipikirkan untuk dibeli. Sekarang ini, konsumen sudah tahu banyak hal mengenai produk atau jasa yang akan dibeli sebelum sampai di tempat belanja. Konsumen banyak menemukan panduan online, dari setiap sumber yang
35 Universitas Sumatera Utara
memungkinkan, mengenai merk dan produk yang menarik. Menjelalahi, mencari tahu, mengungkapkan dan memimpikan serta menguasai mengenai produk atau jasa yang akan dikonsumsi, dan kemudian siap membeli dengan yakin. Konsumen saling belajar, memberi tahu dan selanjutnya berbagi informasi mengenai produk dengan yang lain. Sekarang , ketika konsumen semakin cerdas dan perkembangan teknologi medukung mereka dalam melakukan analisa lebih dalam ketika akan membeli sesuatu,” ZMOT” memegang peran yang krusial.
Sumber : Lecinsky (2011)
Gambar 2.4 Model Mental Baru Pemasaran 1. Stimulus Merupakan rangsangan yang diterima konsumen agar dapat tertarik terhadap suatu produk. Stimulus dapat berupa iklan di media masa maupun elektronik. 2. The Zero Moment of Truth Zmot mempengaruhi merk mana yang menjadi daftar belanjaan terlebih dahulu, di mana konsumen berbelanja memilih untuk dibeli dan dengan siapa 36 Universitas Sumatera Utara
konsumen berbagi hasilnya. Hal ini merupakan moment baru di mana keputusan dibuat oleh konsumen. Ini adalah moment pembuatan keputusan baru yang terjadi ratusan kali sehari pada handphone, laptop dan alat lainnya. Ini merupakan momen dimana pemasaran terjadi, dimana informasi terjadi, dan dimana konsumen membuat pilihan yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan setiap merk yang ada di dunia. 3. Rak Konsumen pergi ke toko untuk melihat produk apakah sesuai dengan informasi yang diperoleh atau tidak. Disinilah keputuan pembelian dibuat. 4. Pengalaman Kepuasan atau ketidak puasan konsumen mengenai produk yang dibeli yang berasal dari ekspektasi yang sesuai atau tidak mengenai produk. Tahap di mana konsumen mengambil tindakan selanjutnya setelah pembelian. Ketika konsumen mendengar produk sekarang ini, reaksi pertama konsumen yang muncul adalah “Izinkan saya mencarinya secara online”. Selanjutnya, konsumen melakukan pencarian terhadap produk, layanan, masalah dan kesempatan. Contoh dari perilaku konsumen pada model mental pemasaran baru, Seorang pelanggan hotel yang sedang menuju kekamar melihat poster lobby yang berisi “Tontonlah pertunjukan musik Jazz di ballroom pada malam hari ini jam 8”. Kebetulan, pelanggan hotel tersebut menyukai musik jazz. Jadi, ini merupakan situasi pemasaran klasik: stimulusnya adalah poster - “tontonlah
37 Universitas Sumatera Utara
pertunjukan music jazz” dan respons pelanggan hotel tersebut dalam hal ini jelas untuk datang ke ballroom malam ini pada jam delapan, membeli tiket dan menonton pertunjukan tersebut. Namun, pada model mental baru pemasaran hal ini tidak terjadi. Pelanggan hotel tersebut pergi ke kamar, membuka laptop dan mulai melakukan pencarian informasi. Karena pelanggan hotel ingin tahu “Apa jenis musik jazz yang dia mainkan? Siapa saja pengisi acara tersebut? Berapa biaya? Bagaimana ballroom tersebut? dan ketika pelanggan hotel melakukannya, kemudian membuat keputusan. Momen yang sedikit ini adalah momen yang mengubah peranan buku pemasaran. Ini adalah momen pembuatan keputusan baru. Pada Google, kita sebut hal ini dengan Zero Moment of Truth atau secara sederhananya ZMOT (“ZEE-mot”). Zero moment of truth adalah : 1. Seorang ibu yang sibuk di dalam mobil, sedang mencari obat dekongestan di handphonnya selagi dia menunggu menjemput puteranya di sekolah. Ibu tersebut mencari : a. Informasi lebih tentang produk. b. Pengalaman bahwa orang lain juga memiliki produk tersebut. c. Tawaran, potongan harga dan kupon. 2. Seorang manajer di kantornya, sedang membandingkan harga laser printer dan biaya catridge tinta sebelum pergi ke toko secara langsung. 3.
Seorang mahasiswa di cafe, sedang menscan laptop selagi mencari buku dan kajian teori dari handphonnya.
38 Universitas Sumatera Utara
2.6 Persepsi Resiko (Perceived Risk) 2.6.1 Definisi Perceived Risk Perceived Risk adalah penyebab utama mengapa orang enggan berbelanja online. Karena sifatnya yang tidak bertemu secara langsung antara pembeli dan penjual, e-commerce memunculkan persepsi risiko yang berbeda beda. Ada yang menghawatirkan kehilangan uang, ada yang menghawatirkan faktor waktu pengiriman, ada juga yang mempertimbangkan Faktor security dan privacy. Resiko yang dirasakan sebagai ketidakpastian yang dihadapi para konsumen jika mereka tidak dapat meramalkan konsekuensi dalam pengambilan keputusan mereka. Resiko didefinisikan sebagai stuasi dimana si pembuat keputusan memiliki pengetahuan apriori konsekuensi yang merugikan dan kemungkinan terjadinya. Selain itu, ketidakpastian didefinisikan sebagai situasi dimana pembuat keputusan tahu bahwa hasil yang mungkin untuk setiap alternatif dapat diidentifikasi, namun tidak ada pengetahuan tentang profitabilitas yang melekat. Resiko memiliki dampak terhadap sikap dan tingkah laku seseorang dalam melakukan transaksi dengan pihak lain. Tingkat resiko adalah faktor penting dalam membentuk sikap pelanggan dan tingkah laku dalam segala macam transaksi bisnis. Tingkat resiko yang tinggi akan membuat pelanggan tidak nyaman dalam menggunakan online shopping. Perceived risk berarti kenyakinan subyektif individu tentang potensi konsekuensi negatif dari keputusan yang diambil konsumen (Samadi & Ali, 2009). Diketahui bahwa para konsumen dipengaruhi oleh berbagai resiko yang mereka rasakan, apakah resiko itu betul-betul adanatau tidak. Resiko yang
39 Universitas Sumatera Utara
dirasakan adalah konsep fundamental dan perilaku konsumen yang menyiratkan pengalaman konsumen pra-pembelian dalam ketidakpastian mengenai jenis dan tingkat kerugian yang diperkirakan akibat dari pembelian dan penggunaan produk. 2.6.2 Dimensi Perceived Risk Konsumen Menurut (Ye Naiyi, 2004) dimensi perceived risk dalam online shopping adalah sebagai berikut: 1. Fraud Risk, mengacu pada perhatian konsumen mengenai kepercayaan terhadap penjual pada online shopping. 2. Delivery Risk, mengacu pada perhatian konsumen mengenai proses pengiriman barang. 3. Financial
Risk,
mengacu
pada
perhatian
konsumen
mengenai
kemungkinan kehilangan uang ketika berbelanja melalui internet. 4. Process dan Time Risk, mengacu pada pandangan terhadap waktu , kemudahan dan kenyamanan konsumen mengenai berbelanja melalui internet. 5. Product Risk, mengacu pada kualitas produk, kinerjanya, kepalsuan produk dan masalah lain dan berhubungan dengan produk tersebut. 6.
Privacy Risk, mengacu pada perhatian konsumen mengenai keamanan dari informasi pribadi ketika berbelanja secara secara online.
7. Information
Risk,
mengacu
pada
perhatian
konsumen
terhadap
ketidakpuasan informasi mengenai penjual ataupun produk.
40 Universitas Sumatera Utara
2.7 Iklan (Advertising) 2.7.1 Iklan Online Dalam kurun waktu yang cukup lama, televisi, radio, koran, dan majalah telah mendominasi media periklanan. Saat ini, iklan internet telah menjadi kekuatan pendorong bagi inisiatif dan upaya periklanan (Kotler dan Amstrong, 2010). Menurut (Wei dkk, 2010) “The internet consists of globally interconnected computers network that offers companies inexpensive and convenient tools for advertising and communicating with their customer. This is known as online advertising”, artinya Internet adalah sesuatu yang fundamental untuk pemasaran. Banyak website perusahaan yang di urus oleh direktorat pemasarannya. Perikalan adalah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat missal seperti TV, radio, koran, majalah, direct mail (pengoposan langsung), reklame luar ruang, atau kendaraan umum. Dalam komunikasi global baru, khususnya internet (Lee, 2007:3). Menurut Morrisan, (2010:17) mendefinisikan iklan sebagai “any paid form of nonpersonal communication about an organization, product, service, or idea by an identified sponsor” (setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang diketahui). Suatu iklan melibatkan media massa (TV, radio, majalah, koran) yang dapat mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok individu pada saat yang bersamaan. Shim (2004) mendefinisikan iklan sebagai suatu proses persuasi yang tidak langsung, yang didasari pada informasi tentang kelebihan suatu produk
41 Universitas Sumatera Utara
yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan merubah pikiran orang untuk melakukan tindakan atau pembelian. 2.7.2 Media Iklan Online Dalam melakukan periklanan, pemilihan media yang tepat sangat di butuhkan, jadi jangan sampai iklan yang kita buat atau kita pasang salah sasaran atau kurang tepat sehingga menyebabkan iklan kita percuma. Menurut Lee (2007: 225) pemilihan media yang tepat untuk berkampanye iklan dalam rangka membuat pelanggan menjadi tahu, paham, menentukan sikap, hingga melakukan pembelian adalah suatu langkah penting dalam kegiatan kampanye periklanan. Berikut ini adalah tabel dari berbagai media iklan beserta kelebihan dan kekurangannya. Beberapa Media iklan online : 1. Blog
Salah satu media yang menampilkan belanja online antar lain adalah blog. Blog merupakan layanan web gratis dimana palaku usaha daring menggunakan blog sebagai toko online untuk menjual sekaligus mempromosikan barang dan jasa yang ditawarkan kepada calon konsumen. Karena sifatnya yang mudah di kustomisasi oleh penggunanya, maka belanja online melalui media blog cukup riskan karena pembeli cukup sulit mengetahui reputasi dari penjual. Biasanya penjual mengunggah bukti bukti transfer yang dimiliki sebagai bentuk jaminan kepada pelanggan bahwa konsumen dapat mempercayai usaha online tersebut. 2. Situs Web
Ada banyak situs web yang menyediakan layanan belanja online baik web lokal maupun web internasional. Ada banyak hal yang dapat dilakukan dilayanan 42 Universitas Sumatera Utara
belanja online melalui web, diantaranya yang terkenal adalah lelang. Lelang merupakan kegiatan belanja online dimana pembeli menetapkan batas bawah suatu harga yang hendak dilelang, kemudian sang pembeli yang tertarik dapat menawar (biasa disebut bidding) sesuai kelipatan yang diajukan. Lelang biasanya dibatasi pada periode tertentu sehingga pembeli dengan nominal tertinggi dinyatakan berhak membeli barang yang diinginkan sesuai dengan harga yang diajukan. 3. Situs Jejaring Sosial
Seiring dengan maraknya pertumbuhan situs jejaring sosial di dunia, media social networking ini juga dilirik oleh pelaku belanja online untuk memasarkan produknya. Penjual akan mengunggah barang yang ditawarkan kemudian disebarkan melalui messaging atau fitur photo sharing. Bentuk penawaran ini merupakan perkembangan dari media katalog yang tadinya disebarkan dalam bentuk media cetak per bulan, kini disebarkan melalui media katalog online yang penawarannya dapat diupdate kapan saja. 2.7.3 Dimensi Iklan Online Menurut Djatnika (2007), dimensi iklan dapat dibagi menjadi 4 yaitu: Tabel 2.1 Dimensi Iklan Online Dimensi
Indikator
Attention
1. Pesan yang disampaikan dalam iklan 2. Frekuensi penayangan iklan 3. Visualisasi iklan
Interest
1. Efektivitas media yang digunakan 2. Persepsi konsumen mengenai produk setelah iklan ditampilkan 3. Kejelasan pesan
43 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan: Dimensi
Indikator
Desire
1. Perolehan informasi dari iklan 2. Minat konsumen akan iklan 3. Kepercayaan konsumen akan produk
Action
1. Keyakinan untuk membeli produk 2. Kecenderungan akan melakukan pembelian 3. Keseuaian produk berdasarkan iklan
Sumber: Djatnika ( 2007).
2.8 Kepercayaan 2.8.1 Definisi Kepercayan Menurut Luarn dan Lin dalam Ferrinadewi (2008:147) kepercayaan adalah sejumlah keyakinan spesifik terhadap integritas (kejujuran pihak yang dipercaya dan kemampuan menepati janji), benevolonece (perhatian dan motivasi yang dipercaya untuk bertindak sesuai dengan kepentingan yang mempercayai mereka), Competency (kemampuan pihak yang dipercaya untuk melaksanakan kebutuhan yang mempercayai) dan predictability (konsistensi perilaku pihak yang dipercaya). Menurut
Mowen
dan
Minor
(2008:312),
mendeskripsikan
bahwa
kepercayaan adalah semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat oleh konsumen tentang objek, atribut, dan manfaatnya. Objek dapat berupa produk, orang, perusahaan, dan segala sesuatu dimana seseorang memiliki kepercayaan dan sikap, dapat disimpulkan pengertian kepercayaan adalah gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang tentang objek, atribut dan manfaatnya. Kepercayaan menjadi dasar sebagai jaminan awal dari 44 Universitas Sumatera Utara
suatu hubungan dua orang atau lebih dalam bekerja sama. Kepercayaan itu sendiri dapat tumbuh dengan sendirinya seiring waktu saat berjalannya hubungan tersebut. Dalam transaksi secara online, kepercayaan muncul ketika pihak yang terlibat telah mendapat kepastian dari pihak lainnya, serta mau dan bisa memberikan kewajibannya. Kepercayaan melibatkan kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu karena keyakinan bahwa mitranya akan memberikan apa yang diharapkan dan harapan yang umumnya dimiliki seseorang bahwa kata, janji atau pernyataan orang lain dapat diperlihatkan secara umum dalam suatu hubungan diperlukan adanya kepercayaan. Kepercayaan menjadi dasar sebagai jaminan awal dari suatu hubungan dua orang atau lebih dalam bekerja sama. Kepercayaan itu sendiri dapat tumbuh dengan sendirinya seiring waktu saat berjalannya hubungan tersebut. Keyakinan pihak yang satu terhadap pihak yang lain akan menimbulkan perilaku interaktif yang akan memperkuat hubungan dan membantu mempertahankan hubungan tersebut. Perilaku tersebut akan meningkatkan lamanya hubungan dengan memperkuat komitmen di dalam hubungan. Pada akhirnya, kepercayaan akan menjadi komponen yang bernilai untuk menciptakan hubungan yang sukses. Kepercayaan jangka panjang serta meningkatkan komitmen dalam berhubungan. Ketika seorang berbelanja online, hal utama yang menjadi pertimbangan seorang pembeli adalah apakah mereka percaya kepada website yang menyediakan online shopping dan penjual online pada website tersebut. Selanjutnya, kepercayaan pembeli terhadap penjual online terkait dengan
45 Universitas Sumatera Utara
keandalan penjual online dalam menjamin
keamanan bertransaksi dan
meyakinkan transaksi akan diproses setelah pembayaran dilakukan oleh pembeli. Keandalan ini terkait dengan keberadaan penjual online. Semakin berkembangnya teknologi, semakin berkembang pula modus penipuan berbasis teknologi pada online shopping. Pada situs-situs online shopping, tidak sedikit penjual online fiktif yang memasarkan produk fiktif juga. Seorang pembeli harus terlebih dahulu untuk mengecek keberadaan penjual online. Biasanya pada situs online shopping, situs akan menampilkan informasi tentang penjual-penjual yang lokasinya sering diakses oleh orang. Pembeli dapat memanfaatkan informasi ini ketika akan membeli online. 2.8.2 Dimensi Kepercayan Menurut McKnight et. al. (2002), kepercayaan dibangun antara pihak-pihak yang belum saling mengenal baik dalam interaksi maupun proses transaksi, ada dua dimensi kepercayaan konsumen yaitu: a. Trusting Belief Trusting belief adalah sejauh mana seseorang percaya dan merasa yakin terhadap orang lain dalam suatu situasi. Trusting belief adalah persepsi pihak yang percaya (konsumen) terhadap pihak yang dipercaya (penjual toko maya) yang mana penjual memiliki karakteristik yang akan menguntungkan konsumen. Tiga elemen yang membangun trusting belief , yaitu : benevolence, integrity, competence.
46 Universitas Sumatera Utara
1. Benevolence (niat baik) berarti seberapa besar seseorang percaya kepada penjual untuk berperilaku baik kepada konsumen. Benevolence merupakan kesediaan penjual untuk melayani kepentingan konsumen. 2. Integrity (integritas) adalah seberapa besar keyakinan seseorang terhadap kejujuran penjual untuk menjaga dan memenuhi kesepakatan yang telah dibuat kepada konsumen. 3. Competence
(kompetensi)
adalah
keyakinan
seseorang
terhadap
kemampuan yang dimiliki penjual untuk membantu konsumen dalam melakukan sesuatu sesuai dengan yang dibutuhkan konsumen tersebut. Esensi dari kompetensi adalah seberapa besar keberhasilan penjual untuk menghasilkan hal yang diinginkan oleh konsumen. Inti dari kompetensi adalah kemampuan penjual untuk memenuhi kebutuhan konsumen. b. Trusting Intention Trusting intention adalah suatu hal yang disengaja dimana seseorang siap bergantung pada orang lain dalam suatu situasi, ini terjadi secara pribadi dan mengarah langsung kepada orang lain. Trusting intention didasarkan pada kepercayaan kognitif seseorang kepada orang lain. Dua elemen yang membangun trusting intention yaitu: willingness to depend dan subjective probability of depending. 1. Willingness to depend Willingness to depend adalah kesediaan konsumen untuk bergantung kepada penjual berupa penerimaan resiko atau konsekuensi negatif yang mungkin terjadi.
47 Universitas Sumatera Utara
2. Subjective probability of depending Subjective probability of depending adalah kesediaan konsumen secara subjektif berupa pemberian informasi pribadi kepada penjual, melakukan transaksi, serta bersedia untuk mengikuti saran atau permintaan dari penjual. 2.9 Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti / Tahun
1
David Chanjaya M 2015
2
Putri eka sari 2015
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Judul Variabel Penelitian Penelitian Faktor-faktor Yang Mepempengarui Tingkat Kepercayaan Konsumen Dalam Belanja Online Dengan Menggunakan Technology Acceptance Model (TAM)
Variabel Independen: Persepsi Kemudahan Penggunaan (X1), Persepsi Manfaat (X2), Karakteristik (X3) dan Kualitas Website (X4)
Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Pada Pembelian Produk- Produk Online Shop (Studi Pada MahasiswaMahasiswi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)
Variabel Independen: Iklan(X1), Harga (X3), Kepercayaan (X3).
Hasil Penelitian Penelitian ini menunjukkan bahwa semua faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepercayaan konsumen secara serentak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap belanja Online
Variabel Dependen: Belanja Online (Y).
Variabel Dependen: Keputusan Pembelian (Y)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga, kepercayaan, advertising dan kualitas produk berdampak positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk-produk online shop dan faktor kepercayaan menjadi faktor yang paling dominan dalam penelitian ini yaitu dengan nilai thitung > ttabel yakni 2.911 > 1.990
48 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan: No
4
Nama Peneliti / Tahun Yusnidar Dkk, 2014
Tabel 2.2 Variabel Penelitian
Judul Penelitian Pengaruh Kepercayaan dan Persepsi Resiko Terhadap Minat beli dan Keputusan pembelian Fashion Secara Online di Kota Pekanbaru
Variabel Independen: Kepercayaan, persepsi resiko Variabel dependen: Minat beli
Hasil penelitian menunjukaan bahwa kepercayaan dan persepsi resiko berpangruh positif dan signifikan terhadap minat beli.
Variabel Independen: Iklan online Variabel dependen: Minat beli
Hasil penelitian yang diperoleh adalah iklan online di facebook memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli pada karyawan wanita PT. Infomedia Nusantara Medan.
Variabel Independen: of Online shopping (X1), online shopper behavior (X2). Variabel Dependen: Online Shopping Decision (Y).
As the result, It is found that marketing communication process differs between offline and online consumer decision. Managerial implications are developed for online stores to improve their website.
5
Frida Ramadhani 2012
Pengaruh Iklan Online di Facebook Terhadap Minat Pembelian Pakaian Jadi Pada Karyawan Wanita PT. Infomedia Nusantara Medan
6
Chayapa Katawetawa raks, Cheng Lu Wang /
Shopper Behavior: Influences Online Shopping Decision
2011
Hasil Penelitian
2.10 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual atau kerangka pikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah 49 Universitas Sumatera Utara
diidentifikasikan. Suatu kerangka pemikiran akan menghubungkan secara teoritis antar variabel bebas dan terikat (Sugiyono, 2012:89). Menurut
Mowen
dan
Minor
(2008:312),
mendeskripsikan
bahwa
kepercayaan adalah semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat oleh konsumen tentang objek, atribut, dan manfaatnya. Objek dapat berupa produk, orang, perusahaan, dan segala sesuatu dimana seseorang memiliki kepercayaan dan sikap, dapat disimpulkan pengertian kepercayaan adalah gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang tentang objek, atribut dan manfaatnya. Kepercayaan menjadi dasar sebagai jaminan awal dari suatu hubungan dua orang atau lebih dalam bekerja sama. Kepercayaan itu sendiri dapat tumbuh dengan sendirinya seiring waktu saat berjalannya hubungan tersebut. Dalam transaksi secara online, kepercayaan muncul ketika pihak yang terlibat telah mendapat kepastian dari pihak lainnya, serta mau dan bisa memberikan kewajibannya. Kepercayaan melibatkan kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu karena keyakinan bahwa mitranya akan memberikan apa yang diharapkan dan harapan yang umumnya dimiliki seseorang bahwa kata, janji atau pernyataan orang lain dapat diperlihatkan secara umum dalam suatu hubungan diperlukan adanya kepercayaan. Iklan (Advertising) adalah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat missal seperti TV, radio, koran, majalah, direct mail (pengoposan langsung), reklame luar ruang, atau kendaraan umum. Dalam komunikasi global baru, khususnya internet (Lee,
50 Universitas Sumatera Utara
2007:3). Dalam kurun waktu yang cukup lama, televisi, radio, koran, dan majalah telah mendominasi media periklanan. Saat ini, iklan internet telah menjadi kekuatan pendorong bagi inisiatif dan upaya periklanan (Kotler dan Amstrong, 2010). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mary (2014) Untuk meningkatkan citra toko online tersebut, efek terbesar dipengaruhi oleh efektifitas iklan berasal dari dimensi perhatian (attention) yang juga mempengaruhi secara langsung terhadap peningkatan niat beli konsumen. Dimensi-dimensi lain yang mempengaruhi adalah minat (interest), keyakinan (conviction), dan tindakan (action). Dewasa ini, tata cara belanja online dapat dilakukan semakin mudah. Ketika pembeli tertarik dengan barang yang dituju, ia cukup melakukan panggilan telepon dengan sang penjual ataupun mengetikkan sms sesuai aturan. Setelah pesan diterima, pembeli biasanya diharuskan mentransfer sejumlah uang ke rekening penjual dan barang yang dibeli pun akan dikirim baik melalui kurir (jika wilayah pengiriman masih cukup dekat) ataupun melalui jasa pos. Karena sifatnya yang tidak bertemu secara langsung antara pembeli dan penjual, e-commerce atau kegiatan belanja secara online memunculkan persepsi risiko yang berbeda beda. Ada yang menghawatirkan kehilangan uang, ada yang menghawatirkan faktor waktu pengiriman, ada juga yang mempertimbangkan Faktor security dan privacy. Resiko yang dirasakan sebagai ketidakpastian yang dihadapi
para konsumen jika merekan tidak dapat meramalkan konsekuensi
dalam pengambilan keputusan mereka. Resiko didefinisikan sebagai stuasi dimana
51 Universitas Sumatera Utara
si pembuat keputusan memiliki pengetahuan apriori konsekuensi yang merugikan dan kemungkinan terjadinya. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:181), keputusan pembelian (purchase decision) konsumen adalah keputusan pembeli tentang merek yang paling disukai. Dalam menentukan keputusan pembelian, konsumen akan dihadapkan pada berbagai alternatif pilihan. Suatu online shop, e-store, internet shop, web shop, web store dan virtual store dapat dianalogikan dengan pembelian fisik jasa atau produk di toko retail atau di suatu mal pusat perbelanjaan. Belanja online adalah bentuk perdagangan elektronik yang digunakan pada transaksi business-tobusiness (B2B) dan business-to-consumer (B2C). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut bahwa keputusan pembelian terhadap belanja online (online shopping) cukup dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kepercayaan terhadap produk, komunikasi komersil dan nonpersonal terhadap produk yang dipromosikan ke khayalak media mass dan Karena sifatnya yang tidak bertemu secara langsung antara pembeli dan penjual kegiatan belanja secara online memunculkan persepsi risiko yang berbeda beda. Ketiga faktor ini merupakan faktor yang biasanya menjadi suatu pertimbangan oleh pelanggan untuk akhirnya memutuskan suatu pembelian terhadap produk ataupun barang. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kerangka konseptual dalam penulisan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
52 Universitas Sumatera Utara
Kepercayaan (X1)
Iklan (Advertising) (X2)
Keputusan Pembelian Online (Y)
Persepsi Resiko (Perceived Risk) (X3) Gambar 2.5 Kerangka Konseptual 2.11Hipotesis Penelitian Hipotesis Menurut Sugiyono (2012:93) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Jadi, dari pendapat tersebut, suatu hipotesis yang telah dikemukakan bukan merupakan suatu jawaban yang benar secara mutlak, tetapi hanya dipakai untuk mengatasi permasalahan yang ada dan masih harus dibuktikan kebenarannya Berdasarkan kerangka konseptual diatas, hipotesis yang akan diuji peneliti dalam penelitian ini adalah: 1. Kepercayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk secara online pada ibu muda kelas menengah di Perumahan Johor Indah Permai 1 Medan.
53 Universitas Sumatera Utara
2. Iklan (Advertising) berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk secara online pada ibu
muda kelas menengah di
Perumahan Johor Indah Permai 1 Medan 3. Persepsi Resiko (Perceived Risk) berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk Secara Online Pada Ibu muda kelas menengah di Perumahan Johor Indah Permai 1 Medan 4. Kepercayaan, Iklan (Advertising) dan Persepsi Resiko (Perceived Risk) berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk secara online Pada ibu muda kelas menengah di Perumahan Johor Indah Permai 1 Medan.
54 Universitas Sumatera Utara