BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Keluarga Keluarga merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional, dimana masing-masing mempunyai peran didalamnya (Friedman, Browden, & Jones, 2010). Menurut Harnilawati (2013) keluarga adalah bagian dari masyarakat yang perannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluarga inilah akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka seyogyanya dimulai dari keluarga. Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi pula keluarga-keluarga yang ada di sekitarnya atau masyarakat sekitarnya atau dalam konteks yang luas berpengaruh terhadap negara (Harnilawati, 2013) Pernyataan ini juga didukung oleh Duvall dan Logan (1986, dalam Friedman, Briwden, & Jones, 2010), yang menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup dalam satu rumah karena ikatan perkawinan, kelahiran, adopsi, yang mana bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari setiap anggota keluarga. Pengertian keluarga akan berbeda yang satu dengan yang lainnya, hal ini bergantung kepada orientas
10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
dan cara pandang yang digunakan seseorang dalam mendefiniskan keluarga tersebut (Harnilawati, 2013). Dari berbagai macam pengertian diatas dapat disimpulkan keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang tinggal bersama dalam satu atap rumah yang saling memiliki keterikatan emosional karena dibentuk berdasarkan ikatan yang berbeda dan masing-masing anggotanya memiliki peran, tugas dan fungsi yang berbeda. 2.1.2 Tugas Keluarga Menurut Bailon & Maglaya (1998, dalam Harnilawati, 2013), keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan yang meliputi : a. Mengenal masalah kesehatan keluarga Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua atau keluarga. b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat dan sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan Keluarga hendaknya mampu memerankan tugasnya untuk merawat salah satu anggota keluarga yang mengalami gangguan dirumah. Faktor lingkungan dan dukungan keluarga yang positif sangat mendukung untuk proses kesembuhan seseorang. d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga Keluarga harus berupaya menciptakan suasan yang nyaman untuk setiap anggota keluarga. Lingkungan yang kondusif akan menciptakan kondisi mental yang sehat bagi anggota keluarga dan sekaligus meningkatkan daya tahan keluarga terhadap kritis. e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga Keluarga dapat merujuk salah satu anggota keluarga yang sakit ke pusat pelayanan kesehatan terdekat dan juga dapat memeriksakan secara rutin jika terdapat gejala-gejala kekambuhan. 2.1.3 Fungsi Keluarga Friedman, Bowden & Jones (2010) mengatakan bahwa fungsi dasar keluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dan masyarakat yang lebih luas. Fungsi dasar keluarga tersebut dibagi menjadi lima bagian, yaitu: a.
Fungsi afektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk memenuhi kebutuhan psikososial anggota keluarga, seperti saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling mendukung antar anggota keluarga. Fungsi afektif keluarga yang utama adalah untuk mengajarkan segala sesuatu untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi afektif juga dimanfaatkan untuk mempertahankan kepribadian dengan memfasilitasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga, peran keluarga dilaksanakan dengan baik dengan penuh kasih saying. b.
Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi mengembangkan dan tempat melatih anggota keluarga untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialisasi primer anggota keluarga yang bertujuan untuk menjadikan anggota keluarga yang produktif dan memberikan status pada anggota keluarga, keluarga tempat melaksanakan sosialisas dan interaksi dengan anggotanya.
c.
Fungsi reproduksi, fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga, dan menambah sumber daya manusia.
d.
Fungsi ekonomi, yaitu fungsi dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga secara ekonomi dan mengembangkan untuk meningkatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Menurut Harnilawati (2013) keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan temoat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e.
Fungsi perawatan kesehatan yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar memiliki produktivitas yang tinggi, fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
2.1.4 Dukungan Keluarga Menurut Cohen & Smet (dalam Harnilawati, 2013) Dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat diperaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai, dan mencintainya. Menurut Friedman, Bowden, & Jones (2010) dukungan keluarga adalah suatu bentuk perilaku pelayanan yang dilakukan oleh keluarga, yaitu dukungan internal, seperti dukungan dari istri, suami, atau dukungan dari saudara kandung ataudukungan orang tua. Dan dukungan keluarga eksternal diluar
keluarga
inti.
Dukungan
keluarga
pada
umumnya
akan
menggambarkan mengenai peran atau pengaruh serta bantuan yang diberikan oleh orang yang berarti seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan rekan kerja. Menurut Friedman (1998, dalam Harnilawati, 2013) Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang bersifat eksternal maupun internal dan terbukti sangat bermanfaat. Dukungan keluarga yang bersifat eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah dan praktisi kesehatan. Dukungan keluarga internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari saudara kandung atau dukungan dari anak Dukungan keluarga yang diberikan bagi sesama anggota keluarga lainnya dapat berupa informasi verbal maupun non verbal, seperti halnya saran,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
motivasi, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orangorang yang dekat di dalam lingkungan sosialnya, atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional ataupun pengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga adalah suatu bentuk perilaku melayani sebagai suatu sistem pendukung yang bersumber dari sekumpulan individu yang tinggal bersama dalam satu atap rumah yang terikat karena suatu hal dengan maksud memberikan bantuan kepada individu lainnya. 2.1.5 Jenis Dukungan Keluarga Menurut Sarafino (1997) ada lima jenis dukungan dalam keluarga yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dukungan instrumental, dan dukungan jaringan sosial. Lebih jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut: 1.
Dukungan Emosional (Emotional Support)
Dukungan emosional merupakan bentuk atau jenis dukungan yang diberikan keluarga dalam memberikan perhatian, kasih sayang, dan empati. Dukungan emosi adalah dukungan yang dapat membuat seseorang merasa nyaman, tenang, rasa memiliki dan dicintai saat stress (Sarafino, 1997). Friedman, Bowden, & Jones (2010) mengatakan bahwa dukungan emosional merupakan fungsi afektif keluarga yang harus ditetapkan kepada seluruh anggota keluarga yang harus ditetapkan kepada seluruh anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan psikososial anggota keluarga dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
saling mengasihi, cinta kasih, kehangatan, dan saling mendukung dan menghargai antar anggota keluarga. Pendapat lain yaitu Koentjoro (2002), dukungan emosional merupakan bentuk dukungan yang dapat memberikan rasa aman, cinta kasih, membangkitkan semangat, mengurangi keputusasaan, rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik dan kelainan yang dialaminya. 2.
Dukungan Penghargaan (Appraisal Support) Menurut Sarafino (1997) dukungan ini merupakan dukungan keluarga
dalam memberikan umpan balik dan penghargaan kepada anggota keluarga dengan menunjukkan respon positif, yaitu dorongan terhadap gagasan atau perasaan. Dukungan penghargaan keluarga merupakan bentuk fungsi afektif keluarga terhadap pasien dengan penyakit kronik untuk dapat meningkatkan status psikososialnya. 3.
Dukungan Informasi (Informational Support) Sarafino (1997)
menyebutkan bahwa dukungan informasi ini berarti
pemebrian nasehat, saran, dan feedback ataupun umpan balik tentang apa yang sedang dan telah dilakukan seseorang, misalnya : pemberian informasi tentang penyakit oleh dokter pada pasien yang membutuhkan informasi tersebut. Menurut Friedman, Bowden & Jones (2010), dukungan informasi yang diberikan keluarga terhadap pasien dengan penyakit kronik merupakan salah satu bentuk fungsi perawatan kesehatan yang diterapkan keluarga terhadap pasien. Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
dalam mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi, diantaranya memperkenalkan kepada pasien tentang kondisi penyakit yang dialaminya dan menjelaskan cara perawatan yang tepat agar pasien termotivasi untuk menjaga dan mengontrol kesehatannya. 4.
Dukungan Instrumental (Instrumental Support) Menurut Friedman, Bowden & Jones (2010), dukungan ini merupakan
fungsi ekonomi dan perawatan kesehatan yang diterapkan keluarga terhadap anggota keluarga. Fungsi ekonomi keluarga merupakan pemenuhan semua kebutuhan anggota keluarga dan anggotanya, sedangkan fungsi perawatan kesehatan keluarga adalah mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga, diantaranya merawat pasien yang sakit, menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan keluarga, membawa anggota keluarga ke pelayanan kesehatan untuk memerikasakan kesehatannya. Dukungan ini merupakan suatu dukungan penuh keluarga dalam bentuk memberikan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu dalam perawatan anggota keluarga (Koentjoro, 2002). 5.
Dukungan Jaringan Sosial (Network Support) Dukungan ini merupakan bentuk fungsi sosialisasi dalam keluarga yang
bertujuan untuk mengembangkan dan tempat melatih anggota keluarga untuk berkehidupan sosial (Friedman, Bowden & Jones 2010). Bentuk dukungan ini tampil dalam kondisi dimana seseorang menjadi bagian dari suatu kelompok
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
yang dipercaya memiliki kesamaan dalam bentuk minat, perhatian, kepentingan, dan kegiatan yang disukai. Dapat disimpulkan bahwa masing-masing individu yang berada dalam satu keluarga memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Dari tugas dan fungsi tersebutlah masing-masing anggota keluarga dapat mendukung anggota keluarganya yang lain. Fungsi dan peran keluarga sangat dibutuhkan oleh semua anggota keluarga, khususnya bagi anggota keluarga yang mengalami gangguan baik fisik maupun psikologis.
2.2 Depresi Postpartum 2.2.1 Pengertian Depresi Postpartum Gangguan suasana hati (mood diorders) adalah gangguan psikologis dimana terdapat gangguan utama dalam suasana hati yaitu emosi yang mewarnai keseluruhan keadaan emosi individu yang bertahan lama. Salah satu tipe gangguan suasana hati adalah gangguan depresif (King, Laura, 2010) Depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh. Mulai dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya. Individu tidak melakukan apa pun untuk mengubahnya dan merasa bahwa respon apa pun yang dilakukan tidak akan berpengaruh pada hasil yang muncul (Hadi, 2004). Masa postpartum sering disebut juga sebagai masa puerperium, didefinisikan sebagai masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa postpartum berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Hutagaol, Esther, 2010). Periode postpartum dibagi dalam tiga periode menurut Wong, Perry dan Hockenberry (2002, Esther. T. Hutagaol, 2010) : 1.
Periode Immediate postpartum: terjadi dalam 24 jam pertama
setelah melahirkan, 2.
Periode Early Postpartum: terjadi setelah 24 jam postpartum
sampai akhir minggu pertama sesudah melahirkan, saar resiko komplikasi sering terjadi pada ibu postpartum, 3.
Periode Late Postpartum: terjadi mulai minggu kedua sampai
minggu keenam sesudah melahirkan, dan terjadi perubahan secara bertahap. Jadi depresi postpartum adalah salah satu bentuk depresi yang dialami oleh seorang ibu setelah proses melahirkan atau persalinan dan berlangsung selama kira-kira 6 minggu dimana biasanya seorang ibu terganggu fungsinya yang berkaitan dengan alam perasaan seperti merasa sedih atau sendu, murung, tidak bersemangat dan di ikuti dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh seperti psikomotik, konsentrasi, kelelahan, persaan tidak berdaya dan lain-lain. Menurut Nevid, Rathus & Greene (2005) Depresi pasca-melahirkan adalah kondisi dimana seorang ibu yang baru saja melahirkan mengalami perubahan mood yang parah dan persisten selama beberapa bulan atau bahkan setahun atau lebih.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Depresi postpartum berlangsung antara 6 minggu sampai 1 tahun (Reets & Lutkins dalam Semium, 2006). Menurut Barbara Parry, Lektor Kepala dari bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran San Diego, University of California (dalam Hadi, 2004) wanita yang baru melahirkan terkena efek depresi. 2.2.2 Faktor Penyebab Depresi Postpartum Faktor penyebab depresi pasca melahirkan cenderung kompleks. Menurut Semiun (2006) persoalan mengenai penyebab dari depresi postpartum adalah sulit dan belum dijawab secara jelas, tetapi sejumlah faktor perlu mendapat perhatian. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Glade B. Curtis & Judith Schuler (1997) pada saat ini, tidak seorang pun yang merasa pasti apa penyebab depresi postpartum; tidak semua ibu mengalaminya. Mereka yakin bahwa sensitivitas individual ibu terhadap perubahan hormonal dapat menjadi penyebab, tetapi hormon hanya merupakan sebagian dari penyebab tersebut. Ibu harus banyak membuat penyesuaian, dan banyak tuntutan yang ditanggungnya. Salat satu penyebab yang lainnya adalah riwayat keluarga tentang depresi, kurang dukungan keluarga setelah melahirkan, isolasi, dan keletihan kronis. Perubahan hormonal pasca melahirkan ditenggarai berhubungan dengan simtom depresif namun faktor biologis saja ternyata tidak dapat menjelaskan terjadinya depresi pasca melahirkan (Knudson-Martin & Silverstein, 2009). Menurut Regina (2001), terjadinya depresi postpartum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
a.
Kelelahan setelah melahirkan yang menyebabkan berubahnya pola tidur dan kurangnya istirahat menyebabkan ibu yang baru melahirkan belum kembali ke kondisi normal.
b.
Kegalauan dan kebingungan dengan kelahiran bayi yang baru, dan perasaan tidak percaya diri untuk dapat merawat bayi yang baru sesemntara masih mesara bertanggung jawab dengan semua pekerjaan yang ada
c.
Perasaan stres dari perubahan dalam pekerjaan maupun rutinitas dalam rumah tangga
d.
Perasaan kehilangan akan identitas diri, akan kemampuan diri, akan figure tubuh sebelum kehamilan dan perasaan akan menjadi kurang menarik
e.
Kurangnya waktu untuk diri sendiri sebagaimana yang dilakukan sebelum dan selama kehamilan dan harus tinggal di dalam rumah dalam jangka waktu yang lama Menurut Kruckman (2001, dalam Soep, 2009), terjadinya depresi pasca
melahirkan dipengaruhi faktor :
Faktor Biologis Perubahan hormonal yang terjadi pada masa pasca melahirkan. Hormon-
hormon
yang
berpengaruh
diantaranya
adalah
hormon
estrogen,
progesterone, dan proklatin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa pasca melahirkan atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Terkait dengan peran hormon-hormon dalam depresi, beberapa berpendapat bahwa kerentanan wanita untuk mengalami depresi terkait dengan hormon-hormon yang dihasilkan oleh ovarium, estrogen, dan progesterone (Laura, A. King, 2010). Semiun (2006) mengatakan
bahwa faktor-faktor fisiologis, terutama
perubahan-perubahan endokrin, sudah lama dianggap berperan dalam depresi postpartum karena sudah lama diketahui bahwa perubahan hormon secara besar-besaran terjadi sesudah kelahiran dan selama “periode latensi”, yaitu 2 hari yang biasanya terjadi sebelum timbulnya depresi. Namun, data mengenai perubahan-perubahan hormon tidak memberikan penjelasan yang lengkap, dan mungkin ada faktor-faktor lain juga yang ikut berperan. Sementara itu Oktavia (2002) berpendapat bahwa menurunnya aktivitas kelenjar tiroid seusai melahirkan dapat menyebabkan depresi pada sebagian wanita. Rendahnya aktivitas kelenjar tiorid akan menampilakn gejala seperti melambatnya aktvitas mental dan bicara, lesu, melancholic serta sering sakit kepala, bahkan pada tingkat yang parah dapat menimbulkan kerontokan rambut dan berhentinya menstruasi.
Faktor Karakteristik ibu, yang meliputi : a. Faktor Usia Usia wanita yang bersangkutan saat kehamilan dan melahirkan seringkali
dikaitkan dengan kesiapan mental wanita tersebut untuk menjadi seorang ibu. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20-30 tahun, dan hal ini
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seoarng ibu. b. Faktor Pengalaman Depresi pasca melahirkan ini lebih banyak ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayi merupakan situasi yang sama sekali baru bagi ibu dan dapat menimbulkan stres bagi si ibu. c. Faktor Pendidikan Ibu yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitas di luar rumah dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua bagi anak-anaknya. d. Faktor selama Proses Melahirkan Hal ini mencakup lamanya persalinan serta intervensi medis yang digunakan selama proses melahirkan. Banyak peneliti mengatakan semakin besar trauma fisik yang didapat pada proses persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang di timbulkan untuk si ibu. e. Faktor Dukungan Sosial Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, melahirkan dan pasca melahirkan, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang. Selain penyebab diatas, emosi negatif yang dialami wanita pasca melahirkan juga dapat timbul akibat tingginya stress yang mereka alami.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Stres yang dialami wanita pasca melahirkan dapat diakibatkan stresor fisik, seperti rutinitas kegiatan mengasuh anak dan mengurus pekerjaan rumah tangga, dan dapat pula diakibatkan oleh stresor psikososial, seperti tuntutan untuk menjadi ibu yang baik, yang berasal dari diri sendiri dan lingkungan. Banyaknya stresor tersebut dapat mengakibatkan kelelahan baik fisik maupun emosional. Kelelahan fisik dapat berbentuk ketegangan dan letihan otot-otot tubuh. Menurut Figes (1998, dalam Oktavia, 2002) kelelahan emosional dapat berupa timbulnya emosi-emosi negatif, seperti marah yang meledak-ledak yang dinamakan angry out burst. 2.2.3 Tanda dan Gejala Depresi Postpartum Dalam penelitian Wolpert (1999) dan Marks dan Kumar (1998) (Oktavia, 2002), gangguan depresi pasca melahirkan memiliki simtom yang mirip dengan gangguan depresi mayor Menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder fourth edition Text Revision) (American Psychiatric Association, 2000) dituliskan kriteria depresi mayor : Mood tertekan hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, sebagaimana ditunjukkan oleh laporan subjektif atau pengamatan dari orang lain. Ditandai dengan berkurangnya minat dan kesenangan dalam semua, atau hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (ditunjukkan oleh pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang lain). Berkurangnya
berat
badan
secara
signifikan
tanpa
diet
atau
bertambahnya berat badan seperti perubahan lebih dari 5% berat badan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
dalam sebulan, atau berkurangnya atau bertambahnya nafsu makan hampir setiap hari. Insomnia atau hipersomnia hampir terjadi setiap hari; insomnia yaitu gejala kekurangan tidur atau tidak mendapatkan cukup tidur dan hipersomnia yaitu gejala kelebihan tidur atau bertambahnya waktu tidur dari pola tidur yang biasa. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang kegelisahan atau rasa terhambat) Lelah atau kehilangan tenaga hampir setiap hari Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai (yang mencapai taraf delusional) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri sendiri atau rasa bersalah karena sakitnya). Menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, atau ragu-ragu hampir setiap hari (baik atas pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang lain). Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya takut akan kematian), atau usaha bunuh diri atau adanya suatu rencana spesifik untuk bunuh diri. Pada gangguan depresi postpartum yang terjadi pada ibu pasca melahirkan, dapat dibandingkan simtom-simtomnya melalui tiga gejala yang berbeda yaitu gejala fisik, emosional, dan perilaku. Berikut tabel perbandingannya:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Tabel 1: Simtom dari Gejala Fisik, Emosional, Perilaku Simtom Postpartum Depression Cepat lelah Gangguan tidur Selera makan menurun Sakit kepala Gejala Fisik Sakit dada Jantung berdebar-debar Sesak napas Mual dan muntah Mudah tersinggung Perasaan sedih Hilang harapan Merasa tidak berdaya Mood swings Perasaan tidak adekuat sebagai Gejala Emosional ibu Hilang minat Pemikiran bunuh diri Ingin menyakiti orang lain (termasuk bayi, diri sendiri, dan suami) Perasaan bersalah Panik Kurang mampu merawat diri sendiri Enggan melakukan aktivitas menyenangkan Motivasi menurun Gejala Perilaku Enggan bersosialisasi Tidak perduli pada bayi Terlalu perduli terhadap perkembangan bayi Sulit mengendalikan perasaan Sulit mengambil keputusan Dikutip dari Symptoms of Postpartum Illnes from Cleveland Clinic (2009) and National Mental Health Association (2010)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
2.2.4 Dampak Depresi Postpartum Menurut (Lubis, 2009) Dari berbagai macam penyebab yang telah disebutkan sebelumnya, tentu saja gangguan depresi postpartum yang terjadi pada ibu pasca melahirkan memiliki dampak juga. Dampak yang penting dapat terjadi pada interaksi bayi dan ibu selama tahun pertama, karena bayi tidak mendapatkan rangsangan yang cukup dari ibu. Pada ibu dengan minat dan ketertarikan terhadap bayinya yang berkurang maka tidak akan muncul respon positif terhadap bayinya. Ibu tidak mampu merawat bayinya secara optimal mengakibatkan kondisi kesehatan dan kebersihan bayinya yang tidak optimal, ibu tidak bersemangat menyusui bayinya sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayinya tidak seperti bayi-bayi dengan ibu yang sehat. Menurut Nancy K. Grote & Sarah E. Bledsoe (2007) depresi ibu selama masa postpartum merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius untuk wanita, bayi, dan keluarga. Postpartum depression memiliki efek berbahaya, pada bayi dan psychological well-being pada anak (Murray & Cooper, 1997), kesehatan mental yang berikutnya pada ibu dan ayah (Areias, Kumar, Barros, & Figueiredo, 1996), dan pada kualitas hubungan pasangan (O'Hara, 1994). Depresi postpartum yang terjadi pada ibu mengakibatkan pengaruh negatif pada ibu, bayi, dan anak (Depkes RI, 2007; WHO, 2008) menguraikan sebagai berikut : 1. Pengaruh depresi postpartum pada ibu yaitu : mengalami gangguan aktifitas sehari-sehari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
mengalami gangguan dalam berhubungan dengan orang lain (keluarga atau teman) resiko menggunakan zat-zat berbahaya, seperti rokok, alkohol, obatobatan atau narkotika kemungkinan terjadi peningkatan gangguan ke arah postpartum psychosis depression yang lebih berat kemungkinan melakukan suicide atau infanticide; suicide atau bunuh diri adalah tindakan seseorang untuk menghukum dirinya sendiri dengan sengaja dalam keadaan sadar dan infanticide atau pembunuhan anak adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat sesudah dilahirkan. 2. Pengaruh depresi postpartum pada bayi adalah : bayi sering menangis dalam jangka waktu yang lama mengalami masalah tidur dan gangguan makan kemungkinan mengalami infanticide atau pembunuhan anak adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat sesudah dilahirkan. 3. Pengaruh depresi postpartum pada anak sebagai berikut : gangguan
tingkahlaku;
masalah
tidur,
hiperaktivitas
http://digilib.mercubuana.ac.id/
marah,
agresif,
dan
29
perkembangan kognitif lambat; keterlambatan dalam berjalan dan berbicara dibandingkan anak-anak lain, mengalami berbagai kesulitan belajar, permasalahan dengan sekolah permasalahan sosial; sulit untuk bersosialisasi disekolah, menarik diri atau sering bersikap destructive permasalahan emosional; self esteem yang rendah, sering cemas, penakut, lebih pasif, dan ketergantungan tinggi terhadap orang lain atau tidak mandiri. 2.2.5 Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) Menurut Cox (2000, dalam Soep 2009), untuk mendeteksi adanya depresi postpartum atau resiko untuk mengalami depresi postpartum, dapat digunakan alat ukur Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) pada awal postpartum untuk mengindentifikasi berbagai resiko penyebab depresi postnatal. EPDS adalah alat ukur yang berbentuk skala yang berfungsi untuk mengidentifikasi resiko timbulnya depresi postpartum selama 7 – 10 hari pasca melahirkan dengan 10 pertanyaan seperti kemampuan untuk tertawa, dan menikmati suatu hal, menjadi cemas atau takut atau kecewa, menyalahkan diri sendiri, ketidakmampuan untuk menguasai keadaan, pemikiran yang depresif, kesulitan tidur dikarenakan depresi, pemikiran untuk bunuh diri. Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) ditemukan oleh para ahli dibagian psikiatri, Universitas Edinburgh yaitu J.L Cox, J.M Holden dan R. Sagovsky (1987).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca persalinan dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu kemudian (Soep, 2009). Menurut Regina (2001), diluar negeri skrining untuk mendeteksi gangguan mood depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca persalinan yang rutin dilakukan. Untuk skrining depresi postpartum dapat dipergunakan Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS). EPDS merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca persalinan. Kuesioner EPDS terdiri dari 10 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki 4 pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu postpartum. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Jumlah skor dari 10 pertanyaan yang diajukan dalam EPDS adalah 30 poin, semakin besar jumlah skor gejala depresi semakin berat. Skor diatas 12 memiliki sensitifitas 80% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian depresi postpartum. Menurut Stewart, et al (2003) EPDS dalam penggunaan yang lebih luas dan sebagai alat pengukuran psikometrik memiliki alasan: (1) mudah untuk mengelolanya, termasuk via telpon (Zelkowitz & Milet, 1995), (2) memiliki interpretasi yang tidak rumit, dan (3) sudah siap dimasukkan ke dalam praktek harian. Selanjutnya, telah dilaporkan oleh banyak peneliti EPDS
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
dapat diterima dan memiliki kaitan yang tinggi dengan ibu (Cox et al., 1987a; Fergerson et al., 2002; Murray & Carothers, 1990; Schaper et al., 1994; Webster et al., 1997; Zelkowitz & Milet, 1995). Hasil penelitian yang dilakukan Beck dan Gable (2001, Soep 2011), menyebutkan bahwa validasi EPDS memiliki sensitifitas 86% dengan nilai praktis 78% dan nilai prediksi positif 73% dan koefisien alpha 0,87% dengan sampel 84 wanita postpartum.
2.3 Ibu 2.3.1 Pengertian Ibu Menurut Gunarsa (2000) ibu adalah jantung dari keluarga. Jantung dalam tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apabila jantung berhenti berdenyut maka orang itu tidak bisa melangsungkan hidupnya. Perumpamaan ini menyimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral dan sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya. Sosok ibu merupakan orang terdekat bagi anak dan orang yang dianggap paling mengerti segala keinginan anaknya. Peran ibu dalam mengasuh anak sangatlah penting. Dates (dalam Gunarsa, 2000) mengemukakan bahwa ibu merupakan sebutan bagi orang yang menyediakan perawatan terus menerus untuk bayi dan menyediakan kesempatan bagi bayi untuk membentuk sebuah relasi dengannya. Dari berbagai macam pengertian ibu diatas, maka dapat di simpulkan bahwa ibu adalah seorang wanita yang telah melahirkan seorang anak dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
memiliki kedudukan sebagai tokoh sentral dalam kehidupan, dengan perannya untuk mengasuh dan merawat anak terus menerus dengan tujuan anaknya memiliki kesempatan untuk membentuk sebuah relasi. 2.3.2 Peran dan Fungsi Ibu Fungsi seorang ibu sangat mempengaruhi perkembangan psikis maupun fisik seorang anak. Fungsi ibu yang paling utama adalah mengurus keluarga terutama bertanggungjawab pada pengasuhan dan pendidikan anaknya. Fungsi ini menyebabkan ibu sebagai seseorang yang sangat dekat dengan anak dibandingkan orang lain. Perhatian dan kasih sayang ibu menyebabkan ibu menjadi suatu model yang siginifikan bagi anak di masa pertumbuhan (Gunarsa, 2004). Menurut Gunasa (2004) peran ibu dalam keluarga diantaranya: a. Mematuhi kebutuhan fisiologi dan psikis Kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral, sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Mula-mula ibu menjadi pusat logistik, memenuhi kebutuhan fisik, fisiologis, selanjutnya ibu juga harus memenuhi kebutuhan lainnya, seperti kebutuhan sosial,dan kebutuhan psikis. Ibu perlu menyadari perannya yaitu memenuhi kebutuhan anak. b. Peran ibu dalam merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan konsisten Seorang ibu yang sabar menanamkan sikap-sikap, kebiasaan pada anaknya, tidak panik dalam menghadapi gejolak di dalam maupun diluar diri
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
anak, akan memberi rasa tenang dan rasa tertampungnya unsur-unsur keluarga. c.
Peran ibu sebagai pendidik yang mampu mengatur dan mengendalikan
anak Ibu juga berperan dalam mendidik anak dan mengembangkan kepribadiannya. d. Ibu sebagai contoh dan teladan Dalam mengembangkan kepribadian dan membentuk sikap-sikap anak, seorang ibu perlu memberikan contoh dan teladan yang dapat diterima. Dalam pengembangan kepribadian anak belajar melalui peniruan terhadap orang lain. e.
Ibu sebagai manajer yang bijaksana Ibu mengatur rumah tangga dan menanamkan easa tanggung jawab
kepada anak. Anak pada usia dini sebaiknya sudah mengenal adanya peraturan yang harus diikuti. Adanya disiplin didalam keluarga akan memudahkan pergaulan di masyarakat kelak. f.
Ibu memberi rangsangan dan pelajaran Sejak masa bayi pendekatan ibu dan percakapan dengan ibu memberi
rangsangan bagi perkembangan anak, kemampuan bicara dan pengetahuan lainnya. g. Peran ibu sebagai istri Ibu yang berfungsi sebagai istri bagi suaminya perlu menyediakan waktu untuk berkontribusi, menciptakan keakraban, kemesraan dan kesatuan yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
akan memberikan tenaga baru untuk melaksanakan tugas-tugas lainnya dalam menciptakan suasana keluarga. 2.3.3 Ibu Dewasa Awal Menurut Hurlock (1980) masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen, dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas, dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Papalia, Olds, dan Feldman (2001) mengungkapkan bahwa kelompok dewasa awal (young adulthood) berkisar antara usia 20-40 tahun, dimana pada masa ini terjadi pelepasan peran sebagai remaja ke peran baru sebagai dewasa awal. Namun, di Indonesia, awal batas usia dewasa awal dimulai dari 25 tahun hingga 40 tahun, karena menurut Sareono (2006) batasan remaja untuk masyarakat Indonesia berakhir pada usia 24 tahun dan dinyatakan belum menikah.Ibu adalah seorang wanita yang telah melahirkan melahirkan seorang anak, kemudian merawat dan mengasuh anak tersebut dan merupakan tokoh sentral dan sangat penting dalam suatu kehidupan seorang anak. Jadi ibu yang berada pada dewasa awal adalah seorang wanita yang berada pada umur 20 – 40 tahun dan memiliki kedudukan sebagai tokoh sentral dalam kehidupan, dengan perannya untuk mengasuh dan merawat anak terus menerus dengan tujuan anaknya memiliki kesempatan untuk membentuk sebuah relasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
2.4 Kerangka Berpikir Dukungan Keluarga
Kecenderungan Depresi Postpartum
Gambar 1: Kerangka Berpikir Penelitian Wanita pasca persalinan kerap kali dihadapkan dengan perubahan suasana hati atau mood swing yang siklus perubahannya berlangsung cepat dan ibu yang mengalaminya tidak mengerti kenapa dirinya tiba-tiba bersedih. Gangguan mood selama periode pasca melahirkan merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada wanita. Postpartum depression atau PPD adalah gangguan suasana hati nonpsychotic yang muncul setelah melahirkan anak yang sudah biasa diteliti diseluruh dunia. (Sutjahjo., Manderson., & Astbury, 2007). Depresi pasca melahirkan adalah gangguan depresi mayor yang terjadi pada masa pasca melahirkan atau masa postpartum. Depresi pasca melahirkan dapat berlangsung sampai 3 bulan atau lebih dan berkembang menjadi depresi lain yang lebih berat atau ringan. Berdasarkan berbagai penelitian yang telah disebutkan sebelumnya , untuk menghadapi depresi postpartum tersebut ibu mengharapkan berbagai bentuk dukungan yang berasal dari berbagai kalangan tidak hanya dukungan dari suami. Ibu mengharapkan dukungan sosial yang lebih luas agar ia mampu menghadapi perubahan-perubahan yang ada pasca melahirkan Dukungan yang diharapkan ibu terutama dukungan keluarga seperti dari orang tua, mertua, ataupun adik dan kakak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang bersifat eksternal maupun internal dan terbukti sangat bermanfaat (Harnilawati, 2013). Melalui berbagai bentuk dukungan yang diberikan keluarga, diharapkan kemungkinan untuk munculnya postpartum depression pada ibu dapat berkurang. Dukungan yang diberikan keluarga dapat membantu seorang ibu untuk belajar mengenal, menerima dan mempergunakan perasaan barunya tentang dirinya serta melewati hari-hari barunya dengan penuh harap dan suka cita. Dengan begitu seorang ibu dapat dengan mudah menyesuaikan diri nya dengan keadaan pasca ia melaksanakan persalinan. Semakin baik dukungan keluarga yang ibu dapatkan maka semakin rendah kecenderungan depresi postpartum, dan semakin rendah dukungan keluarga yang ibu dapatkan maka semakin tinggi kecenderungan depresi postpartum.
2.5 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kecenderungan depresi postpartum pada ibu di Puskesmas Pondok Aren, Tangerang Selatan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/