BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengetahuan Peraturan Bupati Jepara Nomor 29 Tahun 2007 2.1.1.1. Pengertian Pengetahuan Secara umum, pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1994). Jadi dapat diartikan bahwa pengetahuan merupakan segala informasi yang tersimpan dalam ingatan seseorang setelah diperoleh dari nara sumber. Pengertian pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada
waktu
penginderaan
sampai
menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan
seseorang
diperoleh
melalui
pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata).
7
indera
8
2.1.1.2. Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda secara garis besarnya dibagi dalam tingkatan pengetahuan yaitu : a. Tahu (Know) Diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. b. Memahami (Comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut. Tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek
yang
dimaksud
dapat
menggunakan
atau
mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. d. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk
merangkum
hubungan
yang
atau logis
meletakkan dari
dalam
satu
komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki.
8
9
e. Analisis (Analysis) Analisis
adalah
kemampuan
seseorang
untuk
menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007). 2.1.1.3. Peraturan Bupati Jepara Nomor 29 Tahun 2007 Menurut Peraturan Bupati Jepara Nomor 29 Tahun 2007 menyatakan : Pasal 1 : Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jepara merupakan salah satu dokumen perencanaan pembangunan Kabupaten Jepara serta sebagai landasan dan pedoman operasional
bagi
penyusunan
rencana
pembangunan di Kabupaten Jepara dari tingkat desa sampai dengan tingkat kabupaten. Pasal 2 : Sistematika Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jepara adalah : BAB I
: Pendahuluan
BAB II : Pembangunan Jangka Panjang Daerah
9
10
BAB III : Pembangunan
Jangka
Menengah
Daerah BAB IV : Pembangunan Tahunan Daerah BAB V : Perencanaan Pembangunan Desa BAB VI : Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) BAB VII : Partisipasi Masyarakat BAB VIII: Penutup Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jepara disusun dengan tujuan untuk : a. Memberikan arah dan pedoman dalam penyusunan dokumen perencanaan baik bersifat makro maupun spasial. b. Memberikan penjaringan
arah
dan
aspirasi
pedoman
masyarakat
dalam
proses
terkait
dalam
perencanaan pembangunan daerah. c. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar wilayah, antar ruang, antar waktu maupun antar fungsi dan urusan Satuan Kerja Perangkat Daerah, maupun antar kebijakan pusat dan kebijakan daerah. d. Menjamin perencanaan,
keterkaitan
dan
penganggaran,
konsistensi pelaksanaan
antara dan
pengawasan.
10
11
e. Memberikan arah dalam pelaksanaan Musrenbang Tingkat Desa, Kecamatan dan Kabupaten. f. Memberikan arah dan pedoman dalam menentukan skala prioritas pembangunan. 2.1.1.4. Terciptanya Pengetahuan Masyarakat tentang Peraturan Bupati Jepara Nomor 29 Tahun 2007 Untuk menciptakan pengetahuan masyarakat tentang Peraturan Bupati Jepara Nomor 29 Tahun 2007 yaitu melalui sosialisasi Musrenbang. Adapun diskripsi aturan Musrenbang Kabupaten Jepara, dapat dijelaskan bahwa mekanisme perencanaan pembangunan tahunan pada tahun rencana 2007, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen perencanaan Jangka Panjang Daerah, Dokumen Jangka Menengah Daerah yang secara khusus diatur melalui Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional SPPN, dimana dalam rangka pelaksanaan RPJMD pemerintah daerah wajib menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD, dengan mengkoordinasikan antar instasi dan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat, sedangkan aturan teknis sebagaimana Surat Edaran Bersama SEB Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor
11
12
0008/M.PPN/01/2007.050/264A/SJ:
perihal
pelaksanaan
dan
Perencanaan
Musyawarah
perencanaan
Forum
Musrenbang
Pedoman
Partisipatif Daerah, mengatur tentang : a. Pelaksanaan
Forum
Pembangunan Tingkat Pusat. b. Pelaksanaan Forum Musrenbang tingkat Nasional Musrenbangnas. c. Forum perencanaan Pembangunan Tingkat Daerah yang dirinci sebagai berikut : 1. Forum Musrenbang Propinsi 2. Forum Musrenbang Kabupaten / Kota 3. Forum Musrenbang Tingkat Kecamatan 4. Forum Musrenbang Tingkat Desa/kelurahan Untuk Musrenbang tingkat desa/kelurahan pemerintah kabupaten mengangkat seorang pendamping atau fasilitator desa, dimana selama ini yang menjadi pendamping atau fasilitator desa adalah NGO dan LSM. SEB tersebut juga mengatur sampai pada jadwal pelaksanaan Musrenbang dari tingkat Desa atau Kelurahan sampai
tingkat
Pusat,
dan
pengorganisasian
pelaksanaannya, pelibatan stakeholders dan komposisi keterlibatan.
12
13
Konsekwensi dari SEB tersebut harus dilaksanakan sebagaimana
mekanisme
dan
tahapan
yang
telah
ditentukan, Pemerintah Kabupaten Jepara menindaklanjuti dengan
Surat
Edaran
(SE)
Bupati
Jepara
Nomor
050/0068/2007 perihal Pedoman Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jepara, yang ditujukan kepada, seluruh Kepala SKPD, dan seluruh Camat di Kabupaten Jepara, untuk segera melaksanakan musyawarah perencanaan
dengan
melibatkan
sebagaimana
yang telah
stakeholders
ditetapkan
dalam
terkait kalender
perencanaan daerah, dengan pokok-pokok sebagai berikut : a. Camat
berkewajiban
melaksanakan
Musrenbang
Kecamatan sebagaimana kalender perencanaan yang telah ditetapkan. b. Camat berkewajiban mensosialisasikan kepada desa atau
kelurahan
perihal
mekanisme
dan
jadwal
pelaksanaan Musrenbang desa atau kelurahan. c. Kepala SKPD berkewajiban melaksanakan Forum SKPD sebagaimana kelender perencanaan dengan melibatkan stekeholders terkait SKPD. d. Pelaksanaan
Musrenbang
Kabupaten
dilaksanakan
sebagaimana kalender perencanaan dengan melibatkan stakeholders yang lebih luas.
13
14
2.1.2. Perencanaan Pembangunan Daerah 2.1.2.1. Pengertian Perencanaan Perencanaan memiliki banyak makna sesuai dengan pandangan masing-masing ahli dan belum terdapat batasan yang dapat diterima secara umum. Pengertian atau batasan perencanaan tersebut antara lain : a.
Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu pada hakekatnya terdapat pada setiap jenis usaha manusia (Khairuddin, 1992 : 47).
b.
Perencanaan
adalah
merupakan
suatu
upaya
penyusunan program baik program yang sifatnya umum maupun yang spesifik, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Sa’id & Intan, 2001 : 44). c.
Perencanaan sebagai Analisis Kebijakan (Planning as Policy Analysis) yaitu, merupakan tradisi yang diilhami oleh logika-logika berpikir ilmu manajemen, administrasi publik, kebangkitan kembali ekonomi neoklasik, dan teknologi informasi yang disebut sibernetika (Aristo, 2004). Perencanaan, meskipun mengandung pengertian masa
depan, bukanlah hipotesis yang dibuat tanpa perhitungan.
14
15
Hipotesis dalam perencanaan selalu didasarkan atas datadata dan perkiraan yang telah tercapai, dan juga memperhitungkan sumber daya yang ada dan akan dapat dihimpun.
Dengan
demikian,
perencanaan
berfungsi
sebagai pedoman sekaligus ukuran untuk menentukan perencanaan berikutnya. Mosher (1965 : 191) menyatakan bahwa, seringkali perencanaan hanya meliputi kegiatankegiatan baru, atau alokasi keuangan untuk kegiatankegiatan lama, tanpa menilai kembali kualitasnya secara kritis. Seringkali lebih banyak sumbangan dapat diberikan kepada
pembangunan
dengan
memperbaiki
kualitas
kegiatan yang sedang dalam pelaksanaan daripada memulai yang baru. Perencanaan
pada
dasarnya
adalah
penetapan
alternatif, yaitu menentukan bidang-bidang dan langkahlangkah perencanaan yang akan diambil dari berbagai kemungkinan bidang dan langkah yang ada. Bidang dan langkah yang diambil ini tentu saja dipandang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, sumber daya yang tersedia dan mempunyai resiko yang sekecil-kecilnya. Oleh sebab itu, dalam penentuannya timbul berbagai bentuk perencanaan yang merupakan alternatif-alternatif ditinjau
15
16
dari berbagai sudut, seperti yang dijelaskan oleh Westra (1980) dalam Khairuddin (1992 : 48), antara lain : a. Dari segi jangka waktu, perencanaan pembangunan dapat dibedakan : (Perbup. No. 29 tahun 2007, Bab II dan Bab III) 1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
merupakan
dokumen
perencanaan
pembangunan
daerah
visi,
misi
dan
arah
pembangunan
daerah
yang
akan
diacu
dan
dipedomani
dalam
penganggaran,
penyusunan
pelaksanaan
dan
perencanaan, pengawasan
pembangunan dalam kurun waktu 20 tahun. 2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah merupakan penjabaran visi, misi dan program
Kepala
Daerah
terpilih
yang
penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah serta memperhatikan RPJM Daerah Provinsi. RPJM Daerah memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan
16
17
program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. b. Dari segi luas lingkupnya, perencanaan dapat dibedakan antara lain : 1. Perencanaan nasional (umumnya untuk mengejar keterbelakangan suatu bangsa dalam berbagai bidang). 2. Perencanaan regional (untuk menggali potensi suatu wilayah
dan
mengembangkan
kehidupan
masyarakat wilayah itu) 3. Perencanaan lokal, misalnya; perencanaan kota (untuk mengatur pertumbuhan kota, menertibkan penggunaan tempat dan memperindah corak kota) dan perencanaan desa (untuk menggali potensi suatu desa
serta
mengembangkan
masyarakat
desa
dicakup,
dapat
tersebut). c. Dari
segi
bidang
kerja
yang
dikemukakan antara lain : industrialisasi, agraria (pertanahan),
pendidikan,
kesehatan,
pertanian,
pertahanan dan keamanan, dan lain sebagainya.
17
18
d. Dari segi tata jenjang organisasi dan tingkat kedudukan manajer, perencanaan dapat dibedakan : perencanaan haluan policy planning, perencanaan program (program planning),
dan
perencanaan
langkah
operational
planning. 2.1.2.2. Pengertian Perencanaan Pembangunan Istilah
perencanaan
pembangunan
(khususnya
pembangunan ekonomi) sudah sangat umum didengar dalam pembicaraan sehari-hari. Namun demikian dalam berbagai
literatur
tentang
perencanaan
memberikan
pengertian berbeda-beda tentang pengertian tersebut. Conyers & Hills (1994) mendefinisikan perencanaan sebagai suatu proses yang bersinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Berdasarkan definisi tersebut berarti ada 4 elemen dasar perencanaan yakni : a. Merencanakan berarti memilih, definisi ini dikenalkan oleh Yulius Nyerere (mantan Presiden Tanzania) ketika menyampaikan pidato Repelita II Tanzania pada tahun 1969. Perencanaan merupakan proses memilih di antara berbagai kegiatan yang diinginkan karena tidak semua yang diinginkan tersebut dapat dilakukan dan tercapai
18
19
secara simultan. Hal ini menyiratkan bahwa hubungan antara
perencanaan
dengan
proses
pengambilan
keputusan sangat erat sehingga banyak literatur perencanaan
membahas
pendekatan-pendekatan
alternatif proses pengambilan keputusan, terutama berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan dan urut-urutan tindakan di dalam proses pengambilan keputusan. b. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya. Penggunaan istilah "sumber daya" di sini menunjukkan segala sesuatu yang dianggap berguna dalam pencapaian suatu tujuan tertentu. Sumber daya di sini mencakup sumber daya alam (tanah, air. hasil tambang, dan sebagainya), sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keuangan. Perencanaan mencakup proses pengambilan keputusan tentang bagaimana penggunaan sumber daya yang tersedia sebaik-baiknya. Oleh karena itu, kuantitas dan kualitas sumber daya tersebut berpengaruh sangat penting dalam proses memilih di antara berbagai pilihan tindakantindakan yang ada. c. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Konsep perencanaan sebagai alat pencapaian tujuan
19
20
muncul berkenaan dengan sifat dan proses penetapan tujuan. Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh seorang perencana adalah bahwa tujuan-tujuan mereka kurang dapat diartikulasikan secara tepat. Seringkali tujuan-tujuan tersebut didefinisikan secara kurang tegas, karena kadang kala tujuan-tujuan tersebut ditetapkan oleh pihak lain. d. Perencanaan untuk masa depan. Salah satu elemen penting dalam perencanaan adalah elemen waktu. Tujuan-tujuan perencanaan dirancang untuk dicapai pada masa yang akan datang dan oleh karena itu perencanaan berkaitan dengan masa depan. 2.1.2.3. Perencanaan Pembangunan Masyarakat Soetomo pembangunan
(2006
:
masyarakat
56)
menjelaskan
dilihat
dari
bahwa,
mekanisme
perubahan dalam rangka mencapai tujuannya, kegiatan pembangunan masyarakat ada yang mengutamakan dan memberikan penekanan pada bagaimana prosesnya sampai suatu hasil pembangunan dapat terwujud, dan adapula yang lebih menekankan pada hasil material, dalam pengertian proses dan mekanisme perubahan untuk mencapai suatu hasil material tidak begitu dipersoalkan, yang penting dalam waktu relatif singkat dapat dilihat hasilnya secara
20
21
fisik. Pendekatan yang pertama seringkali disebut sebagai pendekatan
yang
menekankan
mengutamakan
pada
aspek
proses
dan
manusianya,
lebih
sedangkan
pendekatan yang kedua disebut sebagai pendekatan yang mengutamakan hasil-hasil material dan lebih menekankan pada target. Secara
umum
community
development
adalah
kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan
kualitas
kehidupan
yang
lebih
baik
apabila
dibandingkan dengan kegiatan pembangunan berikutnya. Dengan dasar itulah maka pembangunan masyarakat secara umum ruang lingkup program-programnya dapat dibagi berdasarkan kategori sebagai berikut : (1) community service, (2) community empowering, dan (3) community relation (Rudito & Budimanta, 2003 : 29, 33). Solihin
(2006),
mengungkapkan
tiga
tahapan
perencanaan pembangunan yaitu : (1) perumusan dan penentuan tujuan, (2) pengujian atau analisis opsi atau pilihan yang tersedia, dan (3) pemilihan rangkaian tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan telah disepakati bersama. Dari ketiga tahapan
21
22
perencanaan tersebut dapat didefenisikan perencanaan pembangunan wilayah atau daerah sebagai berikut yaitu : suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku (aktor) baik umum (publik) atau pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat stakeholder lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial, ekonomi dan aspek lingkungan lainnya. Selanjutnya Adi (2003 : 81-82), pada perencanaan sosial tidak ada asumsi yang pervasif mengenai
tingkat
intraktabilitas
ataupun
konflik
kepentingan. Dalam perencanaan sosial klien lebih dilihat sebagai konsumen dari suatu layanan (service), dan mereka akan menerima serta memanfaatkan program dan layanan sebagai hasil dari proses perencanaan. Suzetta
(2007)
menjelaskan
bahwa,
Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, telah dijabarkan lebih lanjut ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 dan No. 40 Tahun 2006. Sistem perencanaan ini diharapkan dapat mengkoordinasikan seluruh upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai pelaku pembangunan sehingga menghasilkan sinergi yang optimal dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia. Berdasarkan hal tersebut,
maka
Proses
perubahan
sosial
(atau
22
23
“pembangunan”) tersebut perlu dilakukan secara terencana, terkoordinasi, konsisten, dan berkelanjutan, melalui “peran pemerintah bersama masyarakat” dengan memperhatikan kondisi
ekonomi,
perubahan-perubahan
sosio-politik,
perkembangan sosial-budaya yang ada, perkembangan ilmu dan teknologi, dan perkembangan dunia internasional atau globalisasi. 2.1.3. Partisipasi Masyarakat 2.1.3.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat Istilah partisipasi sekarang ini menjadi kata kunci dalam setiap program pengembangan masyarakat dimanamana, seolah-olah menjadi “lebel baru” yang harus melekat pada setiap rumusan kebijakan dan proposal proyek. Dalam perkembangannya berulang-ulang
seringkali
tetapi
diucapkan
dan
kurang dipraktekkan,
ditulis sehingga
cenderung kehilangan makna. Partisipasi sepadan dengan arti peran serta, ikut serta, keterlibatan, atau proses belajar bersama saling memahami, menganalisis, merencanakan dan melakukan tindakan oleh sejumlah anggota masyarakat. Menurut Peraturan Bupati. No. 29 Tahun 2007 dijelaskan kata partisipasi bermakna keikutsertaan atau peran serta. Kata tersebut menjadi salah satu tolak ukur perencanaan dan begitu berarti di era sekarang ini, dimana
23
24
seluruh komponen stakeholders atau pelaku pembangunan daerah mempunyai peran yang sangat berarti dalam proses pembangunan suatu daerah. Jadi, partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses keterlibatan masyarakat secara sadar dan nyata dalam serangkaian proses pembangunan mulai dari tingkat perencanaan (perumusan kebijakan) hingga pada tingkat pengendalian
(pengawasan
dan
evaluasi)
program
menyatakan
bahwa,
pembangunan. Asngari
(2001
:
29)
penggalangan partisipasi itu dilandasi adanya pengertian bersama dan adanya pengertian tersebut adalah karena diantara
orang-orang
itu
saling
berkomunikasi
dan
berinteraksi sesamanya. Dalam menggalang peran serta semua pihak itu diperlukan : (1) terciptanya suasana yang bebas atau demokratis, dan (2) terbinanya kebersamaan. Selanjutnya Slamet (2003 : 8) menyatakan bahwa, partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan,
dan
ikut
serta
memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Gaventa dan Valderama (1999) dalam Aristo (2004), mencatat ada tiga tradisi konsep partisipasi terutama bila
24
25
dikaitkan demokratis
dengan yaitu
pembangunan :
(1)
masyarakat
partisipasi
politik
yang
Political
Participation, (2) partisipasi sosial Social Participation dan (3) partisipasi warga Citizen Participation atau Citizenship. Ketiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Partisipasi
politik
(political
participation)
lebih
berorientasi pada ”mempengaruhi” dan ”mendudukan wakil-wakil rakyat” dalam lembaga pemerintahan ketimbang
partisipasi
aktif
dalam
proses-proses
kepemerintahan itu sendiri. b. Partisipasi sosial (social participation), partisipasi ditempatkan sebagai keterlibatan masyarakat terutama yang dipandang sebagai beneficiary atau pihak di luar proses
pembangunan
dalam
konsultasi
atau
pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek pembangunan dari evaluasi kebutuhan sampai penilaian, implementasi, pemantauan dan evaluasi. Partisipasi
sosial
sebenarnya
dilakukan
untuk
memperkuat proses pembelajaran dan mobilisasi sosial. Dengan kata lain, tujuan utama dari proses partisipasi sosial sebenarnya bukanlah pada kebijakan publik itu sendiri tetapi keterlibatan komunitas dalam dunia
25
26
kebijakan publik lebih diarahkan sebagai wahana pembelajaran dan mobilisasi sosial. c. Partisipasi warga (citizen participation/citizenship) menekankan pada partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Partisipasi warga telah mengalihkan konsep partisipasi “dari sekedar kepedulian terhadap ‘penerima derma’ atau ‘kaum tersisih’ menuju ke suatu kepedulian dengan berbagai bentuk keikutsertaan warga dalam
pembuatan
keputusan
di
kebijakan
berbagai
dan
gelanggang
pengambilan kunci
yang
mempengaruhi kehidupan mereka”. Maka berbeda dengan partisipasi sosial, partisipasi warga memang lebih berorientasi pada agenda penentuan kebijakan publik oleh warga ketimbang menjadikan arena kebijakan publik sebagai wahana pembelajaran. 2.1.3.2. Tujuan Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan sebagai wujud pelaksanaan demokrasi sesuai kaidah kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka pencapaian sasaran otonomi daerah dan atau pembangunan
26
27
berkelanjutan dan memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan. 2.1.3.3. Fungsi Partisipasi Masyarakat Penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan berfungsi sebagai : a. Peningkatan kapasitas terhadap masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. b. Sebagai wadah aspirasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. c. Sebagai wadah bagi masyarakat dalam merumuskan persoalan dan memecahkan masalah pembangunan dan pemerintahan. 2.1.3.4. Pendekatan Partisipasi Menurut Mikkelsen (2001 : 65), bahwa secara garis besarnya ada dua pendekatan dalam hal partisipasi, yaitu: a. Partisipasi
datang
dari
masyarakat
itu
sendiri,
merupakan tujuan dalam proses demokrasi. Namun demikian, sedikit saja masyarakat yang mau melakukan pendekatan partisipasi secara sukarela dalam kegiatan pembangunan. b. Partisipasi dengan motivasi positif yang bersifat memaksa. Dengan pendekatan ini masyarakat dipaksa untuk melakukan partisipasi dalam pembangunan
27
28
dengan
motivasi
agar
dapat
melaksanakan
dan
menikmati hasil pembangunan secara lebih baik. Selanjutnya disebutkan bahwa partisipasi dapat dilaksanakan dengan tingkat paksaan dan sukarela yang berbeda-beda pula. Namun demikian, guna mencapai keberhasilan pembangunan partisipasi aktif dan sukarela merupakan hal ideal yang harus diupayakan.
2.2. Kerangka Pemikiran Dalam
kerangka
pemikiran
ini
menggambarkan
besarnya
pengetahuan masyarakat tentang Peraturan Bupati Jepara No. 29 Tahun 2007 yaitu berkaitan dengan tata cara penyusunan perencanaan pembangunan daerah, diharapkan memberikan kontribusi yang cukup besar untuk berpartisipasi dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Jepara. Kerangka pemikiran secara sederhana ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Pengetahuan Masyarakat
Partisipasi Masyarakat Dalam
Tentang Peraturan Bupati
Penyusunan Perencanaan
Jepara No. 29 Tahun 2007
Pembangunan Daerah
28
29
2.3. Perumusan Hipotesis Hipotesis menurut J. Supranto (2000 : 167) didefinisikan sebagai properti atau anggapan yang mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau pemecahan persoalan ataupun untuk dasar pemikiran lebih lanjut. Dalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah : “Diduga pengetahuan masyarakat tentang Peraturan Bupati Jepara No. 29 Tahun 2007 berpengaruh positif terhadap partisipasi masyarakat dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Jepara".
29