BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pengawasan Pengertian pengawasan menurut George R. Terry (1968) adalah kegiatan untuk membuat evaluasi dan koreksi terhadap suatu hasil yang dicapai, dengan maksud agar hasil tersebut sesuai dengan rencana (Control is to determine what is accomplished evaluate it, and apply corrective measure, if needed to result in keeping with the plan). Dengan demikian tindakan pengawasan itu tidak dilakukan terhadap suatu proses kegiatan yang sedang berjalan, akan tetapi justru pada akhir suatu kegiatan setelah kegiatan tersebut menghasilkan sesuatu. Hendry Fanyol dalam Henry Fayol dan Harahap (2001) menyebutkan: “Control consist in veryfiying wether everything accur in comformity with the plan asopted, the instruction issued and principles established. It has for object to point out weaknesses and errors in to rectivy then and prevent recurrance” Adapun maksud dari pengertian pengawasan diatas adalah suatu kegiatan yang menilai apakah sesuatu telah berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, instruksi yang diberikan dan prinsip-prinsip yang ditegakkan. Melalui pengawasan tersebut akan dapat ditemukan kelemahan-kelemahan dan kesalahankesalahan untuk diperbaiki dan mencegah terulang kembali. Sementara itu menurut Newman (1963): Pengawasan adalah suatu usaha untuk menjamin agar tugas yang diberikan dilaksanakan sesuai dengan rencana (“control is assurance that the perfomance conform to plan”). Karena itu, pengawasan merupakan suatu tindakan yang dilakukan selama proses suatu kegiatan sedang berjalan. 9
Universitas Sumatera Utara
S.P. Siagian (2002) mengambarkan pengawasan sebagai berikut; “Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.” Pengawasan tidak dilaksanakan pada akhir suatu kegiatan, justru pengawasan dilaksanakan pada saat kegiatan sedang berjalan untuk menilai dan mewarnai hasil yang akan dicapai oleh kegiatan yang sedang dilaksanakan tersebut. Berdasarkan definisi diatas maka dapat dilihat Siagian sependapat dengan Newman dimana pengawasan menitik beratkan pada tindakan pengawasan pada proses yang sedang berjalan atau dilaksanakan. Pengawasan merupakan kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto dengan tujuan hanyalah terbatas untuk melihat apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolak ukur yang telah ditentukan sebelumnya karena di dalam pengawasan itu tidak ada kegiatan yang bersifat korektif ataupun pengarahan. Secara teoritis pengawasan berfungsi sebagai : Eksplanasi, menghimpun informasi yang dapat menjelaskan mengapa hasil-hasil kebijakan publik dan program yang direncanakan berbeda; Akuntansi, menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk melakukan akuntansi atas perubahan sosial ekonomi yang terjadi setelah dilaksanakannya sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu; Pemeriksaan, membantu menentukan apakah sumber daya dan pelayanan yang dimaksudkan untuk kelompok sasaran maupun konsumen tertentu memang telah sampai kepada mereka dan Kepatuhan, bermanfaat untuk menentukan apakah tindakan dari para administrator program, staf dan pelaku lain sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
standar dan prosedur yang dibuat oleh legislator, instansi pemerintah dan atau lembaga profesional.
2.2. Pengertian Pengawas Pemilu Pengertian Pengawas Pemilu menurut undang-undang Pemilu adalah nama sebuah lembaga Pengawas Pemilu. Di tingkat nasional atau pusat disebut dengan Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI), sedangkan di tingkat provinsi disebut Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi), di tingkat kabupaten/kota disebut Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten/Kota, di tingkat kecamatan disebut Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan, di tingkat kelurahan disebut Pengawas Pemilu Lapangan (PPL). Badan Pengawas Pemilu di tingkat pusat bersifat permanen dengan masa kerja 5 tahun, sedangkan Bawaslu Provinsi sebelumnya bernama Panwaslu Provinsi yang bersifat ad hoc, namun dengan adanya Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 Panwaslu Provinsi berganti menjadi Bawaslu Provinsi yang bersifat permanen untuk masa kerja 5 tahun. Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan adalah lembaga ad hoc yang dibentuk sebelum tahapan pertama Pemilu (pendaftaran pemilih) dimulai dan dibubarkan setelah calon yang terpilih dalam Pemilu dilantik. Menurut undang-undang Pemilu Pengawas Pemilu adalah lembaga yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan tahapan Pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, dan sengketa Pemilu.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Sejarah Pengawas Pemilu Bangsa Indonesia pertama kali menyelenggarakan pemilihan umum pada tahun 1955. Sejak saat itu sampai dengan pemilu terakhir di tahun 2009 sudah diadakan sepuluh kali pemilihan umum yaitu pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan 2004 serta 2009. Namun kepedulian akan pentingnya pengawasan dalam pemilu baru dilaksanakan pada tahun 1980. Pemerintah sebagai pihak penyelenggara pemilu
pada saat itu segera membentuk badan
pengawas pemilu dari tingkat pusat sampai daerah. Lembaga yang diberi nama Panitia Pengawasan Pelaksana (Panwaslak) ini dipimpin langsung oleh Jaksa Agung dan birokrasi sipil serta militer bertindak sebagai pelaksana lapangannya. Panwaslak sebagai pengawas pemilu internal ini baru diperkenalkan menjelang pemilu Orde Baru ke-3 dalam UU No. 2 tahun 1980 tentang perbaikan kedua kalinya UU No. 15/1969 tentang Pemilu anggota DPR/MPR. Menurut Arbi Sanit (1997) Regulasi pada masa Orde Lama maupun Orde Baru menganut falsafah kekuasaan tradisional, yakni terdapatnya niat pemerintah sebagai pola hubungan kekuasaan dalam proses pengawasan pemilu, dimana pemilu diawasi sendiri oleh pemerintah sebagai pelaksananya (prinsip pengawasan internal). Ada beberapa model pengawasan yang pernah dilaksanakan di Indonesia. 1 Pertama, Model Pengawasan Pemilu bagian Kejaksaan Agung Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum (PANWASLAK) sebagai
1 Musfialdy, S.Sos, M. Si: Mekanisme Pengawasan Pemilu Di Indonesiahttp://musfialdy.blogspot.com/2012/05/meknanisme-pengawasan-pemilu-di.html, diakses Senin, 28 Oktober 2013, 15:30:21
Universitas Sumatera Utara
pengawas pemilu internal ini baru diperkenalkan menjelang pemilu Orde Baru ke3 dalam UU No. 2 tahun 1980 tentang perbaikan kedua kalinya UU No. 15/1969 tentang Pemilu anggota DPR/MPR. Perubahan ini lahir sebagai kekurangefektifan parlemen karena dihasilkan pemilu tanpa pengawasan, dan kesulitan pemerintah dalam menghadapi krisis minyak, telah memaksa pemerintah dalam memenuhi kebutuhan terciptanya dukungan masyarakat kepada mereka. Keberadaan PANWASLAK merupakan organ pengawasan yang dibentuk oleh Panitia Pemilu di Indonesia (PPI). Lembaga ini dipimpin langsung oleh Jaksa Agung dan birokrasi sipil serta militer bertindak sebagai pelaksana lapangannya PANWASLAK dibentuk ditiap Panitia Pemilu mulai dari pusat hingga kecamatan. Komposisi keanggotaannya diambil dari unsur pemerintah, Golkar, PPP, PDI, dan ABRI. Kedua, Model Pengawasan Bagian Masyarakat berawal dari lontaran isu yang dilemparkan oleh PPP, yang akan membentuk Lajnah (lembaga pengawas) pemilu hingga ke tingkat kecamatan, menjelang pemilu 1997, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Badung nekad mendirikan Lembaga Independen Pemantau Pemilu (LIPP) yang akan mengawasi pelaksanaan pemilu sejak pendaftaran pemilih sampai pengumuman perhitungan suara. Pendirian lembaga pengawas yang dideklarasikan di Bandung itu ternyata mendapat sambutan cukup luas dari para aktifis LSM, aktifis mahasiswa dan LBH di 10 propinsi lainnya di Indonesia. Tak berselang lama, lahirlah KIPP (Komite Independen Pengawas Pemilu) yang dimotori oleh Goenawan Muhammad dan kawan-kawan. Landasan filosofis didirikannya KIPP ini adalah realitas bahwa pemilu telah banyak dikotori dengan
Universitas Sumatera Utara
kecurangan dan manipulasi, hak rakyat diabaikan. Kelahirannya adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan demokrasi baru yang lebih baik, sehingga KIPP diorientasikan untuk membangun kepercayaan rakyat bahwa mereka bisa bekerja untuk perbaikan. Selain atas kehadiran LIPP dan KIPP, sejumlah tokoh yang dipelopori oleh Luhut Sitompul, dan kawan kawan, membentuk Tim Obyektif Pemantau Pemilu (TOPP). Institusi ini bersifat independen guna mendukung peran, posisi, serta fungsi PANWASLAK sebagai lembaga resmi yang berwenang melakukan pengawasan. (Wahidah, 2004). Ketiga, Model Pengawasan Pemilu Bagian Makamah Agung (MA) Pemilu 1999 lalu memang terbilang istimewa, sebab untuk pertama kalinya tugas pengawasan pemilu diserahkan kepada lembaga yudikatif, yakni Makamah Agung dan badan-badan peradilan dibawah. Keempat, Model Pengawasan Pemilu Bentukan KPU, berdasarkan Pasal 120 UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, untuk melaksanakan pengawasan pemilu dibentuk Panitia Pengawas Pemilu. Panitia Pengawas Pemilu ini dibentuk oleh KPU, sedangkan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi sampai Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan dibentuk oleh Panitia Pengawas Pemilu diatasnya. Demikian juga Panitia Pengawas Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, menurut pasal 76 UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, tugas dan wewenang pengawasan pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilakukan oleh panitia Pengawas Pemilu seperti Panitia Pengawas Pemilu DPR, DPD dan DPRD. Mekanisme kerja Penitia Pengawas Pemilu ini pun lebih banyak dikoordinasikan kepada KPU/KPUD. (Wahidah 2004). Kelima, Model Pangawasan Pemilu
Universitas Sumatera Utara
bersifat tetap. Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 penyelenggaraan pengawasan Pemilu dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Bawaslu dibantu oleh Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Badan Pengawas Pemilu merupakan lembaga yang bersifat tetap. Anggotanya diangkat sekali dalam 5 tahun atau bersifat tetap. Sedangkan Panwaslu di Provinsi, Panwaslu di Kabupaten/Kota, Panwaslu di Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri bersifat ad hoc. Panwaslu di Provinsi, Panwaslu di Kabupaten/Kota, Panwaslu di Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemilu dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu selesai. Bawaslu berkedudukan di ibu kota negara. Panwaslu di Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi. Panwaslu Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota Kabupaten/kota. Panwaslu Kecamatan berkedudukan di ibu kota kecamatan. Pengawas Pemilu Lapangan berkedudukan di desa/kelurahan. Pengawas Pemilu Luar Negeri berkedudukan di kantor perwakilan Republik Indonesia. Kronologis pembentukan pengawas pemilu sejak tahun 1955 sampai dengan tahun 2009 2: 1. Pemilu Tahun 1955: Penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 tak lepas dari pengawasan, dan pemantauan yang dilakukan oleh partai-partai politik,
2 www.bawaslu.go.id
Universitas Sumatera Utara
organisasi dan perseorangan serta aparatur pemerintahan yang ada hubungannya dengan penegak hukum dalam periode ini, lembaga pengawas secara resmi belum diatur di dalam Undang-Undang. 2. Pemilu Tahun 1971: Pengawasan penyelenggaraan Pemilu 1971 dilakukan oleh partai politik peserta pemilihan umum dan masyarakat, karena belum terbentuk lembaga khusus. 3. Pemilu Tahun 1977: Pengawasan pada Pemilu ini dilakukan oleh organisasi peserta pemilihan umum dan oleh masyarakat. 4. Pemilu Tahun 1982: Pembentukan Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 dilatari oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas pemilu pada Pemilu 1971. Karena pelanggaran dan kecurangan pemilu yang terjadi pada Pemilu 1977 jauh lebih masif. Protes-protes ini lantas direspons pemerintah dan DPR yang
didominasi
Golkar
dan
ABRI.
Akhirnya
muncullah
gagasan
memperbaiki undang-undang yang bertujuan meningkatkan ‘kualitas’ Pemilu 1982. Demi memenuhi tuntutan PPP dan PDI, pemerintah setuju untuk menempatkan wakil peserta pemilu ke dalam kepanitiaan pemilu. Selain itu, pemerintah juga mengintroduksi adanya badan baru yang akan terlibat dalam urusan pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU). Badan baru ini Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum (Panwaslak Pemilu) yang bertugas mengawasi pelaksanaan pemilu.
Universitas Sumatera Utara
Pada Pemilu tahun 1982, lembaga pengawas Pemilu secara resmi sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980. Pengawasan dalam periode ini telah dilakukan oleh suatu lembaga resmi yang di bentuk berdasarkan undang-undang, yaitu : a. Panwaslakpus terdiri dari seorang Ketua dan 5 (lima) orang wakil ketua dan anggota-anggota diambil dari unsur pemerintah. b. Panwaslak I, terdiri dari seorang Ketua dan 5 (lima) orang wakil ketua dan anggota-anggota. c. Panwaslak II, terdiri dari seorang Ketua dan 5 (lima) orang wakil ketua dan anggota-anggota. d. Panwaslakcam, terdiri dari seorang Ketua dan 5 (lima) orang wakil ketua dan anggota-anggota. Adapun sasaran pengawasan terhadap Pemilu Tahun 1982 adalah sebagai berikut: pendaftaran pemilih dan jumlah penduduk; kampanye; pengawasan penghitungan suara; pengawasan terhadap penetapan hasil pemilu; pengawasan terhadap pembagian kursi. 5. Pemilu Tahun 1987: Pada Pemilu 1987 lembaga dan sasaran pengawasan sama dengan Pemilu tahun 1982. 6. Pemilu Tahun 1992: Organisasi pengawasan, keanggotaan, tugas, dan sasaran pengawasan sama dengan Pemilu 1987. 7. Pemilu Tahun 1997: Organisasi pengawasan, keanggotaan, tugas, dan sasaran pengawasan sama dengan Pemilu 1987 dan Pemilu 1992.
Universitas Sumatera Utara
8. Pemilu Tahun 1999: Dengan struktur, fungsi, dan mekanisme kerja yang baru, pengawas pemilu tetap diaktifkan untuk Pemilu 1999. Namanya pun diubah dari Panitia Pengawas Pelaksana Pemilihan Umum (Panwaslak Pemilu) menjadi Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Pembentukan, Pengangkatan dan Pelantikan Keanggotaan Panwaslu sebagai berikut : a. Panwaslu Pusat berkedudukan di ibukota negara yang beranggotakan 30 (tiga puluh) orang. b. Panwaslu Tingkat I berkedudukan di ibukota provinsi yang beranggotakan 17 (tujuh belas) orang. c. Panwaslu Tingkat II berkedudukan di ibukota kabupaten/kotamadya yang beranggotakan sekurang-kurangnya 17 (tujuh belas) orang. d. Panwaslu Tingkat Kecamatan (Panwaslucam) berkedudukan di ibukota kecamatan beranggotakan sekurang-kurangnya 9 (sembilan) orang. 9. Pemilu Tahun 2004: Untuk melakukan pengawasan Pemilu 2004 dibentuk Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) tingkat Pusat 9 orang, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi 7 orang, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota 5 orang, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan 3 orang, yang berasal dari unsur Kepolisian Negara, Kejaksaaan, Perguruan Tinggi, Tokoh Masyarakat dan Pers. Panwaslu 2004 dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor : 88 Tahun 2003. 10. Pemilu Tahun 2009: Pengawasan Pemilu 2009 dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dengan anggota berjumlah 5 orang. Di tingkat provinsi dibentuk Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi, di tingkat
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten/Kota
dibentuk
Panitia
Pengawas
Pemilu
(Panwaslu)
Kabupaten/Kota, di tingkat Kecamatan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan, dengan anggota disetiap tingkat sebanyak 3 (tiga) orang. Selain itu, tingkat Desa/Kelurahan dibentuk Pengawas Pemilu Lapang (PPL).
2.4. Peranan Pengawas Pemilu Berdasarkan Perbawaslu No.13 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pengawasan Pemilihan Umum yang dimaksud dengan
Pengawasan Pemilu
adalah kegiatan mengamati, mengkaji, memeriksa, dan menilai proses penyelenggaraan Pemilu sesuai peraturan perundang-undangan. Di
Indonesia
Pengawas Pemilu dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana pemilu. Dibentuknya pengawas pemilu dengan tujuan untuk menegakkan integritas penyelenggara,
penyelenggaraan
dan
hasil
pemilu
melalui
pengawasan
berintegritas dan berkredibilitas; untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis; memastikan terselenggaranya Pemilu Kada secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan berkualitas, serta dilaksanakannya peraturan perundangundangan mengenai Pemilu Kada secara menyeluruh; mengoptimalkan sosialisasi proses dan hasil pengawasan; meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membantu pengawasan; melakukan kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) pada semua tingkatan memiliki peran penting menjaga agar pemilu
Universitas Sumatera Utara
terselenggara dengan demokratis secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menjalankan peranannya yang cukup penting dalam mengawasi proses penyelenggaraan Pemilu Kada, Pengawas Pemilu dituntut kenetralannya dan ketidakberpihakannya dalam menjalankan mekanisme pengawasan pada seluruh tahapan proses Pemilu Kada. Tugas Panwaslu Kabupaten/Kota dalam mengawasi penyelenggaraan Pemilu Kada diatur dalam Pasal 77 UU No. 15/2011, antara lain: a. Mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota. b. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu. c. Menyelesaikan temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan Pemilu yang tidak mengandung unsur tindak pidana. d. Penyampaian temuan dan laporan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti. e. Meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang. f.
Menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya
tahapan
penyelenggaraan
Pemilu
oleh
penyelenggara Pemilu di tingkat kabupaten/kota. g. Mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Kabupaten/ Kota, sekretaris dan
Universitas Sumatera Utara
pegawai sekretariat KPU Kabupaten/ kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung. h. Mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu i.
Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang. Menurut Titik Triwulan Tutik (2005), selain adanya ketentuan normatif
tentang tugas dan wewenang pengawas Pemilu, serta prosedur dan mekanisme penyelesaian masalah pelanggaran dan sengketa Pemilu, setidaknya ada 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi agar lembaga pengawas mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya : Pertama, Pengawas Pemilu harus merupakan badan independen dan non partisan yang memilik integritas dan dedikasi tinggi; Kedua, jajaran pengawas harus memiliki kapasitas dan kapabilitas yang cukup; Ketiga, pengawas mendapat dukungan dari penegak hukum dan masyarakat luas; dan Keempat, memperoleh fasilitas yang memadai dalam memjalankan tugasnya. Menurut
ketentuan
undang-undang
Pemilu
penyimpangan
atau
pelanggaran dan sengketa Pemilu dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu : (1) pelanggaran administrasi, (2) pelanggaran aturan Pemilu yang mengandung unsur pidana atau bisa juga disebut tindak pidana, dan (3) sengketa Pemilu. Dalam menangani ketiga jenis pelanggaran dan sengketa Pemilu tersebut, peran
Pengawas
Pemilu
berbeda-beda:
Pertama,
terhadap
pelanggaran
administrasi peran Pengawas Pemilu hanya menerima laporannya, mengkaji, dan kemudian meneruskan ke KPU untuk ditindaklanjuti; Kedua, sengketa Pemilu,
Universitas Sumatera Utara
Pengawas pemilu dapat menyelesaikan sengketa yang terjadi selama tahapan Pemilu dan dapat memberi putusan final dan mengikat; Ketiga, terhadap tindak pidana Pemilu,
peran Pengawas Pemilu adalah
mengkaji dan kemudian
meneruskannya kepada penyidik Polri, Pengawas Pemilu tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikannya.
2.5.
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Indonesia sudah sejak lama menganut sistem demokrasi, namun pada
kenyataannya keterlibatan rakyat sebagai elemen penting dari demokrasi dalam berbagai proses politik tidak mendapat peran dan perhatian yang signifikan, padahal keterlibatan rakyat dalam menentukan dan memilih pemimpinnya merupakan salah satu indikator berjalannya proses demokratisasi. Era demokratisasi yang sesungguhnya dimulai sejak dimasukannya Pilkada sebagai bagian dari rezim Pemilu, yang selanjutnya dikenal dengan Pemilu Kada. Hal ini merupakan cara memaknai ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis dengan mekanisme pemilihan langsung. Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung telah menjadi bagian tidak terpisahkan dalam pembangunan demokrasi di Indonesia sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang di dalamnya mengatur tentang mekanisme pergantian kepemimpinan di daerah, yaitu Pemilihan Kepala Daerah secara langsung (pasal
Universitas Sumatera Utara
24 ayat 5). Hal ini merupakan lompatan besar dalam perjalanan demokrasi di Indonesia, karena sebelumnya kepala daerah dipilih oleh rakyat melalui perwakilannya yang duduk di lembaga perwakilan/DPRD. Cara pemilihan seperti ini dirasakan kurang mewakili dan mencerminkan aspirasi rakyat disebabkan rakyat tidak mengetahui kapasitas dan kualitas calon pemimpin, dan melemahkan aspek akuntabilitas dan transparansi sebagai syarat terwujudnya good governance (pemerintahan yang baik). Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung mempunya aspek positif terhadap kehidupan demokrasi secara lokal/regional, antara lain dengan pemilihan secara langsung kepala daerah yang terpilih akan memiliki legitimasi yang kuat, sehingga akan meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah. Pemerintahan dengan legitimasi yang kuat akan menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat dalam mendukung proses pembangunan lebih tinggi, sehingga pemerintahan yang baik (good governance) dapat tercipta. Menurut Joko J. Prihatmoko (2005), Tujuan utama pilkada langsung adalah penguatan masyarakat dalam peningkatan kapasitas demokrasi di tingkat lokal dan peningkatan harga diri masyarakat yang sudah sekian lama dimarginal. Pilkada langsung dinilai sebagai perwujudan pengembalian “hak-hak dasar” masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rekrutmen pimpinan daerah
sehingga
mendinamisir
kehidupan
demokrasi
di
tingkat
lokal.
Keberhasilan pilkada langsung untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan rakyat sangat tergantung kritisisme dan rasionalitas rakyat sendiri. Pilkada langsung memang merupakan “jalan alternatif” yang harus dilalui bagi peningkatan kualitas demokrasi di daerah.
Universitas Sumatera Utara
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara diselenggarakan pada tanggal 07 Maret 2013, diikuti oleh 5 pasangan calon yaitu : 1. Pasangan nomor urut 1: Gus Irawan Pasaribu- Ir. Soekirman (Gusman) didukung 23 partai politik yaitu : Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai barisan nasional (Barnas), Partai Buruh, Partai Kedaulatan, Partai Merdeka, Partai Karya Perjuangan (PKP), Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), Partai Pelopor, Partai Indonesia Sejahtera (PIS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI), Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Matahari Bangsa (PMB), Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI), Partai Pemuda Indonesia (PPI), Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB), Partai Persatuan Nahdatul Ummah Indonesia (PPNUI), Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI), Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBK), dan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP). 2. Pasangan nomor urut 2 : Drs. Effendi MS Simbolon- H. Jumiran Abdi (ESJA) didukung oleh tiga partai politik yaitu :Partai PDI Perjuangan, PPRN dan Partai Damai Sejahtera (PDS). 3. Pasangan nomor urut 3 : Chairuman Harahap-Fadly Nurzal (Charly) didukung oleh lima partai politik yaitu : Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, Partai Pemuda Indonesia dan Partai Buruh.
Universitas Sumatera Utara
4. Pasangan nomor urut 4 : H. Amri Tambunan-RE Nainggolan didukung oleh Partai Demokrat. 5. Pasangan nomor urut 5 : H. Gatot Pujo Nugroho, ST- Ir. Tengku Erry Nuradi (Ganteng) didukung oleh lima partai politik yaitu : Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Patriot dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU).
2.6. Kerangka Berpikir
Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013
Pemilih
Penyelenggara
Panitia Pengawas Pemilu Kota Medan
Peserta
KPU Kota Medan
Peranan Panitia Pengawas Pemilu Kota Medan
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
Universitas Sumatera Utara