BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka ini berisikan pengertian dari definisi para ahli, karakteristik, variabel dan faktor yang berkaitan dengan kerangka yang diteliti. Teori ynag digunakan di dalam landasan teori ini adalah bauran pemasaran, kualitas pelayanan, jasa serta pemulihan jasa (penanganan komplain). A. Bauran Pemasaran. Perusahaan harus dapat memahami, menciptakan dan memutuskan strategi yang akan dijalankan atau dipakai dalam menghadapi persaingan di dunia bisnis. Konsep pemasaran terdiri dari sejumlah keputusan yang
pada
dasarnya tentang pemasaran supaya meningkatkan nilai untuk digunakan. Salah satu konsep tentang kegiatan pemasaran adalah bauran pemasaran. Kotler (2002) mendefinisikan bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasarannya. Stanton (1978) Bauran pemasaran atau marketing mix adalah kombinasi dari 4 variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan yaitu produk, harga, kegiatan promosi dan sistem distribusi.Booms dan Bitmer dalam Kotler (2005) mengusulkan 3P tambahan untuk pemasaran jasa yaitu orang (people), bukti fisik (physical evidence), dan proses (process).
B. Kualitas Pelayanan (Sercive Quality) 1. Pengertian Rust
(1996)
dalam
buku
Tjibtono
(2007)
mendefinisikan
servicequality merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan maupun keinginan konsumen dan menggunakan cara penyampaian yang tepat dalam hal untuk mengimbangi harapan konsumen. Sedangkan menurut parasuraman (1998) dalam buku Lupiyoadi (2001) kualitas jasa dapat didefinisikan seberapa jauh perbedaan antara keinginan pelanggan seperti kenyataan dan harapan yang diperoleh atas layanan yang di berikan oleh perusahaan. 2. Dimensi Kualitas Pelayanan (Service Quality) Pada dasarnya, kualitas pelayanan berfokus kepada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaianya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Terdapat faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu jasa yang diharapkan dan jasa yang dipersepsikan. Dalam studinya Parasuraman (1988) dalam buku Lupyoadi (2001) menyimpulkan terdapat 5 (lima) dimensi Servqual (dimensi kualitas pelayanan). a. Tangibles (Bukti Fisik) Kemampuan suatu perusahaan dalammenunjukkan eksistensinya kepada pihak
eksternal. Penampilan, kemampuan sarana,
prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi
jasa, meliputi fasilitas fisik (gedung, ruangan dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan
yang digunakan
(teknologi), serta penampilan pegawainya. b.
Reliability (Keandalan). Kemampuan organisasi untuk memberikanpelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
c.
Responsiveness (Ketanggapan). Suatu kemampuan untuk membantudan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi negatif dalam kualitas pelayanan.
d. Assurance (Jaminan dan Kepastian). Pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain, komunikasi
(communicatioon),
kredibilitas
(credibility),
keamanan (security), kompeten (competence), dan sopan santun (courtesy). e. Empathy (Perhatian).
Memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individualatau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. C. Pelayanan atau Jasa (Service) 1. Pengertian. Chaffey (2009) mendefinisikan service adalah seluruh aktivitas ataupun manfaat yang pada dasarnya tidak berwujud yang dapat diberikan kepada orang lain namun tidak menimbulkan kepemilikan apapun. Sedangkan Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan service adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Kotler (2008) jasa merupakan setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak pada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak. Jasa merupakan suatu yang memiliki beberapa unsur ketidak berwujudan (intangibility) yang berhubungan dengannya yang melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan properti dalam kepemilikannya, dan tidak menghasilkan transfer
kepemilikan. Payne (2000). 2. Karakteristik Jasa Tjiptono (2007) karakteristik jasa dapat diuraikan sebagai berikut: a. Intangibility (Tidak Berwujud) Pada karakteristik intangibility jasa merupakan suatu sifat yang tidak berwujud seperti suatu tindakan, pengalaman, proses maupun usaha yang tidak bisa dirasakan sebelum dibeli atau dikonsumsi konsumen. Intangibility juga dapat menimbulkan masalah bagi penyedia jasa karena penyedia jasa sulit untuk memanjang dan mendiferensiasikan penawaranya. b. Inseparability (Tidak dapat dipisahkan) Pada umumnya jasa yang diproduksi atau dihasilkan dan dirasakan pada waktu bersamaan. Apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lain, maka dia akan tetap merupakan bagian dari jasa tersebut. c. Variability (Bervariasi). Jasa senantiasa mengalami perubahan, tergantung dari siapa penyedia jasa, penerima jasa dan kondisi dimana jasa tersebut diberikan. d. Perishability (Tidak tahan lama) Daya tahan suatu jasa tergantung pada suatu situasi yang diciptakan oleh berbagai faktor.
3. Klasifikasi Jasa Klasifikasi jasa menurut Lovelock (2010) terdapat tujuh kriteria sebagai berikut: a. Segmen pasar Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa pada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa dan pendidikan) dan jasa kepada konsumen organisasional (seperti perpajakan dan jasa akuntansi dan konsultasi hukum). b. Tingkat keberwujudan (tangibility) Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dan konsmen. Berdasarkan kriteria jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu: 1)
Rented goods service. Jenis Rented goods service konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu berdasarkan tarif selama waktu tertentu pula. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut karena kepemilikannya tetap.
2) Owned goods service. Pada Owned goods service produk yang dimiliki konsumen direparasi,
dikembangkan
perusahaan jasa reparasi.
atau
ditingkatkan
oleh
3) Non goods service. Karakteristik khusus pada non goods service adalah jasa personal
yang
bersifat
intangible
(tidak
berwujud).
Biasanya ditawarkan kepada pelanggan seperti jasa sopir dan pemandu wisata. c. Ketrampilan penyedia jasa. Berdasarkan tingkat ketrampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas profesional
service
(seperti
konsultan
hukum,
konsultan
manajemen dan konsultan pajak) dan non profesional (seperti sopir, dan penjaga malam). d. Tujuan organisasi jasa. Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi: 1) Commercial service Berdasarkan tujuan organisasi commercial service atau profit service seperti penerbangan, bank, penyewaan mobil, bioskop dan hotel. Sedangkan menurut Stanton, Etzel danWalker (1991) jasa komersial masih dapat dikelompokkan menjadi sepuluh jenis yaitu: 1. Perumahan atau tempat penginapan yang meliputi penyewaan apartemen, hotel, vila, rumah atau losmen. 2. Operasi rumah tangga meliputi utilitas, perbaikan rumah, reparasi peralatan rumah tangga dan pertamanan.
3. Rekreasi dan hiburan, meliputi penyewaan reparasi peralatan yang digunakan untuk aktivitas rekreasi, pertunjukan dan hiburan. 4. Personal care, seperti laundry, dry cleaning dan perawaran kecantikan. 5. Perawatan kesehatan, meliputi segala bentuk jasa medis dan kesehatan. 6. Pendidikan swasta. 7. Bisnis dan jasa profesional lainya, meliputi biro hukum, konsultasi
pajak,
konsultasi
akuntansi
dan
jasa
komputerisasi. 8. Asuransi, perbankan dan jasa finansial lainya. 9. Transportasi,
meliputi
jasa
angkutan
barang dan
penumpang , baik melalui darat, laut maupun udara. 10. Komunikasi, seperti dari telepon, telegraf, komputer, dan jasa komunikasi bisnis yang terspesialisasi. 2) Non-profit. Sedangkan jasa nirlaba non-profit memiliki karakteristik khusus yaitu masalah yang ditangani lebih luas dan memiliki dua publik utama (kelompok donatur dan kelompok klien). e. Regulasi. Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1) Regulated service Misalnya pialang, angkutan umun dan perbankan 2) Non-regulated service. Misalnya katering dan pengecatan rumah. f. Tingkat intensitas karyawan. Berdasarkan
tingkat
intensitas
karyawan,
jasa
dapat
dikelompokkan menjadi dua macam yaitu: 1) Equipment-based service. Seperti cuci mobil otomatis dan ATM (automatic teller machine). 2) Based service. Seperti satpam, jasa akuntansi dan konsultan hukum. g. Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan. Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi high-contact service (bank dan dokter) dan low-contact service (misalnya bioskop). Pada jasa yanng tingkat kontak dengan
pelanggannya
tinggi,
kecenderungan
interpersonal
karyawan harus diperhatikan oleh perusahaan jasa, karena kemampuan membina hubungan sangat dibutuhkan dalam berurusa dengan orang banyak, misalnya keramahan, sopan santun dan sebagainya. Sebaliknya pada jasa yang kontaknya dengan pelanggan renadah, justru keahlian teknis karyawan
paling penting. 4. Pembagian Jasa Menurut Kotler (1994) membagi macam-macam jasa sebagai berikut: 1.
Barang berwujud murni, disini hanya terdiri dari barang berwujud seperti gunting, shampo, sabun dan sebagainya yang tidak ada jasa yang menyertainya.
2.
Barang berwujud yang disertai jasa, disini terdiri dari barang berwujud yang disertai dengan satu atau lebih jasa untuk mempertinggi daya tarik pelanggan.
3.
Campuran, disini terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama.
4.
Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan, disini terdiri dari jasa utama dengan jasa tambahan atau barang pelengkap.
D. Komplain Konsumen 1.
Pengertian Bell dan Luddington (2006) memberi pengertian tentang keluhan konsumen (customer complaints) adalah umpan balik ( feedback ) dari konsumen yang ditujukan kepada perusahaan yang cenderung bersifat negatif. Umpan balik sering dilakukan secara tertulis atau secara lisan.
2.
Masalah yang Dikeluhkan Konsumen Menurut Bell dan Luddington (2006) keluhan konsumen biasanya dikarenakan masalah sebagai berikut.
a.
Lemahnya tanggung jawab perusahaan (responsiveness).
b.
Lemahnya pertolongan dari staf atau karyawan perusahaan (helpfulness).
c.
Ketersediaan produk (product availability).
d.
Kebijakan perusahaan (strore policy).
e.
Perbaikan pelayanan (service recovery)
3. Faktor Penentu Komplain. Sheth (1999) dalam Tjiptono (2007) mengklasifikasian faktor penentu perilaku komplain kedalam tiga kategori yaitu: a.
Dissatisfaction salience. Pada klasifikasi dissatisfaction salience dipengaruhi oleh gap antara kinerja dan harapan, serta derajat kepentingan produk atau jasa. Tidak semua situasi ketidakpuasan sama kadarnya. Ada yang sangat menyusahkan, mengganggu, bahkan menjengkelkan, namun ada pula yang tidak terlalu menjadi masalah.
b.
Attribution to the marketer. Berkenaan
dengan
kesalahan
yang
sesungguhnya
bisa
dikendalikan pihak pemasar, kemungkinan diulanginya kesalahan yang sama oleh pemasar dan kemungkinan adanya tindakan korektif oleh pemasar. Konsumen akan menunjuk siapa yang patut disalahkan sehubungan dengan jeleknya kinerja produk atau jasa.
c.
Customers personality. Berkaitan dengan tingkat kepercayaan diri dan agresivitas konsumen. Penyampaian komplain membutuhkan kepercayaan diri dan agresivitas yang mendorong konsumen untuk menuntut haknya.
4. Respon Komplain Konsumen. Hirscman (1970) mengungkapkan tiga bentuk respon yang dapat dilakukan konsumen atas pelayanan yang mengecewakan yaitu: a. Exit, dilakukan ketika konsumen tidak puas pada pelayanan dengan mencari alternatif pelayanan dari organisasi lain. b. Voice, dilakukan melalui keluhan pada birokrasi pelayanan. c. Loyalty, merupakan bentuk kesetiaan terhadap birokrasi yang melakukan pelayanan, meskipun mempunyai pilihan untuk exit namun lebih memilih voice untuk mengungkapkan kekecewaan kemudian tetap loyal pada organisasi meskipun mempunyai rasa kecewa. 5. Penanganan Komplain Konsumen Komplain dari pelanggan merupakan pernyataan sikap tidak puas atas kinerja produk atau jasa yang digunakan. Keluhan pelanggan harus dilihat sebagai masukan bagi organisasi atau perusahaan. Berikut ini merupakan saran keluhan konsumen menurut Tjiptono (2013). a. Gunakan pertanyaan yang bersifat terbuka (siapa, apa, di mana,
kapan dan mengapa). b. Lakukan kontak mata dengan simak secara cermat setiap masalah yang dikemukakan. c. Gunakan urutan bertanya untuk mengenali masalah. d. Fokus pada situasi permasalahan dan perilaku, bukan kepada orang. e. Lakukan teknik mendengar aktif sebagai contoh, mengulang kembali pemahaman dari apa yang didengar atau dinyatakan dalam komunikasi. 6. Pendekatan untuk Mengatasi Masalah Kompalin. Tjiptono (2007) Upaya untuk mengatasi hambatan konsumen yang beralih pada pemasok atau menyampaikan komentar negatif pada pihak lain, dibutuhkan beberapa pendekatan yang terbukti efektif pada berbagai perusahaan terkemuka diantaranya sebagai berikut: a.
Menetapkan standar kinerja.
b.
Mengkomunikasikan pentingnya pemulihan jasa.
c.
Melatih pelanggan mengenai cara menyampaikan komplain.
d.
Memanfaatkan dukungan teknologi seperti customer call centers dan internet.
7. Pemecahan Masalah Pelanggan Tax & Brown (1998) dalam Tjiptono (2007) pelanggan yang melakukan komplain sangat mengharapkan tindakan dan perlakuan yang adil. Persepsi mereka terhadap keadilan (fairness atau justice)
dibentuk atas dasar penilaian konsumen terhadap tiga aspek pemulihan jasa yaitu: a. Outcomes. Outcomes features berkenaan dengan hasil yang diterima pelangan dari komplain. b. Procedural features. Procedural features berkaitan dengan kebijakan, peraturan dan ketepatan waktu proses komplain. c. Interactional treatment. Interactional treatment berkaitan interpersonal yang didapat selama proses komplain. Secara garis besar, dibawah ini ada beberapa cara untuk mewujudkan ketiga aspek pemulihan jasa sebagai berikut: a. Memberikan hasil yang adil. Bila
terjadi
kegagalan
jasa,
pelanggan
berharan
ada
kompensasinya. Bentuk kompensasi bisa berwujud permohonan maaf, refund, reparasi, penggantian, koreksi harga, maupun kombinasi diantaranya. b. Menyediakan proses yang adil. Prosedur yang adil memiliki tiga elemen penting yaitu: 1) Perusahaan mengemban tanggung jawab atas kegagalan jasa. 2) Setiap komplain ditangani dengan cepat, dimulai oleh karyawan yang pertama kali dikontak pelanggan.
3) Adanya sistem yang fleksibel dan mengembangkan pula situasi individual serta memasukan dari pelanggan mengenai hasil akhir yang diharapkan. c. Merealisasikan interaksi yang adil. Perilaku relasi antarpribadi yang adil meliputi kesopanan, perhatian dan kejujuran, disertai penjelasan atas kegagalan yang terjadi dan usaha yang tulus dalam memecahkan pelanggan.
masalah yang dihadapi