BAB II KAJIAN PUSTAKA
1.1
Landasan Teori
2.1.1 Customer Service Bank Customer Service merupakan suatu bagian dari unit organisasi yang berada di front office yang berfungsi sebagai sumber informasi dan perantara bagi bank dan nasabah yang ingin mendapatkan jasa-jasa pelayanan maupun produk-produk bank. Sesuai dengan fungsinya, Customer Service diharapkan dapat melakukan One Stop Service, artinya nasabah cukup menghubungi bagian Customer Service saja dalam berhubungan dengan Bank. Selanjutnya Customer Service akan menjelaskan ataupun mengerjakan kebutuhan nasabah tersebut dengan menghubungi bagian yang terkait. Hal ini akan meningkatkan kepuasan nasabah karena merasa akan kepentingannya dilaksanakan dengan rasa penuh tanggung jawab dan tidak perlu berhubungan dengan banyak orang untuk memenuhi kebutuhannya dan ini juga membuat nasabah ingin kembali lagi untuk bertransaksi di PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Kantor Cabang Badung. Tugas Customer Service diantaranya adalah memberikan pelayanan kepada nasabah yang berkaitan dengan pembukaan rekening tabungan, giro, pembukaan deposito, permohonan nasabah yang lainnya. Di samping itu memberikan informasi sejelas mungkin mengenai berbagai produk dan jasa yang ingin diketahui dan diminati kepada nasabah atau calon nasabah. 2.1.2 Kualitas Pelayanan
Banyak pendapat mengenai definisi kualitas, karena kualitas memiliki ukuran atas suatu barang atau jasa yang dinilai dari atribut, desain, dan kesesuaian bagi para pembelinya. Definisi mengenai kualitas pelayanan mungkin berbeda, namun secara khusus meliputi hal dalam menentukan apakah pelayanan yang dirasakan sesuai dengan harapan pelanggan (Etgar dan Galia, 2009). Pelanggan menilai kualitas pelayanan berdasarkan persepsi mereka dari hasil teknis yang diberikan yang merupakan proses dimana hasil disampaikan. Parasuraman dalam Kheng et al. (2010) menyebutkan bahwa layanan berarti derajat perbedaan yang timbul dari proses pelayanan dan interaksi antara peyedia layanan dengan konsumen. Permasalahan mengenai layanan kini mendapat perhatian yang lebih besar dari banyak organisasi mulai dari organisasi regional, nasional sampai dengan organisasi global, dan dianggap sebagai alat yang dapat mempengaruhi arus pendapatan suatu organisasi atau perusahaan (Spohrer dan Maglio dalam Mosahab, 2010). Kualitas pelayanan telah dikonseptualisasikan sebagai perbedaan antara harapan pelanggan mengenai pelayanan yang akan diterima dan persepsi jasa yang diterima (Parasuraman et al. dalam Akbar dan Parves, 2009). Kualitas pelayanan merupakan sebuah konsep multidimensi (Parasuraman et al. dalam Bloemer et al.1998). Dimensi kualitas pelayanan dapat diidentifikasi melalui penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman et al. yang dikenal sebagai SERVQUAL (Kotler dan Keller, 2007:56), sebagai berikut :
1. Bukti Fisik (Tangibles) Berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan, dan berbagai materi komunikasi. Penampilan, sarana, dan prasarana fisik perusahaan serta keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.
2. Keandalan (Reliability) Kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat, konsisten, dan sesuai dengan harapan. Sesuai dengan harapan pelanggan berarti kinerja yang tepat waktu, pelayanan tanpa kesalahan, sikap simpatik, dan akurasi tinggi. 3. Daya Tanggap (Responsiveness) Kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan yang diajukan pelanggan, misalnya kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan dalam proses transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan. 4. Jaminan (Assurance) Kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen, misalnya kemampuan karyawan atas: pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian, dan kesopanan dalam memberi pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. 5. Empati (Empathy) Kesediaan karyawan dan pengusaha memberikan perhatian mendalam dan khusus kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki suatu pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan dan memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik.
Dimensi jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi: a. Kompetensi (competence), artinya meliputi keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan. b. Kesopanan (courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para
karyawan.
c. Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya.
Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari dimensi: a. Akses, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan. b. Komunikasi, merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan. c. Pemahaman kepada pelanggan, meliputi: usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan. SERVQUAL (Services Qualily) telah terbukti menjadi model yang telah banyak digunakan dalam berbagai organisasi dan industri untuk mengukur kualitas pelayanan termasuk bank (Siddiqi, 2011 dan Lymperopoulos et al.,2006). Walaupun pihak manajemen telah menerapkan kelima dimensi kualitas jasa sebagai acuan penerapan konsep pemasaran, adakalanya terjadi kesenjangan atau gap antara kualitas jasa yang dipersepsikan dan diterima pelanggan dengan apa yang mereka harapkan. Kesenjangan kualitas adalah hal yang penting, karena hal itulah yang merupakan penilaian pelanggan secara keseluruhan terhadap apa yang diharapkan dibandingkan dengan apa yang diterima (Lovelock dan Wright,2007:97). Hal ini teridentifikasi dalam lima gap (Kotler dan Keller, 2007:55):
1.) Kesenjangan antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen yaitu perbedaan antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen mengenai harapan konsumen. Manajemen tidak selalu memahami dengan tepat apa yang diinginkan pelanggan. 2.) Kesenjangan antara persepsi manajemen dengan spesifikasi mutu jasa yaitu perbedaan antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Manajemen mungkin memahami dengan tepat keinginan-keinginan pelanggan, tetapi tidak dapat menetapkan standar kinerja. 3.) Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dengan penyerahan jasa yaitu perbedaan antara spesifikasi kualitas jasa dengan jasa yang secara actual disampaikan. Karyawan mungkin kurang terlatih, tidak mampu atau tidak mau mematuhi standar. 4.) Kesenjangan antara penyerahan jasa dengan komunikasi eksternal pada konsumen yaitu merupakan perbedaan antara minat penyampaian jasa dan apa yang dikomunikasikan tentang jasa kepada pelanggan. Harapan-harapan pelanggan dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh perwakilan serta iklan yang dikeluarkan oleh perusahaan. 5.)Kesenjangan antara persepsi jasa dan jasa yang diharapkan yaitu perbedaan antara kinerja aktual dan persepsi pelanggan terhadap jasa. Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan tersebut memiliki persepsi yang keliru tentang mutu jasa tersebut. Selain SERVQUAL, Sureshchandaret al.(2003) dalam Akbar dan Parvez (2009) telah mengidentifikasi lima faktor kualitas pelayanan dari perspektif pelanggan, yaitu: 1.Pelayanan utama atau pelayanan produk. 2.Elemen manusia dari pengiriman layanan. 3.Sistematisasi pengiriman layanan: elemen non-manusia.
4.Tangibles pelayanan. 5.Tanggung jawab sosial.
Sebagian besar bank mengatur strategi untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan melalui kualitas layanan (Siddiqi, 2011). Untuk itu, bank atau perusahaan lainnya perlu mengetahui faktor-faktor yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan (Lukasyanti, 2010). Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan riset untuk mengindentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran dan memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-determinan tersebut. Dengan demikian, dapat diketahui posisi relatif perusahaan di mata pelanggan dibandingkan para pesaing, sehingga perusahaan dapat memfokuskan upaya peningkatan kualitasnya pada determinan-determinan tersebut.
2. Mengelola harapan pelanggan semakin banyak janji yang diberikan, maka semakin besar pula harapan pelanggan yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan pelanggan oleh perusahaan. Untuk itu ada satu hal yang dapat dijadikan pedoman yaitu jangan janjikan apa yang tidak bisa diberikan tetapi berikan lebih dari yang dijanjikan.
3. Mengelola bukti (evidence) kualitas jasa pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. Jasa tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pelanggan cenderung memperhatikan faktafakta berwujud yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas.
4. Mendidik konsumen mengenai jasa pelanggan yang lebih terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik.
5. Mengembangkan kualitas budaya, kualitas budaya merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas.
6. Menciptakan automating quality adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki.
7. Menindaklanjuti jasa menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan dapat pula memberikan kemudahan bagi para pelanggan untuk berkomunikasi, baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka.
8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Informasi dibutuhkan mencakup segala aspek, yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan pelanggan. Berdasarkan pemaparan di atas, kualitas pelayanan dapat dijelaskan sebagai persepsi pelanggan terhadap perbedaan antara pelayanan yang diharapkan dengan kinerja aktual yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan.
2.1.3 Kepuasan Saat ini kepuasan nasabah menjadi fokus perhatian oleh hampir semua pihak baik pemerintah, pelaku bisnis, dan konsumen. Hal ini disebabkan semakin baiknya pemahaman atas konsep kepuasan nasabah sebagai strategi untuk memenangkan persaingan di dunia bisnis. Kata ‘kepuasan atau satisfaction’ berasal dari Bahasa Latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat). Secara sederhana kepuasan diartikan sebagai ‘upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai (Tjiptono, 2007:349). Howard dan Sheth dalam Tjiptono (2007:349) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan adalah situasi kognitif pembeli yang berkenaan dengan kesepadanan atau ketidaksepadanan antara hasil yang didapatkan dengan pengorbanan yang dilakukan. Pelanggan mengalami berbagai tingkat kepuasan dan ketidakpuasan setelah mengalami atau merasakan masing-masing jasa sesuai dengan sejauh mana harapan mereka terpenuhi atau terlampaui. Harapan adalah standar internal yang digunakan pelanggan untuk menilai kualitas suatu pengalaman jasa (Lovelock dan Wright, 2007:93). Sebuah perusahaan harus menjaga
kualitas jasa yang ditawarkan kepada pelanggan. Apabila kualitas jasa yang diterima oleh pelanggan lebih baik atau sama dengan yang dibayangkan, maka pelanggan cenderung akan mencoba kembali. Akan tetapi, apabila perceived services lebih rendah dari expected services maka pelanggan akan kecewa yang mengakibatkan konsumen berhenti berhubungan dengan perusahaan yang bersangkutan (Alma, 2005:282). Penyebab timbulnya rasa tidak puas pelanggan terhadap pelayanan dapat disebabkan oleh bebarapa hal yaitu (Alma, 2005:286): 1.) Ketidaksesuaian harapan dengan kenyataan. 2.) Layanan selama proses penyampaian jasa tidak memuaskaan. 3.) Perilaku personil kurang memuaskan. 4.) Suasana dan kondisi fisik tidak menunjang. 5.) Biaya terlalu tinggi, jarak terlalu jauh sehingga banyak waktu terbuang. 6.) Promosi atau iklan terlalu berlebihan dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Kepuasan menunjukkan keadaan emosional, reaksi pasca pembelian yang ditunjukkan oleh konsumen dapat berupa kemarahan, ketidakpuasaan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan, atau kesenangan. Konsekuensi dari tidak puasnya pelanggan mungkin akan berdampak buruk. Menurut Hoyer dan Macinnis dalam Singh (2006), konsumen yang tidak puas dapat memutuskan untuk: 1.)Menghentikan pembelian barang atau jasa.
2.)Mengeluh kepada perusahaan atau pihak ketiga dan mungkin akan mengembalikan barang yang telah dibeli. 3.)Terlibat dalam komunikasi word-of-mouth yang
negatif.
Kepuasaan konsumen cenderung diukur pada suatu titik tertentu yang terlihat seakan hal itu statis, namun kepuasaan merupakan hal yang dinamis, target bergerak dan berkembang dari waktu ke waktu, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor keberhasilan kritis yang mempengaruhi daya saing suatu organisasi. Sebuah bank dapat membedakan dirinya dari pesaing dengan memberikan layanan yang berkualitas tinggi. Kualitas pelayanan adalah salah satu yang paling menarik pagi peneliti di sektor perbankan ritel (Choudhury, 2008). Bank harus meningkatkan pelayanan secara terus menerus, karena tidak ada jaminan bahwa pelayanan terbaik hari ini juga berlaku untuk esok hari. Banyak perusahaan yang tujuan utamanya adalah mencapai kepuasan pelanggan, namun demikian tidaklah mudah mewujudkan kepuasan pelanggan secara menyeluruh. Kini pelanggan makin terdidik dan menyadari hak-haknya. Kotler dan Keller (2007:102) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai tingkat perasaan seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara kenyataan dan harapan yang diterima sebuah produk dan jasa. Bitner dan Zeithaml dalam Akbar dan Parves (2009) menyatakan bahwa kepuasan adalah evaluasi pelanggan tentang produk atau pelayanan, apakah produk atau layanan itu telah memenuhi kebutuhan dan harapan mereka. Kepuasan pelanggan memainkan peran yang penting karena terdapat perbedaan yang besar dalam loyalitas, antara pelanggan yang sekedar puas dan yang benar-benar puas (Lovelock dan Wright, 2007:103).
Meskipun kepuasan pelanggan tidak menjamin pembelian kembali oleh pelanggan, namun tetap saja memegang peranan yang sangat penting dalam memastikan loyalitas pelanggan dan retensi (Singh, 2006). Pelanggan yang sedikit puas atau netral dapat dengan mudah direbut oleh pesaing, namun pelanggan yang senang dan puas akan tetap loyal walaupun ada tawaran yang menarik dari pesaing (Lovelock dan Wright, 2007:103). Fornel, dkk dalam Tjiptono (2007:366) menunjukkan enam konsep inti dalam mengukur kepuasan pelanggan pada bidang jasa, yaitu terdiri atas: 1.)Kepuasan pelanggan keseluruhan, cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka terhadap jasa.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap jasa perusahaan bersangkutan dan membandingkan dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap jasa para pesaing.
2.) Dimensi kepuasan pelanggan (Overall customer satisfaction) umumnya proses ini terdiri atas empat langkah, yaitu: mengidentifikasikan dimensi-dimensi kunci kualitas pelayanan, meminta pelanggan menilai jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik, meminta pelanggan menilai jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama, dan menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting dalam menilai kepuasan pelanggan secara keseluruhan.
3.) Konfirmasi harapan (Confirmatiom of expectation) dalam konsep ini kepuasan tidak diukur langsung, namun dijelaskan berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara
harapan pelanggan dengan kinerja aktual produk perusahaan pada sejumlah atribut atau dimensi penting.
4.) Minat pembelian ulang (Repurchase intent) kepuasan pelanggan diukur dengan menanyakan apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan kembali.
5.) Kesediaan untuk merekomendasikan (Willingness to recommended) dalam kasus jasa yang pembelian ulangnya relatif lama atau bahkan hanya terjadi satu kali pembelian, kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan jasa kepada teman atau keluarga menjadi ukuran penting untuk dianalisis dan ditindaklanjuti.
6.) Ketidakpuasan pelanggan (Customer dissatisfaction) Beberapa aspek untuk mengetahui ketidakpuasan pelanggan, yaitu: keluhan,retur atau pengembalian produk, biaya garansi, penarikan kembali produk dari pasar, dan konsumen beralih ke pesaing.
Kotler dan Keller (2007:140) mengungkapkan bahwa pelanggan yang puas biasanya tetap setia untuk waktu yang lebih lama, membeli lagi ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan memperbaharui produk lama, membicarakan hal-hal baik tentang perusahaan dan produknya kepada orang lain, tidak terlalu memperhatikan merek pesaing, tidak terlalu sensitif terhadap harga, menawarkan ide produk atau jasa kepada perusahaan, dan biaya pelayanannya lebih murah dibandingkan pelanggan baru karena transaksi dapat menjadi hal rutin.
2.1.4
Loyalitas Loyalitas merupakan istilah kuno yang secara tradisional telah digunakan untuk
melukiskan kesetiaan dan pengabdian antusias kepada negara, cita-cita, atau individu. Dalam konteks bisnis belakangan ini, istilah loyalitas telah digunakan untuk melukiskan kesediaan pelanggan untuk terus berlangganan pada sebuah perusahaan dalam jangka panjang, dengan membeli dan menggunakan barang serta jasanya secara berulang-ulang dan lebih baik lagi secara eksklusif, dan dengan sukarela merekomendasikan produk perusahaan tersebut kepada temanteman dan rekan-rekannya (Lovelock dan Wright, 2007:133). Loyalitas atau kesetiaan pelanggan tidak terbentuk dalam waktu singkat, tetapi melalui proses belajar dan pengalaman pembelian jasa secara konsisten sepanjang waktu. Tantangan besar bagi pemasar jasa tidak hanya terleta dalam memberikan alasan yang tepat kepada calon pelanggan untuk berbisnis dengan mereka, tetapi juga membuat pelanggan yang ada tetap loyal dan bahkan menambah penggunaan jasanya. Singh (2006) memaparkan beberapa strategi untuk membangun basis pelanggan setia, seperti: 1.)Fokus pada pelanggan utama. 2.)Secara proaktif menghasilkan kepuasan pelanggan yang tinggi dalam setiap transaksi. 3.)Mengantisipasi kebutuhan pelanggan dan menanggapinya sebelum pesaing. 4.)Membangun hubungan lebih dekat dengan pelanggan.
5.)Efek loyalitas bagi perusahaan adalah memberikan sumber pendapatan terus menerus dalam kurun waktu bertahun-tahun. Perlu digarisbawahi bahwa, loyalitas hanya akan berlanjut sepanjang pelanggan merasakan bahwa mereka menerima nilai yang lebih baik (termasuk kualitas yang lebih tinggi) dibandingkan dengan yang dapat diperoleh dengan beralih kepada penyedia jasa lain.
Gramer dan Brown dalam Utomo (2006) memberikan definisi mengenai loyalitas jasa sebagai derajat sejauh mana seorang konsumen menunjukkan perilaku pembelian berulang dari suatu penyedia jasa, memiliki suatu desposisi atau kecendrungan sikap positif terhadap penyedia jasa, dan hanya mempertimbangkan untuk menggunakan penyedia jasa ini pada saat muncul kebutuhan untuk memakai jasa tersebut. Dinyatakan pula bahwa, konsumen yang loyal tidak hanya seorang pembeli yang melakukan pembelian berulang, tetapi juga mempertahankan sikap positif terhadap penyedia jasa. Pearson dalam Akbar dan Parves (2009) mendefinisikan pelanggan loyal sebagai himpunan pelanggan yang memiliki sikap mendukung terhadap perusahaan, berkomitmen untuk membeli kembali produk atau jas perusahaan, dan merekomendasikan produk atau jasa perusahaan kepada orang lain. Dalton dalam Trasorras et al. (2009) menyatakan bahwa pelanggan akan setia kepada orang-orang yang membantu mereka dalam menyelesaikan masalah melampaui apa yang pelanggan harapkan. Loyalitas pelanggan terjadi ketika ada pembelian berulang oleh pelanggan yang sama dan kesediaan mereka untuk merekomendasikan produk kepada pelanggan lain tanpa imbalan langsung dan akhirnya penggunaan berulang tersebut akan berdampak pada hasil keuangan yang terukur (Al-Rousan et al., 2010).
Griffin dalam Hurriyati (2008) membagi tahapan loyalitas pelanggan sebagai berikut: 1.) Suspect, yaitu orang yang mungkin membeli produk tetapi belum memiliki informasi mengenai produk perusahaan. 2.) Prospect, yaitu semua orang yang memiliki kebutuhan akan produk dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada tahap ini mereka telah memiliki informasi tentang produk melalui rekomendasi pihak lain. 3.) Disqulified rospects, yaitu prospect yang telah mengetahui keberadan produk, tetapi tidak memiliki kebutuhan akan produk tersebut atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli produk tersebut. 4.) First time customer, yaitu pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya. Mereka masih menjadi pelanggan baru. 5.) Repeat customer, yaitu pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. 6.) Clients, yaitu semua pelanggan yang membeli produk perusahaan secara teratur, dan hubungan ini berlangsung lama. 7.) Advocates, yaitu clients yang secara aktif mendukung perusahaan dengan memberikan rekomendasi kepada orang lain agar mau membeli produk perusahan tersebut.
Gee et al. (2008) menyatakan keuntungan dari loyalitas pelanggan adalah sebagai berikut: 1.) Biaya pemeliharaan pelanggan loyal lebih sedikit daripada biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pelanggan baru.
2.) Pelanggan yang loyal bersedia membayar biaya yang lebih tinggi untuk satu set produk atau layanan yang ditawarkan. 3.) Pelanggan yang loyal bertindak sebagai agen pemasaran dari mulut ke mulut (word-ofmouth). Pemikiran dari Gee et al. (2008) juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pfeifer (2005) dan Walsh et al. (2005) yang menyatakan bahwa loyalitas pelanggan berperan penting bagi perusahaan. Loyalitas nasabah adalah hal yang multak bagi bank bila ingin tetap eksis dalam usahanya. Mencari nasabah baru adalah hal yang sulit, namun yang jauh lebih sulit adalah mempertahankan nasabah yang lama. Memperoleh loyalitas nasabah merupakan kunci terpenting untuk memenangkan persaingan (Agustiyadi, 2008). Reichheld dalam Agustiyadi (2008), menyebutkan 4 tipe loyalitas pelanggan atau nasabah yang dapat dijadikan acuan untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan yaitu: 1.) Loyalitas kosong, yaitu mereka sama sekali tak mencari nilai apa pun diluar kebutuhan sesaatnya.
2.) Loyalitas inersia, yaitu mereka yang datang ke penyedia produk atau jasa hanya karena tak mau buang waktu dan tenaga untuk menemukan penyedian produk atau jasa yang lebih bagus.
3.)Loyalitas laten, yaitu mereka yang mencintai satu produk atau layanan tetapi kadar cintanya belum tinggi. Pelanggan ini mempunyai pandangan positif terhadap perusahaan penyedia produk atau jasa tersebut, tetapi penentu repeat buying-nya bersifat situasional bukan emosional.
4.) Loyalitas premium, yaitu pelanggan yang akan membeli secara rutin dan bukan sekadar satu jenis produk. Mereka juga kebal terhadap rayuan pesaing dan mereka tak segan merekomendasikan produk atau layanan perusahaan kita kepada kerabat, kolega, teman, kenalan, dan relasi mereka. Loyalitas ini paling menguntungkan dan jadi dambaan kalangan bisnis. Loyalitas pelanggan adalah merupakan efek akhir dari suatu pembelian, yang diartikan sebagai suatu sikap dan niat untuk berprilaku di masa depan, dan diekspresikan melalui komitmen untuk kembali membeli produk yang dibutuhkan pada perusahaan, komitmen untuk merekomendasikan kepada orang lain, niat untuk menambah jumlah tabungan, niat atau keinginan untuk menceritakan hal positif mengenai perusahaan dan kesediaan untuk membayar mahal (Palitati, 2007). Dari beberapa pendapat mengenai loyalitas pelanggan, dapat diambil kesimpulan bahwa loyalitas pelanggan adalah sikap positif yang ditunjukkan pelanggan terhadap suatu penyedia jasa dengan melakukan pembelian kembali produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan dalam jangka panjang serta merekomendasikan perusahaan kepada kolega dan keluarganya.