BAB II KAJIAN PUSTAKA
1.1 Landasan Teori 1.1.1 Perbankan 1.1.1.1 Pengertian bank Secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya (Kasmir, 2012:3). Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat, kemudian menyalurkan dananya kepada masyarakat dengan tujuan dapat mendorong taraf hidup masyarakat. 1.1.1.2 Jenis-jenis bank Dalam prakteknya bank dibagi dalam beberapa jenis. Jika ditinjau dari segi fungsinya bank dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu (Kasmir, 2012:8):
8
1. Bank Sentral Bank Sentral merupakan bank yang mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dunia perbankan dan dunia keuangan di suatu negara. Di setiap negara hanya ada satu bank sentral yang dibantu oleh cabangcabangnya. Di Indonesia fungsi bank sentral dipegang oleh Bank Indonesia (BI). Fungsi Bank Indonesia di samping sebagai bank sentral adalah sebagai bank sirkulasi, bank to bank, dan lender of the last resort. 2. Bank Umum Bank umum merupakan bank yang bertugas melayani seluruh jasa-jasa perbankan dan melayani segenap lapisan masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya. Bank umum juga dikenal dengan nama bank komersial dan dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu bank umum devisa dan bank umum non devisa. 3. Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan bank yang khusus melayani masyarakat kecil di kecamatan dan pedesaan. Bank Perkreditan Rakyat berasal dari Bank Desa, Bank Pasar, Lumbung Desa, Bank Pegawai dan bank lainnya yang kemudian dilebur menjadi Bank Perkreditan Rakyat. Jenis produk yang ditawarkan Bank Perkreditan Rakyat relatif lebih sempit jika dibandingkan bank umum. Selain jenis bank ditinjau dari segi fungsinya, jenis bank juga dapat ditinjau dari berbagai segi antara lain (Kasmir, 2012:21):
9
1. Dilihat dari segi kepemilikannya Kepemilikannya ini dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan. a. Bank milik pemerintah Merupakan bank yang akte pendirian maupun modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. b. Bank milik swasta nasional Merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional. Kemudian akte pendiriannya pun didirikan
oleh
swasta,
begitu
pula
dengan
pembagian
keuntungannya untuk keuntungan swasta pula. c. Bank milik koperasi Merupakan bank yang kepemilikan saham-sahamnya dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. d. Bank milik asing Merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, bank milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya pun jelas dimiliki oleh pihak asing. e. Bank milik campuran Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia.
10
2. Dilihat dari segi status Kedudukan atau status menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal, maupun kualitas pelayanannya. a. Bank devisa Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau
yang
berhubungan
dengan
mata
uang
asing
secara
keseluruhan. b. Bank non devisa Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. 3. Dilihat dari segi cara menentukan harga Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga, baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua kelompok, yaitu: a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional (Barat) Bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode, yaitu: 1) Menetapkan bunga sebagai harga untuk produk simpanan dan penetapan harga untuk produk pinjaman juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based.
11
2) Untuk jasa-jasa bank lainnya menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau persentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based. b. Bank yang berdasarkan prinsip syariah Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut: (1) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (2) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (3) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (4) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (5) Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atau barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain. 1.1.1.3 Bank Indonesia 1. Pengertian Bank Indonesia Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Tahun 1999 tentang Bank Indonesia pada Pasal 4 menyatakan bahwa: (1) Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. (2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. (3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang. Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Bank Indonesia adalah Bank Sentral yang merupakan lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah
12
dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan. Bank Indonesia bebas dari campur tangan dalam bentuk intimidasi, ancaman, pemaksaan, dan bujuk rayu dari pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kebijakan dan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Dinyatakan sebagai badan hukum dimaksudkan agar terdapat kejelasan wewenang Bank Indonesia dalam mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain itu, Bank Indonesia sebagai badan hukum publik berwenang menetapkan
peraturan
dan
mengenakan
sanksi
dalam
batas
wewenangnya. 2. Tujuan dan tugas Bank Indonesia Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas saran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah oleh Bank
13
Indonesia sendiri. Sementara itu untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya.
Ketiga
bidang
tugas
ini
adalah
menetapkan
dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien (Prasetyo, 2013 :107). 3. Fungsi utama Bank Indonesia Kalau diperhatikan peranan dan kegiatan yang dijalankan oleh bank sentral di berbagai negara, maka akan dapat dilihat bahwa pada umumnya bank sentral ditugaskan oleh pemerintah untuk menjalankan lima kegiatan berikut (Sukirno, 2012:285): a. Bertindak sebagai bank kepada pemerintah Pemerintah dapatlah dipandang sebagai suatu perusahaan raksasa yang setiap harinya harus membuat pengeluaran-pengeluaran dan menerima berbagai jenis pendapatan seperti pajak pendapatan, pajak penjualan, dan pajak impor. Untuk mengurus pengeluaran dan pendapatan pemerintah tersebut diperlukan jasa bank, dan salah satu fungsi Bank Sentral adalah untuk memenuhi kebutuhan ini. Bank sentral bertindak sebagai lembaga keuangan terutama menyimpan menggunakan
uang jasa
pemerintah Bank
14
Sentral
selanjutnya untuk
pemerintah
membayar
dan
mengirimkan uang kepada pemerintah daerah dan departemendepartemen pemerintah yang lain. b. Bertindak sebagai bank kepada bank-bank umum Bank sentral juga disebut sebagai “bank kepada bank” atau sumber pinjaman terakhir (lender of last resort), artinya bank sentral adalah bank dari bank-bank lainnya dan ia merupakan sumber terakhir dari pinjaman apabila bank-bank umum tidak dapat memperoleh lagi pinjaman dari sumber lainnya. c. Mengawasi kegiatan bank umum dan lembaga-lembaga keuangan lainnya Lembaga-lembaga keuangan termasuk bank umum merupakan perusahaan yang mencari keuntungan dan dapat mengalami kegagalan akibat risiko yang diterimanya. Oleh sebab itu apabila kegiatan ini tidak diawasi akan berdampak pada ketidakstabilan perekonomian. d. Mengawasi keseimbangan kegiatan perdagangan luar negeri Salah satu usaha yang perlu dilakukan untuk menciptakan kestabilan ekonomi adalah dengan mempertahankan kestabilan nilai kurs mata uang asing. Untuk mencapai tujuan ini, pertamatama haruslah dijaga keseimbangan antara ekspor dan aliran masuk modal di satu pihak, dengan impor dan aliran ke luar modal di lain pihak. Selanjutnya harus dijaga ketersediaan cadangan mata uang asing.
15
e. Mencetak uang logam dan uang kertas yang diperlukan untuk melancarkan kegiatan produksi dan perdagangan. Pemerintah memberi kekuasaan kepada Bank Indonesia untuk mencetak uang yang diperlukan untuk melancarkan kegiatan perdagangan dan produksi. Bank Indonesia harus menentukan besarnya jumlah uang yang harus disediakannya pada suatu waktu tertentu. 4. Perbedaan kegiatan Bank Indonesia dan bank umum Apabila dibandingkan kegiatan yang dijalankan oleh bank sentral dan bank umum, maka akan terdapat beberapa perbedaan antara lain (Sukirno, 2012:284): a. Dalam perekonomian hanya terdapat satu bank sentral. Sebaliknya, bank umum mempunyai jumlah yang lebih banyak. Walau demikian, bank sentral mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi. b. Bank umum kebanyakannya dimiliki oleh pihak swasta. Di negara maju dan negara berkembang bank sentral dimiliki atau dikuasai pemerintah,
sedangkan
bank
umum
adakalanya
dimiliki
pemerintah tapi manajemen dan kegiatannya tidak berbeda dengan bank umum swasta. c. Tujuan kegiatan bank sentral dan bank umum berbeda. Tujuan dari bank umum adalah berusaha agar kegiatan mereka dapat menghasilkan dan memberikan keuntungan yang maksimum kepada para pemiliknya, sedangkan bank sentral bertujuan
16
mengatur dan mengawasi kegiatan bank umum, serta menciptakan kegiatan ekonomi yang tinggi dan stabil. d. Bank sentral diberi kekuasaan untuk mencetak uang kertas dan uang logam. Bank umum tidak diberi kekuasaan untuk mencetak mata uang.
1.1.2 Inflasi 1.1.2.1 Pengertian inflasi Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari suatu periode ke periode lainnya, dan berbeda pula dari satu negara ke negara lain. Adakalanya tingkat inflasi adalah rendah yaitu mencapai di bawah 2 atau 3 persen. Tingkat inflasi yang moderat mencapai di antara 4-10 persen. Tingkat inflasi yang sangat serius dapat mencapai tingkat beberapa puluh atau beberapa ratus persen dalam setahun (Sukirno, 2012 : 14). Menurut Prasetyo (2012 : 195), inflasi secara umum dapat diartikan sebagai kenaikan harga-harga umum secara terus menerus selama dalam suatu periode tertentu. Dengan demikian, beberapa unsur dalam pengertian inflasi perlu diketahui bahwa : (1) inflasi merupakan proses kecenderungan kenaikan harga-harga umum barang-barang dan jasa secara terus menerus. (2) kenaikan harga-harga ini tidak berarti harus naik dengan presentase yang sama, yang penting terdapat kenaikan harga-harga umum barang secara terus menerus selama periode tertentu (satu bulan atau satu tahun). (3) jika kenaikan harga yang terjadi hanya sekali saja dan bersifat
17
sementara atau secara temporer (sekalipun dalam presentase yang besar) tetapi, tidak berdampak meluas bukanlah merupakan inflasi. 1.1.2.2 Jenis-jenis inflasi Jenis-jenis inflasi dapat dikategorikan berdasarkan tingkat keparahan, sebabmusabab, menurut sifatnya, dan lainnya sebagaimana diterangkan sebagai berikut (Prasetyo, 2012 : 198) : 1. Berdasarkan tingkat keparahan Penggolongan inflasi berdasarkan tingkat parah dan tidaknya dapat dilihat dari berbagai tingkatan berikut : a. Inflasi ringan (kurang dari 10% per tahun) b. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% per tahun) c. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% per tahun) d. Hiperinflasi atau hyperinflation (lebih dari 100% per tahun) 2. Berdasarkan penyebabnya a. Daya tarik permintaan (demand pull inflation) Demand pull inflation, atau sering disebut sebagai (Demand-side inflation) atau goncangan permintaan (Demand shock inflation), yaitu inflasi yang disebabkan karena adanya daya tarik dari permintaan masyarakat akan berbagai barang yang terlalu kuat. Inflasi jenis ini biasa dikenal juga sebagai Philips curve inflation, yaitu merupakan inflasi yang dipicu oleh interaksi permintaan dan penawaran akan barang dan jasa domestik dalam jangka panjang yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat.
18
b. Daya dorong penawaran (cost push inflation) Cost push inflation, atau (supply-side inflation) atau sering disebut juga sebagai goncangan penawaran (supply shock inflation), yaitu inflasi yang disebabkan karena adanya goncangan atau dorongan kenaikan biaya faktorfaktor produksi secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu. c. Inflasi campuran (mixed inflation) Inflasi campuran yang dimaksud dalam hal ini adalah jenis inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan permintaan dan kenaikan penawaran. Inflasi ini sering terjadi karena ketika para pelaku permintaan dan penawaran tidak seimbang, yaitu jika permintaan akan barang bertambah banyak, menyebabkan faktor-faktor produksi dan penyediaan barang menjadi berkurang, padahal substitusi barang tersebut lemah, akibatnya harga faktor produksi naik, yang selanjutnya harga barang juga ikut naik. Inflasi jenis ini akan semakin parah dan sulit untuk diatasi, jika kenaikan dari sisi supply lebih tinggi sama dengan kenaikan dari sisi demand. d. Ekspektasi inflasi (expected inflation) Inflasi jenis ini disebabkan adanya perilaku masyarakat secara umum yang bersifat adaptif atau forward looking, karena masyarakat melihat harapan di masa datang akan semakin lebih baik dari masa sebelumnya. Harapan masyarakat di masa datang yang lebih baik ini dapat menyebabkan demand pull inflation maupun cost push inflation tergantung dari harapan masyarakat yang mana yang lebih baik dan bagaimana kondisi persediaan barang dan faktor produksi di saat itu dan di masa datang.
19
3. Menurut asalnya a. Inflasi dari dalam negeri (domestic inflation) Domestic inflation, yaitu jenis inflasi yang berasal dari dalam negeri di suatu negara itu sendiri. Inflasi jenis ini terjadi dapat disebabkan karena perilaku konsumtif masyarakat atau “shock” pamer kekayaan, sehingga harga-harga barang menjadi naik. b. Inflasi dari luar negeri (imported inflation) Imported inflation, yaitu inflasi yang berasal dari luar negeri ini pada umumnya dapat terjadi karena adanya kelangkaan sumber daya secara umum di luar negeri (di berbagai negara, misalnya kelangkaan minyak bumi di tahun 2007-2008 kemarin) sehingga menimbulkan permintaan pasar terhadap barang tersebut meningkat hingga sampai ke beberapa negeri seberang, akibatnya secara umum harga barang-barang tersebut meningkat. 4. Jenis inflasi menurut sifatnya Jenis inflasi menurut sifatnya sebenarnya sulit untuk dikategorikan sebagai jenis inflasi yang benar-benar dapat diukur dengan pasti. Karena sifat dari inflasi ini dapat melekat pada jenis inflasi yang lain. Pada umumnya jenis inflasi menurut sifatnya ini dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu : a. Jenis inflasi merayap (creeping inflation) atau sering disebut inflasi jenis ringan, karena kenaikan harga-harga barang bersifat sangat lambat dan sifat besarannya tergolong ringan yakni kurang dari 10 persen. b. Jenis inflasi menengah atau sedang /(moderate inflation), jenis inflasi ini dikatakan bersifat moderat atau sedang karena kenaikan harga-harga barang bersifat masih lambat, sehingga tidak menimbulkan distorsi pada
20
pendapatan, dan kenaikan harga masih bersifat relatif ringan yakni sekitar 10 persen – 30 persen. c. Jenis inflasi ganas (galloping inflation), inflasi ini dikatakan ganas karena dampaknya sudah semakin meluas dan semakin sulit untuk dikendalikan. Besaran inflasi jenis ini umumnya sekitar 30 persen–100 persen atau bahkan besarannya sering dapat dikatakan sudah mencapai dua sampai tiga digit. d. Jenis sangat parah (hyperinflation), yaitu jenis inflasi yang sifatnya sangat berat dan sangat parah, sehingga besarannya dapat mencapai ratusan bahkan ribuan persen atau milyaran persen per tahun, dan inflasi jenis ini sifatnya sangat mematikan. 5. Jenis inflasi lainnya Jenis-jenis inflasi lainnya yang dimaksud dalam pembahasan ini sebenarnya merupakan derivative atau merupakan disagregasi dari berbagai jenis dan akibat terjadinya inflasi yang telah dijelaskan di atas. Beberapa jenis inflasi yang perlu dikenali tersebut adalah sebagai berikut: a. Inflasi inti (core inflation) Inflasi inti yaitu jenis inflasi yang dipengaruhi oleh perkembangan faktorfaktor fundamental dalam perekonomian suatu negara seperti; interaksi permintaan dan penawaran, lingkungan eksternal (nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang), dan ekspektasi inflasi dri perdagangan dan konsumen, yang akan berdampak pada perubahan hargaharga secara umum dan lebih bersifat permanen dan persistent, yang akan berdampak pada perubahan harga-harga secara umum dan lebih bersifat permanen dan persistent.
21
b. Inflasi struktural (structural inflation) Inflasi jenis ini terjadi sebagai akibat dari adanya berbagai kendala atau kekauan struktural yang menyebabkan penawaran di dalam suatu perekonomian menjadi kurang responsif terhadap permintaan yang meningkat. c. Target inflasi (targeting inflation) Target inflasi, inflasi administrasi, dan inflasi bergejolak serta seigniorage sebenarnya bukan merupakan jenis inflasi inti, tetapi tergolong jenis inflasi non inti atau merupakan disagregasi inflasi. Jadi targeting inflation adalah tingkat inflasi yang ditargetkan pemerintah melalui kebijakan moneter. d. Inflasi administrasi (administered price inflation) Administered price inflation, yaitu jenis inflasi yang banyak dipengaruhi oleh shocks yang berupa kebijakan dalam mengatur harga seperti pada harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan, SPP mahasiswa, dan sebagainya. Dimana, administered prices merupakan harga atau biaya administrasi yang sering ditentukan sepihak oleh pemerintah atau oleh BUMN, sehingga biaya atau harga tersebut sering memicu inflasi di masyarakat. e. Inflasi bergejolak (volatile goods prices inflation) Inflasi bergejolak adalah inflasi barang/jasa yang perkembangan harganya sangat bergejolak, umumnya dipengaruhi oleh shocks yang bersifat temporer seperti musim panen, gangguan alam, gangguan penyakit, dan gangguan distribusi. Jadi inflasi ini merupakan inflasi turunan (disagregasi inflasi) dan tidak bersifat inti.
22
f. Pajak inflasi (tax inflation) Ketika masalah inflasi ditandai dengan banyaknya jumlah uang beredar (JUB), maka inflasi ini terjadi karena disebabkan pemerintah mencetak uang terlalu banyak untuk membiayai kegiatan perekonomiannya. Karena masalah perekonomian yang sangat kompleks seperti: defisit neraca pembayaran, defisit APBN, pembiayaan kredit yang terlalu bnaya melalui bank pemerintah sehingga permasalahan tersebut harus dapat diatasi, dan salah satu cara termudah untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah mencetak uang baru. g. Inersia inflasi (inflation inertia) Inflasi inersia, terjadi karena adanya inflasi di masa lalu yang mempengaruhi ekspektasi inflasi masa depan, sebab ekspektasi ini mempengaruhi upah serta harga yang ditetapkan. 1.1.2.3 Teori inflasi Dalam ilmu ekonomi pembangunan teori inflasi dapat digolongkan menjadi dua kelompok yakni teori monetaris dan non-monetaris karena pada dasarnya inflasi adalah masalah moneter. Pada kajian ini teori inflasi dilihat dari sudut pandang teori kuantitas, teori Keynes, teori strukturalis (Prasetyo, 2012 : 215) : 1. Teori Kuantitas Teori kuantitas ini merupakan teori inflasi yang paling tua, dan merupakan teori yang mendekati inflasi dari segi permintaan, teori ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh kelompok ekonom dari Universitas Chicago yang juga dikenal sebagai kelompok monetaris. Menurut para ekonom dari Chicago ini, inflasi hanya dapat terjadi jika ada kenaikan dalam jumlah uang
23
beredar. Menurut teori kuantitas, penyebab utama terjadinya inflasi adalah masalah penambahan jumlah uang beredar dan faktor “psikologi” masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa datang. Menurut teori Kuantitas ini, nilai uang ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang di pasar uang, dan JUB ditentukan oleh bank sentral. 2. Teori Keynes Menurut pandangan teori Keynes, JUB (MS) hanyalah sebagai salah satu faktor penentu tingkat harga (inflasi). Inflasi terjadi karena masyarakat hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan rizki antara golongan-golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan agregatif yang lebih besar daripada jumlah barang yang tersedia (yaitu jika terjadi inflationary gap). 3. Teori Strukturalis Menurut teori strukturalis, (structural inflation), inflasi jenis ini terjadi sebagai akibat dari adanya berbagai kendala atau kekakuan struktural yang menyebabkan kekakuan penawaran dalam perekonomian suatu negara, sehingga kurva penawaran menjadi kurang atau tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat. Menurut pandangan kelompok strukturalis ini, sebab-sebab kekakuan struktural terjadi karena adanya kendala penawaran bagan pangan yang bersifat inelastic, kendala devisa yang terbatas, dan kendala fiskal. 1.1.2.4 Dampak Inflasi Inflasi sebenarnya mengandung dampak negatif dan positif, namun sering menimbulkan dampak negatif. Secara umum dampak inflasi dapat mempengaruhi
24
distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi, dan produk nasional. Dampak positif dapat meningkatkan gairah produksi dan kesempatan kerja baru. Adapun dampak negatif dari inflasi yang dimaksud secara umum adalah (Prasetyo, 2012 : 221) : 1. Inflasi menurunkan daya beli, terutama terhadap masyarakat miskin atau masyarakat yang berpendapatan tetap atau rendah. 2. Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, termasuk masyarakat menjadi tidak suka menabung, sehingga investasi tetap rendah dan pada gilirannya menghambat pertumbuhan perekonomian baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 3. Semakin melebarkan kesenjangan pendapatan antara si miskin dan kaya. 4. Inflasi yang tinggi menghambat investasi produktif karena tingginya ketidakpastian. 5. Bagi pemerintah, inflasi sering menyulitkan karena kebijakan pemerintah menjadi tidak efektif dan dapat menimbulkan biaya sosial inflasi yang makin besar.
1.1.3 Peran Bank Indonesia dalam Pengendalian Inflasi Sebagaimana diketahui bahwa Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini salah satunya adalah kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa yang tercermin pada perkembangan laju inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
25
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. 2.1.3.1 Kebijakan Bank Indonesia Kebijakan
moneter
meliputi
langkah-langkah
pemerintah
yang
dilaksanakan oleh Bank Sentral untuk mempengaruhi penawaran uang dalam perekonomian
atau
mengubah
suku
bunga,
dengan
maksud
untuk
mempengaruhi pengeluaran agregat. Salah satu komponen pengeluaran agregat adalah penanaman modal (investasi) oleh perusahaan-perusahaan. Suku bunga yang tinggi akan mengurangi penanaman modal dan apabila suku bunga rendah lebih banyak penawaran modal akan dilakukan (Sukirno, 2012 : 24). Bank Indonesia merupakan otoritas moneter yang memiliki kebijakan moneter. Beberapa instrumen kebijakan moneter yang umum digunakan Bank Indonesia adalah sebagai berikut (Prasetyo, 2012 : 226): a. Operasi pasar terbuka (open market operations) Yaitu dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga dan obligasi pemerintah. Instrumen ini dapat dilakukan sendiri atau bersama instrumen lain. b. Politik diskonto (rediscount policy) Untuk mempengaruhi jumlah uang beredar (JUB), instrumen ini dapat dilakukan dengan cara melakukan politik diskonto atau menaikkan dan menurunkan tingkat suku bunga. c. Cadangan minimum (reserve requirement) Dapat digunakan untuk mempengaruhi jumlah uang beredar melalui kebijakan uang ketat (tight money policy) atau kebijakan uang longgar (easy money policy) di dalam masyarakat.
26
d. Kontrol kredit yang selektif (selective credit control) Instrumen ini dapat dilakukan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi ketika terjadi inflasi atau kredit macet, maka bank diminta Bank Indonesia untuk membatasi atau mengurangi jumlah kredit kepada masyarakat. e. Himbauan moral (moral suasion) Instrumen ini digunakan manakala instrumen yang bersifat kuantitatif di atas sedang mengalami kemandulan atau ketidakefektifan atau dapat digunakan karena untuk memperkuat instrumen kebijakan lainnya. Kebijakan moneter sangat penting diterapkan karena berkaitan dengan adanya proposisi yang mengatakan bahwa peredaran uang mempunyai hubungan yang erat dengan sektor barang dan jasa atau sektor riil. Dengan pengendalian jumlah uang beredar di masyarakat aka dapat mempengaruhi variabel-variabel ekonomi di sektor riil seperti tingkat harga dan investasi serta produksi. Dalam jangka panjang, kebijakan moneter bukan lagi hanya mengatur jumlah uang beredar di masyarakat, tetapi juga mengatur variabel lain yang berkaitan dengan perkembangan jumlah uang yang beredar seperti mengatur tingkat bunga dan nilai tukar mata uang sehingga efektivitas kebijakan moneter dapat diamati. Dengan dasar efektivitas itu, kebijakan moneter sering diterapkan bersama-sama dengan kebijakan fiskal sehingga keseimbangan ekonomi dapat diwujudkan (Sudirman, 2011 : 3).
27