BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tatanan perekonomian global telah memperkuat posisi perbankan sebagai pilar utama dalam menunjang pertumbuhan ekonomi baik secara internasional maupun nasional. Implementasi dan eksistensi perbankan yaitu bertindak sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan sebagai “financial intermediary” dengan usaha utama menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran. Sebagai badan usaha, bank akan selalu mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankan. Sebaliknya sebagai lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan memperluas kesempatan kerja.1 Peranan strategis lembaga perbankan dalam tatanan ekonomi telah menempatkan bank menjadi urat nadi perekonomian suatu negara, serta terciptanya lembaga perbankan yang maju dan sehat dapat menjadi parameter kekuatan dan kemajuan ekonomi suatu negara, dimana bank terhadap pihak yang membutuhkan dana, dengan dana yang diperoleh dari bank dapat digunakan untuk kegiatan usaha yang produktif, menyerap tenaga kerja banyak, menghasilkan barang/jasa yang punya nilai lebih, sehingga tujuan perbankan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka 1
Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka, Jakarta, hlm. 59
1
2
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak terpenuhi.2 Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat agar dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan sebagai upaya mengantisipasi timbulnya risiko bagi kreditur pada masa yang akan datang. Maka untuk usaha tersebut dapat menggunakan jasa perbankan.3 Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, memberikan pengertian bank sebagai badan usaha yang menghimpun
dana
dari
masyarakat
dalam
bentuk
simpanan
dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sehingga dalam menjamin pengembalian dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank, bank menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana kredit kepada masyarakat. Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank
2
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan 3 Herowati Poesoko, 2006, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan, LakBang, Yogyakarta, hlm. 2
3
umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Kemudian di dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Bank harus melakukan penilaian dengan seksama untuk mengurangi risiko, jaminan pemberian kredit dalam arti sebagai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh bank untuk memperoleh
keyakinan
tersebut.
sebelum
memberikan
kredit,
bank
memperhatikan “the five C’s principles” atau prinsip 5C yaitu (Character, Capacity, Capital, Collateral, and Condition). Diantara 5C prinsip tersebut terdapat prinsip yang penting dalam pemberian kredit oleh bank yaitu Collateral atau Jaminan. Jaminan (collateral) adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian atas pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur.4 Keberadaan jaminan merupakan persyaratan untuk memperkecil risiko bank dalam menyalurkan kredit. Walaupun demikian secara prinsip jaminan bukan persyaratan utama, bank
4
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsep Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 23
4
memprioritaskan dari kelayakan usaha yang dibiayainya sebagai jaminan utama bagi pengembalian kredit. Dalam penerapan prinsip collateral atau jaminan dalam pemberian kredit tersebut, disyaratkan oleh bank adanya agunan kredit. Berdasarkan Pasal 1 butir 23 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur. Kegiatan usaha perbankan selain pengaruhnya atas pertumbuhan aspek ekonomi, juga terkandung aspek-aspek hukum, baik sebagai dasar aktifitas dari kegiatan operasional bank itu sendiri maupun sebagai akibat yang ditimbulkan oleh karena aktifitas operasional bank. Bahkan, segenap kegiatan operasional bank, baik dalam usaha menghimpun dana dari masyarakat maupun mengelola dana, menanam kembali dana tersebut kepada masyarakat, sampai dana tersebut kembali lagi kepada bank senantiasa terpaut dengan ketentuan hukum. Oleh karenanya, seiring dengan perkembangan dan semakin meningkatnya kegiatan usaha perbankan, peranan bidang hukum dalam mendukung keberhasilan kegiatan itu pun semakin berperan penting.
5
Selaras dengan pembangunan dalam bidang ekonomi terutama dalam kegiatan usaha perbankan, salah satu kebijakan pemerintah yang memberikan fasilitas kepada masyarakat melalui Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah. Salah satu implementasi terhadap kebjakan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007 adalah dengan adanya program Kredit Usaha Rakyat yang biasa disingkat dengan istilah KUR. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin, 5 November 2007 bertujuan untuk mengatasi masalah kesulitan kalangan usaha mikro kecil dan menegah dalam mengakses permodalan dari perbankan. 5 Tercatat bank pelaksana Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu bank yang ikut menandatangani Nota Kesepahaman Bersama tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) yang terdiri dari6 : bank nasional sebanyak 7 (tujuh) bank yaitu Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah) dan seluruh Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang tersebar di Indonesia.
Teuku Syarif MS, “Prospek Dan Kendala KUR dalam Mendukung Perkuatan Permodalan UMKM”, disampaikan dalam acara diskusi rutin pemberdayaan Koperasi dan UKM Kalangan Peneliti dan pejabat struktural di lingkungan Kementrian Negara Koperasi dan UKM tanggal 7 Januari 2011, hlm 1 6 Komite KUR, 30 Desember 2014, Sebaran Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Periode November 2007-November 2014, http://komite-kur.com/article-103-sebaran-penyaluran-kredit-usaharakyat-periode-november-2007-november-2014.asp, articles diakses pada tanggal 30 Oktober 2014 pukul 13.12 wib 5
6
Bank BRI adalah penyalur KUR terbesar dengan total platfond mencapai Rp. 107,25 triliun. Selain sektor ritel BRI juga menyalurkan KUR di sektor mikro yang masing-masing platfondnya sebesar Rp. 19,75 triliun dan Rp. 87,50 triliun, debiturnya 112.796 UMK dan 10.693.994 UMK, rata-rata kredit Rp. 175,2 juta/debitur dan Rp. 8,2 juta/debitur, serta NPL penyaluran masingmasing 3,6% dan 2,2%. Menduduki peringkat kedua yaitu Bank Mandiri dengan total platfond sebesar Rp. 16,46 triliun, debiturnya sebanyak 379.768 UMK, dengan rata-rata kredit Rp. 43,4 juta/debitur serta nilai NPL sebesar 4%. Di urutan ketiga adalah BNI dengan total platfond sebesar Rp. 15,1 triliun, debiturnya sebanyak 214.515 UMK, dengan rata-rata kredit Rp. 70,4 juta/debitur serta nilai NPL sebesar 5,7%. Selanjutnya berturut-turut yaitu BTN dengan platfond Rp. 4,55 triliun, BSM dengan platfond Rp. 3,85 triliun, Bank Bukopin dengan platfond 1,80 triliun dan BNI Syariah dengan platfond Rp. 306.019 miliar.7 Penilaian tersebut di atas menunjukkan bahwa program KUR cukup efektif dalam menunjang permodalan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Namun perlu untuk diperhatikan bahwa tolok ukur keberhasilan KUR tidak hanya dari aspek kemampuan penyaluran dan efektifitas pemanfaatan dana secara finansial, namun masih banyak tolok ukur yang perlu dikaji salah satunya adalah kemampuan pengembalian pinjaman KUR oleh peminjam. Program KUR ini memberikan jaminan terhadap pelaku usaha yang mengajukan KUR yaitu sebesar 70% dari keseluruhan kredit yang diberikan
7
Ibid.
7
oleh bank pelaksana KUR sebagai jaminan pokok dari kredit. Pelaku usaha yang mendapat dana dari KUR harus memenuhi 30% yang harus dibayarkan kepada bank karena dana penyaluran KUR 100% sepenuhnya dari bank pelaksana. Jaminan pokok harus dimintakan pelunasan juga kepada dua perusahaan penjaminan yang mendukung program KUR, yaitu Perum Sarana Pengembangan Usaha dan PT. Asuransi Kredit Indonesia.8 Penelitian ini mengambil obyek dan subyek dari program Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang terdapat di lingkungan Kecamatan Prambanan Klaten. Pelaksanaan program KUR bagi pelaku usaha dalam prakteknya mensyaratkan adanya jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok dalam program KUR berupa kelayakan usaha dari debitur, dan jaminan tambahan berupa sertifikat tanah, bukti pemilikan kendaraan bermotor (BPKB) dan sertifikat lainnya. Tujuan bank mensyaratkan adanya jaminan tambahan bagi pelaku usaha tersebut untuk memberikan rasa aman dan keyakinan kepada bank atas penyaluran dana KUR, selain itu dengan adanya jaminan tambahan memberikan tanggungjawab pelaku usaha sebagai debitur untuk dapat melunasi hutang yang telah diperjanjikan dengan bank.9 Pelaku usaha mikro kecil dan menengah dalam penelitian ini diantaranya pedagang-pedagang di kios Taman Wisata Candi Prambanan, peternak ayam, pemilik warung yang melakukan peminjaman tambahan modal
8
Kementrian Koperasi dan UMKM, 2015, http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_ content&view=article&id=351 , Artikel, diakses pada tanggal 30 Oktober 2014 pukul 14.30 wib 9 Hasil Wawancara dengan Rais Bachtiar selaku Mantri/Account Officer KUR PT Bank BRI Kantor Unit Prambanan Klaten pada tanggal 12 Januari 2015 pukul 10.15 wib
8
untuk mengembangkan usahanya dengan pihak PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) TBK Kantor Unit Prambanan Klaten. Pasang surut penghasilan yang dihasilkan dalam usahanya tentu sangat berpengaruh terhadap pengembalian pinjaman tambahan modal dalam program Kredit Usaha Rakyat (KUR) tersebut. Permasalahan pelaku usaha tersebut yang kemudian berpotensi menimbulkan keadaan tidak terpenuhinya prestasi atau terjadinya kredit macet oleh pelaku usaha terhadap bank BRI dalam pengembalian pinjaman program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Berdasarkan latar belakang diatas penulis dalam penulisan hukum ini memilih judul penulisan hukum berupa PENYELESAIAN KREDIT MACET DALAM PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) MIKRO DENGAN JAMINAN TAMBAHAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA
(PERSERO)
TBK
KANTOR
UNIT
PRAMBANAN
KLATEN.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebagaimana tersebut di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kredit macet dalam Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro di PT. Bank BRI Kantor Unit Prambanan Klaten ?
9
2. Bagaimanakah upaya penyelesaian yang dilakukan saat terjadi kredit macet terhadap jaminan tambahan dalam Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro di PT. Bank BRI Kantor Unit Prambanan Klaten ? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kredit macet dalam Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro di PT. Bank BRI Kantor Unit Prambanan Klaten; b. Mengetahui upaya penyelesaian yang dilakukan saat terjadi kredit macet terhadap jaminan tambahan dalam Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro di PT. Bank BRI Kantor Unit Prambanan Klaten. 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data dan bahan yang relevan dengan topik yang diteliti dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
D. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh penulis pada berbagai referensi dan hasil penelitian serta dalam media baik cetak maupun elektronik, diketahui bahwa penelitian mengenai Kredit Usaha Rakyat (KUR) pernah dilakukan sebelumnya antara lain :
10
1. Alfitria Maharani, tahun 2012 melakukan penulisan hukum dengan judul : Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Resi Gudang Di PT. Bank Rakyat
Indonesia
(Persero)
Tbk
Kantor
Cabang
Bantul
D.I.
Yogyakarta.10Adapun yang diangkat dalam penelitian ini antara lain : a. Bagaimana pelaksanaan pembebanan jaminan resi gudang di PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk. Kantor Cabang Bantul D.I. Yogyakarta ? b. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan resi gudang di PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk. Kantor Cabang Bantul D.I. Yogyakarta ? 2. Upik Yunia Damayanti, tahun 2014 melakukan penulisan hukum dengan judul : Tinjauan Aspek Jaminan Dalam Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro PT. BRI (Persero) Tbk Unit Gamping Cabang Katamso Yogyakarta.11 Adapun yang diangkat dalam penelitian ini antara lain : a.
Mengapa PT. BRI mensyaratkan kepada debitur KUR Mikro dengan jaminan tambahan ?
b.
Apa tindakan yang dilakukan oleh PT. BRI terhadap jaminan tambahan yang diserahkan ?
Alfitria Maharani, 2012, Skripsi : “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Resi Gudang Di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Bantul D.I. Yogyakarta”, FH UGM, Yogyakarta, hlm. 9 11 Upik Yunia Damayanti, 2014, Skripsi : “Tinjauan Aspek Jaminan Dalam Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro PT. BRI (Persero) Tbk Unit Gamping Cabang Katamso Yogyakarta”, FH UGM, Yogyakarta, hlm. 6 10
11
Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa penelitian ini berbeda atau tidak sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari : 1. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Prambanan yang terletak di Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Penelitian sebelumnya dilakukan di Yogyakarta. 2. Obyek penelitian Obyek dari penelitian ini adalah kredit macet terkait dengan jaminan tambahan dalam Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro yang merupakan program pemerintah untuk memperkuat permodalan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Penelitian sebelumnya terhadap pelaksanaan jaminan resi gudang dan jaminan tambahan serta penjaminan pemerintah dalam Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro. Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian yang dilakukan ini belum pernah diteliti dan ditulis oleh penulis sebelumnya, apabila telah terdapat penelitian yang sejenis, maka hasil dari penelitian ini diharapkan dapat melengkapinya.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang telah diperoleh dari bangku perkuliahan dan menambah pengetahuan
12
penulis dalam bidang hukum keperdataan, khususnya terkait dengan hukum jaminan. 2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah khasanah dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum dan literatur di bidang keperdataan, khususnya dalam aspek hukum jaminan. 3. Manfaat bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi terkait perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan salah satu kebijakan pemerintah melalui lembaga perbankan dalam upaya untuk lebih mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.