BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Parasetamol, Propifenazon dan Kafein Parasetamol dan Propifenazon merupakan obat yang secara luas digunakan dalam penanganan rasa nyeri (analgetika) dan demam (antipiretika). Kafein sering dikombinasikan dengan Parasetamol dan Propifenazon untuk memperkuat efek analgetikanya melalui mekanisme vasokonstriktif guna untuk mengobati nyeri kepala. Karena terjadi efek potensiasi, maka dosis masing – masing komponennya diturunkan sehingga efek samping dapat dikurangi (Tan & Rahardja, 2007). Efek samping yang paling umum dari penggunaan analgetika adalah gangguan lambung (Salisilat, Obat Analgetik Non Steroid dan Derivat Pirazolinon), kerusakan darah (Parasetamol, Salisilat dan Derivat Antranilat), kerusakan hati dan ginjal (Parasetamol dan Derivat Antranilat) dan juga reaksi alergi kulit. Efek samping ini terjadi pada penggunaan dalam jangka waktu yang lama atau penggunaan dalam dosis yang tinggi. Oleh karena itu penggunaan analgetika secara kontinu tidak dianjurkan (Tan & Rahardja, 2007). 3.1.1 Parasetamol Parasetamol memiliki rumus molekul C8H9NO2 dengan berat molekul 151,16. Pemeriannya berupa serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasa sedikit pahit. Senyawa ini larut dalam air mendidih, dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol (Depkes RI, 1995). Parasetamol memiliki khasiat analgetis antipiretis tanpa aktivitas antiradang, memiliki waktu paruh (
) 1 – 4 jam. Dewasa ini umumnya
Universitas Sumatera Utara
dianggap sebagai zat penghilang rasa nyeri (analgetika) yang paling aman. Efek analgetisnya dapat diperkuat oleh Kafein hingga 50%. Dalam hati zat ini diuraikan menjadi metabolit toksis sebagai konjugat glukoronida sulfida. Pada dosis tinggi mengakibatkan nekrosis hati yang tidak reversibel. Dosis yang berlebihan (Overdose) dapat menimbulkan mual dan muntah (Tan & Rahardja, 2007).
Gambar 1.
Rumus Bangun Parasetamol
3.1.2 Propifenazon Propifenazon memiliki rumus molekul C14H18N2O dengan berat molekul 230,3. Pemeriannya berupa kristal putih atau serbuk kristal putih. Senyawa ini sangat mudah larut dalam etanol dan kloroform, larut dalam eter, larut dalam 400 bagian air (Moffat, et al., 2004). Propifenazon tidak memiliki khasiat anti radang, memiliki waktu paruh (
) 90 menit dan memiliki resiko agranulositosis yang lebih rendah
dibandingkan induknya fenazon. Umumnya dalam bentuk kombinasi dengan analgetika yang lainnya (Tan & Rahardja, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.
Rumus Bangun Propifenazon
3.1.3 Kafein Kafein memiliki rumus molekul C8H10N4O2 dengan berat molekul 194,19 (Kafein Anhidrat), 212,21 (Kafein Monohidrat). Pemeriannya berupa serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya menggumpal, tidak berbau, rasa pahit. Larutan bersifat netral terhadap kertas lakmus. Senyawa ini agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah larut dalam klororform, sukar larut dalam eter (Depkes RI, 1995).
Gambar 3.
Rumus Bangun Kafein
3.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) bersama – sama dengan berbagai macam variasinya pada umumnya dirujuk sebagai kromatografi planar. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik. Meskipun demikian kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Rohman, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Banyak tahapan pada prosedur Kromatografi Lapis Tipis yang telah dapat diinstrumentasikan, dengan tujuan mengurangi pekerjaan, menghasilkan data yang mempunyai tingkat reprodusibilitas dan kuantitasi, serta dapat ditangani dengan sistem data yang modern (Miller, 2005). 3.2.1 Penjerap (Fase Diam) Penjerap yang paling sering digunakan pada Kromatografi Lapis Tipis adalah silika gel dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi – desorpsi (suatu mekanisme perpindahan solut dari fase diam ke fase gerak atau sebaliknya) yang utama pada Kromatografi Lapis Tipis adalah partisi dan adsorbsi (Rohman, 2009). Jarak migrasi senyawa pada plat silika gel tergantung pada polaritasnya. Senyawa yang paling polar bergerak naik dengan jarak paling dekat dari titik awal penotolan, sedangkan senyawa dengan polaritas paling kecil bergerak paling jauh dari titik awal penotolan tersebut. Silika gel merupakan penjerap polar yang paling sering digunakan, meskipun demikian silika gel juga banyak dijumpai dalam bentuk yang termodifikasi (Watson, 2009). Untuk membantu visualisasi maka selama proses pembuatan plat Kromatografi Lapis Tipis ditambahkan zat yang berfluorosensi. Secara umum plat Kromatografi Lapis Tipis yang telah didesain dengan penambahan zat yang berfluorosensi dapat diamati dibawah sinar ultraviolet. Sebagian besar analit akan tampil sebagai bercak yang berwarna gelap dengan dasar yang dapat berfluorosensi. Sebelum digunakan plat Kromatografi Lapis Tipis biasanya diaktifkan dengan pemanasan pada suhu diatas 100OC selama kurang lebih setengah jam atau lebih, guna untuk menghilangkan molekul air yang terjerap
Universitas Sumatera Utara
pada plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang telah kering biasanya disimpan dalam desikator untuk menjaga agar tetap kering dan bersih (Miller, 2005).
Gambar 4.
Permukaan Silika Gel
3.2.2 Fase Gerak Fase gerak pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dipilih dari pustaka, sistem yang paling sederhana adalah dengan menggunakan campuran 2 pelarut organik sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Pada saat pemilihan fase gerak, maka fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan teknik pemisahan yang sangat sensitif. Daya elusi dari fase gerak yang dipilih harus dapat memberikan harga Rf analit diantara 0,2 – 0,8 guna untuk memaksimalkan pemisahan. Untuk pemisahan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), maka polaritas fase gerak akan menentukan nilai Rf dari analit (Rohman, 2009). Semakin polar suatu pelarut atau campuran pelarut maka akan semakin jauh pelarut tersebut menggerakkan senyawa polar naik dari titik awal penotolan. Jika senyawa non polar yang sedang dianalisis, maka tidak akan ada peningkatan
Universitas Sumatera Utara
yang nyata dalam jarak migrasi dengan peningkatan polaritas pada fase gerak (Watson, 2009). 3.2.3 Aplikasi Sampel (Penotolan Sampel) Untuk tujuan kuantitasi, tidak hanya harus menjaga area sampel yang kecil, tetapi volume sampel yang diaplikasikan kepada plat harus diketahui secara akurat. Penotol sampel secara mekanik dapat diperoleh secara komersil dan dapat menotolkan sejumlah tertentu sampel secara akurat pada posisi yang telah ditentukan (Miller, 2005). 3.2.4 Pengembangan Pengembangan
pelarut
biasanya
dilakukan
dengan
cara
menaik
(ascending), yang mana ujung lempeng dicelupkan ke dalam pelarut pengembang. Untuk menghasilkan reprodusibilitas kromatografi yang baik, wadah fase gerak harus dijenuhkan dengan uap fase gerak (Rohman, 2009). Plat dicelupkan dalam fase gerak yang dipilih kira – kira 0,5 cm. Bejana diusahakan jangan sampai bocor. Untuk meyakinkan bahwa bejana kromatografi telah jenuh, maka dinding dalam bejana dapat dilapisi dengan lembaran kertas saring yang ujungnya direndam dalam fase gerak (Sastrohamidjojo, 1985). 3.2.5 Deteksi Bercak pemisahan pada Kromatografi Lapis Tipis umumya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dilakukan secara kimia maupun fisika. Cara kimia yang biasanya digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak akan tampak secara jelas. Cara fisika yang digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan fluorosensi dibawah sinar ultraviolet, bila senyawa yang dianalisis dapat
Universitas Sumatera Utara
berfluorosensi, maka akan membuat bercak terlihat lebih jelas. Jika senyawa tidak dapat berfluorosensi maka fase diam yang akan ditambahkan zat yang dapat berfluorosensi, dengan demikian bercak akan kelihatan gelap karena menyerap sinar ultraviolet sedangkan latar belakangnya akan terlihat berflourosensi. Cara kimiawi mendeteksi bercak anatara lainnya: •
Menyemprot lempeng Kromatografi Lapis Tipis dengan reagen yang kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang – kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan meningkatkan intensitas warna bercak.
•
Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu instrumen yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari pernukaan lempeng ketika disinari dengan lampu ultraviolet atau lampu sinar tampak. Solut – solut yang mampu menyerap radiasi sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatat (recorder) (Rohman, 2009).
3.2.6 Densitometri Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang mendasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada plat Kromatografi Lapis Tipis. Densitometri lebih dititikberatkan untuk analisis kuantitatif analit – analit, yang mana diperlukan pemisahan terlebih dahulu dengan Kromatografi Lapis Tipis. Untuk mengevaluasi bercak hasil Kromatografi Lapis Tipis secara densitometri, bercak di-scanning dengan sumber sinar dalam bentuk celah (slit). Sinar yang dipantulkan diukur dengan sensor cahaya (fotosensor). Perbedaan daerah sinar optik yang tidak mengandung bercak dengan
Universitas Sumatera Utara
daerah yang mengandung bercak dihubungkan dengan banyaknya analit yang ada melalui kurva kalibrasi yang telah disiapkan.
3.3 Validasi Metode Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Proses validasi metode untuk prosedur analitik dimulai dengan pengumpulan data validasi oleh pelaksana guna mendukung prosedur analitiknya (Bliesner, 2006). Validasi merupakan persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan reabilitas hasil dari semua aplikasi analitik (Ermer, 2005). Hasil validasi metode dapat digunakan untuk memutuskan kualitas, reabilitas dan konsistensi dari hasil analitik (Huber, 2007). Adapun karakteristik dalam validasi metode menurut USP (United States Pharmacopeia) XXX yaitu akurasi / kecermatan, presisi / keseksamaan, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang dan kekuatan / ketahanan. 3.3.1 Akurasi (Kecermatan) Akurasi/kecermatan adalah kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh lewat metode analitik dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery) Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode, yakni spiked-placebo recovery dan standard addition method. Pada spikedplacebo recovery atau metode simulasi, analit murni ditambahkan (spiked) ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut dianalisis dan jumlah analit hasil analisis dibandingkan dengan jumlah analit teoritis yang diharapkan. Jika plasebo tidak memungkinkan untuk disiapkan,
Universitas Sumatera Utara
maka sejumlah analit yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam sediaan farmasi otentik. Metode ini dinamakan standard addition method atau metode penambahan baku. (USP XXX, 2007; Ermer, 2005; Harmita, 2004). 3.3.2 Presisi (Keseksamaan) Presisi/keseksamaan adalah
ukuran
keterulangan
metode
analitik,
termasuk di antaranya kemampuan instrumen dalam memberikan hasil analitik yang reprodusibel. Berdasarkan rekomendasi ICH (the International Conference on the Harmonisation), karakteristik presisi dilakukan pada 3 tingkatan, yakni keterulangan (repeatability), reprodusibilitas
presisi antara (intermediate precision)
(reproducibility).
Keterulangan
dilakukan
dengan
dan cara
menganalisis sampel yang sama oleh analis yang sama menggunakan instrumen yang sama dalam periode waktu singkat. Presisi antara dikerjakan oleh analis yang berbeda. Sedangkan reprodusibilitas dikerjakan oleh analis yang berbeda dan di laboratorium yang berbeda (USP XXX, 2007; Épshtein, 2004). 3.3.3 Spesifisitas Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks. Secara umum, spesifisitas dapat ditunjukkan oleh pendekatan secara langsung maupun tidak langsung. Pendekatan langsung dapat ditunjukkan oleh minimalnya gangguan oleh senyawa lain terhadap hasil analisis misalnya mendapatkan hasil yang sama dengan atau tanpa senyawa pengganggu, resolusi kromatografik yang bagus dan kemurnian puncak (peak purity). Pendekatan tidak langsung adalah lewat
Universitas Sumatera Utara
pengamatan karakteristik akurasi dari metode tersebut. Bila akurasi metode telah dapat diterima (acceptable) dan valid, maka metode tersebut otomatis telah masuk kriteria sebagai metode yang spesifik (Ermer, 2005). 3.3.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan batas kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (USP XXX, 2007). Menurut ICH, batas deteksi dan batas kuantitasi dapat ditentukan dengan 2 metode yakni metode non-instrumental visual dan metode perhitungan. Metode non-instrumental visual digunakan dalam analisis kromatografi lapis tipis dan metode titrimetri. Sementara itu, metode perhitungan banyak digunakan dalam analisis menggunakan instrumental (Rohman & Gandjar, 2007). 3.3.5 Linearitas Linieritas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran analit atau sampel yang di-spiked pada konsentrasi sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi yang mencakup seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer, 2005). Berdasarkan rekomendasi ICH, linieritas dalam prakteknya diperkirakan pertama kali secara visual dari penampilan kurva plot luas area/tinggi puncak dengan konsentrasi. Untuk prosedur analitik, CDER (Center for Drug Evaluation and
Universitas Sumatera Utara
Research, US FDA) merekomendasikan bahwa kriteria linieritasnya pada tingkat koefisien korelasi tidak lebih kecil dari 0,999 (Épshtein, 2004). 3.3.6 Rentang Rentang adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang cukup. Rentang harus mencakup sekurang-kurangnya rentang hasil analisis yang diperlukan atau diharapkan dalam penelitian atau konsentrasi target uji (Ermer, 2005). Rentang suatu prosedur dapat divalidasi lewat pembuktian bahwa prosedur analitik tersebut mampu memberikan presisi, akurasi dan linieritas yang dapat diterima ketika digunakan untuk menganalisis sampel (USP XXX, 2007; USP Convention, 2006). 3.3.7 Kekuatan (Ketahanan) Kekuatan/ketahanan dievaluasi dengan melakukan perubahan parameter dalam melakukan metode analitik seperti persentase kandungan pelarut organik dalam fase gerak, jumlah zat tambahan (garam, pereaksi pasangan ion, dan lainlain) dalam fase gerak, pH larutan dapar, waktu pengekstraksian analit, komposisi pengekstraksi dan perbandingan konsentrasi fase gerak (Épshtein, 2004).
Universitas Sumatera Utara