perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan a. Pihak – Pihak yang Terlibat dalam Ketenagakerjaan 1) Pekerja/buruh Sebelum Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan berlaku, istilah yang sangat dikenal dalam hukum ketenagakerjaan adalah buruh, istilah tersebut sering digunakan sejak jaman penjajahan Belanda. Pada jaman dahulu, yang dimaksud dengan buruh adalah orang – orang pekerja kasar seperti kuli, mandor, tukang dan orang – orang yang melakukan pekerjaan kasar sejenisnya, sedangkan orang – orang yang melakukan pekerjaan halus disebut dengan istilah pegawai atau karyawan. Dalam perkembangannya, sekarang tidak dibedakan antara buruh halus dan buruh kasar yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama tidak mempunyai perbedaan apapun, sebagaimana diusulkan oleh pemerintah, pada saat Kongres FBSI II tahun 1985, istilah buruh diupayakan diganti dengan istilah pekerja, karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa ( Lalu Husni, 2006:44). Dalam pasal 1 ayat (3) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang
Ketenagakerjaan
disebutkan
bahwa
:
“pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Pengertian tersebut memiliki makna yang lebih luas karena dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Libertus Jehani dalam bukunya Hak – hak Pekerja bila di PHK mengemukakan bahwa unsur – unsur dalam pengertian pekerja adalah bekerja pada orang lain, dibawah perintah orang lain, dan mendapat upah (Libertus Jehani, 2006 : 1). Maka pekerja dapat diartikan sebagai siapapun yang bekerja pada orang lain, dibawah perintah pemilik perusahaan dan mendapatkan upah dari hasil kerjanya. 2) Pengusaha Sebelum diberlakukan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003tentang Ketenagakerjaan, istilah majikan sangat dikenal seperti halnya istilah buruh, namun sekarang istilah majikan tersebut tidak digunakan lagi dan diganti dengan istilah pengusaha karena konotasi majikan sebagai pihak yang selalu berada di atas sebagai lawan atau kelompok penekan buruh. Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (5) disebutkan secara jelas bahwa pengusaha adalah: a). orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b). orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c). orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
berada
di
Indonesia
mewakili
perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Sedangkan perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan. Pengertian pengusaha merujuk pada orangnya, sedangkan perusahaan merujuk pada bentuk usahanya. 3) Organisasi Pekerja dalam pasal 1 ayat (17) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 d isebutkan bahwa “Serikat buruh/ pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk buruh/ pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/ buruh serta meningkatkan kesejahteraan buruh/ pekerja dan keluarganya”. Menurut RG. Kartasapoetra, yang dimaksud dengan organisasi buruh/pekerja ditanah air kita adalah organisasi yang didirikan oleh dan untuk kaum buruh/pekerja secara sukarela yang berbentuk : g) Serikat Buruh, adalah organisasi yang didirikan oleh dan untuk buruh secara sukarela, berbentuk kesatuan dan mencakup lapangan pekerjaan, serta disusun secara vertikal dari pusat sampai unit – unit kerja (basis). h) Gabungan Serikat Buruh, adalah suatu organisasi buruh yang anggota – anggotanya terdiri dari serikat buruh seperti diatas (Zainal Asikin, 1993:50) Berdasarkan pengertian serikat pekerja/buruh tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari serikat pekerja/buruh adalah memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.
4) Organisasi Pengusaha Organisasi pengusaha merupakan mitra serikat pekerja dan pemerintah dalam penanganan masalah-masalah ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Organisasi pengusaha dapat dibentuk menurut sektor industri atau jenis usaha, mulai dari tingkat lokal sampai tingkat kabupaten, propinsi hingga tingkat pusat atau tingkat nasional (Payaman J. Simanjuntak, 2003 : 21). Organisasi pengusaha diperlukan sebagai wadah untuk mempersatukan para pengusaha dalam upaya turut serta memelihara ketenangan kerja dan berusaha, atau lebih pada hal-hal yang teknis menyangkut pekerjaan/ kepentingannya. Jadi yang dimaksud dengan organisasi pengusaha adalah wadah
bagi
para
pengusaha
untuk
bergerak
di
bidang
perekonomian dan ketenagakerjaan. Organisasi pengusaha yang ada di Indonesia adalah KADIN (Kamar Dagang dan Industri) dan APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia). Pasal 105 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa mengenai organisasi pengusaha menentukan sebagai berikut : a) Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. b) Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
5) Pemerintah Pemerintah
berperan
melalui
penetapan
peraturan
perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban para pihak.Bentuk campur tangan pemerintah bisa juga terlihat dari adanya instansi-instansi yang berwenang dan mengurus soal bekerjanya tenaga kerja.Instansi yang dimaksud salah satunya adalah Dinas Tenaga Kerja. Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum di bidang ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak – hak normatif bagi pekerja, selain itu pengawasan ketenagakerjaan juga akan dapat membidik pengusaha dan pekerja untuk selalu taat menjalankan ketentuan perundang – undangan yang berlaku sehingga akan tercipta suasana kerja yang harmonis. b. Hak dan Kewajiban Pekerja 4) Hak dan Kewajiban Pekerja (a) Hak Pekerja Beberapa hak yang dimiliki oleh pekerja diantaranya adalah (F.X Djumialdji, 2008: 26-41) : (1) Mendapatkan Upah Menurut Pasal 1 Angka 30 Undang – Undang Ketenagakerjaan 2003, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan upah adalah imbalan yang berupa uang dan termasuk tunjangan. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, yaitu jumlah penerimaan
atau
pekerjaannya
pendapatan
sehingga
pekerja/buruh
memenuhi
dari
kebutuhan
hasil hidup
pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan
dan
minuman,
sandang,
pangan,
pendidikan,
kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua. Oleh karena itu, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Bagi pengusaha yang tidak membayar upah minimum dapat dilakukan penangguhan. Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang
tidak
mampu
dimaksudkan
untuk
membebaskan
perusahaan yang bersangkutan dari pelaksanaan upah minimum yang
berlaku
dalam
kurun
waktu
tertentu.
Apabila
penangguhan berakhir, perusahaan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku saat itu, tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan. (2) Mendapatkan Waktu Istirahat dan Hari Libur Resmi Mengenai hal ini diatur dalam Paragraf 4 Bagian Kesatu Bab X Undang – Undang Ketenagakerjaan 2003. Di situ diatur mengenai waktu istirahat dan cuti serta hari libur resmi. (3) Mendapatkan Pengaturan mengenai Tempat dan Alat Kerja Dalam pasal 86 Undang – Undang Ketenagakerjaan 2003 disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas kesehatan dan keselamatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai – nilai agama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Untuk melaksanakan hal tersebut diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat
kesehatan
pencegahan
para
kecelakaan
pekerja/buruh dan
penyakit
dengan akibat
cara kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan dan rehabilitasi. Di samping itu, setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintergrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Adapun yang dimaksud dengan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Selanjutnya mengenai alat – alat kerja diatur dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Dalam Undang – Undang Tersebut, pekerja/buruh dilindungi dari bahaya dipakainya alat – alat kerja maupun bahan – bahan yang dipakai perusahaan. (4) Diperlakukan oleh Pengusaha dengan Baik Meskipun kewajiban
ini tidak tertulis dalam
perjanjian kerja, namun menurut kepatutan atau kebiasaan serta
peraturan
perundang
commit to user
–
undangan,
seharusnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
pengusaha wajib untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Hal diatas sesuai dengan ketentuan tentang akibat dari perjanjian yang diatur dalam pasal 1339 KUHPerdata yang berbunyi : Perjanjian – perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal – hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang – undang. (5) Mendapatkan Surat Keterangan Didalam praktik, biasanya pengusaha memberi surat keterangan (referensi) tentang pekerjaan pekerja/buruh sewaktu hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha telah berakh ir. Surat keterangan/surat pengalaman kerja biasanya berisi mengenai macam
pekerjaan, cara melakukan
pekerjaan, cara berakhirnya hubungan kerja dan lama melakukan
pekerjaan.
Biasanya,
cara
berakhirnya
hubungan kerja oleh pengusaha dinyatakan dengan baik atau dengan hormat meskipun tidak baik. (b) Kewajiban Pekerja Sebaliknya karyawan juga mempunyai kewajiban terhadap perusahaan, yang berupa (F.X Djumialdji, 2008:42-43) : (1) Melakukan Pekerjaan Kewajiban untuk melakukan pekerjaan karena adanya perjanjian kerja. Perlu dketahui bahwa perjanjian kerja menurut Pasal 1 Angka 14 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
yang memuat syarat – syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh adalah pekerjaan yang dijanjikan dalam perjanjian kerja. Mengenai ruang lingkup pekerjaan dapat diketahui dalam perjanjian kerja atau menurut kebiasaan. Ruang lingkup pekerjaan sewaktu mulai melakukan pekerjaan sudah harus diketahui oleh pekerja/buruh sehingga pengusaha tidak memperluas ruang lingkup pekerjaan. Pekerjaan harus dikerjakan sendiri karena melakukan pekerjaan itu bersifat kepribadian artinya kerja itu melekat pada
diri
pribadi,
sehingga
apabila
pekerja/buruh
meninggal dunia hubungan kerja berakhir demi hukum. Oleh karena itu, pekerjaan itu tidak boleh diwakilkan atau diwariskan. (2) Menaati Tata Tertib Perusahaan Tata tertib ini merupakan disiplin dalam rangka melaksanakan pekerjaan di perusahaan. Peraturan tata tertib ini ditetapkan oleh pengusaha sebagai akibat kepemimpinan dari pengusaha. Mengenai hal ini dapat disimpulkan dari apa yang dinamakan Perjanjian Kerja. Dahulu, peraturan tata tertib perusahaan terpisah dari Peraturan Perusahaan. Sekarang, jadi satu dengan Peraturan Perusahaan. Menurut Pasal 1 Angka 20 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat – syarat kerja dan tata tertib
perusahaan.
Dengan
demikian,
kewajiban
pekerja/buruh adalah menaati Peraturan Perusahaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
(3) Bertindak sebagai pekerja/buruh yang baik Kewajiban ini merupakan kewajiban timbal balik dari pengusaha yang wajib bertindak sebagai pengusaha yang baik. Dengan demikian, pekerja/buruh wajib melaksanakan kewajibannya dengan baik seperti apa yang tercantum dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan maupun dalam
Perjanjian
pekerja/buruh
Kerja
juga
seharusnya dilakukan
Bersama.
wajib atau
Di samping
melaksanakan
apa
tidak dilakukan
itu, yang
menurut
peraturan perundang – undangan, kepatutan maupun kebiasaan.
2. Tinjauan Umum tentang Hubungan Kerja a. Perjanjian Kerja 3) Pengertian Perjanjian Secara Umum Perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih. Menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dengan adanya pengertian perjanjian seperti ditentukan diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang. Hal ini akan berlainan jika pengertian perjanjian tersebut dibandingkan dengan kedudukan perjanjian kerja (M. Yahya Harahap, 1986:6).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
4) Pengertian Perjanjian Kerja Menurut pasal 1601a KUHPerdata, perjanjian kerja adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Dari pengertian perjanjian kerja menurut KUHPerdata, jelas bahwa hubungan antara pekerja dengan pengusaha adalah hubungan bawahan dan atasan (subordinasi), yaitu pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial ekonomi yang memberikan perintah kepada pihak pekerja yang secara sosial ekonomi mempunyai kedudukan yang lebih rendah untuk melakukan pekerjaan tertentu. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (14) Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah perjanjian antara pekerja/ buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut Undang – Undang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja bersifat umum karena menunjuk pada hubungan antara pekerja dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Selain pengertian normatif di atas, Imam Soepomo berpendapat bahwa pada dasarnya hubungan kerja yaitu hubungan buruh dan majikan terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah., perjanjian yang demikian itu disebut perjanjian kerja. Istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjanjian ini mengenai kerja, yakni dengan adanya perjanjian kerja timbul salah satu pihak untuk bekerja. Jadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
berlainan dengan perjanjian perburuhan yang tidak menimbulkan hak atas dan kewajiban untuk melakukan pekerjaan tetapi memuat syarat – syarat tentang perburuhan ( Imam Soepomo, 2003:70). Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa posisi yang satu (pekerja/buruh) adalah tidak sama dan seimbang yaitu di bawah. Apabila dibandingkan dengan posisi dari pihak majikan dengan demikian dalam melaksanakan hubungan hukum atau kerja maka posisi hukum antara kedua belah pihak jelas tidak dalam posisi yang sama dan seimbang. Jika menggunakan pasal 1313 KUHperdata, batasan pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau lebih mengikatkan diri pada orang lain untuk melakukan sesuatu hal. Bekerja pada pihak lainnya menunjukkan bahwa pada hubungan itu sifatnya adalah bekerja di bawah pihak lain. Sifat ini perlu dikemukakan untuk membedakan dari hubungan antara dokter misalnya dengan seseorang yang berobat dimana dokter itu melakukan pekerjaan untuk orang yang berobat namun tidak berada dibawah pimpinannya. Karena itu perjanjian antara dokter dengan orang berobat bukanlah merupakan perjanjian kerja melainkan perjanjian melakukan pekerjaan tertentu. Jadi dokter bukanlah buruh dan orang yang berobat bukanlah majikan dan hubungan antara mereka bukanlah hubungan kerja. Adanya buruh ialah hanya jika ia bekerja d i bawah pimpinan pihak lainnya serta menerima upah dan adanya majikan jika ia memimpin pekerjaan yang dilakukan pihak kesatu. Hubungan
buruh
dan
majikan
tidak
juga
terdapat
pada
pemborongan pekerjaan yang ditujukan kepada hasil pekerjaan. Bedanya perjanjian pemborongan pekerjaan dengan perjanjian melakukan pekerjaan tertentu adalah bahwa pekerjaan ini tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
melihat hasil yang dicapai. Jika orang yang berobat itu tidak menjadi sembuh bahkan akhirnya meninggal dunia, dokter itu telah memenuhi kewajibannya menurut perjanjian. Menyimak perjanjian kerja menurut KUHPerdata seperti tersebut diatas tampak bahwa ciri khas perjanjian kerja adalah “ di bawah perintah pihak lain”. Di bawah perintah ini menunjukkan bahwa hubungan antara pekerja dengan pengusaha adalah hubungan antara bawahan dengan atasan. Pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial ekonomi memberikan perintah kepada
pihak
pekerja/buruh
yang
secara
sosial
ekonomi
memberikan perintah kepada pihak pekerja/buruh yang secara sosial ekonomi mempunyai kedudukan yang lebih rendah untuk melakukan pekerjaan tertentu. Adanya wewenang perintah inilah yang membedakan antara perjanjian kerja dengan perjanjian lainnya. Sedangkan pengertian perjanjian kerja menurut Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sifatnya lebih umum. Dikatakan lebih umum karena hanya menunjuk pada hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang memuat syarat – syarat kerja, hak dan kewajiban pihak. Syarat kerja berkaitan dengan pengakuan terhadap serikat pekerja sedangkan hak dan kewajiban para pihak salah satunya adalah upah. Pengertian perjanjian kerja berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ini tidak menyebutkan bentuk perjanjian kerja itu lisan atau tulisan, demikian juga mengenai jangka waktunya ditentukan atau tidak. 5) Unsur Perjanjian Kerja Terdapat beberapa unsur perjanjian kerja, diantaranya yaitu : a) Adanya unsur pekerjaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Dalam pasal 1603a KUHPerdata, dicantumkan bahwa pekerjaan adalah segala perbuatan yang harus dikerjakan oleh pekerja untuk kepentingan pengusaha sesuai dengan perjanjian kerja. Pekerjaan harus dikerjakan sendiri oleh pekerja, dan hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. b) Adanya unsur perintah Pekerja harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Hubungan kerja dalam ketenagakerjaan berbeda dengan hubungan antara dokter dengan pasien atau pengacara dengan kliennya. c) Adanya waktu Dalam melakukan pekerjaan harus ditentukan jangka waktunya
agar
pengusaha
tidak
semena-mena
dalam
mempekerjakan pekerjanya.Adanya jangka waktu biasanya terdapat dalam perjanjian kerja untuk pekerja kontrak. d) Adanya upah Upah harus ada dalam setiap hubungan kerja, karena upah memegang peranan penting dalam suatu hubungan kerja, bahkan dapat dikatakan bahwa upah merupakan tujuan utama orang bekerja. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang atau bentuk lain sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian, kesepakatan atau peraturan perundang – undangan. 6) Syarat Sahnya Perjanjian Kerja Menurut KUHPerdata, dalam pasal 1320, syarat sahnya perjanjian secara umum adalah (Asri Wijayanti, 2009:43-45) :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
a) Adanya sepakat Sepakat yang dimaksudkan adanya kesepakatan antara pihak – pihak yang melakukan perjanjian. Di dalam hubungan kerja yang dijadikan dasar adalah perjanjian kerja, maka pihak – pihaknya adalah pekerja dan majikan. Kesepakatan yang terjadi antara pekerja dan majikan secara yuridis haruslah bebas. Dalam arti tidak terdapat cacat kehendak yang meliputi adanya dwang, dwaling dan bedrog (penipuan, paksaan dan kekhilafan). Kenyataanya dalam hubungan kerja pekerja terutama yang unskillabour tidak secara mutlak menentukan kehendaknya. Hal ini terjadi karena pekerja hanya mempunyai tenaga yang melekat pada dirinya untuk kompensasi di dalam melakukan
hubungan
kerja.
Pekerja
tidak
mempunyai
kebebasan untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan kehendaknya apabila ia tidak mempunyai skills yang memadai. Subekti menyebutkan sepakat sebagai perizinan, yaitu kedua subjek hukum yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal – hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik (Subekti, 1987:17)
b) Kecakapan berbuat hukum Ketentuan pasal 1320 ayat (2) KUHPerdata, yaitu adanya kecakapan untuk membuat perikatan. Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akil balig dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Onbekwaamheid dapat dianggap sebagai suatu cacat kehendak (wilsgebrek), tetapi dasarnya bukan suatu keadaan yang abnormal seperti pada paksaan, kesesatan dan penipuan (dwang, dwaling, debrog), akan tetapi berdasarkan undang – undang sendiri yang karena beberapa hal tidak memberikan kekuatan yang normal kepada kehendak beberapa orang tertentu (Soetojo Prawirohamidjojo, 1984:146). Batasan yang diberikan undang – undang terdapat dalam ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu tidak cakap untuk membuat persetujuan - persetujuan adalah : (1) Orang yang belum dewasa; (2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; (3) Orang – orang perempuan. Ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata tersebut untuk sekarang tidak berlaku semuanya karena sejak adanya Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan ketentuan Pasal 31 ayat (1) yaitu hak dan kewajiban istri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Selanjutnya ketentuan Pasal 31 ayat (2) UUP, yaitu masing – masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Dengan demikian apabila seorang wanita dewasa yang kemudian kawin, tidak akan berakibat ia akan kehilangan status kedewasaannya. Di bidang hukum ketenagakerjaan, seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah berusia 18 tahun. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) Undang – Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No.138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja, yaitu usia minimum yang telah ditetapkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
ialah tidak boleh kurang dari usia tamat sekolah wajib, dan paling tidak boleh kurang dari 15 tahun. Selanjutnya berdasarkan ketentuan
Pasal 3 ayat
(1), yaitu usia minimum
untuk
diperbolehkan masuk kerja setiap jenis pekerjaan atau kerja yang karena sifatnya atau karena keadaan lingkungan di mana pekerjaan itu
harus
dilakukan
mungkin
membahayakan
kesehatan,
keselamatan atau moral orang muda tidak boleh kurang dari 18 tahun. Berdasarkan ketentuan diatas maka seseorang dapat bekerja apabila usianya telah 18 tahun dan apabila terpaksa maka usianya minimum adalah 15 tahun. c) Suatu hal tertentu Semua orang bebas melakukan hubungan kerja, asalkan objek pekerjaanya jelas ada, yaitu melakukan pekerjaan. d) Suatu sebab yang halal Hal ini merujuk pada objek hubungan kerja boleh melakukan pekerjaan apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang – undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif, artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemampuan kecakapan dan kemauan bebas kedua belah pihak dalam membuat perjanjian pada hukum perdata disebut syarat subjektif karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan suatu sebab yang halal disebut syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian. Kalau syarat objektif tidak dipenuhi oleh syarat subjektif, maka akibat dari perjanjian tersebut adalah dapat dibatalkan, pihak – pihak yang tidak memberikan persetujuan secara tidak bebas, demikian juga orang tua/wali atau pengampu bagi orang yang tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalan perjanjian itu kepada hakim. Dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
demikian, perjanjian tersebut mempunyai ketentuan hukum belum dibatalkan oleh hakim (Lalu Husni, 2003:43) Menurut pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja harus dibuat berdasar atas : a) Kesepakatan kedua belah pihak Di dalam perjanjian kerja, suatu kesepakatan terjadi kalau pihak pengusaha setuju untuk mempekerjakan tenaga kerja
tersebut
dengan
pekerjaan
tertentu
yang
sudah
diberitahukan kepada tenaga kerja itu dan juga pekerja itu setuju
untuk
menerima
pekerjaan
itu
dengan
jumlah
pembayaran tertentu yang telah disepakati. Mengenai hal – hal lain, seperti jam kerja (kecuali untuk jam kerja malam atau di luar kebiasaan), yang sudah diatur dengan peraturan perundang – undangan kiranya tidak mencakup sebagai hal yang harus disepakati dahulu agar terjadi kesepakatan (Hardijan Rusli, 2011:51). b) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum Penjelasan pasal 52 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum adalah para pihak yang mampu atau cakap menurut hukum untuk membuat perjanjian. Pasal 1329 KUHPErdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan – perikatan, jika ia oleh undang – undang tidak dinyatakan tak cakap (Hardijan Rusli, 2011:53). c) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan Pengertian perjanjian kerja menurut Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
kerja yang memuat syarat – syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Mengerjakan
‘pekerjaan’
hanya merupakan
kewajiban dari pekerja/buruh dan ini merupakan hak bagi pengusaha untuk menerima ‘pekerjaan’. Sedangkan hak bagi pekerja/buruh adalah menerima pembayaran uang dan ini merupakan kewajiban bagi pengusaha untuk melakukan pembayaran uang. Jadi
jelas
bahwa
hal
yang
tertentu
mencakup
perjanjiannya harus tertentu sebagai perjanjian apa dan pokok perjanjian atau objeknya harus tertentu pula. Hal yang tertentu dalam perjanjian kerja bukanlah hanya perlu ada pekerjaan saja, tetapi ada yang lainnya, yaitu pembayaran, karena itu sungguh salah kalau menetapkan bahwa syarat sahnya perjanjian kerja hanya memerlukan pekerjaan saja (Hardijan Rusli, 2011:57) d) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 52 ayat (2) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan pasal 52 ayat (1) tentang kesepakatan dan kemampuan atau kecakapan, menjadi perjanjian yang dapat dibatalkan. Perjanjian yang dapat dibatalkan adalah suatu perjanjian yang dari semula sah atau mengikat, tetapi perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya. Sedangkan perjanjian yang batal demi hukum adalah suatu perjanjian yang dari semula tidak sah, artinya tidak pernah terjadi perikatan dari awal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Pengertian tentang “bertentangan dengan ketentuan kesepakatan dan kemampuan atau kecakapan” tidak dijelaskan dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun dalam penjelasannya. Kalau dilihat dari pasal 52 ayat (1) undang – undang tersebut, dimana mensyaratkan suatu perjanjian untuk menjadi sah haruslah ada kesepakatan dan kemampuan atau kecakapan, maka kata ‘bertentangan’ dengan ketentuan pasal 52 ayat (1) itu dapat diartikan
sebagai
‘tidak
ada’
kesepakatan
dan
kemampuan/kecakapan. Perjanjian
yang
bertentangan
atau
tidak
ada
kesepakatan, atau kemampuan/kecakapan adalah perjanjian yang dapat dibatalkan. Perjanjian yang dapat dibatalkan adalah perjanjian yang sah, tetapi perjanjian itu dapat dibatalkan, artinya sepanjang perjanjian itu tidak dibatalkan , maka perjanjian itu tetap perjanjian yang sah (Hardijan Rusli, 2011:64-65). Apabila perjanjian kerja yang dibuat itu bertentangan dengan ketentuan huruf a dan b maka akibat hukumnya perjanjian kerja itu dapat dibatalkan. Apabila bertentangan dengan ketentuan huruf c dan d maka akibat hukumnya perjanjian kerja itu adalah batal demi hukum (Asri Wijayanti, 2009:42)
7) Macam Perjanjian Kerja a) Menurut Bentuknya Perjanjian kerja dapat dibuat baik secara lisan maupun tertulis, namun dewasa ini perjanjian kerja umumnya dibuat secara tertulis, walaupun kadang-kadang masih ada yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
disampaikan secara lisan. Dalam Pasal 63 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, hal tersebut diperbolehkan dengan syarat perjanjian kerja yang dibuat secara lisan, pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja yang bersangkutan yang berisi antara lain : (1) Nama dan alamat pekerja (2) Tanggal mulai bekerja (3) Jenis pekerjaan (4) Besarnya upah Dalam perjanjian kerja tertulis harus memuat tentang jenis pekerjaan yang akan dilakukan, besarnya upah yang akan diterima dan hak serta kewajiban bagi masing-masing pihak. Secara normatif, bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu dalam proses pembuktian (Lalu Husni, 2006 : 59). Pasal 54 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa perjanjian kerja tertulis memuat : (1) Nama, alamat perusahaan dan jenis usahanya (2) Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/ buruh (3) Jabatan atau jenis pekerjaan (4) Tempat pekerjaan (5) Besarnya upah dan cara pembayarannya (6) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/ buruh (7) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja (8) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
(9) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja b) Perjanjian Kerja menurut jenisnya terbagi menjadi : (1) Perjanjian kerja waktu tertentu Pengertian perjanjian kerja waktu tertentu atau lebih lazim disebut dengan kesepakatan kerja tertentu ada ditemukan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05/Men/1986 yang berbunyi Kesepakatan Kerja Tertentu adalah kesepakatan kerja antara pekerja dengan pengusaha yang diadakan untuk waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor
KEP.100/Men/VI/2004
Ketentuan
Pelaksanaan
disebutkan
PKWT
pekerja/buruh
dengan
Perjanjian
adalah
Kerja
perjanjian
pengusaha
untuk
kerja
Tentang Tertentu antara
mengadakan
hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu, berdasarkan ketentuan tersebut maka jelaslah bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu lazimnya disebut sebagai perjanjian kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerjanya adalah pekerja tidak tetap atau kontrak. Alasan pemerintah melegalkan sistem kerja dengan PKWT adalah untuk menuntaskan masalah pengangguran. Hal ini dapat dilihat bahwa sistem PKWT baru ditemukan dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, walaupun dengan batasan – batasan yang tidak terlalu ketat. Pada Undang – Undang sebelumnya yaitu pada Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1948
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Tentang Kerja dan Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, hubungan kerja tidak tetap tersebut tidak ada diatur, sebaliknya juga tidak dilarang sehingga kalau terjadi hubungan
kontrak
kerja
dikarenakan
masyarakat
menggunakannya sebagai suatu kebiasaan. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan memberikan landasan yuridis yang lebih kuat dibandingkan dengan undang – undang sebelumnya. Hal ini dapat terlihat bahwa PKWT terdapat pengaturan tersendiri dalam sub bab tentang hubungan kerja, kemudian dibuatlah peraturan pelaksananya yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/MEN/VI/2004. Perjanjian kerja waktu tertentu diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan satu kali dan paling lama dua tahun. Pekerjaan dapat dikategorikan sebagai perjanjian kerja waktu tertentu apabila : (a) pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya (b) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun (c) pekerjaan yang bersifat musiman (d) pekerjaan yang berkaitan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
percobaan atau penjajakan (Pasal 59 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003). Perjanjian kerja waktu tertentu diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan satu kali dan paling lama dua tahun. (2)
Perjanjian kerja waktu tidak tertentu Perjanjian kerja waktu tidak tertentu adalah perjanjian
dimana waktu berlakunya tidak ditentukan baik dalam perjanjian, undang-undang maupun dalam kebiasaan. Dalam
perjanjian
kerja waktu
tidak tertentu dapat
memberlakukan masa percobaan kepada pekerjanya asal hal tersebut dituangkan dalam perjanjian kerja tertulis atau bila perjanjian kerjanya bersifat lisan masa percobaan harus dicantumkan dalam surat pengangkatan. 8) Berakhirnya Perjanjian Kerja Perjanjian kerja waktu tidak tertentu berakhir apabila : a) Pekerja meninggal dunia b) Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja c) Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan/ penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang mempunyai kekuatan hukum tetap d) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja (Pasal 61 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
b. Peraturan Perusahaan Selain perjanjian kerja, ada juga peraturan yang berhubungan erat dengan hubungan kerja, yaitu peraturan perusahaan. Menurut Undangundang Nomor 13 Tahun 2003, peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Peraturan perusahaan merupakan petunjuk teknis dari perjanjian kerja bersama maupun perjanjian kerja yang d ibuat oleh pekerja/ serikat pekerja dengan pengusaha (Lalu Husni, 2006 : 79). Tetapi kewajiban
membuat peraturan
perusahaan tidak berlaku bagi
perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama (Pasal 108 ayat (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003). Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya (Pasal 111 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003). Hal ini dapat dilihat bahwa ketentuanketentuan yang tercantum dalam peraturan perusahaan yang telah berakhir masa berlakunya, tetap berlaku sampai ditandatanganinya perjanjian kerja bersama atau disahkannya peraturan perusahaan baru (Darwan Prinst, 2000 : 80). 3. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Pekerja Sebenarnya perlindungan hukum secara umum dibedakan menjadi dua yaitu (Abdul Khakim, 2007:107) : a. Perlindungan Hukum Pasif Berupa tindakan-tindakan dari luar (selain buruh/pekerja) yang memberikan pengakuan dan jaminan dalam bentuk pengaturan dan kebijaksanaan berkaitan dengan hak pekerja. b. Perlindungan Hukum Aktif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Berupa tindakan dari pekerja yang berkaitan dengan upaya pemenuhan hak-haknya. Perlindungan hukum aktif ini dibagi menjadi dua yaitu: 1) Perlindungan hukum aktif –preventif yaitu berupa hak-hak yang diberikan oleh pekerja berkaitan dengan penerapan aturan ataupun kebijaksanaan pemerintah ataupun pengusaha yang akan diambil sekiranya mempengaruhi atau merugikan hak -hak pekerja. 2) Perlindungan hukum aktif –represif yaitu berupa tuntutan kepada pemerintah atau pengusaha terhadap pengaturan maupun kebijaksanaan yang telah diterapkan kepada pekerja yang dipandang menimbulkan kerugian
Menurut Soepomo dalam Asikin (1993:76) perlindungan pekerja dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : a. Perlindungan Ekonomis Yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usahausaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya, termasuk dalam hal pekerja/buruh tersebut tidak mampu bekerja karena sesuatu di luar kehendaknya. Perlindungan ini disebut juga dengan jaminan sosial, termasuk didalamnya adalah : 1) Upah Peraturan
ketenagakerjaan
melarang
pengusaha
melakukan diskriminasi pemberian upah terhadap para pekerja karena jenis kelamin, suku, ras, agama juga status pekerja, misalnya sebagai pekerja kontrak. Hal – hal mengenai upah bisa kita lihat dalam UU No.13 Tahun 2003 mulai dari pasal 88
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
s/d 98. Ketentuan – ketentuan soal pengupahan tersebut kemudian diatur secara terperinci dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja yaitu KEP.49/MEN/IV/2004. Aspek yang tercakup dalam kebijakan pengupahan diantaranya meliputi upah minimum, upah kerja lembur, upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya, upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerja, bentuk dan
cara pembayaran upah, denda dan
pemotongan upah, hal – hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, struktur dan skala pengupahan yang proporsional, upah untuk pembayaran perseorangan dan upah untuk penghitungan pajak penghasilan (Libertus Jehani, 2008:15,17). 2) Tunjangan Hari Raya (THR) THR adalah hak setiap pekerja tanpa memandang statusnya apakah sebagai pekerja kontrak atau bukan. THR wajib diberikan oleh pengusaha kepada setiap pekerjanya. Pengaturan mengenai THR ini secara rinci terdapat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI no. Per.104./MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan. Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa THR adalah pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan pengusaha kepada pekerja atau
keluarganya menjelang hari raya
keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain (Libertus Jehani, 2008:24). 3) Jamsostek Jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) adalah hak setiap tenaga kerja baik pekerja tetap maupun pekerja kontrak. Jika ada pengusaha yang oleh undang – undang menetapkan wajib untuk menyertakan para pekerjanya dalam program jamsostek namun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
pengusaha tersebut tidak mengikutsertakan pekerjanya maka hal tersebut oleh undang – undang dianggap sebagai kejahatan. Perlu diketahui bahwa jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Kebijakan memberlakukan jamsostek tersebut diatur dalam UU No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Libertus Jehani, 2008:31).
b. Perlindungan Sosial Yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja/buruh itu mengenyam dan mengembangkan peri kehidupannya sebagai manusia pada umumnya dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan ini dapat berupa : 1) pengaturan waktu kerja Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kecuali bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu (misalnya pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut) atau penebangan hutan (Pasal 77 UU No. 13 Tahun 2003). Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu diatur dalam keputusan Menaker. Penjelasan lebih lanjut mengenai ketentuan jam kerja tersebut telah termuat dalam pasal 77 ayat (2) undang – undang yang sama, yaitu :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
a)
7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b)
8 (delapan) jan 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Mempekerjakan
lebih
dari waktu
kerja
sedapat
mungkin harus dihindarkan karena pekerja/buruh harus mempunyai waktu
yang cukup
untuk
istirahat
untuk
memulihkan kebugarannya (Hardijan Rusli, 2011:83). 2) pengaturan mengenai pemberian waktu cuti Pengaturan mengenai cuti diatur dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan diantaranya dalam Pasal 76, Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82 dan Pasal 84. Selain dari waktu istirahat dan cuti yang ditetapkan oleh undang – undang, maka pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari – hari libur resmi. Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari – hari libur resmi bila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dan dengan kewajiban bagi pengusaha untuk membayar upah kerja lembur (Hardijan Rusli, 2011:85). 3) perlindungan terhadap pekerja anak UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), dalam pasal 64 menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, keh idupan sosial dan mental sosialnya (Hardijan Rusli, 2011:77).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Pengusaha dilarang mempekerjakan anak, kecuali bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) sampai 15 (lima belas) tahun untuk : a) melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial (pasal 68 dan 69 ayat (1) UU No.13 Tahun 2003); b) untuk mengembangkan bakat dan minat; c) khusus bagi anak yang berusia minimum 14 tahun, untuk pekerjaan yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. 4) perlindungan terhadap pekerja perempuan Pengaturan pekerja wanita dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah banyak mengalami perubahan
dari
ketentuan
yang
semula
melarang
wanita
dipekerjakan pada malam hari, kecuali sifat pekerjaan tersebut harus dikerjakan oleh wanita dengan meminta izin instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Dengan perkembangan zaman dan tuntutan hidup seperti sekarang ini sudah waktunya laki -laki dan wanita diberikan kesempatan yang sama untuk melakukan pekerjaan, hanya saja kerena sifat dan kodrat kewanitaanya, maka bagi pengusaha yang mempekerjakan wanita pada malam hari harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat (1), (2), (3), dan (4)
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan. c. Perlindungan Teknis Yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja/buruh terhindar dari bahaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
kecelakaan yang dapat ditimbulkan o leh alat-alat kerja atau bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan. Perlindungan ini disebut juga dengan keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja. keselamatan
kerja merupakan rangkaian
usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan
yang bekerja di perusahaan
yang bersangkutan
(Suma’mur, 2005 :104).
Sadjun H. Manulang berpendapat bahwa kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja meperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun social sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal (Sadjun H. Manulang, 2001:89) Menurut Suma’mur, Kesehatan kerja adalah : “ spesialisasi dalam ilmu kesehatan / kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja / masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun social, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit / gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan factor-faktor pekerjaan dan lingkungan keja, serta terhadap penyakit-penyakit umum” (Suma’mur, 2005:1). Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan satu upaya pelindungan yang diajukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya. Hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta semua sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Suma’mur, 2005:2). Kecelakaan kerja maksudnya adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada suatu perusahaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Berhubungan dengan hubungan kerja adalah kecelakaan tersebut bersumber dari perusahaan yang umumnya disebabkan oleh faktor manusia, faktor material/bahan, faktor sumber bahaya dan faktor yang dihadapi.
Dengan faktor – faktor diatas merupakan
kewajiban pengusaha untuk menjelaskan kepada pekerja/ buruhnya mengenai: b) kondisi dan bahaya yang dapat timbul di dalam tempat kerjanya; c) tentang semua alat pengaman dan pelindung yang ada di tiap ruang kerjanya juga cara penggunaannya; d) tentang semua alat pelindung diri bagi tenaga kerja dalam hal terjadinya bahaya; e) tentang cara dan sikap serta perlakuan yang aman dalam pelaksanaan kerja (Zaeni Asyhadie, 2008:127-129). Hak dan kewajiban pekerja berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja diantaranya yaitu : a) Hak pekerja (1) Meminta perusahaan
kepada
pimpinan
agar
dilaksanakan
atau
pengurus
semua
syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan di tempat kerja/perusahaan yang bersangkutan. (2) menyatakan keberatan melakukan pekerjaan bila syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat perlindungan diri yang diwajibkan tidak memenuhi persyaratan, kecuali dalam batas – batas yang masih dapat
dipertanggungjawabkan
Manulang, 1990:86).
commit to user
(Sendjun
H.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Beberapa ketentuan dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang kesehatan dan keselamatan kerja diantaranya adalah: (1) Pasal 86 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pekerja
mempunyai
hak
untuk
memperoleh
perlindungan atas : c) Keselamatan dan kesehatan kerja d) Moral dan kesusilaan e) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai – nilai agama. (2) Pasal 86 ayat (2) yang menyatakan bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. (3) Pasal 87 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan system manajemen perusahaan. b) Kewajiban pekerja (1) Memberikan keterangan yang bernar bila dimintai oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja (2) Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan (3) Memenuhi dan mentaati persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku ditempat kerja/
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
perusahaan
yang
Manulang, 1990:86)
commit to user
bersangkutan
(Sendjun
H.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
B. Kerangka Pemikiran
Peristiwa Hukum Premis Mayor 1. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Peristiwa Hukum 1. Tindakan
yang
dilakukan PT Jogja Tugu Trans dengan
2. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
merumahkan
3. KUHPerdata.
pekerja perempuan
4. Kepmenakertrans RI. No Kep.224/Men/ 2003, tentang Kewajiban Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/ buruh perempuan antara pukul 23.00 s/d 070.00 WIB
yang hamil ditinjau dari
Undang
–
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Penerapan Hukum
Ketenagakerjaan. 2. Implikasi keputusan PT
Jogja
Tugu
Trans
dalam
Premis Minor (Fakta Hukum)
tindakan
1. Tindakan yang dilakukan PT Jogja Tugu Trans
merumahkan pekerja perempuan
dengan merumahkan pekerja perempuan yang
yang hamil tersebut
hamil ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13
ditinjau
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
dari
Undang – Undang
2. Implikasi keputusan PT Jogja Tugu Trans dalam
Nomor 13 Tahun
tindakan merumahkan pekerja perempuan yang
2003
hamil tersebut ditinjau dari Undang – Undang
tentang
Ketenagakerjaan.
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Konklusi : Kesesuaian tindakan PT Jogja Tugu Trans merumahkan pekerja perempuan yang hamil dan implikasinya ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Keterangan : Dalam penelitian ini, norma – norma hukum in abstracto yang berfungsi sebagai premis mayor adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta KUHPerdata. Sedangkan fakta – fakta yang relevan dalam perkara (legal facts) yang dipakai sebagai premis minor adalah Tindakan yang dilakukan PT Jogja Tugu Trans dengan merumahkan pekerja perempuan yang hamil ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta implikasi keputusan PT Jogja Tugu Trans dalam tindakan merumahkan pekerja perempuan yang hamil tersebut ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui proses silogisme akan diperolehlah sebuah konklusi atau kesimpulan, yaitu mengenai kesesuaian tindakan PT Jogja Tugu Trans merumahkan pekerja perempuan yang hamil dan implikasinya ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
commit to user