BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengolahan Nira Aren Menjadi Etanol Nira aren merupakan bahan baku potensial untuk diolah menjadi etanol. Proses pengolahan yang umum dilakukan petani aren adalah fermentasi alami (tanpa menggunakan ragi). Di Sulawesi Utara, pengolahan etanol dari nira aren dilakukan dengan cara fermentasi, yaitu dengan cara penyimpanan nira dalam wadah penampung selama 2-4 hari tanpa mengunakan ragi. Proses pengolahan etanol ditingkat petani dilakukan dengan cara penyulingan hasil fermentasi nira menggunakan alat sederhana, wadah pemasakan menggunakan drum, proses destilasi menggunkan bambu yang saling bersambung dengan panjang 21-24 m. Penentuan kadar etanol pada tingkat petani dilakukan berdasarkan kebiasaan dengan pengamatan pada hasil penyulingan, yaitu tetesan cairan pada botol pertama dan kedua deperkirakan kadar etanol 40-45%, tetesan cairan pada botol ketiga sampai kelima kadar etanol 30-35% dan tetesan selanjutnya diperkirakan kadar etanol 2025%. Untuk keragaman, kadar etanol 30-35%, dengan pencampuran etanol hasil penyulingan. Pengolahan etanol dari nira aren dengan cara demikian membutuhkan tujuh liter nira aren untuk menghasilkan satu liter etanol berkadar 30-35% (Lay., et al 2004).
Proses pengolahan nira aren menjadi etanol lebih sederhana dibandingkan pati sagu dan ubi kayu, karena nira dalam bentuk cair dan bersifat mobil dalam proses fermentasi
(Dalibard,
mikroorganisme,
1999).
kondisi
Fermentasi
proses
etanol
fermentasi
dipengaruhi
dan
teknologi.
oleh
factor
Umumnya
mikroorganisme yang sangat berperan pada fermentasi etanol adalah saccharomyces sp. Factor-faktor linkungan seperti pH larutan, suhu dan nutrisi mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam mensintesa gula menjadi etanol. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan efisiensi fermentasi adalah mendaptkan strain strain baru yang unggul, dan penguasaan teknologi proses fermentasi (Santoso dan Murdiyatmo, 1994). Santoso
dan
Murdyatmo,
(1994),
menyatakan
bahwa
penggunaan
saccharomyces sp strain PS-01 yang diproduksi P3GI (Pusat penelitian Perkebunan Gula Indonesia), pada pengolahan etanol dengan bahan baku tetes tebu dan proses fermentasi berlangsung selama 48 jam, pada pH 4,5-5,0 dan suhu ruang 32-34oC, menghasilkan etanol dengan rendemen tertinggi yakni 20%. Salah satu indikasi diperolehnya strain unggulan adalah dihasilkan berbagai ragi komersial dengan nama dagang dan Negara produsen antara lain Fermipan (Perancis), Mauripan (China), Gold-Pakayama (Turki) dan BrewMax (Canada). Ragi komersial ini telah digunakan pada pengolahan roti, sehingga lebih dikenakal dengan sebutan ragi roti. Ragi roti sudah diujicobakan pada minuman anggur (palm wine) dari nira aren dengan kadar
etanol sekitar 5% aroma khas dan disukai panelis (Rindengan, 2005), dan pengolahan dari bahan baku air kelapa menghasilkan etanol 6-8% (Karouw, 2004). Nira yang diberi perlakuan ragi dan tanpa ragi yang difermentasi selama 1 hari, 2 hari, 3 hari memiliki pH masam, 4,38-4,54. Nira yang diberi perlakuan ragi memilki pH agak netral, 6.05-6,12. Kemasaman 4-6 sesuai untuk pertumbuhan ragi dan efektif dalam merombak gula menjadi etanol. Pada pH kurang dari 4, proses fermentasi tidak efektif karena pertumbuhan ragi terhambat (Santoso dan Murdyatmo, 1994). Pada proses fermentasi nira aren selama 3 hari, suhu ruang pada pagi hari sampai malam hari berkisar 28,5-31,5oC. proses fermentasi adalah pemecahan gulagula sederhana menjadi etanol dengan melibatkan enzim dan ragi, pada kisaran suhu 27,0-32,0oC (Hambali, et al., 2008). Menurut Santoso dan Murdyono (1994) suhu optimal untuk proses fermentasi gula menjadi etanol adalah 31-34oC. 2.2 Etanol Ethil alkohol atau etanol adalah salah satu turunan dari senyawa hidroksil atau gugus OH, dengan rumus kimia C2H5OH. Istilah umum yang sering dipakai untuk senyawa tersebut, adalah alkohol. Etanol mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap, mudah larut dalam air, berat molekul 46,1, titik didihnya 78,3°c, membeku pada suhu –117,3 °c, kerapatannya 0,789 pada suhu 20 °c, nilai kalor 7077 kal/gram,
panas latent penguapan 204 kal/gram dan mempunyai angka oktan 91–105 (Hambali., et al, 2008). Pengunaan etanol dibagi menjadi empat kelompok : (a) etanol berkadar 2545% sebagai minuman beralkohol, (b) etanol berkadar lebih dari 70-90%, sebagai bahan farmasi desinfektan, minuman beralkohol golongan C (bir dan wine) dan bahan bakar kompor, (c) Etanol berkadar tinggi (90-96%), digunakan untuk farmasi, obatobatan dan bahan pelarut, dan (d) Etanol absolut (kadar ≥ 99%), sebagai bahan bakar (Hambali, et al, 2008). Penggunaan minuman hasil fermentasi dan destilasi nira aren (kadar etanol 25-45 %), popular beberapa daerah seperti di Sulawasi Utara, yang dikenal dengan nama captikus atau tuak. Konsumsi minuman beralkohol ternyata berdampak negatif bagi kesehatan. Selain itu, penggunaan yang dikategorikan etanol etanol teknis (kadar 70-90 %) kurangdi sukai konsumen karena adanya aroma tertentu yang di anggap berbeda dengan etanol komersial yang menggunakan bahan baku tetes tebu.
Penelitian yang dilakukan Lay (2010) terhadap karakteristik etanol kasar dari nira aren ternyata berbeda dengan hasil destilasi-dehidrasi etanol kasar dan etanol komersial (Tabel 1.) Tabe 1. Karkteristik kadar etanol, kadar gula dan kadar pH etanol
No
Uraian
Etanol hasil dastilasidehidrasi 94,8b
Etanol komersial dari molases
Etanol (%)
Etanol kasar dari nira aren 30,8a
1 2
Gula (%)
10,1a
18,3b
18,3b
3
pH
4,37a
7,14b
7,07a
4
Cuprun (ppm)
0,11a
0,08a
0,31b
5
Chlor (ppm)
433,9a
65,9b
70,6b
6
Timbal (ppm)
Negatif
Negatif
Negatif
7
Metanol (ppm)
Negatif
Negatif
Negatif
95,0b
Sumber : Lay (2011) Ket : Notasi yang mengikuti angka pada kolom berbeda nyata pada BNT 0,05.
Berdasarkan data pada Tabel 1. Menunjukan bahwa kadar etanol kasar dari nira aren ( 30,8%) berbeda jika dengan etanol hasil destilasi-dehidrasi (kadar 94,8%) dan etanol komersial dari molases (kadar 95%). Etanol dari aren hasil destilasi-dehidrasi umumnya sama dengan etanol komersial, yang berbeda adalah kadar Cuprun. Kadar Cuprun pada etanol komersial lebih tinggi dari etanol nira aren.
Etanol kadar 30,8 % mengandung gula dan pH yang rendah (Tabel 1), karena etanol masih banyak mengandung air, dan bahan-bahan lain yang terlarut berupa senyawa asam yang ikut menguap pada proses destilasi awal dengan menggunakan suhu destilasi berkisar 95-100 ºC. Pada proses destilasi-dehidrasi etanol pada alat pengolahan etanol, dengan pemanasan tangki evaporator yang berisi etanol kasar pada suhu 80 °C atau lebih, etanol akan terpisah dari larutan air-etanol dan senyawa terlarut lainnya, sehingga meningkatkan kadar etanol, kadar gula dan pH larutan etanol (Lay, 2011). Meningkatnya kadar etanol, kadar gula dan menurunnya pH, disebabkan terpisahnya asam-asam yang dikandung larutan etanol kasar dan air, selama proses penguapan dan destilasi, sehingga konsentrasi etanol, kadar gula dan pH meningkat. Sedangkan residu (bagian yang tidak menguap) adalah cairan air-etanol sisa yang terdapat pada tangki evaporator, yang masih mengandung etanol sekitar 2 %, kadar gula 4,0-4,5 % dan bersifat asam dengan pH 4,0-4,3. Residu tidak digunakan lagi dalam proses pengolahan etanol, karena berkadar rendah dan membutuhkan energi panas yang banyak untuk menguapkan etanol (Lay, et al, 2011).