Seleksi Khamir dari Nira Berdasarkan Toleransi dan Produktivitas Etanol (Yeast Selection of the Sap of Palm Trees based on Ethanol Tolerance and Productivity) Venny Santosaa, Johani Asri Windhayub, Siswokob, Isliana Rukminingsihb, R.L.N.K. Retno Triandhinic, Sri Kasmiyatib, Ferry Fredy Karwurac aMagister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia bFakultas Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia cProgram Studi Teknologi Pangan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Kartini 11A, Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia *Email:
[email protected]
ABSTRACT Yeast is a microorganism with multi functions and widely used by human, especially due to its fermentative trait. Sugar fermentation by yeast produces ethanol and carbon dioxide. Ethanol is a flammable, volatile and colorless compound, which can be utilized in many fields, such as for beverages, antiseptic, solvents and biofuel. However, thus far, production of ethanol usually involved traditional strain of yeast which has been known by human, without regards to the fermentation purpose. In ethanol production, the desired properties of yeast are its ethanol tolerance, fermentation speed and ethanol productivity on various substrates. Therefore, exploration and selection of novel yeasts with these desired traits are really important. In our research, we focused the yeast exploration from the inflorescence sap of three kinds of Palmae; coconut, sugar palm, and papyrus trees. Yeasts from the samples were isolated and purified to single strains and tested for fermentative properties. Ethanol tolerance test was done on YPD (Yeast extract Peptone Dextrose) medium supplemented with 5-15% ethanol. Fermentation ability was tested on medium containing various carbon sources, such as xylose, glucose, fructose, maltose and sucrose. In addition, ethanol productivity was tested with YPD medium supplemented with 20% glucose for 12 d in room temperature. Saccharomyces cerevisiae was used as a control for ethanol productivity experiments. From the total of 124 yeast isolates derived from three kinds of Palmae trees, 20 isolates were able to grow on medium supplemented with 14.5% ethanol. From these isolates, 9 of the best isolates were further tested for their fermentation speed and carbon utilization. Thus, this research provides novel strain of yeasts available locally, which showed high potential to be utilized in industrial ethanol production process.
Keywords: yeast, Palmae sap, ethanol, tolerance, productivity.
ABSTRAK Khamir merupakan mikroorganisme mutifungsi yang banyak dimanfaatkan manusia, terutama karena kemampuan fermentasinya. Fermentasi gula oleh khamir akan menghasilkan etanol dan karbon dioksida. Etanol merupakan senyawa volatile, mudah terbakar, dan tidak berwarna yang mempunyai banyak manfaat, antara lain untuk minuman, antiseptik, pelarut dan bahan bakar. Namun sejauh ini, biasanya produksi etanol hanya menggunakan strain khamir yang telah dikenal manusia tanpa memperhatikan peruntukannya. Faktor-faktor yang sangat penting dalam peruntukan khamir untuk produksi etanol adalah toleransi, kecepatan fermentasi dan produktivitas etanol pada berbagai jenis substrat gula. Oleh karena itu, eksplorasi dan seleksi khamir dengan karakteristik fermentasi tersebut sangat penting dilakukan. Dalam penelitian kami, eksplorasi khamir dilakukan dari berbagai nira Palmae, yaitu dari nira kelapa, nira aren dan nira lontar. Khamir dari sampelsampel nira tersebut diisolasi menjadi kultur murni dan diuji karakteristik fermentasinya. Seleksi toleransi etanol dilakukan pada medium YPD (yeast extract peptone dextrose) dengan penambahan etanol antara 5-15%, sedangkan kemampuan fermentasi diuji dengan sistem batch menggunakan berbagai sumber karbon, seperti xilosa, glukosa, fruktosa, maltosa dan sukrosa. Selanjutnya, produktivitas etanol diuji menggunakan medium YPD yang mengandung 20% glukosa selama 12 hari pada suhu ruang. Untuk uji produktivitas etanol, Saccharomyces cerevisiae digunakan sebagai kontrol. Dari sebanyak 124 isolat khamir yang diperoleh dari tiga jenis sampel nira, sebanyak 20 isolat mampu tumbuh pada konsentrasi etanol 14.75%. Sebanyak 9 isolat terbaik diuji lebih lanjut untuk kecepatan fermentasi dan kemampuan menggunakan menggunakan
berbagai sumber karbon. Melalui penelitian ini, diperoleh strain-strain khamir lokal dengan karakteristik produksi etanol tinggi yang berpotensi dimanfaatkan dalam dunia industri.
Kata kunci: khamir, nira, etanol, toleransi, produktivitas
PENDAHULUAN Khamir merupakan mikroorganisme yang banyak digunakan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Pemanfaatan ini didasarkan atas kemampuan khamir mengkonversi gula menjadi alkohol (khususnya etanol) dan karbon dioksida dalam proses fermentasi. Etanol mempunyai banyak kegunaan dalam kehidupan manusia, antara lain sebagai bahan bakar, pelarut organik dan desinfektan. Pemanfaatan etanol sebagai alternatif bahan bakar minyak menjadi prospek yang bagus karena persediaan minyak dunia yang semakin menipis. Kemampuan khamir dalam proses fermentasi etanol dapat dipandang dari berbagai karakteristik penting, antara lain kecepatan fermentasi, kemampuan beradaptasi terhadap ketersediaan substrat, osmotoleransi, toleransi terhadap etanol, produktivitas etanol dan penggandaan sel yang cepat (Yu, 1990). Toleransi khamir terhadap etanol merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam produksi etanol. Etanol bersifat toksik dan bila terdapat dalam konsentrasi yang tinggi maka akan menghambat pertumbuhan, proses fermentasi dan bahkan dapat menyebabkan kematian sel khamir. Setiap strain khamir mempunyai kemampuan toleransi etanol yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat timbul dari perbedaan genetik dan faktor-faktor lingkungan, seperti suhu, nutrisi, tekanan osmotik, dan konsentrasi substrat (Casey et al., 1986). Secara umum, khamir dapat tumbuh dalam konsentrasi etanol 8-12% dan mampu beradaptasi sampai konsentrasi etanol 15-17% (Lucero et al., 2000). Kemampuan produksi etanol masing-masing strain khamir juga berbeda-beda. Selain disebabkan oleh keanekaragaman genetik, perbedaan kemampuan produksi etanol juga disebabkan oleh proses adaptasi alamiah strain khamir tersebut terhadap lingkungannya (Kassen dan Rainey, 2004). Versavaud et al. (1995) menemukan bahwa strain-strain yang diambil dari titik lokasi yang berbeda akan menunjukkan perbedaan genetik dan karakteristik fermentasi. Tipe-tipe genotip dan karakteristik yang berbeda disebabkan oleh perbedaan relung ekologi. Lokasi geografis, tipe tanah, kelembapan dan suhu mempengaruhi struktur populasi organisme.. Keanekaragaman kondisi ekologis Indonesia menyimpan potensi besar sebagai penyedia strain-strain khamir unggul. Di alam, khamir dapat ditemukan pada berbagai ekosistem. Salah satu ekosistem penyedia khamir yang relatif belum terjamah di Indonesia ialah air nira. Air nira diperoleh dengan cara menyadap tangkai karangan bunga (inflorescence) yang masih kuncup. Air nira dapat berasal dari berbagai tumbuhan, seperti kelapa, aren dan lontar. Air nira mengandung kandungan gula tinggi yang berperan sebagai substrat khamir. Khamir yang terdapat dalam air nira dapat saja mempunyai karakteristik fermentatif unggul yang berpotensi untuk digunakan dalam industri produksi etanol. Berdasarkan kebutuhan etanol dan peran penting khamir sebagai penghasil etanol, makan penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi, mengisolasi dan menyeleksi strain-strain khamir lokal yang menunjukkan karakteristik fermentasi unggul, seperti toleransi terhadap etanol, kemampuan penggunaan berbagai sumber karbon dan produktivitas etanol yang tinggi. BAHAN DAN METODE Pengambilan Sampel
Sampel diambil dari tiga (3) spesies Palmae, yaitu kelapa, aren dan lontar. Sampel diambil dua kali, pada pagi hari (07.00 – 09.00) dan sore hari (15.00 – 17.00). Sebanyak 0.220 ml nira segar diambil secara aseptik dan disimpan dalam suhu 4°C sampai proses selanjutnya. Lokasi pengambilan yaitu di : • Nira kelapa: Kecamatan Tuntang, Pabelan, Suruh (Kabupaten Semarang) dan Kecamatan Wonosegoro (Kabupaten Boyolali) sebanyak 48 sampel. • Nira aren: Desa Karangnongko (Kecamatan Tuntang), Desa Wonosari, Karang Bawang, dan Kemambang (Kecamatan Banyubiru), Desa Lanjan, Jambe, Trayu, Candi Garon, Mitir, Ngoho dan Kebun Agung (Kecamatan Sumowono) di Kabupaten Semarang sebanyak 45 sampel. • Nira lontar: Kabupaten Pati, Lasem, Tuban, Gresik, Paciran dan Kupang sebanyak 31 sampel. Isolasi dan Seleksi Khamir diisolasi menggunakan media YPD (1% Bacto yeast extract, 2% Bacto pepton, 2% glukosa, pH 5) cair yang mengandung etanol 5%. Sebanyak 0.2 ml nira diinokulasikan dan diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 30°C. Isolat dipisahkan dan dimurnikan menggunakan medium agar YPD dengan prosedur mikrobiologi standar. Pengamatan morfologi koloni dan sel dilakukan terhadap isolat murni. Toleransi Etanol Isolat ditumbuhkan secara aseptis pada 2 ml medium YPD cair mengandung etanol dengan konsentrasi 10; 12.5; 13.5; 14; 14.25; 14.5; 14.75 dan 15% selama 24-48 jam pada suhu 30°C. Kemampuan Fermentasi Isolat ditumbuhkan secara aseptis pada medium YPD cair yang mengandung etanol 5% dan indicator BCP (Bromocresol Purple) 1.6% selama 24-72 jam pada suhu 30°C. Kemampuan fermentasi ditandai dengan perubahan warna menjadi kuning dalam waktu ≤ 24 jam. Utilisasi Karbon Isolat ditumbuhkan secara aseptis pada medium YPD cair yang mengandung 2% sumber karbon yang berbeda-beda, yaitu xilosa, fruktosa, glukosa, maltosa, dan sukrosa. Kultur ditumbuhkan secara sistem batch pada kecepatan 130 rpm pada suhu ruang sampai mencapai fase stasioner (18-48 jam). Sampel kultur diambil secara periodik tiap 3-5 jam dan diukur kandungan gulanya dengan metode DNSA (dijelaskan selanjutnya) dan biomassa sel menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Produktivitas Etanol Isolat ditumbuhkan secara aseptis pada medium YPD cair dengan sumber karbon glukosa 20% secara anaerob fakultatif. Inkubasi dilakukan selama 12-15 hari pada kecepatan 130 rpm di suhu ruang. Pengamatan konsentrasi etanol, biomassa dan glukosa dilakukan 3 hari sekali. Pengukuran Kadar Glukosa Total Pengukuran kadar glukosa dilakukan sesuai James (1995). Secara ringkas, pengukuran kadar glukosa dilakukan sebagai berikut: Sebanyak 0.5 ml supernatant dari sampel ditambahkan 1 ml air dan 0.5 ml reagen DNS (1% asam 3,5-dinitrosalisilat, 30% natrium kalium tartrat, 0.4 M NaOH) lalu dipanaskan dalam suhu 100°C selama 5 menit dalam tabung tertutup untuk menghindari penguapan. Reagen DNS akan bereaksi spesifik terhadap glukosa dan membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisilat yang berwarna merah kecoklatan. Sampel lalu ditambahkan air sampai 10 ml dan diukur adsorbansinya pada
panjang gelombang 540 nm. Konsentrasi glukosa diukur dengan membuat kurva standar glukosa. Pengukuran Kadar Etanol Kadar etanol diukur berdasarkan jumlah NADH yang terbentuk dari hasil oksidasi etanol menjadi asetaldehid oleh enzim ADH (alcohol dehydrogenase) dalam suatu reaksi yang membutuhkan NAD. Jumlah NADH yang terbentuk setara dengan banyaknya etanol ini kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm. Prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut: 4.8 ml buffer (0.1 M Na4P2O7.10H2O, 0.02 M glisin, pH 8.7) ditambah dengan 0.1 ml sampel, 0.1 ml NAD, dan ADH 0.02 ml lalu diinkubasi pada suhu 25°C selama 70 menit. Setelah inkubasi, adsorbansi diukur pada panjang gelombang 340 nm dengan blanko H2O. Konsentrasi etanol dihitung dengan menggunakan rumus (Boehringer, 1989): V x MW Konsentrasi etanol (g/l) = _________________x 340 (sampel-blanko) x fp ε x d x v x 1000 Keterangan: V : volume total akhir (ml) v : volume sampel (ml) MW : berat molekul etanol (g/l) d : diameter kuvet ε : koefisien serapan NADH pada 340 nm (6,31 mol-1cm-1) fp : factor pengenceran Analisis Data Data dianalisis menggunakan ANOVA Satu arah yang dilanjutkan dengan uji Tukey. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 12.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN Nira kelapa Pengambilan nira kelapa dilakukan secara acak pada penyadap nira kelapa di 48 titik lokasi yang tersebar di desa Gedangan, Ujung-Ujung, Krandon lor, Suruh, Plumbon, Medayu, Bonomerto (Kabupaten Semarang) dan Desa Garangan, Bandung, Gosono, dan Wonosegoro (Kabupaten Boyolali). Hasil isolasi khamir dari sampel-sampel tersebut menghasilkan total 48 isolat dengan perincian dan kode nomor sebagai berikut: 10 isolat dari Desa Gedangan (no. 1-10), 8 isolat dari Ujung-Ujung (no.11-18), 5 isolat dari Krandon lor (no.19-23), 4 isolat dari Suruh (no.24-27), 2 isolat dari Plumbon (no.28-29), 4 isolat dari Medayu (no.30-33), 2 isolat dari Bonomerto (no.34-35), 2 isolat dari Gosono (no.36-37), 4 isolat dari Bandung (no.38-41), 2 isolat dari Bedoyo (no.42-43), 2 isolat dari Wonosegoro (no.44-45), dan 3 isolat dari Garangan (no. 46-48). Uji toleransi terhadap etanol menunjukkan bahwa isolat dari Gedangan dan UjungUjung, yaitu no. 1, 5, dan 11, mempunyai toleransi tertinggi, yaitu mampu hidup pada konsentrasi etanol 14.75% (Tabel 1). Berdasarkan kecepatan fermentasi, sebanyak 9 isolat mampu melakukan fermentasi dalam waktu ≤24 jam dan menyebabkan perubahan warna BCP menjadi kuning. Isolat-isolat tersebut yaitu no. 1-2, 4-5, 11, 19, 26, 42, dan 45. Di antara 9 kultur tersebut, no. 42 mempunyai performa fermentasi terbaik, ditandai dengan warna kuning yang lebih pekat dibandingkan isolat-isolat lain. Berdasarkan hasil uji toleransi etanol dan kecepatan fermentasi, isolat no. 1, 5, dan 42 dipilih untuk eksperimen selanjutnya. Berdasarkan pengamatan, semua isolat menunjukkan morfologi koloni berwarna putih dengan tepi rata dengan bentuk sel sub globuse. Panjang sel isolat no. 1, 5 dan 42 berturut-turut yaitu 5-7.5, 5-6.25 dan 3.75-5 µm.
Tabel 1. Toleransi etanol isolat khamir nira kelapa Konsentrasi etanol (%) 5 10 12.5 13.5 13.75 14 14.25 Gedangan 10 6 5 5 3 2 2 Ujung-Ujung 8 3 2 2 2 1 1 Krandon Lor 5 2 1 Suruh 4 Plumbon 2 medayu 4 Bonomerto 2 1 Garangan 3 2 Bandung 4 1 Gosono 4 2 1 Wonosegoro 2 Asal isolat
14.5 2 1
14.75 2 1
Ketiga kultur tersebut menunjukkan respon berbeda dalam adaptasi berbagai sumber karbon (Gambar 1). Isolat no.1 menunjukkan adaptasi terbaik terhadap glukosa, sedangkan isolat lainnya pada fruktosa. Berdasarkan peningkatan biomassa, fruktosa dan glukosa merupakan sumber karbon yang mendukung perkembangbiakan sel. Xilosa merupakan karbon yang paling sulit diutilisasi oleh khamir. Isolat no. 5 tidak dapat tumbuh, sedangkan isolat no. 1 dan 42 menunjukkan kecepatan tumbuh yang lambat. Dengan demikian, glukosa dipilih sebagai sumber karbon dalam uji produktivitas etanol. Parameter yang diamati pada uji produktivitas etanol yaitu kadar etanol, penggunaan glukosa dan peningkatan biomassa. Saccharomyces cerevisiae digunakan sebagai control dalam eksperimen tersebut. Gambar 2 menunjukkan bahwa hampir semua (99%) dari total glukosa dapat dimanfaatkan oleh semua isolat khamir. Saccharomyces cerevisiae mampu menggunakan glukosa secara cepat, ditandai dengan penurunan sebanyak 165.6 g/l (82.8%) sampai hari ketiga. Pada hari ketiga, isolat no. 1, 5, dan 42 menggunakan glukosa berturut-turut sebanyak 37.57%, 50.15%, dan 62.79% dari konsentrasi glukosa awal.
Gambar 1. Adaptasi isolat khamir no 1 ( ), 5 ( ), dan 42 ( ) pada medium yang mengandung sumber karbon xilosa (A), glukosa (B), fruktosa (C), maltosa (D), dan sukrosa (E). Dari segi pertumbuhan sel, isolat no.42 menunjukkan fase pertumbuhan yang relative lebih cepat dibanding isolat lain. Sebagai akibatnya, fase kematian isolat ini lebih cepat terdeteksi dibanding isolat lain, yaitu pada hari ke 12. Isolat no. 1 dan 5 serta Saccharomyces cerevisiae memasuki fase stationer mulai hari ke 6-12, namun mampu bertahan sampai pada akhir eksperimen. Produksi etanol baru tampak jelas setelah hari ke-6 untuk semua isolat. Kadar etanol tertinggi dihasilkan oleh isolat no.42 pada hari ke-12, yaitu sebesar 82 g/l. Namun demikian, kadar etanol ini menurun pada hari ke 15, sehingga hampir sama dengan kadar etanol isolat lain, yaitu 75.3 g/l (isolat no.5), 66.8 g/l (isolat no.1) dan 68.3 g/l (Saccharomyces cerevisiae). Tingginya kadar etanol yang dihasilkan suatu isolat bukanlah jaminan bahwa isolat tersebut unggul, karena tingkat konversi glukosa ke etanol (produktivitas etanol) juga harus diperhitungkan. Berdasarkan tingkat konversi substrat, maka isolat no. 1 adalah yang terunggul. Hasil eksperimen di atas menunjukkan bahwa di antara 48 isolat yang berhasil diisolasi dari sampel nira kelapa, isolat no. 42 unggul dalam hal adaptasi terhadap sumber
karbon dan mampu memproduksi etanol dalam jumlah besar. Namun dari segi efektivitas produksi etanol, maka isolat no. 1 mempunyai produktivitas etanol yang paling tinggi.
Gambar 2. Produksi etanol (g/l) ( ), kadar glukosa total (g/l) ( ) dan biomassa (OD660) ( ) oleh isolat no. 5 (A), 42 (B), 1 (C) dan Saccharomyces cerevisiae (D). Nira aren Sampel nira aren diambil dari titik-titik lokasi yang tersebar di 11 desa di Kabupaten Semarang. Sebanyak 45 isolat berhasil dimurnikan dari sampel nira tersebut yaitu sebagai berikut: 4 isolat dari Desa Karangnongko (Kecamatan Tuntang) (no.49-52), 3 isolat dari Desa Wonosari (no.53-55), 3 isolat dari Desa Tegaron (no.56-58), dan 9 isolat dari Desa Kemambang (Kecamatan Banyubiru) (no.59-67), 4 isolat dari Desa Lanjan (no.68-71), 3 isolat dari Desa Jambe (no.72-74), 3 isolat dari Desa Candi Garon (no.75-77), 4 isolat dari Desa Mitir (no.78-81), 3 isolat dari Desa Ngoho (no.82-84), 4 isolat dari Desa Trayu (no.8588), dan 5 isolat dari Desa Kebun Agung (Kecamatan Sumowono) (no.89-93). Dari total 45 isolat, 8 isolat yang berasal dari Desa Karangnongko, Kemambang, Kebun Agung dan Lanjan mampu tumbuh pada medium yang mengandung konsentrasi etanol 14.75% (Tabel 2). Tabel 2. Toleransi etanol isolat khamir nira aren Konsentrasi etanol (%) Asal isolat
5 10
12.5
13.5
13.75
14
14.25
14.5
14.75
Karangnongko 4
3
3
3
3
3
3
3
3
Kemambang
9
4
3
3
3
3
2
2
2
Tegaron
4
2
1
1
Wonosari
3
1
1
1
Kebun Agung
5
3
1
1
1
1
1
1
1
Mitir
4
4
1
1
1
1
1
Trayu
4
3
1
1
Candi Garon
3
2
2
2
Jambe
3
2
2
2
1
1
1
Lanjan
4
3
3
3
2
2
2
Ngoho
2
2
2
Selanjutnya dilakukan uji kecepatan fermentasi dengan menggunakan indicator BCP. Jumlah isolat khamir yang mampu melakukan fermentasi dalam waktu ≤24 jam, 24-48, dan ≥48 jam yaitu berturut-turut sebanyak 13, 2, dan 27 isolat. Sebanyak 3 isolat (7%) tidak dapat melakukan fermentasi. Berdasarkan hasil seleksi toleransi terhadap etanol dan kecepatan fermentasi, maka dipilih 3 isolat terbaik untuk eksperimen selanjutnya yaitu isolat no.50 (toleran terhadap 14.75% etanol dan mampu memfermentasi ≤24 jam), no.55 (toleran terhadap 13.75% etanol dan mampu memfermentasi ≤24 jam) dan no.93 (toleran terhadap 14.75% etanol dan mampu memfermentasi ≤24 jam). Berdasarkan morfologi koloni dan sel, koloni isolat no. 50, 55 dan 93 mempunyai penampakan putih dengan tepi halus dan mempunyai sel berbentuk sub globuse dengan ukuran sebagai berikut : no.50 (2-4 x 5-10 µm), no. 55 (2-4 x 4-9 µm), dan no. 93 (2-8 x 7-10 µm).
Gambar 3. Adaptasi isolat khamir no 50 ( ), 55 ( ), dan 93 ( ) pada medium yang mengandung sumber karbon xilosa (A), glukosa (B), fruktosa (C), maltosa (D), dan sukrosa (E). Ketiga isolat tersebut ditumbuhkan pada medium YPD yang mengandung sumber karbon berbeda-beda seperti pada isolat nira kelapa untuk mengetahui sumber karbon yang cocok dalam produksi etanol. Gambar 3 menunjukkan bahwa masing-masing isolat memberikan respon berbeda terhadap variasi sumber karbon. Sama halnya dengan isolat yang diperoleh dari nira kelapa, isolat dari nira aren mampu beradaptasi dan menunjukkan pertambahan sel secara cepat pada medium yang mengandung glukosa dan fruktosa. Nilai pertumbuhan eksponensial (µ) untuk medium xilosa, glukosa, fruktosa, maltosa, dan sukrosa ditampilkan di Tabel 3. Berdasarkan lama fase adaptasi dan sudut kemiringan kurva, isolat khamir dari nira aren memberikan respon pertumbuhan yang baik pada sumber karbon glukosa, fruktosa dan xilosa, sedangkan pada disakarida maltosa dan sukrosa responnya lebih lambat dibanding respon di sumber karbon monosakarida sederhana. Tabel 3. Pertumbuhan eksponensial isolat dari nira aren di berbagai sumber karbon Karbon xilosa glukosa fruktosa maltosa sukrosa
50 0.225 0.366 0.439 0.084 0.131
No.isolat 55 0.305 0.209 0.226 0.071 0.091
93 0.214 0.251 0.416 0.060 0.122
Selanjutnya, ketiga isolat khamir tersebut diuji produktivitas etanolnya pada sumber karbon glukosa (Gambar 4). Seperti sebelumnya, Saccharomyces cerevisiae digunakan sebagai kontrol. Seperti halnya isolat nira kelapa, produksi etanol baru mulai meningkat setelah hari ke-6, sedangkan biomassa cenderung stationer. Pada akhir eksperimen (hari ke-15), kadar etanol untuk Saccharomyces cerevisiae, isolat no. 50, 55, dan 93 berturutturut adalah 68.3, 87.35, 90.3, dan 71.4 g/l. Hampir semua substrat digunakan oleh tiap isolat (≥99%). Menurut uji statistika, produksi etanol ketiga isolat khamir berbeda nyata dari Saccharomyces cerevisiae. Dengan demikian, isolat khamir lokal dari nira aren menunjukkan potensi produksi etanol yang lebih tinggi dibanding strain khamir tradisional yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan manusia.
*
Gambar 4. Produksi etanol (g/l) ( ), kadar glukosa total (g/l) ( ) dan biomassa (OD660) ( ) oleh Saccharomyces cerevisiae (A), isolat no. 50 (B), 55 (C), 93 (D).
Nira lontar Nira lontar diambil dari beberapa daerah di Jawa dan Nusa Tenggara Timur. Total isolat yang diperoleh dari nira lontar yaitu 31 isolat, dengan perincian sebagai berikut: 5 isolat dari NTT (no.94-98), 4 isolat dari Lasem (no.99-102), 4 isolat dari Pati (no.103-106), 5 isolat dari Pacitan (no.107-111), 6 isolat dari Gresik (no.112-117), dan 7 isolat dari Tuban (no.118-124) Tabel 4. Toleransi etanol isolat khamir nira lontar Konsentrasi etanol (%) Asal isolat
5 10
12.5
13.5
13.75
14
14.25
14.5
14.75
Gresik
6
5
5
5
4
4
3
2
2
Kupang
5
5
3
1
1
1
1
1
1
Lasem
4
4
2
2
1
1
1
Paciran
5
2
2
2
2
2
2
2
1
Pati
4
4
4
4
4
3
3
3
3
Tuban
7
4
3
3
3
2
2
2
2
Uji toleransi etanol memberikan hasil bahwa isolat khamir dari nira lontar relative lebih toleran etanol dibandingkan isolat khamir dari nira kelapa dan aren (Tabel 4). Sebanyak 9 isolat khamir dari nira lontar mampu tumbuh pada konsentrasi etanol 14.75%. Uji kemampuan dan kecepatan fermentasi juga memberikan hasil yang bagus, yaitu 30 dari
total 31 isolat mampu melakukan fermentasi, dengan sebaran sebagai berikut: 21 isolat (68%) mampu melakukan fermentasi dalam waktu ≤24 jam, 6 isolat (19%) mampu melakukan fermentasi dalam waktu 24-48 jam, dan 3 isolat (10%) melalukan fermentasi ≥48 jam. Oleh karena jumlah isolat potensial yang besar, untuk eksperimen selanjutnya, dilakukan seleksi isolat dengan cara menumbuhkan khamir yang dorman (setelah inkubasi pada medium mengandung 15% etanol) pada medium normal (mengandung etanol 5%). Isolat yang mampu tumbuh kembali setelah inkubasi pada etanol 15% adalah isolat no. 96, 104, 105, 107, dan 119. Dari lima isolat tersebut, isolat no. 96, 104 dan 119 yang menunjukkan performa terbaik dipilih untuk uji selanjutnya. Dari segi morfologi, isolat khamir dari nira lontar mempunyai karakteristik sama dengan isolat dari nira kelapa dan aren. Koloni berwarna putih-krem dengan tepian rata, dan sel sub globuse dengan ukuran 3-5 x 24 µm.
Gambar 5. Adaptasi isolat khamir no. 119 ( ), 104 ( ), dan 96 ( ) pada medium yang mengandung sumber karbon xilosa (A), glukosa (B), fruktosa (C), maltosa (D), dan sukrosa (E). Ketiga isolat terplih lalu diuji kemampuannya menggunakan berbagai sumber karbon (Gambar 5). Semua isolat mampu tumbuh dengan baik pada medium dengan sumber karbon fruktosa, sukrosa, dan maltosa, walaupun inokulum yang digunakan pada medium maltosa dan sukrosa berjumlah dua kali dibanding medium lain. Untuk medium glukosa, fase adaptasi isolat cukup lama dan fase eksponensial nampaknya baru dimulai setelah jam ke 15. Pertumbuhan isolat no. 96 jauh lebih pesat dibandingkan 2 isolat lain dan mencapai fase stationer lebih cepat, sehingga pada akhir eksperimen (jam ke-30), konsentrasi sel antar isolat hampir sama. Untuk medium dengan xilosa, isolat no. 96 nampak kurang mampu memetabolisme xilosa dan mengalami kesulitan tumbuh, sehingga OD660 tertinggi <0.4. Fase stationer dan kematian sel pada medium xilosa ini juga tercapai lebih cepat oleh semua isolat dibandingkan sumber karbon lain. Pada medium mengandung glukosa, isolat no. 96 mampu tumbuh dengan cepat melebihi 2 isolat lainnya. Produktivitas etanol ketiga isolat tersebut ditampilkan di Gambar 6. Berbeda dengan isolat dari nira aren dan kelapa, kadar etanol meningkat sejak hari pertama dan tidak ada kesan bahwa etanol diproduksi setelah biomassa. Akumulasi etanol isolat no. 96, 104 dan 119 pada hari ke-12 berturut-turut adalah 91.75 g/l, 82.21 g/l dan 87.79 g/l. Hasil ini jauh lebih tinggi dibanding yield Saccharomyces cerevisiae yaitu sebesar 76.62 g/l. Konsumsi glukosa sama seperti eksperimen menggunakan isolat lainnya, di mana ≥99% glukosa habis terkonsumsi pada akhir eksperimen. Dari segi biomassa, semua isolat mengalami kenaikan biomassa yang tajam sejak hari pertama dan mencapai fase stationer dan kematian ratarata pada hari ke-8. Kematian sel tersebut diduga disebabkan oleh habisnya glukosa dan tingginya kadar etanol yang diproduksi sel. Dengan demikian, ekpslorasi khamir dari nira lontar menghasilkan strain-strain local dengan toleransi etanol tinggi, kemampuan fermentasi yang cepat dan produksi etanol yang tinggi. Strain-strain ini menunjukkan potensi untuk digunakan dalam industry dan diharapkan menjadi alternative strain tradisional seperti Saccharomyces cerevisiae.
Gambar 6. Produksi etanol (g/l) ( ), kadar glukosa total (g/l) ( ) dan biomassa (OD660) ( ) oleh isolat no. 119 (A), 104 (B), dan 96 (C).
KESIMPULAN 1. Total sampel adalah yaitu 124 sampel yang terdiri dari 48 isolat dari nira kelapa, 45 isolat dari nira aren dan 31 isolat dari nira lontar. 2. Morfologi sel dari semua isolat sama yaitu koloni putih-krem dengan tepian rata dan bentuk sel sub-globuse. 3. Dipilih tiga isolat dari masing-masing nira kelapa, aren dan lontar untuk uji produktivitas etanol berdasarkan toleransi terhadap etanol, kecepatan fermentasi dan fleksibilitas sumber karbon. 4. Varietas khamir lokal menunjukkan karakteristik fermentasi yang bagus, berdasarkan ketahanan terhadap etanol, kecepatan fermentasi, pertambahan biomassa, penggunaan substrat dan produktivitas etanol. 5. Penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai sumber daya khamir lokal yang berpotensi dalam bidang industri etanol dan dapat menjadi alternative strain tradisional Saccharomyces cerevisiae.
PUSTAKA Casey, G.P. and Ingledew, W.M. 1986. Ethanol Tolerance in Yeasts. Crit Review Microbiology. 13(3):219-280. Kassen, R. and Rainey, P.B. 2004. The Ecology and Genetics of Microbial Diversity. Annual Reviews. Annu.Rev.Microbial. 58: 207-231. James, C.S. 1995. Analytical Chemistry of Food. Blackie Academic and Professional. London. Lucero, P., Penalver, E., Moreno, E., and Lagunas, R. 2000. Internal trehalose Protects Endocytosis from Inhibition by Ethanol in Saccharomyces cerevisiae. Applied and Environmental Microbiology. 66(10): 4456-4461.
Versavaud, A., Courcoux, P., Rolland, C., Dulau, L., and Hallet, J.N. 1995. Genetic Diversity and Geographical Distribution of Wild Saccharomyces cerevisiae Strain from The Wine-Producing Area of Charentes, France. American Society of Microbiology. 61(10). Yu, P.L. 1990. Fermentation Technology: Industrial Application. Elsevier Applied Science. London.