BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengaruh Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2005) dikatakan bahwa pengaruh
adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Dengan kata lain pengaruh adalah hasil dari sikap yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dikarenakan seseorang atau kelompok tersebut telah melakukan dan menjalankan kewajibannya terhadap pihak memintanya untuk menjalankan kewajiban tersebut. 2.2
Efektivitas Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan atas Temuan SPI
2.2.1
Efektivitas Menurut Martani dan Lubis (2009) efektivitas merupakan unsur pokok
aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain suatu organisasi dikatakan efektif apabila tercapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Mardiasmo (2004): “Efektivitas adalah ukuran berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif.” Efektivitas menggambarkan seluruh siklus input, proses, dan output yang mengacu kepada hasil dari organisasi. Karena itu suatu organisasi, program ataupun kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan atau sasaran dapat tercapai sesuai dengan rencana yang ada dan dapat memberikan dampak hasil atau manfaat yang diinginkan. 10
11
2.2.1.1 Indikator Efektivitas Ukuran efektivitas merupakan standar ukuran yang digunakan untuk mengukur efektivitas dengan menunjukkan pada tingkatan sejauhmana suatu organisasi dapat melakukan program atau kegiatan dengan baik dan melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal sehingga terpenuhinya semua target, sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Kriteria atau ukuran efektivitas menutur James L. Gibson yang dikutip oleh Agung Kurniawan (2005) terdiri dari: 1. Kejelasan tujuan yang akan dicapai disampaikan kepada karyawan dalam pelaksanaan tugasnya agar mencapai target dan sasaran sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan merupakan penentuan cara yang harus dilakukan untuk mencapai semua tujuan yang sudah ditetapkan. 3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang tepat agar strategi yang telah direncanakan dan tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksanakan. 4. Perencanaan yang matang diperlukan untuk pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh organisasi untuk mengembangkan program atau kegiatan dimasa yang akan dating. 5. Penyusunan program yang tepat untuk pencapaian tujuan organisasi 6. Tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang proses dalam pelaksanaan suatu program agar berjalan dengan efektif.
12
2.2.2
Pemantauan (Monitoring) Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana
pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul, dan agar dapat diambil tindakan sedini mungkin. George R. Terry (2006) menyatakan bahwa: “Pemantauan adalah mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan dengan mengevaluasi prestasi kerja, menerapkan tindakan-tindakan korektif yang menyebabkan hasil dari pekerjaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan.” Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah mendefinisikan monitoring adalah kegiatan mengamati, mengawasi keadaan dan pelaksanaan di tingkat lapangan yang secara terus-menerus atau berkala di setiap tingkatan untuk menjaga agar program berjalan sesuai rencana. Proses pemantauan itu sendiri termasuk kedalam salah satu kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh APIP. Pengawasan intern yang dilaksanakan APIP meliputi kegiatan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya (asistensi, sosialisasi, serta konsultasi. Terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien dalam mewujudkan pemerintahan yang baik. Manfaat pemantauan rekomendasi dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) adalah unutk meminimalisir terjadinya kejadian yang berulang dalam
13
laporan-laporan keuangan yang telah diaudit BPK. Besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan BPK tidak terletak pada temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi terletak pada efektivitas penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa. 2.2.3
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) adalah kegiatan yang dilakukan
pejabat yang diperiksa atas rekomendasi yang diberikan BPK hasil dari pemeriksaan. Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dinyatakan bahwa setiap pejabat yang diperiksa dan/atau bertanggung jawab wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam LHP BPK, dan menjadi salah satu dasar penilaian kinerja instansi, meskipun dalam pelaksanaannya TLHP ini belum diterapkan secara optimal. TLHP ini juga dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah. Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59 tahun 2010 tentang Kebijakan Pengawasan Intern Kementrian Keuangan menyatakan bahwa: “Untuk memperoleh opini Wajar Tanda Pengecualian (WTP) dari BPK atas laporan keuangan, maka dilaksanakan program peningkatan kualitas laporan keuangan melalui kegiatan pengawasan seperti: a. Pemantauan/monitoring dan asistensi penyusunan laporan keuangan b. Reviu laporan keuangan c. Pendampingan pemeriksaan BPK d. Pemantauan/monitoring tindak lanjut temuan BPK atas laporan keuangan. “
14
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) disampaikan kepada Inspektorat sebagai Tim TLHP BPK , untuk selanjutnya menginformasikan kepada SKPD yang diberikan rekomendasi oleh BPK untuk melakukan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan. Rekomendasi yang diberikan oleh BPK biasanya dikarenakan laporan keuangan yang belum andal dan berkualitas, diantaranya Sitem Pengendalian Intern (SPI) yang masih lemah. Susunan dari Tim TLHP BPK terdiri dari : 1. Walikota/Bupati selaku penanggungjawab Tim TLHP BPK yang mengkoordinasikan pelaksanaan TLHP BPK setelah diterimanya LHP BPK. 2. Inspektur selaku sekretaris Tim TLHP BPK, setelah menerima LHP BPK inspektur berkoordinasi dengan penanggungjawab untuk: a. Mempelajari dan mengidentifikasi kondisi, kriteria dan rekomendasi atas LHP BPK selanjutnya menyerahkan bahan TLHP kepada SKPD sebagai anggota tim, b. Menyusun/membuat rencana aksi TLHP BPK, dan c. Mensosialisasikan
rencana
aksi
TLHP
BPK
dan
membuat
kesepakatan waktu penyelesaian TLHP BPK dalam waktu 60 hari kalender. 3. Kepala SKPD selaku anggota Tim TLHP BPK bertugas untuk: a. Melaksanakan kesepakatan mengenai waktu penyelesian TLHP BPK dan mempelajari kondisi, kriteria dan rekomendasi yang disampaikan oleh Sekretaris, dan
15
b. Menindaklanjuti
dengan
membuat
atau
melengkapi
atau
mempertanggung jawabkan dan/atau menyetorkan uang ke kas daerahdan/atau kas Negara atas rekomendasi BPK. Dalam Undang-undang No. 15 tahun 2004 pasal 20 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, menjabarkan sebagai berikut: 1. Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan; 2. Pejabat wajib memberi jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan; 3. Jawaban atau penjelasan atas rekomendasi
disampaikan selambat –
lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. 4. Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan di bidang kepegawaian. Dengan penjelasan yang tercantum dalam UU No 15 tahun 2004, maka dengan kata lain peran Inspektorat sebagai auditor internal dan yang merupakan sebagai unsur pengawas penyelenggaraan pemerintah daerah diperlukan untuk penindaklanjutan rekomendasi yang diberikan oleh BPK atas temuan – temuan yang ditemukan . Tugas dan fungsi Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 64 tahun 2007 adalah:
16
1. Perencanaan program pengawasan; 2. Perumusan Kebijakan dan fasilitasi pengawasan; dan 3. Pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota ini dapat terlihat bahwa susunan organisasi Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota terdiri atas : (1) Inspektur, (2) Sekretariat, (3) Inspektur Pembantu, dan (4) Kelompok Jabatan Fungsional. Seketariat Inspektorat provinsi, dan kabupaten/kota ini memliki tugas untuk menyiapkan bahan koordinasi pengawasan dan memberikan pelayanan administratif dan fungsional kepada semua usur di lingkungan inspektorat provinsi, dan kabupaten/kota. Sekretariat Inspektorat Provinsi, dan Kabupaten/Kota ini terdiri dari Subbagian Perencanaan, Subbagian Evaluasi dan Pelaporan, dan Subbagian Administrasi dan Umum. Sebenarnya tindak lanjut atas pengawasan dilakukan oleh subbagian evaluasi dan pelaporan pengawasan yang selanjutnya bekerjasama dengan subbagian perencaan. Subbagian evaluasi dan pelaporan pengawasan ini memiliki tugas untuk menyiapkan bahan penyusunan, menghimpun, mengelola, menilai, dan menyimpan laporan hasil pengawasan aparat pengawas fungsional dan melakukan administrasi pengaduan masyarakat serta menyusun laporan kegiatan, dan subbagian perencanaan yang membuat action plan yang dipakai selama proses Tindak alanjut berlangsung.
17
Jadi, tindak lanjut atas rekomendasi yang diberikan oleh BPK terhadap temuan – temuan yang ada selanjutnya akan diserahkan kepada SKPD yang diperiksa dan ditemukannya temuan, dan SKPD tersebut harus bertanggungjawab untuk menindaklanjuti rekomendasi. Apabila ada pejabat yag diketahui tidak melaksanakan kewajiban dalam menindaklanjuti rekomendasi, maka dapat dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang kepegawaian 2.2.4
Internal Control Internal control pertama kali diperkenalkan oleh Committee of Sponsoring
Organization of the Threadway Commision (COSO) yang memperkenalkan kerangka kerja untuk internal control. Sedangkan konsep internal control dikembangkan oleh International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) yang menggunakan COSO dalam pengembangan definisi internal control dengan menambahkan aspek perilaku dalam pengertian internal control. Sedangkan di Indonesia sendiri, konsep internal control lebih dikenal dengan istilah Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008. INTOSAI (2004) mengatakan bahwa: “Internal control is an integral process that is effected by an entity’s management and personnel and is designed to address risks and to provide reasonable assurance that in pursuit of the entity’s mission, the following general objectives are being achieved: 1. Executing orderly, ethical, economical, efficient and effective operations; 2. Fulfilling accountability obligations; 3. Complying with applicable laws and regulations: Safeguard resources against loss, misuse and damage.”
18
INTOSAI menggambarkan internal control sebagai proses dinamis integral yang beradaptaasi secara berkesinambungan dengan perubahan yang dihadapi oleh organisasi, yang harus melibatkan seluruh level organisasi dalam pencapaian misi dan tujuan organisasi. Sedangkan menurut COSO, internal control merupakan proses, karena hal tersebut termasuk kedalam kegiatan operasional organisasi dan termasuk kedalam bagian integral dari kegiatan manajemen. 2.2.5
Sistem Pengendalian Intern
2.2.5.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern Kegiatan pengendalian wajib dilakukan oleh Instansi Pemerintahan sesuai dengan sifat, tugas dan fungsi Instansi Pemerintahan tersebut. Sistem Pengendalian Intern dalam pemerintahan diterapkan untuk mencapai tujuan yang direncanakan, meningkatkan efisiensi, dan meningkatkan kehandalan dalam pembuatan laporan keuangan. Sistem Pengendalian Intern memiliki peran untuk dapat meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
Negara. Mahmudi
(2010) menjelaskan bahwa sistem akuntansi sangat berkaitan dengan sistem pengendalian intern organisasi atau instansi. Suatu sistem akuntansi yang baik adalah yang mengandung sistem pengendalian yang memadai. Seperti disebutkan dalam Undang – undang nomor 1 tahun 2004 pasal 58 ayat (1) tentang Pembendaharaan Negara : “Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh.”
19
Sementara itu, pada Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) yang merupakan pelaksanaan atas Undang – undang nomor 1 tahun 2004 pasal 58 ayat (1), menyebutkan bahwa : “Sistem Pengendalian Internal adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset Negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.” Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2008 merupakan hasil adopsi dari The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commissions
(COSO)
Internal Control Concept yang sudah di sesuaikan dengan keadaan pemerintahan di Indonesia. Sedangkan, menurut COSO pengendalian internal adalah proses yang dilakukan oleh dewan komisaris, pihak manajemen, dan mereka yang berada di bawah arahan keduanya, untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa pencapaian tujuan dapat dicapai dengan hal – hal seperti: 1. Kesesuaian dengan Undang-undang dan perturan yang berlaku. 2. Efektivitas dan efisiensi operasi. 3. Keandalan dalam pelaporan keuangan. 2.2.5.2 Unsur – Unsur Sistem Pengendalian Intern Pada Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2008 dijelaskan mengenai unsur – unsur apa saja yang dapat mempengaruhi sistem pengendalian intern. Unsur-unsur tersebut terdiri dari :
20
1. Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian merupakan pondasi dasar dalam sistem pengendalian intern. Pada unsur lingkungan pengendalian, pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan lingkungan pengendalian yang kondusif dalam penerapan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pekerjaannya, melalui: a. Penegakan integritas dan nilai etika; Penegakan integritas dan nilai etika adalah perilaku organisasi yang merupakan standar yang mencakup tindakan manajemen untuk mengurangi dorongan bertindak melanggar hokum ataupun tindakan yang tidak etis, yang dikomunikasikan dan didorong untuk dilaksanakan didalam Pemerintahan. b. Komitmen terhadap kompetensi; Dalam pencapaian tujuan entitas, maka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab harus dilakukan secara efektif. Komitmen terhadap kompetensi ini meliputi pertimbangan manajemen atas pengetahuan yang ada dan meliputi keterampilan yang diperlukan, perpaduan antara kecerdasan,
latihan,
dan
pengalaman
untuk
pengembangan
kompetensi. c. Kepemimpinan yang kondusif; Kepemimpinan yang kondusif memberikan gambaran yang jelas mengenai pentingnya suatu pengendalian yang dilakukan oleh
21
pimpinan
instansi,
dan
auditor
dapat
membantu
memonitor
kepemimpinan ini agar kondusif. d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan; Struktur organisasi yang merupakan garis tanggung jawab yang ada, dapat mambantu auditor dalam memahami struktur organisasi yang ada, dan mempelajari unsur material dan fungsional organisasi tersebut. e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang lengkap; Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab merupakan salah satu bentuk komunikasi yang berhubungan antara pengendalian atas masalah atau kegiatan yang terjadi. f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia; Dalam pengendalian intern ini sumber daya manusia merupakan aspek paling penting. Penyusunan dan penerapan kebijakan atas pembinaan sumber daya manusia dapat menciptakan pengendalian yang efektif sehubungan dengan pegawai. g. Perwujudan peran aparat pengawas intern pemerintah yang efektif; dan Untuk mewujudkan peran aparat pengawas intern pemerintah yang efektif, maka harus ada kesadaran dari aparat pengawas intern pemerintah tersbut untuk berkontribusi secara efektif.
22
h. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait. Hubungan yang baik dengan instansi pemerintah terkait dapat mempermudah dalam pengendalian intern. 2. Penilaian Risiko Penilaian risiko merupakan proses dalam mengidentifikasi juga menganalisis risiko yang berpengaruh terhadap tujuan organisasi atau instansi. Penilaian risiko ini terdiri dari identifikasi risiko dan analisis risiko. Identifikasi risiko dilaksanakan dengan: (a) Menggunakan metode yang sesuai dengan tujuan Instansi Pemerintah, (b) Menggunakan mekanisme yang dapat mengenali risiko dari faktor eksternal maupun internal, (c) Menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko. Sedangkan analisis risiko digunakan untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi dalam pencapaian tujuan dari Instansi Pemerintah. 3. Kegiatan Pengendalian Aktivitas pengendalian meliputi selutuh tingkatan dan fungsi organisasi yang tercermin dari adanya persetujuan, otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, review atas kinerja, keamanan aset dan pemisahan fungsi. Pimpinan Instansi Pemerintah wajib untuk menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari fungsi dan tugas Instansi Pemerintahan. Kegiatan pengendalian ini memiliki karakteristik, yaitu: a. Kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok instansi pemerintahan;
23
b. Kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko; c. Kegiatan pengendalian yang dipilih disesuai dengan sifat khusus Instansi Pemerintah; d. Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan sevara tertulis; e. Prosedur yang telah diciptakan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis; dan f. Kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan. 4. Informasi dan Komunikasi Para pimpinan Instansi Pemerintahan wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat dan diselenggarakan secara
efektif. Untuk menyelenggarakan kegiatan
komunikasi yang efektif, pimpinan Instansi Pemerintahan harus: a. Menyediakan
dan
memanfaatkan
berbagai
bentuk
dan
sarana
komunikasi; b. Mengelola, mengembangkan, dan memperbaharui sistem informasi secara terus-menerus. 5. Pemantauan Pemantauan Sistem Pengendalian intern dilaksanakan melalui:
24
a. Pemantauan berkelanjutan yang dilakukan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervise, perbandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas; b. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern; dan c. Tindak lanjut rekomendasi hasil audit, dan reviu lainnya harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan. 2.2.5.3 Tujuan Sistem Pengendalian Intern Mahmudi (2010) menyebutkan bahwa tujuan dibangunnya sebuah sistem pengendalian intern adalah : 1. Untuk melindungi aset Negara; 2. Untuk memelihara catatan secara rinci dan akurat; 3. Untuk menghasilkan informasi keuangan yang akurat, relevan, dan andal; 4. Untuk menjamin bahwa laporan keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi yag berlaku; 5. Untuk efisiensi dan efektivitas operasi; dan 6. Untuk menjamin ditaatinya kebijakan manajemen dan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Sedangkan, dalam Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2008 dijelaskan bahwa tujuan dari pengendalian intern adalah:
25
1. Memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan Negara; 2. Keandalan pelaporan keuangan; 3. Pengamanan aset Negara; dan 4. Ketaatan terhadap peraturan perundang – undangan. Tujuan dari pengendalian intern seperti yang dikemukakan juga oleh Institute of Internal Auditor dan seperti yang ada di buku Hiro Tugiman yang berjudul Pengendalian Intern (2008), tujuan pengendalian intern ini terdiri dari lima hal, yaitu : 1. Dapat dipercaya dan integritas informasi Suatu infromasi dapat dipercaya dan diterima oleh penerima informasi apabila suatu informasi yang disajikan tersebut berasal dari organisasi yang memiliki Pengendalian Intern yang diberlakukan pada organisasinya tersebut. 2. Kepatuhan terhadap kebijakan, rencana, serta Undang – undang yang berlaku Tujuan dalam hal kepatuhan ini untuk memastikan bahwa kegiatan yang ada dan sedang dilakukan ini berjalan baik, dan tidak keluar dari perundang-undangan ataupun dari aturan yang ada. 3. Pengamanan Aktiva Pengamanan aktiva ini dilakukan dengan adanya petugas keamanan, lemari besi, password komputer, untuk melindungi aktiva – aktiva berharga yang ada.
26
4. Ekonomis dan Efisiensi Kegiatan Pengendalian Internal ini sanagat diharapkan untuk bisa mencegah adanya disalokasi dana kegiatan ataupun untuk memaksimalkan dana kegiatan yang ada. 5. Efektivitas pencapaian tujuan Dengan adanya Pengendalian Intern ini maka diharapkan untuk mencapai tujuan organisasi dengan efektif dan efisien, dan juga dengan mudah terlaksana.. 2.2.5.4 Tahapan Pemeriksaan SPI Dalam SPKN juga disebutkan tahapan pemeriksaan terhadap SPI yang dilakukan BPK, yaitu: 1. Tahap pemahaman, yaitu pemeriksa BPK melakukan kajian terhadap pengendalian intern yang diterapkan oleh satuan kerja dalam menjalankan kegiatannya secara efektif serta mengkaji kemungkinan terjadinya kesalahan dan kecurangan akibat lemahnya pengendalian. 2. Tahap pengujian SPI, yaitu Pengujian terhadap efektivitas desain SPI dan implementasinya pada seluruh unsur yang ada dalam satu satuan kerja. Pengujian desain SPI dilaksanakan dengan mengevaluasi apakah SPI telah didesain secara memadai dan dapat meminimalisir secara efektif salah saji dan kecurangan. 3. Tahapan penyusunan laporan hasil pemeriksaan SPI dilakukan apabila terdapat temuan tentang kelemahan SPI.
27
2.2.5.5 Pengungkapan Temuan SPI Laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian intern atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai “kondisi yang dapat dilaporkan” seperti yang disebutkan dalam SPKN Nomor 01 Tahun 2007. Unsur pertama dalam SPI yaitu lingkungan pengendalian seharusnya menimbulkan perilaku positif dan kondusif agar dapat mengenali apakah SPI telah memadai dan mampu mendeteksi adanya kelemahan. Kelemahan atas SPI dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, yaitu kelemahan pada sistem pengendalian yang terkait dengan kegiatan pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan. Kelemahan ini terdiri dari: a. Pencatatan yang belum dilakukan dengan akurat, b. Proses penyusunan laporan tidak sesuai dengan ketentuan, c. Entitas terlambat menyampaikan laporan, dan d. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung dengan SDM yang memadai. 2. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, yaitu kelemahan pengendalian yang terkait dengan pemungutan dan penyetoran penerimaan daerah serta pelaksanaan program/kegiatan pada entitas yang diperiksa. Kelemahan ini terdiri dari: a. Perencanaan kegiatan yang tidak memadai,
28
b. Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan, serta penggunaan penerimaan daerah dan hibah yang tidak sesuai ketentuan, c. Pelaksanaan belanja di luar mekanisme SPBD, d. Penetapan kebijakan yang tidak tepat yang berakibat peningkatan biaya 3. Kelemahan struktur sistem pengendalian intern, yaitu kelemahan yang terkait dengan ada/tidaknya sistem pengendalian intern atau efektivitas sistem pengendalian intern yang diperiksa. Kelemahan ini terdiri dari: a. Entitas tidak memiliki SOP (Standar Operating Procedures) formal, b. SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal, c. Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai Pengungkapan temuan SPI yang perlu dilaporkan adalah apabila temuan SPI berpengaruh secara material kepada kewajaran laporan keuangan, pemeriksa mengungkapkan temuan tersebut dalam LHP sebagai alasan pemberian opini. 2.3
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Laporan keuangan pemerintah daerah memberikan informasi yang berkualitas
dan bermanfaan bagi para pengguna laporan keuangan dalam menilai akuntabilitas dan untuk pembuatan keputusan. Laporan keuangan pemerintah daerah menyediakan informasi mengenai jumlah sumber dana ekonomi yang digunakan dalam kegiatan pemerintahan daerah, menyediakan informasi mengenai posisi keuangan pemerintah daerah, dan menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan dan kondisi
29
pemerintah daerah. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 dijelaskan bahwa Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi – transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu peroide pelaporan. Mahmudi (2010) menyatakan bahwa pelaporan keuangan pemerintah disajikan secara spesifik untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan, dengan: 1. Menyediakan informasi tentang kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai pengeluaran yang terjadi; 2. Menyediakan informasi tentang kesesuaian cara mendapatkan sumber daya ekonomi dan alokasi anggaran; 3. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam entitas pelaporan; 4. Menyediakan informasi tentang kegiatan entitas pelaporan; 5. Menyediakan informasi tentang posisi keuangan entitas pelaporan; 6. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan. Kualitas suatu informasi laporan keuangan sangat dipengaruhi oleh faktor kepatuhan terhadap standar akuntansi, sumber daya manusia, serta dukungan sistem
30
akuntansi yang ada. Laporan keuangan merupakan hasil dari segala proses akuntansi yang dirancang sedemikian rupa untuk memberikan informasi kepada para pengguna laporan keuangan. Penyajian laporan keuangan pemerintah mengalami perubahan dari basis kas menuju basis akrual. Perubahan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah ini adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan pemerintah. 2.3.1
Tujuan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Dikatakan oleh Mardiasmo (2004) mengenai tujuan dan fungsi laporan
keuangan sektor publik terdiri dari : 1. Kepatuhan dan pengelolaan Laporan keuangan Organisasi digunakan untuk memberikan jaminan kepada para pengguna laporan keuangan bahwa pengelolaan sumber daya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hokum dan peraturan – peraturan lain yang telah diterapkan. 2. Akuntabilitas dan pelaporan retrospektif Laporan keuangan organisasi digunakan sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada publik. Laporan keuangan digunakan sebagai alat untuk evaluasi manajemen dan memonitor kinerja, pencapaian atas tujuan yang telah ditetapkan, dan membandingkan kinerja dengan organisasi lain yang sejenis.
31
3. Perencanaan dan informasi otorisasi Laporan keuangan organisasi berfungsi untuk memberikan dasar kebijakan perencanaan dan untuk perencanaan aktivitas yang akan dating. Laporan keuangan ini berfungsi untuk memberikan informasi mengenai otorisasi penggunaan data. 4. Kelangsungan organisasi Laporan keuangan ini dapat berfungsi juga untuk mebantu pemakai informasi untuk menentukan apakah organisasi atau suatu unit kerja tersebut dapat meneruskan menyediakan barang atau jasa di masa yang akan dating atau tidak. 5. Hubungan masyarakat Laporan keuangan berfungsi sebagai alat untuk organisasi dalam mengemukakan pernyataan atas prestasi yang telah dicapai kepada public, dan pihak – pihak yang berkepentingan. 6. Sumber fakta dan gambaran Laporan keuangan memiliki tujuan untuk pemberian informasi mengenai organisasi secara keseluruhan kepada para pengguna informasi dan kelompok kepentingan. 2.3.2
Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Karakteristik kualitatif laporan keuangan terdiri dari (1) Relevan, (2) Andal,
(3) Dapat Dibandingkan, dan (4) Dapat Dipahami. Muindro (2008) mengatakan
32
bahwa karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran – ukuran normative yang diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuan organisasinya. Karakteristik kualitatif laporan keuangan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Relevan Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan dapat disebut relevan apabila laporan keuangan tersebut dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa sekarang, dan masa depan. Informasi termasuk dalam informasi yang relevan apabila : 1. Informasi tersebut memiliki umpan balik (feedback value); 2. Informasi tersebut memilki manfaat prediktif (predictive value); 3. Informasi tepat waktu; dan 4. Informasi tersebut lengkap. 2. Andal Andal dalam hal ini adalah bahwa infromasi dalam laporan keuangan bebas dari kesalahan material, disajikan secara jujur, netral (tidak berpihak pada satu pihak), dan dapat diverifikasi kebenarannya. 3. Dapat dibandingkan Laporan keuangan apabila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya akan mengkasilkan informasi yang lebih berkualitas. Perbandingan laporan keuangan dapat dilakukan secara internal dengan
33
cara membandingkan laporan keuangan dari tahun ke tahun, ataupun bisa dilakukan dengan perbandingan eksternal, yaitu dengan membandingkan penerapan kebijakan akuntansi yang digunakan. 4. Dapat dipahami Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan harus dapat dipahami oleh para pengguna laporan keuangan tersebut. Oleh karena itu, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan – kegiatan yang dilakukan, dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan atas pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud dalam laporan keuangan tersebut. 2.3.3
Komponen Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Peraturan Pemerintah No 71 tahun 2010, komponen laporan keuangan
pemerintah terdiri dari : 1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Laporan realisasi anggaran menyajikan sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat ataupun daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasi dalam satu periode. LRA mencakup unsur – unsur seperti : a. Pendapatan – LRA yang penerimaannya diterima oleh bendahara umum Negara atau daerah yang menambah saldo anggarakn lebih dalam periode tahun tersebut;
34
b. Belanja adalah ketika semua pengeluaran oleh bendahara umum Negara atau daerah yang mengurangi saldo anggaran lebih; c. Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang yang dilakukan suatu entitas pelaporan dari atau kepada pelaporan lain, yang termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil; dan d. Pembiayaan apabila ada penerimaan atau pengeluaran, tidak berpengaruh kepada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali atau diterima kembali. Penerimaan pembiayaan dapat beasal dari pinjaman dan hasil investasi. Pengeluaran digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman pada entitas lain. 2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Pada laporan perubahan saldo anggaran lebih ini menyajikan informasi kenaikan atau penurunan saldo anggaran lebih tahun pelaporan yang dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 3. Neraca Neraca menggambarkan suatu posisi keuagan entitas pelaporan tentang aset, kewajian, dan ekuitas isntansi tersebut. 4. Laporan Operasional Pada laporan operasional, menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang dapat menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola pemerintah pusat ataupun daerah untuk kegiatan penyelenggaraan
35
pemerintahan. Unsur – unsur yang ada di dalam laporan operasional terdiri dari : a.
Pendapatan – LO yang hak nya diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih;
b. Beban, kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih; c. Transfer, hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran entitas pelaporan pada entitas pelaporan lain; d. Pos – pos luar biasa, pendapatan luar biasa ataupun beban luar biasa yang terjadi karena adanya kejadian atau transaksi yang bukan operasi biasa, tidak diharapkan rutin terjadi, dan berada diluar kendali. e. Laporan Arus Kas Laporan arus kas ini menyajikan informasi kas yang sehubungan dengan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat ataupun daerah. f. Laporan Perubahan Ekuitas Laporan perubahan ekuitas ini menyediakan tentang informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan. g. Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan atas lapoan keuangan ini mencakup informasi mengenai kebijakan akuntansi yang digunakan oleh entitas pelaporan dan
36
informasi lain yang dianjurkan dalam SAP.catatan atas laporan keuangan menyajikan hal – hal seperti : 1. Pengungkapan informasi umum tentang pelaporan dan entitas akuntansi; 2. Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal dan ekonomi makro; 3. Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan; 4. Menyajikan informasi tantang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi untuk diterapkan atas transaksi dan kejadian penting lainnya.; 5. Menyajikan rincian dan penjelasan masing – masing pos; 6. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh PSAK yang belum disajikan. 7. Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar. 2.3.4
Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK bertujuan untuk memberikan opini
atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam LKPD. Opini ini merupakan pernyataan professional (professional judgement) pemeriksa yang menunjukkan kualitas LKPD. Kriteria pemberian opini menurut UU Nomor 15 Tahun 2004 Pasal 16 (1), adalah:
37
1. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP): a. Keberadaan dan keterjadian (existence and occurrence) Saldo yang dinyatakan ataupun tersaji dalam laporn keuangan benarbenar ada, dan dapat dibuktikan kebenarannya. b. Kelengkapan (completeness) Saldo yang diyatakan ataupun tersaji dalam laporan keuangan telah lengkap dan mencakup seluruh transaksi Pemerintahan selama periode yang dilaporkan c. Hak dan kewajiban (right and obligation) Saldo yang dinyatakan atau tersaji dalam laporan keuangan benar-benar merupakan hak dan kewajiban Pemerintah daerah d. Penilaian dan alokasi (valuation and allocation) Saldo yang dinyatakan dalam laporan keuangan telah dinilai sesuai dengan metode penilaian yang disarankan SAP. e. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure) Saldo yang tersaji dalam laporan keuangan telah disajikan dan diklasifikasikan sesuai SAP. 2. Kepatuhan terhadap perundang-undangan Laporan keuangan Pemerintah harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah diatur dalam proses pencatatan yang dilakukan.
38
3. Efektivitas SPI Dengan efektivitas dalam hal pengawasan internal, maka penyajian informasi keuangan akan sesuai dengan yang di atur. Dalam IHPS (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester) yang dikeluarkan oleh BPK, dijelaskan mengenai empat opini yang diberikan oleh BPK, yaitu: 1. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yaitu suatu pernyataan yang menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan SAP dan tidak terdapat kesalahan yang material. 2. Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yaitu pernyataan yang menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, tidak terdapat kesalahan yang material tetapi masih ada catatan yang perlu diperhatikan. 3. Tidak Wajar (TW) adalah pernyataan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai SAP da nada kesalahan yang material. 4. Tidak Memberikan Pendapat (TMP) dilakukan oleh BPK apabila auditor tidak bisa mendapat bukti-bukti yang dibutuhkan.
2.4
Peneliti Terdahulu Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh Efektivitas Tindak
Lanjut atas Temuan Sistem Pengendalian Intern (SPI) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan adalah :
39
1. Charles Bohlen Purba (2013) Jurnal “ Efektivitas Tidak Lanjut Hail Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah” ini menyatakan bahwa rekomendasi hasil pemeriksaan BPK pada entitas Pemerintah sudah dilakukan dan untuk peningkatan efektivitas tindak lanjut atas temuan BPK ini, strateginya adalah dengan meningkatkan kapasitas dari SDM tersebut. 2. Silviana (2012) Pada jurnal ini yang berjudul “Pengaruh Komitmen Kepala Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Barat”
memiliki
hasil
bahwa
komitmen
kepala
daerah
dalam
menyelesaikan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas LKPD. 3. Ramya Atyanta (2011) Pada jurnal “Analisis Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah”
ini
hasilnya
adalah
adanya
rekomendasi
yang
sudah
ditindaklanjuti namun belum ataupun tidak sesuai dan ada juga rekomendasi yang belum ditindaklanjuti oleh instansi pemerintah tersebut, yang merupakan kendala dalam memperoleh opini WTP.
40
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No.
Penulis
Judul
Variabel
Hasil
1
Charles Bohlen Purba (2013)
Efektivitas 1. Efektivitas Tindak Lanjut Tindak Lanjut Hasil Hasil Pemeriksaan BPK Pemeriksaan atas Laporan BPK Keuangan Pemerintah 2. Laporan Daerah di Keuangan Kalimantan Barat, Pemerintah Kalimantan Daerah Tengah, dan Kalimantan Timur
Rekomendasi sudah dilakukan tetapi belum maksimal, dan strategi untuk meningkaykan efektivitas tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK adalah dengan meningkatkan kapasitas SDM.
2
Silviana (2012)
Pengaruh 1. Komitmen Komitmen Kepala kepala daerah Daerah Terhadap Kualitas Laporan 2. Kualitas keuangan laporan Pemerintah keuangan Daerah di Provinsi Jawa Barat
Komitmen kepala daerah berpengaruh signifikan terhadap kualitas LKPD
4
Ramya Atyanta (2011)
Analisis Opini 1. Opini BPK BPK atas Laporan Keuangan 2. Laporan Pemerintah Keuangan Daerah Pemerintah Derah
Rekomendasi masih belum ditindaklanjuti atau sudah ditindaklanjuti tetapi belum atau tidak sesuai
41
2.5
Kerangka Pemikiran Pengawasan intern yang dilaksanakan APIP meliputi kegiatan audit, reviu,
pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya (asistensi, sosialisasi, serta konsultasi).
Pemantauan dilakukan terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi
organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien dalam mewujudkan pemerintahan yang baik. Efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain suatu organisasi dikatakan efektif apabila tercapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. George R. Terry menyatakan sebelumnya bahwa pemantauan mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan dengan mengevaluasi prestasi kerja, menerapkan tindakan-tindakan korektif yang menyebabkan hasil dari pekerjaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Tujuan dari suatu Pemerintahan adalah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK. Untuk mendapatkan opini WTP itu sendiri dibutuhkan kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang sangat baik. Dari hasil pemeriksaan BPK, dikemukakan beberapa penyebab laporan keuangan pemerintah belum andal dan berkualitas, diantaranya adalah Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang masih lemah dan belum sepenuhnya dilaksanakan. Oleh karena itu BPK memberikan rekomendasi kepada suatu pemerintahan agar dapat dilakukannya perbaikan mengenai laporan keuangannya. Menurut Undang – undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
42
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditunjukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan. Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59 tahun 2010 tentang Kebijakan Pengawasan Intern Kementrian Keuangan menyatakan bahwa: “Untuk memperoleh opini Wajar Tanda Pengecualian (WTP) dari BPK atas laporan keuangan, maka dilaksanakan program peningkatan kualitas laporan keuangan melalui kegiatan pengawasan seperti: a. Pemantauan/monitoring dan asistensi penyusunan laporan keuangan b. Reviu laporan keuangan c. Pendampingan pemeriksaan BPK d. Pemantauan/monitoring tindak lanjut temuan BPK atas laporan keuangan”
Kepala daerah memiliki kewajban untuk menyampaikan perkembangan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan yang dilakukan paling lambat 60 hari sejak LHP diterima. BPK memantau tindak lanjut hasil temuan yang sudah ditindaklanjuti, yang sedang ditindaklanjuti ataupun yang belum ditindaklanjuti sama sekali. Dalam proses penindaklanjutan atas rekomendasi tersebut, Inspektorat Provinsi, atau Kabupaten/Kota menjadi koordinator bagi SKPD yang ditemukan temuan oleh BPK, Inspektorat juga menjadi fasilitator bagi BPK dalam hal pemutakhiran data. Selama proses penindaklanjutan, apabila SKPD ada yang tidak melaksanakan rekomendasi maka akan ada sanksi administratif yang diberikan oleh BPK. Kegiatan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) ini bertujuan untuk melaksanakan rekomendasi yang diberkan oleh BPK. Pelaksanaan rekomendasi ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas kinerja pemerintahan. Apabila kualitas
43
kinerja membaik maka kualitas laporan keuangan pemerintah daerah akan baik pula, dan dapat mengubah opini BPK. Karena semakin baik suatu LKPD, maka akan semakin baik pula opini yang dikeluarkan BPK. Manfaat pemantauan rekomendasi dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) adalah unutk meminimalisir terjadinya kejadian yang berulang dalam laporan-laporan keuangan yang telah diaudit BPK. Besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan BPK tidak terletak pada temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi terletak pada efektivitas penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa. Dalam hal ini pemantauan yang dilakukan oleh Inspektorat sebagai auditor internal memiliki andil yang besar demi terselesaikannya tindak lanjut hasil pemeriksaan yang diberikan oleh BPK. Jurnal Charles Bohlen Purba (2013), Silviana (2012), dan Ramya Atyanta (2011).
Efektivitas Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Temuan SPI James L. Gibson, IHPS BPK: 1. Kejelasan Tujuan 2. Kejelasan Strategi Pencapaian Tujuan 3. Proses Analisis dan Perumusan Kebijaksanaan yang Tepat 4. Tersedianya Sarana dan Prasarana 5. Sistem Pengawasan Dan Pengendalian Yang Baik
Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah PP Nomor 71 Tahun 2010: 1. Relevan 2. Andal 3. Dapat dibandingkan 4. Dapat dipahami
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
44
2.6
Hipotesis Sekaran (2014) mendefinisikan hipotesis sebagai hubungan yang diperkirakan
secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hipotesis yang ingin dibuktikan dalam penulisan penelitian ini adalah hipotesis komparatif, yang merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah komparatif:
H0 :
Pengaruh Efektivitas Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Atas Temuan SPI tidak berpengaruh terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Ha :
Pengaruh Efektivitas Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Atas Temuan SPI berpengaruh terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.