BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Kerja merupakan interaksi antara individu dan lingkungan kerja, di mana masing-masing memiliki persyaratannya masing-masing. Lingkungan kerja memerlukan tugas-tugas tertentu yang akan dilakukan individu, sedangkan individu
membawa
keterampilan
untuk
melakukan
tugas-tugas
dalam
pekerjaannya. Untuk mendukung kinerja dari pekerjaannya, individu memiliki kebutuhan yang berasal dari dalam dirinya sebagai individu dan juga kebutuhan yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan pekerjaaannya. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan reaksi individu dari segi afeksi terhadap pekerjaan dan lingkungan tempat ia bekerja (Davis & Newstrom, 2002). Kepuasan kerja adalah sekumpulan perasaan emosi pekerja, baik yang menyenangkan ataupun tidak, yang merupakan hasil pandangan pekerja terhadap pekerjaan dan lingkungan kerjanya (Davis & Newstrom, 2002). Seorang karyawan yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi ataupun perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja. Menurut Hoppock (1935) kepuasan kerja merupakan penilaian dari karyawan mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya (Anoraga, 2001).
13
Universitas sumatera utara
14
Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dengan kenyataan yang didapatkannya dari tempatnya bekerja (Sopiah, 2008). Howell dan Dipboye (1986), memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya (Munandar, 2008). Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Hal ini sejalan dengan pandangan Robbins (2003) yang mengatakan bahwa istilah kepuasan kerja merujuk pada sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya, sedangkan seseorang yang tak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. Apabila aspek-aspek negatif dari pekerjaan seseorang lebih besar daripada aspek positif dari pekerjaannya maka akan menyebabkan ketidakpuasan kerja (Robbins, 2003). Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya dan sebaliknya. Kepuasan kerja bukanlah merupakan konsep tunggal, melainkan seseorang dapat secara relatif puas dengan satu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek yang lainnya (Kreitner dan Kinicki, 2010). Karyawan akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek pekerjaan dan individunya saling menunjang.
14
Universitas sumatera utara
15
Spector (1997) mendefinsikan kepuasan kerja sebagai sikap yang menggambarkan bagaimana perasaan seseorang terhadap pekerjaannnya secara keseluruhan maupun aspek-aspek tertentu pekerjaan, serta sikap dan persepsi yang dipengaruhi oleh tingkat kesesuaian antara individu dan organisasi (Spector 1997). Itu merupakan tingkat dimana seseorang menyukai (merasa puas) atau tidak menyukai (tidak puas) akan pekerjaannya. Kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan bahwa sebuah organisasi telah mengelola kebutuhan karyawan dengan baik. Menurut Spector (2000) kepuasan kerja juga bukan hanya merupakan respon afektif maupun sikap terhadap aspek-aspek pekerjaan, tetapi juga berasal dari proses kognitif karyawan dalam membandingkan aspek pekerjaan yang ada dengan apa yang dia harapkan. Locke memberikan definisi komprehensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif dan evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang (Luthans, 2005). Hal ini didukung oleh pandangan Wagner dan Hollenback (2010) bahwa kepuasan kerja adalah perasaan nyaman yang merupakan hasil dari persepsi seseorang bahwa pekerjaan tersebut telah memenuhi nilai-nilai penting dalam pekerjaannya. Berdasarkan definisi-definisi kepuasan kerja yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan senang (puas) atau tidaknya (tidak puas) seseorang terhadap pekerjaannya, baik secara keseluruhan maupun terhadap aspek-aspek pekerjaannya.
15
Universitas sumatera utara
16
2. Aspek-aspek Kepuasan Kerja Celluci dan DeVries (1978) menguraikan lima aspek kepuasan kerja seperti kepuasan terhadap gaji, kepuasan terhadap promosi, kepuasan terhadap rekan kerja, kepuasan terhadap supervisi dan kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri (Koh & Boo, 2001), sebagai berikut: a. Kepuasan terhadap gaji (satisfaction with pay), merupakan hal yang berkaitan dengan gaji yang diberikan lembaga dibandingkan dengan lembaga yang lain, mempertimbangkan gaji dengan tanggung jawab dan tunjangan-tunjangan yang memuaskan di tempat kerja. b. Kepuasan terhadap promosi (satisfaction wirh promotions), merupakan hal yang berhubungan dengan dasar atau sistem promosi di tempat kerja dan tingkat kemajuan karir pegawai yang bekerja dalam suatu lembaga. c. Kepuasan terhadap rekan kerja (satisfaction with co-workers), merupakan hal yang berhubungan dengan dukungan rekan kerja dan kerja sama dari rekan kerja. d. Kepuasan
terhadap
supervisi
(satisfaction
with
supervisors),
merupakan hal yang berhubungan dengan dukungan dari atasan, atasan yang memiliki kompeten di bidangnya, sikap tidak mendengar pendapat dan perlakuan yang tidak adil oleh atasan. e. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri (satisfaction with work itself), berkaitan dengan perasaan pegawai yang tertarik dengan pekerjaan,
16
Universitas sumatera utara
17
rasa senang dengan jumlah beban pekerjaan dan kurangnya prestasi pegawai dalam mengerjakan tugas. 3. Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja Kepuasan dan ketidakpuasan kerja akan muncul ketika seorang karyawan membandingkan antara kenyataan dan harapan-harapan mereka di tempat kerja (Mathis dan Jackson, 2001). Seorang karyawan akan merasa puas jika faktorfaktor yang berkaitan dengan pekerjaan dan pribadinya terpenuhi dan sebaliknya. Weiss, Dawis, England dan Loqfuist (1967) yang menyatakan dalam Theory of Work Adjustment bahwa kepuasan kerja ditentukan dari faktor individu dan lingkungan pekerjaan. Karyawan akan mendapatkan kepuasan kerja jika mereka merasakan bahwa kebutuhan dan persyaratan yang diharapkan oleh pekerjaan mereka (seperti: ketrampilan, pengetahuan, sikap dan perilaku kerja) dapat mereka penuhi secara individu dan lingkungan pekerjaan juga dapat memenuhi kebutuhan
dan
persyaratan
yang
karyawan
harapkan
dari
lingkungan
pekerjaannya (seperti: kompensasi, penghargaan dan kondisi lingkungan kerja). Kepuasan kerja terjadi apabila ada kesesuaian antara individu dengan pekerjaan dan lingkungan pekerjaannya. Kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan karyawan (As’ad, 2004). Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja melihatnya sebagai hasil interaksi manusia terhadap lingkungan kerjanya. Kepuasan kerja menurut pendapat di atas, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal yang secara spesifik menyangkut seseorang individu saja seperti
17
Universitas sumatera utara
18
halnya mental dan emosional, namun juga faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan, meskipun demikian, faktor internal dan eksternal saling berhubungan. Mental seseorang di samping dipengaruhi oleh lahiriah individu, namun juga dipengaruhi oleh pengalaman individu tersebut selama berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian ada dua faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: faktor individu dan faktor lingkungan pekerjaan: a. Faktor Individu Faktor individu adalah faktor-faktor individu yang dibawa seseorang dalam pekerjaannya (Spector, 1997). Ketika seseorang bekerja dia membawa ke dalam organisasi kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Ini semuanya adalah karakteristik yang dipunyai individu, dan karakteristik ini akan dibawa olehnya manakala memasuki sesuatu lingkungan pekerjaan ataupun organisasi (Thoha, 2008). Faktor individu meliputi karakteristik biografis (seperti usia, gender, ras dan masa jabatan), kemampuan (kemampuan intelektual dan fisik), nilai, sikap, kepribadian dan emosi (Robbin & Judge, 2008). Kepuasan kerja dinilai meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang, perempuan dinilai lebih merasa puas dengan pekerjaannya karena memiliki pengharapan yang rendah terhadap pekerjaannya. Kepribadian diantaranya locus of control dan negative affectivity (contohnya, depresi dan kecemasan) juga dapat mempengaruhi kepuasan kerja serta adanya person job fit, yaitu perasaan kecocokan yang dimiliki karyawan antara karakteristik pekerjaan dan pribadi (Spector, 1997).
18
Universitas sumatera utara
19
Di dalam faktor individu juga ada dua prediktor penting terhadap kepuasan kerja yaitu status dan senioritas. Status kerja yang rendah dan pekerjaan yang rutin akan banyak kemungkinan mendorong karyawan untuk mencari pekerjaan lain, hal itu berarti dua faktor tersebut dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja dan karyawan yang memiliki ketertarikan dan tantangan kerja akan lebih merasa puas dengan hasil kerjanya apabila mereka dapat menyelesaikan dengan maksimal (Baron & Byrne, 1994). Faktor individu adalah faktor yang berhubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaannya, oleh karena itu secara umum menurut Mangkunegara (2000), yang termasuk faktor individu juga adalah kemampuan, keterampilan, motivasi, pendidikan, kepribadian, sikap kerja dan sebagainya. b. Faktor Lingkungan Pekerjaan Faktor lingkungan pekerjaan adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan. Menurut Spector (1997) yang termasuk dalam lingkungan pekerjaan adalah karakteristik pekerjaan (gambaran dari tugas dan pekerjaan), lingkungan dalam perusahaan (kondisi lingkungan dalam perusahaan yang berhubungan dengan kinerja karyawan), peranan dalam perusahaan, (pola perilaku yang dibutuhkan individu dalam perusahaan), konflik antara pekerjaan dan keluarga, upah, stres kerja, beban kerja, yaitu pekerjaan yang membutuhkan usaha baik fisik maupun mental dan jadwal kerja, diantaranya jadwal yang tidak menentu, pembagian kerja yang panjang, jam kerja malam, dan kerja paruh waktu. Organisasi mempunyai karakteristik tertentu yang struktur dan tujuannya saling
berhubungan
serta
tergantung
19
pada
komunikasi
manusia
untuk
Universitas sumatera utara
20
mengkoordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut. Organisasi mempunyai tujuan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga memperoleh kepuasan (Mangkunegara, 2000). Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda organisasi telah melakukan manajemen perilaku yang efektif (Siagian, 2001). Baron & Byrne (1994) menyebutkan yang termasuk dalam faktor lingkungan pekerjaan adalah kebijaksanaan perusahaan dan iklim kerja. Motivasi intrinsik yang merupakan dorongan dalam diri individu terhadap pekerjaannya termasuk bagian dari faktor individu, sedangkan iklim organisasi sebagai persepsi individu mengenai lingkungan organisasinya termasuk faktor organisasi atau lingkungan pekerjaan. Keduanya dilihat sebagai faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja.
B. Motivasi Intrinsik 1. Pengertian Motivasi Setiap tindakan manusia selalu didorong oleh faktor-faktor tertentu, sehingga terjadi tingkah laku atau perbuatan. Faktor pendorong ini biasanya disebut motivasi atau motif untuk berbuat sesuatu (Handoko, 2002). Motivasi menggambarkan alasan yang mendorong tindakan dan perilaku individu dalam suatu organisasi (Mitchell & Daniels, 2003). Motivasi setiap individu dalam bekerja sangat mempengaruhi cara mereka bersikap. Organisasi ataupun perusahaan tidak hanya mengharapkan kemampuan dan keterampilan karyawan saja tetapi juga kemauan karyawan untuk bekerja lebih giat dan mempunyai keinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Karyawan yang tidak
20
Universitas sumatera utara
21
termotivasi kemungkinan akan
mengeluarkan usaha
yang kecil dalam
pekerjaannya, menghindari pekerjaan dan menghasilkan kualitas kerja yang rendah, oleh karena itu suatu organisasi harus mampu memahami karakteristik setiap individu dalam motivasinya untuk bekerja (Amabile, 1993). Kata motivasi sendiri berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti bergerak, berasal dari kata “motivus” yang berarti alasan-alasan untuk bergerak atau motus yang dianggap hal yang mendasar dalam kehidupan manusia. Kinicki dan Kreitner (2003), menggambarkan motivasi seperti proses psikologis yang menyebabkan stimulasi, arah, dan penentuan sukarela tindakan yang berorientasi pada tujuan. Menurut Luthans (2005) bahwa motivasi merupakan proses yang membangkitkan, memberikan energi, mengarahkan dan mendorong perilaku dalam bekerja untuk mencapai tugas yang diinginkan. Motivasi menurut Siagian (2004) adalah daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan tanggung jawab, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian motivasi kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan ataupun organisasi.
21
Universitas sumatera utara
22
2. Pengertian Motivasi Intrinsik Deci dan Ryan (2000) membedakan tipe motivasi berdasarkan perbedaan alasan dan tujuan yang menyebabkan terjadinya suatu tindakan. Motivasi seseorang tidak hanya jumlah atau level motivasi (seberapa besar motivasi), tetapi juga jenis motivasi yang berbeda dalam orientasi dari motivasi (tipe motivasi). Orientasi motivasi menekankan pada tingkah laku dan tujuan yang mendasari terjadinya suatu tindakan yaitu menekankan pada alasan mengapa suatu perbuatan bisa terjadi. Menurut Amabile (1993) pada dasarnya ada dua jenis motivasi seseorang bekerja yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik, yaitu dorongan bekerja yang rangsangannya datang dari dalam diri individu terhadap pekerjaan itu sendiri. Individu melakukan pekerjaannya untuk tujuan dan kepentingan diri sendiri karena adanya ketertarikan dan kenikmatan yang didapatkan dari pekerjaan itu. Sedangkan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang rangsangannya datang dari luar diri individu terhadap pekerjaannya. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan eksternal seperti: gaji, bonus tambahan, insentif, promosi jabatan, pengakuan dan evaluasi dari orang lain (Hennessey & Amabile, 2005). Motivasi ekstrinsik muncul dari hasrat untuk memperoleh hasil di luar dari kepuasan yang dapat diperoleh secara langsung dari pekerjaan itu sendiri. Karyawan yang termotivasi secara ekstrinsik dilihat dari orientasinya pada kompensasi dan pengakuan atau perintah orang lain. Menurut Amabile (1994) yang disebut sebagai penggerak secara psikologis dalam diri manusia atau “The labor of love aspect" adalah motivasi
22
Universitas sumatera utara
23
intrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi untuk melakukan sesuatu
murni
untuk kesenangan dari pekerjaan itu sendiri (Hennessey & Amabile, 2005). Motivasi intrinsik mengacu pada penyebab yang merangsang keinginan bekerja terutama untuk penilaian diri sendiri yang memandang pekerjaan itu menarik, menantang dan memuaskan (Loo, 2001). Robbins (2003) menggambarkannya sebagai keinginan mengerjakan sesuatu yang menarik, menantang, memuaskan, atau melibatkan. Karyawan yang termotivasi secara intrinsik dilihat dari kemampuannya menghadapi tantangan dalam pekerjaannya, serta kesenangan atau kegairahannya dalam pekerjannnya. Deci dan Ryan (2000) menyatakan individu-individu yang termotivasi secara intrinsik cenderung memperlihatkan penguatan dalam tampilannya, meliputi ketahanan, kreativitas dan vitalitas apabila dibandingkan dengan individu-individu yang termotivasi oleh rewards eksternal. Dari perspektif organisasi, motivasi intrinsik mencerminkan seorang karyawan yang peduli tentang pekerjaannya, berkomitmen dan bersemangat untuk unggul dalam pekerjaannya (Thomas, 2000). Motivasi intrinsik secara utuh mengaitkan motivasi dengan pekerjaan itu sendiri sehingga seseorang akan merasa bahwa pekerjaannya itu menyenangkan, mengikat dan memuaskan bagi dirinya. Dengan kata lain seseorang yang termotivasi secara intrinsik, akan menemukan sendiri bahwa proses tersebut memberi kepuasan bagi dirinya sendiri (Hennessey & Amabile, 2005). Berdasarkan definisi-definisi motivasi intrinsik yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan definisi motivasi intrinsik sebagaimana yang dikemukakan
23
Universitas sumatera utara
24
oleh Amabile (1993), motivasi intrinsik yaitu motivasi yang rangsangannya datang dari dalam diri individu terhadap pekerjaannya. 3. Subfaktor Motivasi Intrinsik Ada dua subfaktor dari motivasi intrinsik yang mempengaruhi motivasi intrinsik (Amabile, 1994), yaitu: a. Tantangan (challenge) Motivasi intrinsik individu dalam bekerja dilihat dan dinilai dari kemauan dan kemampuan
kerja individu dalam menghadapi tantangan dalam
pekerjaaannya. b. Kesenangan (Enjoyment) Motivasi individu dalam bekerja dilihat dan dinilai dari kesenangan dan kenikmatan yang diperoleh individu dalam melakukan pekerjaannya. 4.
Aspek Motivasi Intrinsik Motivasi intrinsik yang kemukakan oleh Amabile (1994) terdiri dari lima
aspek yaitu: a.
Penentuan nasib sendiri (Self determination). Aspek ini mengukur sejauh mana individu dapat memilih, menentukan sikap dan mengambil keputusan dalam melakukan pekerjaannya dan mengembangkan kemampuannya dalam bekerja.
b.
Kompetensi (Competence). Aspek ini mengukur sejauh mana individu memiliki kemampuan atau daya tahan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam pekerjaan.
24
Universitas sumatera utara
25
c.
Keingintahuan (Curiosity). Aspek ini mengukur sejauh mana dorongan semangat dan rasa ingin tahu individu dalam penyelesaian tugas-tugas dalam pekerjaannya.
d.
Keterlibatan Kerja (Task involvement). Aspek ini mengukur sejauh mana individu memiliki tanggung jawab dan merasa terlibat melakukan pekerjaannya.
e.
Ketertarikan (Interest). Aspek ini mengukur sejauh mana ketertarikan dan keterlibatan individu dalam melakukan pekerjaannya.
C. Iklim Organisasi 1. Pengertian Iklim Organisasi Iklim atau climate berasal dari bahasa Yunani yaitu incline, kata ini tidak hanya memberikan arti yang terbatas pada hal-hal fisik saja seperti temperatur atau tekanan, tetapi juga memiliki arti psikologis bahwa orang-orang yang berada di dalam organisasi menggambarkan tentang lingkungan internal organisasi tersebut (Litwin & Stringer, 1968). Dalam teori motivasi Lewin, konsep dari “atmosfir” atau “iklim” merupakan esensi dari fungsi hubungan manusia (person) dan lingkungan (environment) (Stringer, 2002). Ikim merupakan persepsi yang timbul dari perasaan individu-individu dalam organisasi (Jones, 2007). Iklim organisasi merujuk pada situasi khusus berhubungan dengan pikiran, perasaan dan perilaku dari anggota organisasi yang dipersepsikan dan dialami oleh anggota dalam organisasi (Litwin & Stringer, 1968).
25
Universitas sumatera utara
26
Stringer (2002) mendefinisikan iklim organisasi adalah kualitas lingkungn internal organisasi yang dialami oleh anggota organisasi, juga mempengaruhi perilaku anggota. Ikim dirasakan langsung atau tidak langsung oleh orang yang bekerja dan tinggal di suatu lingkungan organisasi dan mempengaruhi motivasi serta perilaku orang tersebut (Litwin & Stringer, 1968). Menurut Stinger (2002) iklim organisasi adalah sebagai suatu koleksi dan pola lingkungan yang menentukan motivasi. Wirawan (2008) mendefenisikan iklim secara luas. Ia menjelaskan bahwa iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi. Iklim (climate) selalu dilihat sebagai descriptive concept yang tertuju pada fakta tentang lingkungan, di lain pihak iklim digunakan untuk mengevaluasi kepuasan kerja (Neal, Griffin & Hart, 2000). Iklim organisasi adalah suatu sistem sosial yang selalu dipengaruhi oleh lingkungan baik internal maupun eksternal. Iklim organisasi yang baik penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seorang karyawan tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku karyawan selanjutnya. Oleh karena itu iklim organisasi merupakan hal yang krusial dan berdampak pada motivasi individu dalam pencapaian suatu hasil (Neal, Griffin & Hart, 2000) Iklim organisasi terdiri dari campuran norma, nilai-nilai, harapan, kebijakan dan prosedur yang mempengaruhi motivasi kerja, komitmen, dan
26
Universitas sumatera utara
27
kinerja individu. Shukla dan Mishra (2006) dalam penelitiannya yang menemukan bahwa iklim organisasi mengacu pada kualitas lingkungan kerja. Jika karyawan merasa bahwa mereka dihargai dan dihormati dalam organisasi, mereka lebih mungkin untuk memberikan kontribusi positif terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Iklim
organisasi
yang
dirasakan
individu
secara
positif
(menyenangkan) akan memberikan tampilan kerja yang baik dan efektif yang berpengaruh pada keberhasilan organisasi. Berdasarkan definisi-definisi iklim organisasi yang dikemukakan di atas maka definisi yang dipakai dalam penelitian ini adalah berdasarkan pada definisi iklim organisasi Wirawan (2007) bahwa iklim organisasi adalah persepsi individu mengenai lingkungan organisasinya yang mempengaruhi perilaku mereka. 2. Aspek Iklim Organisasi Ada enam aspek iklim organisasi (Stringer, 2002; Wirawan, 2007), yaitu: 1.
Struktur, merefleksikan perasaan bahwa karyawan diorganisasi dengan baik dan mempunyai definisi yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab mereka. Meliputi posisi karyawan dalam perusahaan. Struktur dikatakan tinggi saat setiap orang merasakan pekerjaannya didefinisikan dengan baik. Struktur akan rendah bila pekerja bingung tentang tugas-tugas apa dan siapa yang mempunyai otoritas dalam membuat keputusan. Struktur yang tepat mempunyai dampak besar atas motivasi yang ditimbulkan manusia. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari organisasi Rumah Sakit yang memiliki tujuan, visi dan misi, sehingga perawat sebagai bagian dari karyawan rumah sakit memperoleh kejelasan arah organisasi yang
27
Universitas sumatera utara
28
hendak dicapai melalui tugas pokok dan fungsinya yang terlihat melalui visi dan misi (Swansburg, 2000). 2.
Standar, mengukur perasaan dari tekanan untuk meningkatkan kinerja, serta derajat dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar yang tinggi artinya adalah bahwa orang selalu memperlihatkan cara untuk meningkatkan kinerja. Standar yang rendah merefleksikan ekspektasi yang rendah untuk kinerja. Meliputi kondisi kerja yang dialami karyawan dalam perusahaan. Dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas seorang perawat berpedoman pada standar yang telah ditentukan oleh organisasi profesi seperti standar praktek keperawatan (PPNI, 2004)
3.
Tanggung jawab merefleksikan perasaan pekerja dengan menjadikan diri sendiri sebagai pimpinan. Dimensi ini menggambarkan rasa tanggung jawab yang tumbuh dalam organisasi, sehingga setiap anggota benar-benar memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pelaksanaan tugas, hasil dari pekerjaan dan mutu output. Sebuah organisasi yang baik harus dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab pada diri anggota organisasi dengan memberikan kepercayaan dan memberikan kesempatan ataupun diajak secara bersamasama untuk memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Dalam bentuk konteks dimensi iklim organisasi tanggungjawab adalah perasaan yang dimiliki oleh pegawai tentang berjalannya pekerjaannya walaupun tanpa supervisi, perasaan pertanggunggugatan secara penuh terhadap hasil, dan perasaan memiliki terhadap proses pekerjaan tersebut (Kolomboy, 2009). Perasaan tanggung jawab tinggi mengindikasikan bahwa anggota organisasi
28
Universitas sumatera utara
29
merasa termotivasi untuk memecahkan masalahnya sendiri. Sebaliknya tanggung jawab rendah mengindikasikan bahwa pengambilan risiko dan percobaan terhadap metode baru tidak harapkan. Ini menunjukan bahwa tanggungjawab dalam pelayanan keperawatan berkaitan dengan uraian tugas yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit dan digunakan untuk mengetahui batas dan kewenangan tugas perawat. Dimensi ini menggambarkan rasa tanggung jawab yang tumbuh dalam organisasi Rumah Sakit yang harus dilaksanakan oleh perawat sesuai uraian tugasnya. 4.
Penghargaan, mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Hal ini mengukur kedudukan reward terhadap kritik dan hukuman (punishment). Penghargaan dibagi menjadi dua yaitu imbalan instrinsik (intrinsic rewards) dan penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards). Imbalan instrinsik (intrinsic rewards) dapat berupa pemberi kompensasi, bonus, insentif. Wujud dari penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards) dapat berbentuk umpan balik yaitu ungkapan kepuasan yang dapat disampaikan oleh pimpinan organisasi tempat perawat bekerja (Jannah, 2011).
Gillies (1996) membagi penghargaan
menjadi tiga kategori yaitu: Penghargaan psikologi meliputi kesempatan mengikuti program pendidikan, kenaikan karier, pengakuan dari rekan kerja dan supervisor, serta tambahan tanggung jawab. Penghargaan Keamanan meliputi peningkatan gaji, tambahan waktu libur. Sedangkan ketiga adalah penghargaan sosial yaitu hubungan sosial rekan kerja dan supervisor melalui keterbukaan dan curah pendapat. Recognition yang tinggi dalam iklim
29
Universitas sumatera utara
30
dicirikan dengan keseimbangan yang tepat dari reward dan punishment. Penghargaan rendah artinya penyelesaian pekerjaan dengan baik diberi imbalan secara tidak konsisten (Wirawan, 2007). 5.
Dukungan, merefleksikan perasaan dari rasa percaya (trust) dan dukungan yang saling menguntungkan yang berlaku dalam kelompok kerja. Dukungan yang tinggi terdapat saat pekerja merasa bahwa dirinya menjadi bagian dari fungsi yang baik dari suatu tim dan saat merasa dibutuhkan terutama oleh pimpinan. Dimensi ini akan mengungkap mengenai bagaimana suasana interaksi antar anggota organisasi. Dalam sebuah organisasi harus tercipta interaksi yang baik dan harmonis dari seluruh anggota organisasi. Mereka harus dapat menjalin komunikasi yang baik, memberikan dukungan dan bantuan serta menciptakan persahabatan, sehingga semua anggota merasa senang dan nyaman dengan iklim yang diciptakan di dalam organisasi.
6.
Komitmen, merefleksikan perasaan bangga dalam kepemilikan organisasi. Selain itu juga menunjukkan derajat komitmen pekerja dalam mencapai tujuan organisasi. Meliputi pemahaman karyawan mengenai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Komitmen pada organisasi merupakan hubungan antara individu dengan organisasinya, dimana seorang dengan komitmen tinggi memperlihatkan keinginan yang kuat untuk menjadi anggota organisasi serta memiliki penerimaan yang kuat terhadap nilai–nilai dan tujuan organisasi. Komitmen merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Perasaan komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas personal.
30
Universitas sumatera utara
31
Level rendah komitmen artinya karyawan merasa apatis terhadap organisasi dan tujuannya.
D. Perawat Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan non medis, salah satu diantaranya adalah tenaga perawat. Tenaga perawat mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual dan dilaksanakan selama 24 jam secara berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Berdasarkan Musyawarah Nasional PPNI (1999), mengatakan bahwa perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disahkan oleh pemerintah. Dewan pimpinan pusat PPNI (1999), mempertegas yang dikatakan perawat profesional yaitu perawat yang mengikuti pendidikan keperawatan pada jenjang pendidikan tinggi sekurang-kurangnya DIII Keperawatan. Perawat berpendidikan DIII Keperawatan disebut perawat profesional pemula (Nursalam, 2002). Keperawatan menurut lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Nursalam, 2002). Keperawatan sebagai pelayanan/asuhan profesional bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan
31
Universitas sumatera utara
32
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi kepada kebutuhan objek klien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntutan utama.Perawat dituntut untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar atau rasional dan baik atau etikal (Nursalam, 2002). Karakteristik perawat profesional adalah sebagai berikut (Nursalam, 2002): a.
Dalam melakukan tindakannya berdasarkan pada proses intelektual, mempunyai kualitas dalam membuat keputusan.
b.
Menerapkan ilmu yang dipelajari dalam melaksanakan prakteknya sebagai perawat
dalam
penerapannya
selalu
memperhatikan
kepentingan
masyarakat. c.
Selalu mengikuti perkembangan keperawatan maupun kesehatan.
d.
Mempunyai ilmu-ilmu yang berhubungan dengan bidangnya dan informasi yang dipunyai kepada teman sejawatnya.
e.
Memperhatikan faktor kemanusiaan dalam keperawatan.
f.
Menjadi anggota dan turut berpartisipasi dalam organisasi profesi.
g.
Meyakini atau mempercayai keperawatan sebagai profesi yang hidup atau dan memikirkan idealisme keperawatan dari pada uang yang diperoleh. Pada dasarnya peran dan tugas perawat di rumah sakit adalah :
a.
Perawatan dasar yaitu kegiatan atau proses memberikan asuhan perorangan untuk memenuhi kebutuhan fisik pasien yang tidak dapat
32
Universitas sumatera utara
33
dilakukan sendiri karena dihambat oleh keadaan sakitnya. Sebagai contoh memandikan pasien, menyiapkan tempat tidur, memberi makan. b.
Perawatan teknis untuk memenuhi kebutuhan klinis pasien, seperti mengukur suhu tubuh, mengukur tekanan darah, membantu operasi dan memberikan pelayanan di unit terapi khusus yang menuntut pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman lebih tinggi, serta sudah menjurus ke arah spesialisasi keperawatan tetapi keputusan tetap di tangan dokter.
c.
Kegiatan memantau (observasi) dan melapor keadaan pasien kepada dokter, dalam hal ini perawat berperan sebagai sumber informasi klinis.
d.
Kegiatan memenuhi kebutuhan emosional pasien dan non-fisik pasien karena perawat merupakan pendamping pasien selama 24 jam per hari.
e.
Kegiatan bukan perawatan seperti memelihara kebersihan, tugas administrasi dan manajemen. Kegiatan ini harus lebih ditangani dengan seksama karena perawat ikut menentukan keberhasilan manajemen rumah sakit.
f.
Perawatan kesehatan masyarakat, yang mengutamakan perawatan kesehatan primer. Hal ini didukung oleh adanya program PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit). Dari rincian peran dan tugas di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan
perawatan dasar dan teknis, observasi dan hubungan antar manusia cukup besar peranannya dalam menentukan derajat mutu pelayanan rumah sakit. Demikian pula dalam kegiatan tersebut, peranan perawat sebagai mitra dokter jelas
33
Universitas sumatera utara
34
terungkap yaitu melayani obyek yang sama, namun dari sudut pendekatan yang berbeda. Sehubungan dengan peran dan fungsi perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, khususnya di rumah sakit dengan tugas yang harus dilaksanakan berkenaan dengan pasien dan aspek-aspeknya sebagai manusia yang utuh dibutuhkan tidak hanya tenaga perawat yang terampil, berbudi luhur, tetapi juga mempunyai motivasi yang tinggi yang perlu didukung oleh iklim organisasi yang positif dan kondusif untuk dapat meningkatkan kepuasan kerjanya sehingga dapat memberikan pelayanan yang bermutu.
E. Dinamika Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kepuasan Kerja Permasalahan yang sudah sejak dulu melekat pada pelayanan keperawatan adalah tugas sehari-hari perawat hanya sebagai suatu rutinitas dan merupakan sebuah intuisi semata (Nursalam, 2001). Oleh karena itu perawat yang mempunyai motivasi tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan mempunyai arti penting dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Motivasi kerja perawat merupakan faktor penting karena merupakan daya penggerak atau daya dorong seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan, khususnya motivasi intrinsik. Menurut Amabile (1993), motivator intrinsik yang selalu terikat dengan pekerjaan itu sendiri. Orang-orang akan puas dengan pekerjaan mereka ketika mereka menikmati pekerjaannya. Hasil penelitian Taris dan Feij (2001) menemukan bahwa kepuasan kerja perawat menurun ketika motivasi intrinsik tidak terpenuhi. Penelitian yang dilakukan Qudejans (2007) untuk melihat hubungan motivasi intrinsik dan
34
Universitas sumatera utara
35
ekstrinsik terhadap kepuasan kerja antara perawat dengan pekerja call center menemukan bahwa kepuasan kerja perawat lebih dipengaruhi oleh motivasi intrinsik dibanding dengan pekerja call center. Penelitian Muslih (2011) tentang analisis pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai juga menunjukkan faktor motivasi intrinsik dalam hal prestasi, penghargaan, tanggung jawab, promosi, dan kesesuaian pekerjaan yang rendah dari pegawai, berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai yaitu semakin rendah faktor motivasi intrinsik maka kepuasan kerja pegawai akan semakin rendah pula. Penelitian yang dilakukan oleh Yekti (2012) tentang pengaruh motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik terhadap kepuasan kerja karyawan menyimpulkan bahwa motivasi intrinsik (keinginan dan harapan, kebutuhan dan tingkat pendidikan) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Demikian juga penelitian yang dilakukan Putra & Frianto (2013), untuk melihat pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap kepuasan kerja pegawai Departemen Sumber Daya Manusia menunjukkan secara parsial motivasi intrinsik berpengaruh lebih kuat daripada motivasi ekstrinsik terhadap kepuasan kerja pegawai. Motivasi intrinsik mendorong individu bekerja secara optimal, kompeten dan bertahan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan dalam pekerjaannya. Semakin seseorang termotivasi secara intrinsik maka kepuasan kerjanya semakin meningkat.
35
Universitas sumatera utara
36
F. Dinamika Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap orang-orang yang bekerja untuk mereka dan beberapa dari efeknya tercermin dalam bagaimana orang merasakan tentang pekerjaan mereka (Spector, 1997). Dalam beberapa penelitian, di antara berbagai faktor organisasi, iklim organisasi adalah yang paling berkontribusi terhadap kepuasan kerja perawat (Lee & Lee, 2008; Mrayyan, 2008). Iklim organisasi adalah kualitas kerja lingkungan yang mencakup kumpulan sejumlah aspek terukur yang berpengaruh terhadap perilaku kerja dan kepuasan kerja (Litwin & Stringer, 1968). Menurut Wirawan (2007), pengaruh iklim organisasi terhadap perilaku organisasi dapat bersifat positif atau negatif seperti: hubungan atasan dan bawahan yang kurang harmonis, birokrasi yang kaku dapat menimbulkan sifat negatif, stres kerja tinggi, serta motivasi dan kepuasan kerja yang rendah. Iklim organisasi seperti ini akan menciptakan kinerja anggota organisasi rendah. Sebaliknya jika karyawan bekerja di ruangan yang nyaman dan bersih, hubungan atasan dan bawahan yang kondusif dan birokrasi yang longgar akan menimbulkan sikap positif, stres kerja rendah, serta motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi. Dari sini akan tercipta kinerja karyawan yang tinggi. Hasil penelitian Kosasih (2008) tentang hubungan antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja perawat unit rawat inap di sebuah Rumah Sakit di Medan, menunjukkan hubungan yang positif dan bermakna. Penelitian yang dilakukan terhadap pegawai biro pusat adminstrasi juga menunjukkan Iklim organisasi berpengaruh high significant terhadap kepuasan kerja pegawai dan dimensi psikologis merupakan variabel
36
Universitas sumatera utara
37
parsial yang paling dominan berpengaruh terhadap kepuasan kerja (Hartuti, 2006). Penelitian yang dilakukan untuk melihat pengaruh kompensasi dan iklim organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan administrasi British International School menunjukkan iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja (Sari, 2009). Iklim organisasi yang kondusif akan diikuti dengan peningkatan kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Graito (1991) juga menunjukkan bahwa semakin positif persepsi karyawan terhadap kondisi iklim organisasi maka semakin rendah ketidakpuasan kerjanya. Demikian juga hasil penelitian Affandi (2002) menunjukkan bahwa iklim organisasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai di lingkungan Pemenerintah Kota Semarang. Penelitian Wibisono (2011) tentang pengaruh iklim organisasi terhadap kepuasan kerja pegawai Puskesmas menunjukkan adanya pengaruh iklim organisasi yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. Penelitian yang dilakukan Meeusen, Dam, Mahoney, Zundert &Knape (2011) terhadap perawat anastesi diperoleh hasil bahwa karakteristik dari iklim organisasi memiliki korelasi yang signifikan secara statistik dengan kepuasan kerja. Untuk mencapai kepuasan kerja yang tinggi di antara perawat anestesi, perlu untuk memperbaiki beberapa karakteristik dari iklim organisasi yang penting, seperti : membuat perawat anestesi merasa menjadi bagian penting dari organisasi sebagaimana misi organisasi, memperhatikan pengembangan karir, penghargaan dan pelatihan bagi perawat anestesi. Iklim organisasi yang semakin mendukung, menciptakan kepuasan kerja yang tinggi.
37
Universitas sumatera utara
38
G. Dinamika Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Kepuasan kerja mengacu pada bagaimana orang-orang merasakan sifat dari pekerjaan itu sendiri dan bagaimana orang merasakan situasi di luar dari pekerjaan itu sendiri atau lingkungan pekerjaannya (Spector, 1997). Kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan kerja. Faktor individu termasuk di dalamnya adalah pengalaman-pengalaman penting dan kesesuaian individu dengan pekerjaannya (Spector, 1997). Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang rangsangannya datang dari dalam diri individu terhadap pekerjaannya, dapat dikatakan sebagai faktor individu yang mempengaruhi kepuasan kerja. Sedangkan iklim organisasi yang merupakan persepsi individu terhadap lingkungan pekerjaannya dapat merupakan faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi kepuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan salah satu sikap karyawan yang perlu diciptakan di lingkungan kerja agar karyawan dapat bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab sehingga menghasilkan kerja yang optimal, secara khusus pengaruhnya terhadap kerja yang kreatif (Amablie,1993). Individu akan semakin meningkat kepuasan kerjanya apabila motivasi intrinsiknya semakin meningkat. Motivasi intrinsik terjadi ketika individu termotivasi untuk melakukan pekerjaannya secara optimal karena dia merasa kompeten untuk melakukan pekerjaannya dan memperoleh kepuasan dalam melakukannya. Iklim organisasi adalah suatu kumpulan properti lingkungan kerja, dirasakan langsung atau tidak langsung oleh anggota organisasi yang bekerja di lingkungan tersebut, dapat mempengaruhi perilaku, motivasi, dan kepuasan
38
Universitas sumatera utara
39
anggota organisasi (Janah, 2011). Dalam rangka memfasilitasi motivasi intrinsik, organisasi harus mengembangkan dan membangun iklim organisasi yang dapat memberikan mereka kendali (self determination) atas pekerjaannya dalam melakukan pekerjaannya dan mampu terlibat dalam pekerjaannya (Amabile, 1993). Kepuasan kerja juga dapat tercipta apabila iklim organisasi dalam hal ini adalah situasi psikologis dalam pelaksanaan pekerjaan baik dan kondusif. Situasi psikologis yang kondusif dan baik artinya adanya kejelasan tanggung jawab, standar dalam bekerja, layaknya penghargan, kejelasan tujuan organisasi, dan dukungan antar sesama karyawan serta kepemimpinan yang berkualitas dan mampu diterima oleh seluruh karyawan. Situasi yang demikian akan menumbuhkan sikap positif karyawan terhadap kerja dan pekerjaannya (Janah, 2011). Perawat akan semakin tertantang dan terlibat dalam pekerjaannya yang merupakan aspek yang menunjukkan semakin meningkatnya motivasi intrinsik perawat terhadap pekerjaannya. Meningkatnya motivasi intrinsik perawat akan meningkatkan kepuasan kerjanya. Penelitian tentang pengaruh motivasi intrinsik dan iklim organisasi terhadap kepuasan kerja perawat, belum pernah ada, namun berdasarkan uraian teori tampak adanya pengaruh motivasi intrinsik dan iklim organisasi terhadap kepuasan kerja. Motivasi intrinsik yang tinggi didukung oleh iklim organisasi yang sesuai dan menyehatkan akan meningkatkan kepuasan kerja. Berdasarkan teori yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat disusun sebuah kerangka konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut:
39
Universitas sumatera utara
40
Motivasi Intrinsik (X1)
Kepuasan Kerja (Y)
Iklim Organisasi (X2)
H. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Motivasi intrinsik dan iklim organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja perawat di RSU HKBP Balige. 2. Motivasi intrinsik berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja perawat di RSU HKBP Balige. 3. Iklim organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja perawat di RSU HKBP Balige.
40
Universitas sumatera utara