BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pemasaran Relasional (Relationship Marketing) Sebelum membahas lebih jauh tentang bagaimana pengaruh masingmasing bentuk manfaat relasional yang terdiri atas confidence benefits, social benefits, dan special treatment benefits terhadap kepuasan dan loyalitas nasabah Bank BPD Bali, terlebih dahulu dipaparkan beberapa kajian pustaka yang relevan dengan konstruk-konstruk tersebut. Pemaparan mencakup diantaranya definisi, tujuan, karakteristik, dan faktor-faktor yang mempengaruhi yang ada kaitannya dengan tujuan penelitian ini. Termasuk dalam hal ini juga akan dipaparkan kajian pustaka tentang pemasaran relasional (relationship marketing) yang merupakan ide awal dari penelitian ini. Pemasaran relasional (relationship marketing) adalah suatu filosofi menjalankan bisnis yang fokus terutama pada perbaikan pelayanan pada pelanggan yang sudah ada dibandingkan dengan mencari pelanggan baru. Dari definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa relationship marketing adalah upaya mengenal konsumen lebih baik, sehingga perusahaan dapat memenuhi needs and wants mereka dalam jangka panjang (Zeithmal dkk., 2006:138). Definisi diatas didukung oleh pendapat Arafat (2006:182) yang mengemukakan bahwa menjalin hubungan dengan pelanggan dalam jangka panjang tidak sekadar menciptakan transaksi. Menjadi paradigma baru untuk 12
13
mencapai keberhasilan pemasaran yaitu dengan menjalin dan mempertahankan hubungan dengan pelanggan secara berkesinambungan. Paradigma tersebut dinamakan relationship marketing. Dasar pemikiran dalam praktik pemasaran ini adalah bahwa jalinan hubungan dengan pelanggan itu dianggap sangat menghemat biaya dibanding dengan mencari pelanggan baru atau mendapatkan pelanggan lama yang sudah putus hubungan. Memang terjalinnya hubungan jangka panjang antara pemasar dengan pelanggan itu bermula dari terciptanya transaksi, kemudian transaksi-transaksi serupa diulang kembali sehingga akhirnya menjadi jalinan hubungan jangka panjang. Berry dalam Hennig-Thurau dan Hansen (2000:368) mendefinisikan istilah relationship marketing ini sebagai upaya menarik, mengelola, dan memberikan berbagai jasa perusahaan dengan memanfaatkan hubungan baik dengan pelanggan. Disini juga ditekankan bahwa relationship marketing merupakan tahap lebih lanjut untuk meraih pelanggan baru, yaitu dengan membina hubungan dengan pelanggan agar tetap loyal pada perusahaan. Lebih lanjut Kotler (2003:171) mengemukakan bahwa relationship marketing adalah sebuah gerakan dari pola pikir yang semata-mata berlandaskan pada kompetisi dan konflik, ke arah pola pikir yang berlandaskan hubungan saling ketergantungan yang saling menguntungkan dan kerjasama. Relationship marketing mengakui pentingnya berbagai pihak, antara lain: pemasok, pegawai, distributor, agen, dan pengecer untuk bekerjasama memberikan nilai-nilai yang terbaik bagi sasaran pelanggan. Beberapa karakteristik relationship marketing menurut Kotler (2003:172) adalah sebagai berikut:
14
a) Memfokuskan diri pada para partner dan pelanggan dan bukannya pada produk-produk yang dihasilkan perusahaan. b) Memberikan penekanan terhadap bertahannya dan pertumbuhan pelanggan daripada perolehan pelanggan baru. c) Mengandalkan kerja tim-tim yang terdiri atas berbagai fungsi dalam perusahaan daripada kerja yang dilakukan di tingkat departemen. d) Mengandalkan lebih banyak mendengarkan dan belajar dibandingkan berbicara. Zeithmal dkk. (2006:158) menyatakan bahwa tujuan utama dari relationship marketing adalah untuk membangun dan mempertahankan pelanggan komit yang menguntungkan bagi perusahaan dan pada waktu yang sama meminimumkan waktu dan usaha yang dikeluarkan untuk pelanggan yang kurang menguntungkan.
2.2 Manfaat Relasional (Relational Benefits) Gwinner dkk. (1998) berpendapat bahwa manfaat relasional merupakan manfaat yang diperoleh konsumen dari relasi jangka panjang yang terjalin sesuai dengan kinerja core service. Sejalan dengan pendapat tersebut, Hennig-Thurau dkk. (2002) mengemukakan manfaat relasional sebagai keuntungan-keuntungan yang diperoleh konsumen dari hubungan jangka panjang diatas dan diluar pelayanan jasa yang utama. Manfaat relasional sebagai jumlah total keuntungan
15
yang diterima karena memilih dan tetap menggunakan jasa dari penyedia jasa itu dikurangi dengan jumlah total biaya yang dikeluarkan (baik secara finansial maupun tidak). Manfaat-manfaat tersebut merupakan hasil dari keterlibatan jangka panjang dengan perusahaan jasa. Zeithaml dkk. (2006:183) mengemukakan bahwa manfaat relasional baru akan dirasakan oleh pelanggan ketika menerima layanan yang memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan apa yang mereka harapkan/dapatkan dari perusahaan lainnya. Pelanggan lebih menyukai untuk menjalin hubungan dengan suatu perusahaan yang mampu memberikan layanan berkualitas, kepuasan, dan keuntungan spesifik yang lebih besar dibandingkan pengorbanan yang dilakukannya. Ketika perusahaan mampu dengan konsisten menyampaikan nilai dari sudut pandang pelanggan, maka satu manfaat (benefit) akan dirasakan pelanggan
dengan
lebih
jelas
yang
akan
mendorong
mereka
untuk
mempertahankan hubungan. Pelanggan juga merasakan adanya benefit dengan cara yang berbeda yaitu melalui asosiasi atau hubungan jangka panjang dengan perusahaan. Terkadang benefit dari hubungan ini lebih mampu menjaga pelanggan untuk loyal terhadap perusahaan daripada atribut pada jasa inti yang ditawarkan. Selanjutnya Zeithaml dkk. (2006:184) dan Hennig-Thurau dkk. (2002) mengelompokkan manfaat relasional yang diperoleh pelanggan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu manfaat kepercayaan, manfaat sosial, dan manfaat perlakuan istimewa.
16
2.2.1 Manfaat Kepercayaan (Confidence Benefits) Menurut Zeithaml dkk. (2006:184), confidence benefits mencerminkan adanya rasa percaya terhadap penyedia jasa yang mampu mengurangi kecemasan/kegelisahan karena perusahaan memahami apa yang menjadi harapan pelanggan. Manfaat ini sangat penting karena merupakan hal yang paling dasar bagi konsumen untuk loyal pada penyedia jasa. Hennig-Thurau dkk. (2002) mengatakan bahwa konsumen yang mengembangkan kepercayaan pada penyedia jasa berdasarkan pengalaman baik mereka dengan penyedia jasa mempunyai alasan yang baik untuk tetap melanjutkan hubungan tersebut. Pengalaman yang baik terutama harus dari konsumen itu sendiri, karena komitmen dari dalam itu adalah yang paling kuat bagi konsumen agar loyal pada penyedia jasa. Menurut Sheth dan Mittal dalam Utami (2009), manfaat kepercayaan (confidence benefits) atau trust berhubungan dengan kemampuan perusahaan dalam mengurangi kekhawatiran dan memberikan kenyamanan karena pelanggan mengetahui apa yang diharapkannya dari pemberi jasa. Dalam konteks relationship marketing, kepercayaan merupakan salah satu dimensi untuk menentukan seberapa jauh suatu pihak merasakan integritas dan janji yang ditawarkan oleh pihak lain. 2.2.2 Manfaat Sosial (Social Benefits) Definisi sosial adalah aspek emosi dari hubungan dan pengenalan secara pribadi oleh karyawan pada konsumennya dan juga perkembangan hubungan pertemanan antara karyawan dengan konsumen. Berdasarkan keuntungan sosial
17
ini, konsumen akan merasa nyaman karena mereka mempunyai hubungan pertemanan ini. Namun hal yang perlu ditekankan adalah jika penyedia jasa menggunakan pertemanan tersebut untuk keperluan bisnis semata, hal tersebut akan membahayakan hubungan pertemanan dan bisnis mereka karena hubungan pertemanan tersebut tidak dibangun atas pengenalan pribadi dengan niat yang tulus untuk membantu konsumennya, menunjukkan berbagai kemudahan kepada konsumennya, serta menemukan berbagai solusi untuk memberikan kenyamanan dan meningkatkan mutu hidup konsumennya (www.digilibpetra.ac.id). Menurut Lovelock (2004:375), manfaat sosial mencerminkan penghargaan yang diterima pelanggan seperti nama yang dikenal oleh seluruh karyawan, maupun perhatian yang diberikan karyawan kepada pelanggan berdasarkan hubungan personal yang terjalin antara pelanggan dan perusahaan penyedia jasa. Saat manfaat sosial ini menciptakan hubungan dan pengalaman yang menyenangkan bagi pelanggan dalam interaksinya dengan perusahaan, maka hal ini dapat menjadi penentu loyalitas yang penting bagi perusahaan. Manfaat sosial lebih fokus pada hubungan antara penyedia jasa dengan konsumen daripada produk jasa yang dihasilkan. Keuntungan sosial juga berdampak pada loyalitas konsumen. Semakin dekat hubungan konsumen dengan karyawan dari penyedia jasa, maka semakin loyal pula konsumen tersebut terhadap penyedia jasa (Hennig-Thurau dkk., 2002).
18
2.2.3 Manfaat Perlakuan Istimewa (Special Treatment Benefits) Hennig-Thurau dkk. (2002) mendefinisikan manfaat perlakuan istimewa sebagai gabungan dari keuntungan secara ekonomis maupun keuntungan customization bagi konsumen. Yang dimaksud disini adalah konsumen mendapat harga yang spesial dan juga penawaran yang diberikan padanya tidak didapat oleh konsumen umum lainnya karena dalam hal ini konsumen selalu berharap mereka mendapatkan keuntungan secara finansial. Jika dikaitkan dengan konsep relationship marketing, tidak semua pelanggan menyukai diperlakukan dengan cara yang sama, diharapkan adanya pelanggan yang fokus dan selektif untuk mendapatkan perlakuan istimewa. Perlakuan umum sebagai pemenuhan kebutuhan dasar dari setiap pelanggan memang penting untuk dipenuhi, namun perlakuan istimewa terhadap konsumen selektif penting dilakukan dalam upaya menumbuhkan retensi pelanggan. Hal ini juga merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mengimplementasikan strategi relasional (Peterson, 1995). Menurut Zeithaml dkk. (2006:184), perlakuan istimewa mencakup di dalamnya adalah pemberian harga spesial maupun perlakuan khusus yang tidak diterima oleh pelanggan kebanyakan. Dikatakan juga bahwa manfaat ini kadang tidak begitu penting dibandingkan manfaat-manfaat lainnya. Meskipun manfaat perlakuan istimewa dapat dengan jelas dijadikan sebagai unsur kritis untuk membentuk loyalitas pelanggan (misalnya manfaat bagi pemegang frequent flyer pada industri penerbangan), namun hal ini kadang dianggap kurang penting bagi pelanggan secara keseluruhan.
19
2.3 Kepuasan (Satisfaction) Kotler dan Keller (2008:117) mendefinisikan kepuasan konsumen sebagai tingkat perasaan seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara kenyataan dan harapan yang diterima dari sebuah produk atau jasa. Jika jasa yang dipersepsikan kinerjanya lebih rendah dari yang diharapkan, maka konsumen akan merasa kecewa. Jika persepsi jasa memenuhi atau melebihi harapan konsumen, maka konsumen akan merasa puas dan ada kecenderungan konsumen akan mempergunakan penyedia jasa tersebut.
Sedangkan Parasuraman, dkk. (1988)
mendefinisikan kepuasan sebagai persepsi konsumen terhadap suatu jenis pengalaman jasa yang dialaminya. Kotler dan Keller (2008:136) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan (customer
satisfaction)
tergantung
pada
anggapan
kinerja
(perceived
performance) produk dalam memberikan nilai dalam hitungan relatif terhadap harapan pembeli. Bila kinerja produk jauh lebih rendah daripada harapan pelanggan, pembelinya tidak puas. Namun bila kinerja produk sesuai dengan harapan maka pembeli akan merasa sangat puas. Menurut Kotler dan Keller (2008:137), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan yaitu harapan pelanggan, tujuan, perceived performance, attribute satisfaction, dan information satisfaction. a) Harapan pelanggan yang diyakini memiliki peranan yang besar dalam menentukan kualitas produk dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasi, pelanggan akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dalam
20
kepuasan pelanggan, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang diterimanya. b) Tujuan (objective) dikaitkan dengan kebutuhan yang paling mendasar, tujuan hidup atau keinginan yang lebih konkrit menurut kepercayaan seseorang dalam pencapaian tujuan akhir. Jadi tingkat keinginan yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat dihubungkan dengan cara untuk mencapai tujuan. Tingkat keinginan dan nilai yang lebih tinggi ditujukan untuk mendapatkan produk yang memiliki benefit tertentu yang akan menetapkan atribut dan level atribut yang diinginkan dari suatu produk. Pada tingkatan yang lebih konkrit, tujuan dapat secara langsung dibandingkan dengan performance yang dirasakan. Expectations akan dihubungkan dengan atribut, benefit, atau hasil tertentu. Sedangkan tujuan (objective) adalah evaluasi terhadap atribut atau benefit suatu produk menuju pencapaian nilai-nilai seseorang. c) Perceived performance, merupakan hasil evaluasi dari pengalaman konsumsi sekarang dan diharapkan memiliki pengaruh langsung dan positif terhadap overall customer satisfaction. Sedangkan komponen utama dari consumption experience adalah: (1) kebiasaan, yakni di tingkat mana penawaran perusahaan dibiasakan untuk memenuhi/menemukan kebutuhan konsumen yang heterogen; dan (2) reliabilitas, yakni tingkat penawaran perusahaan yang reliable (handal), terstandarisasi, dan bebas dari kekurangan. d) Attribute satisfaction dan information satisfaction, didefinisikan sebagai pertimbangan kepuasan konsumen yang subyektif yang dihasilkan dari
21
observasi mengenai kinerja produk. Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk atau perusahaan tertentu, konsumen umumnya mengacu pada beberapa faktor stau dimensi. Berdasarkan beberapa uraian tentang kepuasan, maka secara umum kepuasan dapat diartikan bahwa layanan atau hasil yang diterima itu paling tidak harus sama dengan harapan konsumen. Konsumen mengalami berbagai tingkat kepuasan dan ketidakpuasan setelah mengalami masing-masing layanan sesuai dengan sejauh mana harapan terpenuhi atau terlampaui. Pada dasarnya konsumen mengharapkan dapat memperoleh produk yang memiliki manfaat pada tingkat harga yang dapat diterima. Untuk mewujudkan keinginan konsumen tersebut maka setiap perusahaan berusaha secara optimal untuk menggunakan seluruh aset dan kemampuan yang dimiliki untuk memberikan nilai dan memenuhi harapan konsumen. Kepuasan dapat diperoleh konsumen dalam proses konsumsi yang disebut consumption experience. Setiap tahap konsumen dapat memberikan pernyataan persepsi terhadap kepuasan dan secara kolektif akan memberikan penilaian total (overall impression). Lebih lanjut, konsumen dapat menjadi puas atau tidak puas pada tingkat yang berbeda-beda dan cenderung berharap menerima kepuasan yang lebih dari tingkat kepuasan yang ada sekarang dan mungkin menjadi tidak terpuaskan pada level yang lebih tinggi sehingga tingkat kepuasan yang sesungguhnya adalah abstrak (Oliver,1997:13). Pemetaan tentang kepuasan pada complete consumption experience ditunjukkan pada Gambar 2.1.
22
Satisfaction with events that happen during consumption Waiting in the line Setting comfort Screen view Conssesion Acting Action
Satisfaction with final outcomes
or +
Enjoyment Entertainment Enlightment Excitement Emotional Involvement
Satisfied with level of received
Inadequate Adequate Excessive
Gambar 2.1 Kepuasan pada Complete Consumption Experience Sumber : Oliver (1997:7) Gambar 2.1 di atas memperlihatkan bahwa kepuasan pada complete consumption experience terdiri atas tiga
tahap, yaitu kepuasan yang terjadi
selama konsumen melakukan konsumsi (misalnya pada perusahaan jasa yaitu saat mengantri, tempat duduk nyaman, dan suara-suara di sekitar), kepuasan terhadap hasil akhir (misalnya kenikmatan, hiburan, kesenangan, dan keterlibatan emosional), dan kepuasan terhadap tingkat kepuasan yang diterima apakah cukup puas, puas, atau sangat puas. Dalam upaya menciptakan dan mempertahankan kepuasan pelanggan tentunya diperlukan beberapa strategi. Rangkuti (2006:57) menyebutkan bahwa tujuan dari strategi kepuasan pelanggan adalah untuk membuat agar pelanggan tidak mudah pindah ke pesaing. Terdapat beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan antara lain: a) Strategi relationship marketing Dalam strategi ini transaksi antara pembeli dan penjual berlanjut setelah penjualan selesai. Dengan kata lain perusahaan menjalin suatu kemitraan
23
dengan pelanggan secara terus-menerus yang pada akhirnya akan menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga terjadi bisnis ulang. Agar relationship marketing ini dapat diimplementasikan, perlu dibentuk database pelanggan. b). Strategi unconditional service guarantee Strategi ini memberikan garansi atau jaminan istimewa secara mutlak yang dirancang untuk meringankan risiko atau kerugian di pihak pelanggan. Garansi tersebut menjanjikan kualitas prima dan kepuasan pelanggan yang optimal, sehingga dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang tinggi. Caranya adalah dengan memberikan komitmen untuk senantiasa memberi kepuasan kepada pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi sumber penyempurnaan mutu produk atau jasa dan akan meningkatkan motivasi para karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. c). Strategi superior customer service Strategi ini menawarkan jasa yang lebih baik dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh pesaing. Dana yang besar, sumber daya manusia yang handal, dan usaha yang gigih diperlukan agar perusahaan dapat menciptakan jasa yang superior. d). Strategi penanganan keluhan efektif Dalam strategi ini, keluhan pelanggan ditangani dengan cepat dan tepat dimana perusahaan harus menunjukkan perhatian, keprihatinan, dan penyesalannya
24
atas kekecewaan pelanggan agar pelanggan tersebut dapat kembali menjadi pelanggan yang puas dan kembali menggunakan produk atau jasa perusahaan. e). Strategi peningkatan kinerja perusahaan Pada strategi ini perusahaan menerapkan peningkatan kualitas jasa secara berkesinambungan dengan cara memberikan pendidikan dan pelatihan komunikasi, salesmanship, dan public relations kepada pihak manajemen dan karyawan serta memasukkan unsur kemampuan memuaskan pelanggan ke dalam sistem penilaian. Strategi-strategi dalam upaya peningkatan kepuasan pelanggan pada akhirnya perlu diukur sebagai langkah evaluasi. Kotler dan Keller (2008: 143) mengemukakan empat perangkat untuk melacak dan mengukur kepuasan pelanggan, meliputi: a). Sistem keluhan dan saran Sebuah
perusahaan
yang
berfokus
pada
pelanggan
mempermudah
pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan. Menempatkan kotak saran, menyediakan kartu komentar, mempekerjakan staf khusus untuk menangani keluhan pelanggan, dan menyediakan web pages dan email untuk melaksanakan komunikasi dua arah. Bagi perusahaan, informasi itu merupakan sumber gagasan yang baik yang meyakinkan perusahaan bertindak cepat untuk menyelesaikan masalah.
25
b). Survey kepuasan pelanggan Penelitian menunjukkan bahwa walaupun para pelanggan tidak puas terhadap satu dari empat pembelian, hanya kurang dari 5% pelanggan yang tidak puas akan mengeluh. Kebanyakan pelanggan akan membeli lebih sedikit atau berganti pemasok daripada mengajukan keluhan. Perusahaan-perusahaan yang responsif akan mengukur kepuasan pelanggan secara langsung dengan mengirimkan daftar pertanyaan atau menelepon pelanggan-pelanggan terakhir mereka sebagai sampel acak dan menanyakan apakah mereka amat puas, puas, kurang puas, atau amat tidak puas terhadap berbagai aspek kinerja perusahaan. c). Ghost shopping Perusahaan-perusahaan dapat membayar orang-orang sebagai pembeli untuk melaporkan kekuatan dan kelemahan produk mereka. Selain itu survei juga bisa dilakukan melalui telepon guna mengukur bagaimana kualitas dari staf mereka dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Di perbankan saat ini beberapa bank menggunakan pihak ketiga yaitu MRI (Marketing Research Indonesia), dimana mistery guest akan melakukan transaksi di bank tersebut dan akan melakukan penilaian terhadap seluruh aspek kinerja di bank itu. Selanjutnya hasil penilaian tersebut akan dikirimkan kembali ke bank yang dinilai sebagai gambaran kinerja bank selama ini. d). Analisis pelanggan yang hilang Perusahaan-perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau berganti pemasok untuk mempelajari sebabnya. Bukan saja
26
penting untuk melakukan wawancara keluar ketika pelanggan mulai berhenti untuk membeli, tapi juga harus diperhatikan tingkat kehilangan pelanggan. Karena apabila kehilangan pelanggan ini semakin meningkat, maka terlihat jelas bahwa perusahaan telah mengalami kegagalan dalam memuaskan pelanggannya.
2.4 Loyalitas (Loyalty) Tjiptono (2000:17) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan harus disertai loyalitas pelanggan. Kesetiaan (loyalty) di dunia pemasaran merupakan keadaan yang dicari oleh pemasar saat ini. Bagi pemasar, kesetiaan pelanggan menjadi ukuran kelangsungan perusahaan. Karena dengan memiliki pelanggan setia, perusahaan mendapat jaminan produknya akan terus dibeli dan bisnis ke depan akan berjalan lancar. Pelanggan setia tidak akan berpindah ke lain hati walaupun mendapat godaan yang menggiurkan. Sebab ada hubungan jangka panjang antara produsen dan konsumen yang terus berlangsung (Palupi, 2005). Oliver dalam Tjiptono (2000:94) mencoba memberikan definisi loyalitas sebagai komitmen yang dalam untuk melakukan pembelian ulang atau memilih kembali suatu barang atau jasa secara konsisten pada masa yang akan datang. Pelanggan yang loyal merupakan asset penting perusahaan, hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya sebagaimana diungkapkan Griffin (2002:31) bahwa pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut:
27
a) Melakukan pembelian secara teratur (makes regular repeat purchases); b) Membeli diluar lini produk atau jasa yang sudah dikonsumsi dari perusahaan yang sama (purchase across product and service line); c) Merekomendasikan produk kepada orang lain (refers to others); dan d) Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis yang dihasilkan pesaing (demonstrates on immunity to the full of the competition). Pelanggan yang merasa sangat puas dengan suatu perusahaan, akan bersedia untuk melakukan pembelian ulang kepada perusahaan. Hubungan baik dengan pelanggan juga memungkinkan perusahaan untuk dapat memperkenalkan produk-produk lain yang sekiranya sesuai dengan keinginan pelanggan tersebut. Hal ini dapat dilakukan secara lisan pada saat pelanggan tersebut berkomunikasi dengan perusahaan dalam memperoleh informasi atau dengan mengirimkan majalah, bulletin, atau brosur mengenai produk-produk perusahaan kepada pelanggan. Lebih lanjut Griffin (2002:11) juga mengemukakan keuntungankeuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan jika memiliki pelanggan yang loyal, antara lain: a) Dapat mengurangi biaya pemasaran (karena biaya menarik pelanggan yang baru lebih mahal). b) Dapat mengurangi biaya transaksi.
28
c) Dapat mengurangi biaya turnover konsumen (karena pergantian konsumen yang lebih sedikit). d) Dapat meningkatkan penjualan silang (cross selling) yang akan meningkatkan pangsa pasar. e) Mendorong word of mouth yang positif dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang puas. f) Dapat mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian dan lain-lain). Griffin (2003:16) juga menjelaskan bahwa dua kondisi penting yang berhubungan dengan loyalitas pelanggan adalah retensi pelanggan (customer retention) dan total pangsa pelanggan (total share of customer).
Idealnya,
perilaku pembelian dari pelanggan yang loyal mencerminkan dua kondisi ini. Pengejaran pangsa pasar dapat mengikis profitabilitas perusahaan dan mengalihkan focus perusahaan dari pelanggannya yang paling menguntungkan. Loyalitas merupakan hasil mencurahkan perhatian pada apa yang diperlukan untuk mempertahankan pelanggan dan kemudian terus-menerus melakukannya. Loyalitas pelanggan yang meningkat menyebabkan profitabilitas yang lebih tinggi, retensi pegawai yang lebih tinggi, dan basis keuangan yang lebih stabil. Oliver dalam Tjiptono (2000:96)
menyatakan bahwa kepuasan dalam
jangka panjang dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang secara bertahap terbentuk sebagai berikut:
29
a) Cognitive Loyalty, yaitu loyalitas yang menggunakan basis informasi yang secara memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya. Tingkat loyalitas pada tahap ini sangat labil dan mudah berpindah merek. b) Affetive Loyalty, yaitu loyalitas yang didasarkan pada aspek afektif dan sangat bergantung pada tingkat kepuasan atau ketidakpuasan berdasarkan pada pengalaman konsumen menggunakan produk atau jasa. Tidak semua kepuasan konsumen menghasilkan loyalitas, dan loyalitas pada tahap ini lebih tinggi daripada cognitive karena konsumen telah memiliki pengalaman. c) Conative Loyalty, yaitu konsumen menjadi berkomitmen karena percaya dan benar-benar
berkeinginan
membeli
(intention)
dan
membeli
kembali
(repurchase) atau menjadi loyal. d) Action loyalty, yaitu intensitas pembelian konsumen menjadi motivasi konsumen untuk secara terus-menerus membeli suatu produk atau jasa dan menjadikannya suatu kebiasaan. Menurut Schnaars dalam Tjiptono (2000:107), terdapat empat macam kemungkinan hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan, yaitu failure, forced loyalty, defectors, dan successes. Secara lebih jelas hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan digambarkan seperti Gambar 2.2.
30
Loyalitas pelanggan Rendah
Failure Rendah
Tidak puas dan tidak loyal
Tinggi
Forced loyalty Tidak puas namun terikat pada program promosi perusahaan
Kepuasan pelanggan
Defectors Puas tetapi tidak loyal
Tinggi
Successess Puas, loyal, dan paling mungkin Memberikan word of mouth positif
Gambar 2.2 Hubungan antara Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Sumber : Schnaars dalam Tjiptono, 2000:107.
Usaha yang dilakukan sebagai upaya meningkatkan kepuasan pelanggan dapat menyentuh siapa yang menjadi subjek relationship marketing, yaitu pelanggan. Perusahaan dapat membuat program yang memotivasi pelanggan tersebut dengan memberikan keuntungan kepada pelanggan apabila berhasil membawa pelanggan baru misalnya dalam bentuk bonus point atau program insentif khusus bagi pelanggan. Pelanggan yang loyal dapat memberikan pendapatan kepada perusahaan secara terus-menerus dan hal ini sangat penting bila tingkat pembelian secara berulang-ulang sangat tinggi.