BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Modal dan Leverage Keuangan “Struktur modal merupakan komposisi pendanaan permanen perusahaan, yaitu bauran pendanaan jangka panjang perusahaan. Struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan dimana struktur keuangan mencerminkan kebijakan manajemen perusahaan dalam mendanai aktivanya” (Sawir, 2004:2). Tujuan manajemen struktur modal adalah menciptakan bauran sumber dana permanen sedemikian rupa agar mampu memaksimalkan harga saham dan agar tujuan manajemen keuangan untuk memaksimalkan nilai perusahaan tercapai. “Bauran pendanaan yang ideal dan selalu diupayakan manajemen ini disebut struktur modal optimal”. (Warsono, 2003:235) Perusahaan dalam menentukan struktur modalnya pasti bertujuan untuk meminimalkan biaya modal yang akan dikeluarkan, karena biaya ini secara potensial akan mengurangi pembayaran deviden tunai kepada para pemegang saham. Jika biaya modal ini dapat diminimalisir, jumlah deviden tunai yang akan dibayarkan akan meningkat, dan hal ini tentunya dapat memaksimumkan harga saham. Penentuan struktur modal yang menyangkut bauran pendanaan yang berasal dari modal sendiri dan utang yang akan digunakan oleh perusahaan pada akhirnya menyangkut penentuan berapa banyak utang (leverage keuangan) yang
7
akan digunakan oleh perusahaan untuk mendanai aktivanya. Menurut Warsono (2003:204), “leverage adalah setiap penggunaan dana yang membawa konsekuensi biaya dan beban tetap”. Jika perusahaan menggunakan utang, berarti memiliki kewajiban tetap untuk membayar bunga atas utang yang diambil dalam rangka pendanaan perusahaan. Menurut Sawir (2004:2), “ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan, yaitu tingkat pengembalian (return) dan risiko (risk)”. Keputusan keuangan yang berkaitan dengan leverage, seperti yang telah disebutkan sebelumnya akan membawa konsekuensi pada peningkatan resiko pemegang saham biasa.
Risiko yang
dihadapi oleh perusahaan atau pemegang saham biasa ini dibagi menjadi dua macam, yaitu risiko bisnis (business risk) berkaitan dengan ketidakpastian tingkat pengembalian atas aktiva suatu perusahaan di masa mendatang, dan risiko keuangan (financial risk) terjadi karena banyak penggunaan utang dalam struktur modal perusahaan yang mengakibatkan perusahaan harus menanggung beban tetap secara periodik berupa beban bunga. (Warsono, 2003:204). Risiko keuangan (financial risk) adalah tambahan risiko yang dibebankan kepada para pemegang saham biasa sebagai akibat dari pengambilan keputusan pendanaan dengan utang. Risiko ini terjadi karena para pemberi pinjaman (utang) yang menerima pembayaran bunga secara tetap, dianggap tidak menanggung risiko bisnis.
Pada dasarnya, pendanaan melalui utang akan meningkatkann
tingkat pengembalian yang diharapkan dari suatu investasi, tetapi disisi lain, pendanaan melalui utang juga menaikkan tingkat risiko atas investasi. 8
Menurut Brigham dan Houston (2006:6), Kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu pertukaran antara risiko dan pengembalian: a. Penggunaan lebih banyak utang akan meningkatkan risiko yang ditanggung oleh pemegang saham. b. Namun penggunaan utang yang lebih besar biasanya akan menyebabkan terjadinya ekspektasi tingkat pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi. Menurut Sawir (2004:2) “Leverage keuangan dapat diukur berdasarkan nilai buku yaitu dengan rasio seluruh buku dengan nilai utang (Debt to Aset Ratio – DAR)”.
“Pengukuran manfaat penggunaan utang atau analisis leverage
keuangan dapat dilakukan dengan memperbandingkan tingkat pengembalian aktiva” (Sawir; 2004:4). Menurut Alwi (1994:301), “Leverage keuangan dapat diukur dengan membandingkan total hutang dengan seluruh aktiva dalam perusahaan yang disebut juga dengan leverage factor”. Leverage factor 80% berarti perusahaan menggunakan 80% utang dan 20% modal sendiri.
9
2.2. Teori Struktur Modal 2.2.1. Teori Agensi dan Hipotesis Arus Kas Bebas Jensen dan Meckling (1967) dalam Meythi (2005) Telah mengembangkan teori agensi yang menjelaskan tentang pola hubungan antara principal dan agen. Penunjukan manajer oleh pemegang saham akan
memunculkan perbedaan
kepentingan karena manajer diberi kekuasaan untuk membuat keputusan yang dapat menciptakan konflik potensial. Masalah agen timbul karena adanya hubungan bukan saja antara pemilik dan manajer, tetapi juga hubungan antara pemilik dan pemberi pinjaman (Manurung, 2001).
Pemberi pinjaman menyediakan dana pada perusahaan
dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran modal sekarang, yang akan datang, dan struktur modal bagi perusahaan. Faktor ini menentukan resiko bisnis dan risiko keuangan perusahaan. Jika pemberi pinjaman memberikan dana pada perusahaan, bunga dibebankan berdasarkan penilaian pemberi pinjaman atas risiko perusahaan. Jika investasi yang berisiko tidak berhasil, maka pemberi pinjaman menanggung biayannya. Jelas ada insentif dimana manajer bertindak atas nama pemegang saham untuk mengambil keuntungan dari pemberi pinjaman. Untuk menghindari situasi ini, pemberi pinjaman melakukan monitoring dan teknik pengendalian pada yang diberi pinjaman yang disebut dengan biaya agen. Jika pinjaman yang ada hanya sedikit, maka pengawasan (monitoring) yang dilakukan pemberi pinjaman pun tidak terlalu ketat. Biaya pengawasan tersebut,
10
seperti halnya biaya kebangkrutan, cenderung meningkat pula dengan leverage keuangan. (Jensen:1986:323) memperluas konsep teori agensi kedalam area manajemen struktur modal, dengan konsepnya yang diberi nama free cash flow (arus kas bebas), dengan pengertian sebagai berikut. “Arus kas bebas adalah arus kas lebih yang dibutuhkan untuk mendanai semua proyek yang memiliki nilai sekarang (NPV) positif saat nilai diskonto dengan biaya modal yang relevan”. (Jensen,1986:323 dalam keown, 2000:558) Jensen mengemukakan bahwa arus kas bebas yang besar akan mengarah pada perilaku manajer yang salah dan keputusan yang buruk yang bukan demi kepentingan pemegang saham biasa perusahaan.
Dengan kata lain, manajer
memiliki insentif untuk memegang arus kas bebas dan “bermain” dengannya, bukan mengolahnya, misalnya menjadi pembayaran tunai yang lebih tinggi. Tapi tidak semuanya hilang. Ini mengarah pada yang disebut Jensen sebagai hipotesis kontrolnya untuk penciptaan utang (peningkatan utang). Dengan meningkatkan leverage, pemegang saham akan menikmati pengawasan “kontrol” yang lebih atas tim manajemennya.
Contohnya, jika
perusahaan menerbitkan utang baru dan menggunakan hasilnya untuk membeli kembali saham yang terutang, maka manajemen wajib membayar tunai untuk menutupi utang.
Ini berarti mengurangi jumlah arus kas yang ada pada
manajemen untuk dipermainkan.
11
Motif penggunaan leverage keuangan ini bisa disebut sebagai hipotesis ancaman, karena manajemen berada dibawah ancaman kegagalan keuangan. Karenanya, sesuai dengan teori agensi pada struktu modal, manajer bekerja lebih efisien dan disiplin (keown,2000:558).
2.2.2. Teori Pertukaran (Trade off Theory) Sejumlah argumentasi terdahulu mengarah pada perkembangan yang disebut dengan “Teori Trade off
dari leverage”, dimana perusahaan
menyeimbangkan manfaat dari pendanaan dengan utang dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi (Brigham, 2006:36). Ringkasan teori trade off: 1. Fakta bahwa bunga adalah beban pengurang pajak menjadikan utang lebih mudah daripada saham biasa atau saham preferen. Akibatnya secara tidak langsung pemerintah telah membayarkan sebagian biaya dari modal utang, atau dengan cara lain, utang memberikan manfaat perlindungan pajak. Jadi, penggunaan utang memberikan lebih banyak laba operasi perusahaan yang diterima oleh para investor. Karenanya semakin banyak perusahaan mempergunakan utang, semakin tinggi harga sahamnya. Menurut asumsi tulisan Modigliani – Miller dengan pajak, harga saham sebuah perusahaan akan mencapai nilai maksimal sepenuhnya jika perusahaan sepenuhnya menggunakan utang 100%.
12
2. Dalam dunia nyata, perusahaan jarang menggunakan utang 100%. Alasan utama perusahaan membatasi penggunaan utangnnya adalah untuk menjaga-jaga biaya yang berhubungan dengan kebangkrutan tetap rendah. 3. Terdapat
beberapa
tingkat
batasan
utang,
dimana
kemungkinan
kebangkrutanya begitu rendah sehingga menjadi tidak penting. Kemudian, biaya-biaya yang berhubungan dengan kebangkrutan menjadi semakin penting, dan biaya-biaya tersebut mengurangi manfaat pajak atas utang dengan tingkat yang semakin tinggi.
Biaya-biaya yang berhubungan
dengan kebangkrutan berkurang tetapi tidak sepenuhnya menutupi manfaat pajak atas utang, sehingga harga saham perusahaan naik seiring dengan naiknya rasio utang. Akan tetapi, biaya-biaya yang berhubungan dengan kebangkrutan telah melebihi manfaat pajak, sehingga selanjutnya penigkatan rasio utang akan menurunkan nilai saham. 4. Terdapat fakta bahwa banyak perusahaan besar yang sukses menggunakan utang lebih sedikit daripada yang dinyatakan dalam teori ini. Hal ini mengarah pada teori pensinyalan (signaling theory). (Brigham, 2006:3738). Teori pertukaran juga merupakan salah satu teori dasar dalam pengambilan keputusan pendanaan karena teori ini menjelaskan pembayaran bunga yang dapat dikurangkan dari perhitungan pajak dapat meningkatkan nilai perusahaan sejalan dengan peningkatan utang, selama posisi utang dalam struktur modal masih berada dibawah target struktur modal optimal. Karena menurut teori struktur
13
modal, jika posisi struktur modal telah berada diatas target struktur modal optimal, maka setiap pertambahan utang akan menurunkan nilai perusahaan. Leverage keuangan sebenarnya tidak secara langsung dapat menaikkan nilai perusahaan.
Kebijakan pendanaan yang baik akan meningkatkan nilai
perusahaan apabila manajemen perusahaan mampu menggunakan sumber-sumber ekonomi yang mereka miliki dengan efektif dan efisien sehingga akan menghasilkan tingkat produktivitas aktiva yang baik pula. Maka, dengan asumsi posisi struktur modal masih berada dibawah target struktur modal optimal, maka dapat dirumuskan sebuah hipotesis bahwa leverage keuanngan mempunyai hubungan yang signifikan dengan aktivitas investasi perusahaan.
2.2.3. Pecking Order Theory Pandangan alternatif yang ditujukan pada meramalkan bagaimana manajer akan mendanai anggaran modal perusahaannya sekarang dikenal dalam literatur ekonomi keuangan sebagai “Pecking Order Theory”. Pecking Order Theory dalam struktur modal dijelaskan dalam empat poin dibawah ini : 1. Perusahaan menerapkan kebijaksanaan denda untuk kesempatan investasi. 2. Perusahaan lebih suka mendanai kesempatan investasi dengan dana dari dalam dulu, lalu modal keuangan eksternal akan dicari.
14
3. Saat pendanaan eksternal dibutuhkan, perusahaan pertama akan memilih menerbitkan sekuritas utang.
Menerbitkan sekuritas jenis modal akan
diterbitkan terakhir. 4. Dengan semakin banyaknya dana eksternal dibutuhkan untuk mendanai proyek dengan nilai sekarang positif, pendapatan pecking order akan diikuti, ini berarti lebih menyukai utang yang berisiko, artinya pada konvertibel, modal preferen, dan modal biasa sebagai pilihan terakhir. Keown (2000:57). Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu lagi membuka diri dari pemodal luar, kalau bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh dari pemodal luar sebagai akibat penerbitan saham baru. Dana ekternal lebih disukai dalam bentuk utang daripada modal sendiri dengan alasan : pertama, biaya emisi obligasi lebih murah daripada biaya emisi saham baru.
Kedua, manajer khawatir penerbitan saham baru akan
ditafsirkan sebagai akibat buruk dari pemodal, dan membuat harga saham akan turun. Jadi, urutan sumber pendanaan dengan mengacu pada pecking order theory adalah internal fund (dana internal), debt (hutang), dan equity (modal sendiri) (Karo, 2003:53 dalam Aditya, 2006:13).
15
2.3. Hubungan antara Leverage Keuangan dengan Tingkat Aktivitas Investasi Perusahaan Kebijakan utang suatu perusahaan tercermin dari hasil kebijakan pendanaan tersebut dalam menentukan struktur modalnya. Teori agensi yang menyatakan bahwa adanya tingkat pinjaman/utang yang tinggi merupakan insentif bagi manajer untuk bekerja lebih efisien, karena harus memastikan arus kas yang dihasilkan mencukupi untuk membayar utang tersebut.
Sehingga manajemen
memiliki insentif untuk menggunakan dana yang ada bagi investasi yang menguntungkan dan berusaha menghindari timbulnya beban yang akan menghabiskan dana, misalnya biaya agensi. Manajer perusahaan dengan banyaknya arus kas bebas mungkin mencoba untuk memanfaatkan kas itu untuk meningkatkan kekuatannya dengan mengorbankan kepentingan pemegang saham.
Jensen mengatakan bahwa
pemecahan atas arus kas bebas adalah lebih banyak leverage.
Misalnya
manajemen menggunakan arus kas bebas perusahaan ditambah perolehan dari utang baru untuk membeli kembali saham dari pemegang saham luar.
Ini
membantu memecahkan masalah arus kas bebas. Peningkatan leverage ini juga dapat menghilangkan arus kas bebas yang ada dalam perusahaan, agar proyek investasi dimasa depan harus didanai secara eksternal, maka proyek masa depan ini harus melewati tes pasar untuk diterima oleh bankir luar atau pembeli obligasi. Akhirnya pembayaran bunga yang tinggi akibat penggunaan leverage kembali menerapkan disiplin permanen pada manajer 16
untuk memenuhi pembayaran ini, sehingga penggunaan faktor – faktor produksi dilakukan secara efektif dan efisien. Seberapa baik faktor produksi digunakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dapat dilihat dari seberapa besar produktivitas aktiva yang mampu dihasilkan oleh perusahaan. Sejalan dengan hal tersebut, maka penulis menggunakan teori agensi dalam teori struktur modal ini sebagai dasar menganalisis hubungan leverage keuangan dengan tingkat aktivitas investasi perusahaan.
2.4. Total Asset Turn Over (TATO) Akivits investasi dalam penelitian ini diukur dengan Total Asset Turn Over (TATO). Total assets turn over merupakan perbandingan antara penjualan dengan total aktiva suatu perusahaan dimana rasio ini menggambarkan kecepatan perputarannya
total
aktiva
dalam
satu
periode
tertentu.
Total assets turn over merupakan rasio yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan
tertentu
(Syamsuddin,2009:19).
Total assets turn over merupakan rasio yang menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan. Jadi semakin besar rasio ini semakin baik yang berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba dan menunjukkan
semakin
efisien
penggunaan
keseluruhan
aktiva
dalam
menghasilkan penjualan. Dengan kata lain jumlah asset yang sama dapat memperbesar volume penjualan apabila assets turn overnya ditingkatkan atau
17
diperbesar. Total assets turn over ini penting bagi para kreditur dan pemilik perusahaan, tapi akan lebih penting lagi bagi manajemen perusahaan, karena hal ini akan menunjukkan efisien tidaknya penggunaan seluruh aktiva dalam perusahaan.
Total assets turn over dihitung sebagai berikut:
2.5. Debt to Asset Ratio (DAR) Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga kepada kreditor. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari risiko pada kreditor. (Darsono, 2005:54). DAR dapat dihitung dengan rumus:
18
2.6. Debt to Equity Ratio (DER) Rasio hutang modal menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-hutang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai dari hutang. Rasio ini disebut juga rasio leverage. Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur seberapa bagus struktur permodalan perusahaan. Struktur permodalan merupakan pendanaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham
(Wahyono,
2002:12).
Struktur modal adalah pembelanjaan permanen dimana mencerminkan pengimbangan antar hutang jangka panjang dan modal sendiri. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari perusahaan itu sendiri (cadangan, laba) atau berasal dari mengambil bagian, peserta, atau pemilik (modal saham, modal peserta dan
lain-lain)
(Riyanto,
2008:22).
Jadi dapat disimpulkan bahwa debt to equity ratio merupakan perbandingan antara total hutang (hutang lancar dan hutang jangka panjang) dan modal yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan
menggunakan
modal
yang
ada.
Rasio ini dihitung dengan formula:
19
2.7. Long Term Debt to Equity Ratio (LDER) Rasio ini menunjukkan perbandingan antara klaim keuangan jangka panjang yang digunakan untuk mendanai kesempatan investasi jangka panjang dengan pengembalian jangka panjang pula. (Brigham, 1996:543). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :
2.8. Tinjauan Penelitian Terdahulu Sebagai pembanding akan dikemukakan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan konsep dengan penelitian ini. Beberapa penelitian tersebut akan disajikan pada tabel 2.1 berikut ini:
20
Tabel 2.1 Penelitian terdahulu Nama, Tahun, dan judul
Sampel dan Sumber Data
27 Jenis Industri. Fillbeck, G dan Standard and R.F.Gorman,2001, Poor’s The Relationship Research Between Database Productivity and selama Leverage periode tahun 1978 sampai dengan tahun 1999 Sugihen, S.G, 2003, Pengaruh Struktur Modal Terhadap Produktivitas 100 sampel Aktiva, Kinerja perusahaan Keuangan, dan terbuka 1995Nilai Perusahaan 2000 berasal Industri dari BEJ Manufaktur Terbuka di Indonesia Manurung, Novalina, 2004, Pengaruh Tingkat 103 sampel Kebijakan Utang perusahaan terhadap Aktivitas manufaktur Investasi yang terdaftar Perusahaan di BEJ 1995Manufaktur di 2000 BEJ Sumber : Data Penelitian Terdahulu
Variabel Dependen Variabel: Rasio Produktivitas, sales per employee,total asset turnover (SAR), dan Fixed Asset Turnover (FAT). Independen Variabel: Rasio Leverage, DER dan DMER Dependen Variabel: Nilai Perusahaan, Kinerja Keuangan (ROA dan BEP), Produktivitas Aktiva (SAR), dan Aktivitas Investasi (ART, ITO, dan FAT) Independen Variabel : Struktur Modal (DAR dan EAR)
Model Analisis
Analisis Regresi
Struktural Equation Modeling (SEM)
Regresi Dependen Variabel: sederhana Aktivitas Investasi dengan (ART, ITO, dan software FAT) SPSS 10.0
Temuan Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara leverage dengan produktivitas aktiva dan aktivitas investasi (FAT) Struktur Modal berpengaruh negatif terhadap aktivitas investasi dan produktivitas aktiva Struktur modal dan kinerja keuangan berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan Tingkat kebijakan utang berpengaruh negatif terhadap aktivitas investasi perusahaan
21
2.9. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.9.1. Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini, DAR, DER, dan LDER digunakan sebagai variabel indikator dari leverage keuangan, untuk mengetahui apakah leverage keuangan memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat aktivitas investasi (melalui variabel TATO).
Hubungan kausal antara leverage keuangan dengan tingkat
aktivitas investasi perusahaan didasarkan pada teori agensi. Teori agensi yang dikembangkan oleh Jensen (1986) menjelaskan bahwa penggunaan utang dapat mengurangi biaya keagenan dari arus kas bebas dan membuat manajer menjadi disiplin dalam menggunakan faktor – faktor produksi agar lebih produktif. Hipotesis dari teori agensi juga menyatakan bahwa utang dapat memotivasi manajer untuk menjadi lebih efisien sehingga penggunaan aktiva perusahaan menjadi lebih produktif. Teori pertukaran menjelaskan bahwa pembayaran bunga yang dapat dikurangkan dari perhitungan pajak dapat meningkatkan nilai perusahaan sejalan dengan peningkatan utang, selama posisi utang dalam struktur modal masih berada dibawah target struktur modal optimal. Kebijakan pendanaan (dengan utang) yang baik akan meningkatkan nilai perusahaan apabila manajemen perusahaan mampu menggunakan sumber – sumber ekonomi yang mereka miliki dengan efektif dan efisien sehingga akan menghasilkan tingkat produktivitas aktiva yang baik pula. Maka, dengan asumsi posisi struktur modal masih berada dibawah target struktur modal optimal, maka dapat dirumuskan sebuah hipotesis
22
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara leverage keuangan dengan tingkat aktivitas investasi perusahaan, yang dapat dilihat dari tingkat perputaran total aktiva. Kerangka konseptual penelitian ini akan disajikan pada gambar 2.1 berikut ini :
DAR (X1)
TATO (Y)
DER (X2)
LDER (X3)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Keterangan: a. Debt to Asset Ratio (DAR) Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga
23
kepada kreditor. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari risiko pada kreditor. (Darsono, 2005:54).
b. Debt to Equity Rasio (DER) Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio menunjukkan semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham.
c. Long term Debt to Equity Ratio (LDER) Rasio ini menunjukkan perbandingan antara klaim keuangan jangka panjang yang digunakan untuk mendanai kesempatan investasi jangka panjang dengan pengembalian jangka panjang pula. (Brigham, 1996:543).
d. Total Asset Turn Over (TATO) Rasio ini menggambarkan kemampuan operasional perusahaan dalam menjual dengan menggunakan aktiva yang dimiliki. Rasio produktivitas yang rendah menunjukkan terjadinya ketidakefisienan dalam menggunakan asset yang dimiliki (Darsono, 2005:58).
24
2.9.2. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah pernyataan yang didefinisikan dengan baik mengenai karakteristik populasi. Ada dua macam hipotesis yang digunakan dalam penelitian yaitu hipotesis nol yang merupakan hipotesis yang diterima kecuali bahwa data yang yang kita kumpulkan salah dan hipotesis alternatif yang merupakan hipotesis yang diterima hanya jika data yang kita kumpulkan mendukungnya ( Rochaety, 2007: 108). Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka, dirumuskan sebuah hipotesis dalam penelitian ini yaitu : H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara leverage keuangan dengan tingkat aktivitas investasi perusahaan sesuai dengan agency theory.
25