BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Agropolitan
Agropolitan mempunyai pengertian sebagai upaya pengembangan kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang, karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis, yang diharapkan dapat melayani dan mendorong, kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya (Anonymous, 2009. http://www.pu.go.id).
Program Pengembangan Kawasan Agropolitan bertujuan untuk membangun ekonomi berbasis pertanian di kawasan agropolitan terpilih. Gerakan ini diracang dan dilaksanakan melalui pendekatan sistem untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sinergi dan pengelolaan berbagai potensi guna mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah, terutama pemerintah daerah. Dengan cara yang harus ditempuh: 1. Pengangkatan produktivitas. 2. Peningkatan areal luas yang diusahakan petani. 3.
Deversifikasi usaha yang komplimenter atau sinergis.
4. Peningkatan usaha pengelolaan (diversifikasi vertikal). 5. Penurunan biaya.
Universitas Sumatera Utara
6. Peningkatan atau penciptaan bagian pendapatan/keuntungan yang dapat diperoleh petani dan kegiatan off farm (pengelolaan dan pemasaran) melalui koperasi dan kemitraan (Bappeda Kab. Karo, 2006).
Pengembangan komoditas hortikultura diprioritaskan pada komoditas unggulan yang mengacu pada besarnya pangsa pasar, keunggulan kompetitif, nilai ekonomi, sebaran wilayah produksi dan kesesuaian agroekologi. Berdasarkan hal tersebut ditetapkan komoditas unggulan hortikultura sebagai berikut: tanaman buah terdiri atas pisang, mangga, manggis, jeruk, durian; tanaman sayuran terdiri atas kentang, cabe merah, bawang merah; tanaman hias terdiri atas anggrek dan tanaman biofarma terdiri atas rimpang. Disamping komoditas unggulan nasional, juga dikembangkan komoditas unggulan daerah disesuaikan dengan permintaan pasar regional
maupun
nasional
(Anonimous,
2009
.http://www.hortikultura.deptan.go.id).
2.1.2. Agroforestri Agroforestri merupakan sistem pengelolaan lahan yang mensinergiskan antara kelebihan pertanian dan kehutanan. Ruang temu (interface) antara pohon dan tanaman pertanian merupakan kunci dalam pengelolaan agroforestri menurut Huxley (1985) kunci untuk memahami potensi biologi dan pengendalian sistem agroforestri dan respon komponen tanaman terhadap lingkungan dalam sistem agroforestri yaitu tree/crop interface. Di dalam ruang temu ini sebenarnya kepentingan petani untuk menghadirkan komponen penyusun dari pohon dan tanaman
semusim,
sehingga
kehadiran
dua
komponen
tersebut
harus
memperhatikan interaksinya. Menurut Nair (1993) dalam sistem ilmu pertanian
Universitas Sumatera Utara
agroforestri dikenal adanya beberapa interaksi yang bersifat positip pada wilayah pertemuan antara pohon dan tanaman semusim (tree-crop interface) (Suryanto, 2005. http://docs.google.com).
Konsep agroforestri didapat dari observasi sistem hutan buatan yang dikelola masyarakat di Indonesia. Di berbagai daerah di kepulauan, para petani telah menciptakan dan melestarikan sistem-sistem yang tepat guna, yang memadukan tradisi pengelolaan
hutan dengan perkembangan pertanian.
Sistem ini
menggunakan struktur-struktur hutan buatan pada lahan-lahan pertanian. Apakah sistem ini disebut “hutan”, “kebun” atau “agroforestri” tidaklah penting. “agroforestri” hanyalah istilah yang dipakai untuk menekankan interaksi yang erat antara komponen-komponen pertanian dan kehutanan dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam. Agroforestri merupakan konsep baru bagi para ilmuwan dan para
pembuat
kebijaksanaan
(Anonymous,
2009.
http://www.worldagroforestricentre.org).
Program pengembangan agribisnis kehutanan dapat terlaksana/dilakukan dengan cara rehabilitasi dan konservasi lahan kritis yang bertujuan untuk menghijaukan kembali lahan-lahan kritis. Program ini mencakup: 1) Reboisasi dan penghijauan lahan kritis 2) Pengembangan hutan tanaman industri 3) Pengembangan hutan kemasyarakatan (agroforestri) 4) Pengembangan hutan rakyat
Universitas Sumatera Utara
5) Konservasi lahan melalui pembuatan terasering dan check dam (Tim teknis kelompok kerja, 2005).
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 6 ayat 1 dan2, membagi hutan menurut fungsi pokoknya menjadi (1) hutan konservasi, (2) hutan lindung dan (3) hutan produksi. Definisi yang diberikan untuk ”hutan produksi” adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Interpretasi menyimpang membuat hutan tersebut dikhususkan untuk tujuan produksi saja tanpa memperhatikan fungsi yang lain seperti pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi, memelihara kesuburan tanah, pelestarian lingkungan hidup, konservasi keanekaragaman hayati dan sebagainya (irwanto,2006. http://coba1.netai.net/bahankuliahkehutananjadul).
Konservasi atau conservation dapat diartikan sebagai suatu usaha pengelolaan yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Konservasi dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi generasi yang akan datang. Dalam jangka panjang harus sudah dimulai pengelolaan hutan berdasarkan kesesuaian lahan, membentuk unit-unit ekologis berdasarkan kaidah ekosistem yang mempunyai respon yang sama baik dalam produktivitas maupun jasa lingkungannya. Aspek ini tampak semakin penting belakangan ini terutama bila dikaitkan dengan desakan pihak lain untuk menyelenggarakan agribisnis di areal hutan produksi. Terlepas dari berbagai faktor yang berpengaruh mulai dari politik,
Universitas Sumatera Utara
sosial, ekonomi dan kelembagaannya, masalah ini dapat didekati dengan menyusun klasifikasi lahan yang baik, agar dapat dideliniasi dengan jelas kawasan-kawasan yang bisa ditolerir untuk agribisnis dan kawasan yang harus dilakukan pengelolaan hutan berbasis konservasi, sehingga kualitas lingkungan yang menjadi tanggungjawab hutan produksi dapat tetap dipertahankan (irwanto,2006. http://coba1.netai.net/bahankuliahkehutananjadul).
Beberapa Perbedaan Penting antara Agroforestri Tradisional dan Agroforestri Modern. Aspek Tinjauan Kombinasi Jenis
Agroforestri Tradisional Agroforestri Modern Tersusun atas banyak Hanya terdiri dari 2-3 jenis(polyculture), dan kombinasi jenis, di mana salah hampir keseluruhannya satu-nya merupakan komoditi dipandang penting; banyak yang diunggulkan; seringkali dari jenis-jenis lokal (dan diperkenalkan jenis unggul berasal dari permudaan dari luar (exotic species) alami) Struktur Kompleks, karena pola Sederhana, karena biasanya Tegakan tanamnya tidak teratur, menggunakan pola lajur atau baik secara horizontal baris yang berselang-seling ataupun vertikal dengan jarak tanam yang jelas. (acak/random) Orientasi Subsisten hingga semi Komersial, dan umumnya Penggunaan komersial (meskipun tidak diusahakan dengan skala besar Lahan senantiasa dilaksanakan dan oleh karenanya padat dalam skala kecil) modal (capital intensive) Keterkaitan Memiliki keterkaitan Secara umum tidak memiliki Sosial Budaya sangat erat dengan sosial- keterkaitan dengan sosial budaya lokal karena telah budaya setempat, karena dipraktekkan secara turun diintrodusir oleh pihak luar temurun oleh (proyek atau pemerintah) masyarakat/pemilik lahan (Sardjono dkk., 2003. http://www.worldagroforestricentre.org/sea).
Pengembangan agroforestri, menurut Raintree (1983) meliputi tiga aspek, yaitu: 1) Meningkatkan produktivitas sistem agroforestri,
Universitas Sumatera Utara
2) Mengusahakan keberlanjutan sistem agroforestri yang sudah ada dan 3) Penyebarluasan sistem agroforestri sebagai alternatif atau pilihan dalam penggunaan lahan yang memberikan tawaran lebih baik dalam berbagai aspek (adoptability) (Anonimous, 2009. http://acehpedia.org).
Sistem agroforestri telah dilaksanakan sejak dahulu kala oleh para petani di berbagai daerah dengan aneka macam kondisi iklim dan jenis tanah serta berbagai sistem pengelolaan. Sistem pengelolaan yang berbeda-beda itu dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi biofisik (tanah dan iklim), perbedaan ketersediaan modal dan tenaga kerja, serta perbedaan latar belakang sosial-budaya. Oleh karena itu produksi yang dihasilkan dari sistem agroforestri juga bermacam-macam, misalnya buah-buahan, kayu bangunan, kayu bakar, getah, pakan, sayur-sayuran, umbi-umbian, dan biji-bijian (Widianto dkk, 2003. http://www.worldAgroforestri centre.org/sea).
Pengembangan setiap komoditi unggulan meliputi produktivitas jenis bibit unggul, metode produksi, biaya investasi, biaya produksi, harga jual, dan pendapatan/keuntungan per Ha atau per unit usahatani. Dengan adanya skenario atau road map serta mempertimbangkan masalah-masalah yang dihadapi maka jelas cara pengembangan kawasan agropolitan, sehingga target setiap komoditi dan skala usaha yang diperlukan petani untuk mencapi target pendapatan sebesar US $ 3000 per kapita dalam 10 tahun (Bappeda Kab. Karo, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Inventarisasi Agroforestri Inventarisasi agroforestri adalah kegiatan untuk melakukan pencatatan dan pendaftaran jenis dan kelompok Agroforestri berdasarkan komponen penyusun yaitu Agrisilvikultur (Agrisilvicultural systems) Silvopastura (Silvopastural systems) Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems) dan masa perkembangan agroforestri yaitu agroforestri tradisional/klasik (traditional/classical agroforestri) Agroforestri modern (modern atau introduced agroforestri). Menurut Bjorn Lundgren mantan Direktur ICRAF( International Centre for Research in agroforestri) mengajukan ringkasan dari banyak definisi agroforestri dengan rumusan sebagai berikut: agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan hewan (ternak) atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada (Anonimous, 2003. http://globalnet1.web.id).
Model agroforestri dapat dikembangkan pada kebun milik petani atau pun lahan hutan yang dikelola oleh masyarakat di kawasan pinggiran hutan (Hutan Kemasyarakatan/HKm). Penanaman tanaman tahunan (tegakan) yang sifatnya investasi jangka panjang, tetapi melihat manfaatnya yang dapat memberikan perlindungan dan keamanan seluruh sistem termasuk sub-sistem dibagian bawah maka tentunya hal ini menjadi alternatif pilihan. Oleh karena itu, program agroforestri bertujuan untuk pengawetan lahan yang optimal baik ditinjau oleh
Universitas Sumatera Utara
kemampuan petani mau pun pemerintah untuk mencegah dari bahaya erosi dan rusaknya tata air (Rahayu, 2005. http://ntb.litbang.deptan.go.id).
Dalam pengembangannya kawasan agropolitan tidak bisa terlepas dari pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan nasional (RTRWN) dan sistem pusat kegiatan pada tingkat Propinsi (RTRW Propinsi) dan Kabupaten (RTRW Kabupaten). Hal ini disebabkan, rencana tata ruang wilayah merupakan kesepakatan bersama tentang pengaturan ruang wilayah. Terkait dengan Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN), maka pengembangan kawasan agropolitan harus mendukung pengembangan kawasan andalan, sehingga muncul pemahaman tentang penting untuk mewujudkan pembangunan yang serasi, seimbang, dan terintegrasi (Djakapermana, 2003. http://geografi.ums.ac.id).
Program pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan
dan
kesejahteraan
masyarakat
pedesaan
melalui percepatan
pengembangan wilayah dengan membangun berbagai infratruktur ekonomi dan prasarana pendukungnya. Oleh karena itu diperlukan adanya kemitraan antar petani perdesaan, pelaku usaha bermodal dan pemerintah. Pola kemitraan semacam (kemitraan permodalan, produksi, pengolahan, pemasaran,) akan menjamin terhindarnya eksploitasi pelaku usahatani di tingkat perdesaan oleh pelaku usaha lain di satu pihak, dan memungkinkan terjadinya nilai tambah yang bisa dinikmati pelaku usahtani. Ini akan menjamin peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan memungkinkan kawasan perdesaan melakukan investasi baik yang berupa pendidikan, maupun penciptaan lapangan usaha baru (Hutagalung, 2004.www. http://rudyct.com).
Universitas Sumatera Utara
Berajalannya sistem dan usaha agribinis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela, kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Program agropolitan dalam operasionalisasinya dilakukan dengan entry point pengembangan infrastruktur fisik (jalan, cold stroge, pasar petani, Sub Terminal Agribinis dan Terminal Agribisnis/ STA-TA, teknologi, dan kelembagaan secara simultan (Saptana, dkk. 2004. http://pse.litbang.deptan.go.id).
2.2.2. Pendapatan
Modal mutlak diperlukan dalam usaha pertanian. Modal mempengaruhi ketepatan waktu dan ketepatan takaran dalam pemasukan. Modal dibutuhkan untuk pengadaan bibit, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja. Kekurangan modal menyebabkan kurangnya pemasukan yang diberikan sehungga menimbulkan resiko atau rendahnya hasil yang diterima (Daniel, 2002).
Dalam usahatani dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya yang tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk input produksi. Biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi, atau biaya yang dikeuarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun tidak tunai. Biaya seringkali jadi masalah bagi petani, terutama dalam pengadaan input atau sarana produksi (Daniel, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. Jenis hasil yang pasarnya baik dan mengupayakan biaya poduksi yang rendah dengan mengatur biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga input yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efisien (Simajuntak, 2004).
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. TR = Y . Py
dimana: TR = Total Penerimaan
Y
= Produksi yang diperoleh
Py = Harga y
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya Pd = TR – TC
dimana: Pd = Pendapatan Usahatani
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya (Soekartawi, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Kerangka Pemikiran
Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (mis: pohon) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.
Agroforestri dalam pelaksanaannya terbagi dalam tiga jenis yaitu agrislvikultur, silvopastura dan agrosilvopastura. Dari tiga jenis pelaksanaan agroforestri yang kemudian dibagi lagi untuk tiap masing-masingnya yaitu kelompok kegiatan agroforestri yaitu klasik dan modern. Moderen yaitu pengkombinasian beberapa tanaman kehutan/tahunan dengan tanaman pertanian (musiman), serta peternakan dalam suatu luas lahan pertanian. Klasik yaitu pengkombinasian banyak tanaman kehutan/tahunan dengan tanaman pertanian (musiman), serta peternakan dalam suatu luas lahan pertanian.
Petani akan memperoleh penerimaan usahatani dari hasil penjualan produksi tanaman semusim yang ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan atau pun komponen kehutanan seperti kayu yang memiliki harga jual dan dibutuhkan oleh industri sebagai bahan baku suatu produk. Untuk mengetahui pendapatan maka perlu diketahui biaya (cost) sehingga total pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangkan dengan total biaya.
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan tidak bertambah jika hanya mengusahakan satu jenis tanaman saja pada
lahan
yang
sama
mengusahakan/melakukan
tetapi
pendapatan
pengkombinasian
akan
tanaman
bertambah
jika
kehutanan/tahunan,
musiman, peternakan maka dukungan agroforestri terhadap agropolitan dapat diketahui dari peningkatan pendapatan dan banyaknya produksi yang dihasilkan petani pada lahan yang mereka usahakan.
Universitas Sumatera Utara
Adapun skema kerangka pemikiran adalah sebagai berikut:
Agropolitan
Agroforestri
Silvopastura
Agrivisilvikultur
Klasik
1 2 3 n R C
Keuntungan
Moderen
1
2
R C
Keuntungan
Klasik
1
2
R
C
1 2 3 n R C
Keuntungan
Agrosilvopastura
Moderen
1
2
R C
Keuntungan
Klasik
1
2
R
C
1 2 3 n R C
Keuntungan
Moderen
1
2
R C
Keuntungan
Pendapatan Agroforestri
Gambar: Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan: = Hubungan. 1,2,3,..n = Kombinasi dari beberapa jenis tanaman tahunan, kayu dan musiman. 1,2
= Kombinasi dari dua jenis tanaman tahunan dan musiman
Universitas Sumatera Utara