BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pertanian Organik Revolusi hijau di Indonesia yang dikenal dengan swasembada pangan ternyata memberikan hasil yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan. Terbukti penggunaan pupuk kimia sintetis, penanaman varietas unggul, penggunaan pestisida, intensifikasi lahan dan lainnya mengalami peningkatan. Namun
belakangan
ditemukan
berbagai
permasalahan
akibat
kesalahan
manajemen di lahan pertanian. Pencemaran pupuk kimia, pestisida dan bahanbahan sintesis lainnya yang dalam penggunaanya berlebihan atau tidak tepat dosis berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia akibat selalu tercemar bahan–bahan kimia sintetis tersebut (Saragih, 2008). Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam jangka waktu lama mulai disadari sehingga dicari alternatif bercocok tanam yang dapat menghasilkan produk yang bebas dari cemaran bahan kimia sintetis serta menjaga lingkungan yang lebih sehat. Sejak itulah mulai dilirik kembali cara pertanian alami (back to nature) yang dikenal dengan pertanian organik. Menurut Departemen Pertanian (Saragih, 2008), pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Dalam prakteknya, pertanian organik dilakukan dengan berbagai cara,
Universitas Sumatera Utara
antara lain: (1) Menghindari penggunaan bibit/benih hasil rekayasa genetika (2) Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis (3) Pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman (4) Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh dan pupuk kimia sintetis (5) Kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan mengembalikan residu tanaman, pupuk kandang dan batuan mineral alami, serta penanaman leguminosa (6) Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan adiktif sintetis dalam makanan ternak. Pada dasarnya pertanian organik bertujuan untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya dan lingkungan, peningkatan nilai tambah ekonomi produk pertanian dan pendapatan petani. Penggunaan organik dan pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit secara hayati diharapkan mampu memperbaiki kesuburan tanah sehingga kuantitas dan kualitas hasil tanaman dapat ditingkatkan serta aman dan sehat untuk dikonsumsi (Sutanto, 2002). 2.1.2 Perkembangan Konsumsi dan Produksi Beras Organik Beras organik adalah beras yang dihasilkan melalui proses produksi secara organik berdasarkan standar tertentu dan telah disertifikasi oleh suatu badan independen. Secara umum definisi “organik” yaitu tidak menggunakan bahan kimia sintetis berupa pestisida kimia maupun pupuk kimia, merawat kesuburan tanah secara alami, menanam tanaman penutup tanah atau cover crop maupun penggunaan limbah tanaman, menggunakan sistem tanam rotasi, mengendalikan hama dengan predatornya dan menutup rumput liat dengan jerami/mulsa (IRRI, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Beras organik memiliki keunggulan dibandingkan beras anorganik. Dari segi lingkungan, sistem produksinya sangat ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia sintetis sehingga dapat meningkatkan produktivitas ekosistem pertanian secara alami serta menciptakan keseimbangan ekosistem yang terjaga. Dari segi kesehatan (Worthington, dalam Subroto 2008), tanaman yang ditumbuhkan dengan bahan-bahan organik secara rata-rata akan memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dan kadar gula yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang dikembangkan dengan pupuk kimia dan pestisida. Dari segi rasa menurut Sutanto (2002), beras organik memiliki rasa yang lebih pulen dibandingkan beras anorganik serta lebih tahan lama tidak basi. IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements) dalam Data Statistik dan Tren Pertanian Organik Dunia (2012), menjelaskan bahwa penjualan akan produk–produk organik cenderung meningkat. Pada tahun 2007 penjualan produk pertanian organik internasional 46,1 miliar dolar AS dan meningkat pada tahun 2010 telah mencapai 59 miliar dilar AS. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Serikat adalah negara yang pertumbuhan pertanian organik sektor pangan paling cepat di dunia. Permintaan akan produk organik di kawasan tersebut telah menyumbang 96% dari pendapatan dunia untuk produk organik. Terdapat peningkatan preferensi konsumen terhadap produk organik setiap tahunnya. Hal ini merupakan indikasi bahwa kesadaran masyarakat akan bahaya kimia sintetis dari segi kesehatan dan kelestarian alam menjadi alasan utama. Di Indonesia perkembangan konsumsi pertanian organik cenderung meningkat. Menurut Sulaeman (2007), terdapat perkembangan yang meningkat terhadap produk-produk organik dilihat dari perkembangan ritel yang menjual produk-
Universitas Sumatera Utara
produk organik. Selama 7 tahun terakhir terjadi peningkatan areal produksi: Bogor, Puncak, Cianjur, Sukabumi, Sragen, Bandung, Bali, Sumbar, NTT, Papua dan Sumut. Dari hasil survey mengenai preferensi konsumen terhadap produk organik, 87% responden memilih produk organik karena alasan kesehatan. Pada Tabel 4. Perkembangan proyeksi produksi dan kebutuhan pasar akan produk organik di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Peningkatan permintaan melebihi peningkatan produksi akan beras organik di Indonesia. Ini berarti pasar belum mampu memenuhi permintaan konsumen akan beras organik yang cenderung terus meningkat. Tabel 4. Hasil Proyeksi Produksi dan Pasar Produk Padi Organik di Indonesia (Kuintal) Tahun Produksi Kebutuhan Pasar 2005
550.300
550.300
2006
557.179
660.360
2007
563.856
792.432
2008
570.519
950.918
2009
577.080
1.141.102
Sumber : Sulaeman, 2007
Posisi beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia seharusnya mampu menjadikan komoditas pertanian organik yang paling berkembang di Indonesia. Dari data IFOAM ((International Federation of Organic Agricultural Movement) Indonesia merupakan negara produsen produk organik terbesar keempat seAsia setelah China, India dan Thailand. Dilihat dari perkembangannya mulai tahun 2007 luas area pertanian organik di Indonesia 57.184 Ha dan pada tahun 2010 telah mencapai 71.208 Ha. Ini merupakan salah satu indikasi bahwa pertanian organik di Indonesia cukup berkembang.
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan pertanian organik di Indonesia masih terbilang lambat, hal ini dikarenakan perubahan dari penggunaan pupuk kimia menjadi pupuk organik tidak akan meningkatkan produksi dan pendapatan secara instan. Perlu waktu sekitar 2-3 tahun setelah beralih menggunakan pupuk organik, setelah itu produksi padinya meningkat. Selain itu, pasar padi organik juga belum berkembang, sehingga penjualan padi/beras organik mungkin tidak lancar seperti beras konvensional. Ditemukan beberapa permasalahan yang terkait dengan budidaya, sarana
produksi,
pengolahan
hasil,
pemasaran,
sumber
daya
manusia,
kelembagaan dan regulasi (Sugiyanto, 2011). 2.1.3 Sistem Agribisnis Dalam usaha meningkatkan produksi beras organik, pengembangan sistem agribisnis merupakan alternatif kebijaksanaan yang tepat. Saragih (2001), menjelaskan bahwa sistem agribisnis merupakan sistem usaha pertanian dalam arti luas tidak hanya dilaksanakan secara subsistem melainkan dalam satu sistem dan agribisnis adalah suatu usaha tani dalam bidang usaha bisnis pertanian dengan orientasi keuntungan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh agar dapat meningkatkan pendapatan usahatani padi organik adalah dengan penerapan konsep pengembangan sistem agribisnis beras organik secara terpadu yaitu sistem agribisnis yang terdiri dari subsistem penyediaan sarana produksi, subsistem produksi, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan subsistem lembaga pendukung yang meliputi lembaga keuangan, transportasi, penyuluhan, layanan informasi agribisnis penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, koperasi dan lain – lain.
Universitas Sumatera Utara
Secara skematis konsep agribisnis ditunjukkan pada Gambar 1.
Subsistem Penyediaan Saprodi
Subsistem Produksi
Subsistem Pengolahan
Subsistem Pemasaran
Subsistem Pendukung
Lembaga Keuangan Transprotasi Penyuluhan Layanan Informasi Agribisnis Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Pemerintah Koperasi, Bank dll
Gambar 1. Sistem Agribisnis, Saragih, 2001 Dalam Standar Prosedur Operasional (SPO) padi organik yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian (2007), pada subsistem pengadaan sarana produksi pertanian pelaku kegiatan ini adalah perorangan, perusahaan swasta, pemerintah dan koperasi. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi pada subsistem pengadaan sarana produksi pertanian antara lain : 1.
Benih organik, yaitu apabila benih tersebut bukanlah hasil rekayasa genetika, ataupun berasal dari proses produksi kimia, sudah melalui proses adaptasi dan sudah teruji minimal 3 kali musim tanam dan diutamakan benih lokal.
2.
Pestisida organik, yaitu pestisida yang berasal dari bahan-bahan alami bukan berasal dari bahan kimia sintetis.
Universitas Sumatera Utara
3.
Pupuk organik, yaitu pupuk yang berasal dari hasil komposiasi atau berasal dari kotoran ternak dan bukan berasal dari bahan kimia sintetis atau pabrikan, serta pupuk cair dari bahan alami.
Subsistem produksi usahatani adalah kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem penyediaan saprodi untuk menghasilkan produk pertanian organik. Dalam budidaya usahatani secara organik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu, pengelolaan lahan harus dilakukan secara bertahap dan tidak merusak lingkungan, adanya program rotasi tanaman yang sesuai,
penggunaan pupuk dan pestisida organik, pemeliharaan dalam hal
pemberantasan hama ataupun penyakit dilakukan secara mekanik dan tanpa menggunakan zat kimia sintetis. Sehingga terciptanya usahatani yang intensif dan sustainable (lestari), artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam. Subsistem pengolahan hasil, lingkup kegiatan ini tidak hanya pada aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah nilai tambah (value added) dari produksi primer tersebut. Dalam kegiatan pengolahan hasil dalam sistem pertanian organik harus memperhatikan kontaminasi terhadap bahan kimia atau penggunaan bahan pengawet sehingga harus ditekankan adanya pembatasan pengolahan dan sanitasi yang baik dalam prosesnya serta kemungkinan tercampur dengan produk yang anorganik.
Universitas Sumatera Utara
Dalam subsistem pemasaran, dimana berlangsung kegiatan mulai dari pengemasan, penggudangan, pengangkutan, penyimpanan, memasarkan hasilhasil pertanian dan sebagainya. Pengembangan pertanian organik mendasarkan pada proses transaksi perdagangan yang adil (fair) dan setara dengan pihak lain serta kebijakan penetapan harga pada produk organik berdasarkan biaya produksi sesuai daerah setempat dan menjadi pengikat persaudaraan antara produsen dan konsumen. Integritas produk-produk organik harus dipertahankan sejak dari lahan sampai tiba dikonsumen. (Standar Pertanian Organik Indonesia, 2005). Pada subsistem agribisnis yang terakhir adalah subsistem penunjang agribisnis yakni seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan serta adanya regulasi pemerintah yang mendukung petani dan lain sebagainya. Subsistem–subsistem tersebut dikembangkan melalui manajemen agribisnis yang baik dan dalam satu sistem yang utuh dan terkait (Saragih, 2000). 2.1.4 Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Dudiagunoviani (2009) tentang strategi pengembangan usahatani beras organik di Kota Bogor menunjukkan ada enam strategi yang disarankan, yaitu : (1) memperluas jaringan pasar, (2) meningkatkan kualitas produk melalui kemasan, (3) meningkatkan promosi mengenai beras organik kepada masyarakat melalui penyuluhan ataupun media lain, (4) mengembangkan produksi dengan menggunakan
bibit
organik
unggul,
(5)
memperkuat
modal
melalui
pengembangan kerjasama dengan pihak swasta, pemerintah atau masyarakat setempat, dan (6) perbaikan sistem manajemen. Strategi memperluas jaringan
Universitas Sumatera Utara
pasar adalah sebagai strategi prioritas dalam pengembangan usahatani beras organik Kelompok Tani Cibeureum. Oleh karena itu, kelompok tani harus lebih agresif lagi melihat pasar yang tersedia sehingga produk yang dihasilkan dapat masuk dan berkembang pada segmentasi pasar yang telah ditetapkan sesuai dengan peluang-peluang yang ada serta kekuatan-kakuatan yang dimiliki oleh kelompok tani tersebut. Hasil Penelitian Siahaan (2009) mengenai strategi pengembangan padi organik di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara menunjukkan ada delapan strategi dalam pengembangan padi organik pada Kelompok Tani Sisandi yaitu, mengembangkan produk padi organik dengan optimalisasi sumber daya yang ada, mengembangkan pasar dengan mempertahankan hubungan yang baik dengan Dinas Pertanian dan menjalin kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada sektor pertanian, mengembangkan padi organik dengan meningkatkan permodalan melalui menjalin kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat, mengembangkan produk dengan cara meningkatkan keahlian budidaya padi organik dilakukan melalui menjalin kerja sama baik dengan Dinas Pertanian dan konsultan pertanian, penguatan kelembagaan kelompok tani, pengembangan produk dengan adanya sertifikasi organik, mengembangkan produk dengan adanya pemahaman pentingnya sektor pertanian untuk menyangga ekonomi keluarga, menjalin kerjasama dengan para ahli teknologi baik dari institusi pendidikan maupun instansi terkait untuk mendapatkan teknologi yang sehat, cepat dan tepat guna. Hasil penelitian Nafis (2011) mengenai usahatani padi organik dan tata niaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat menunjukkan adanya
Universitas Sumatera Utara
keterkaitan antara subsistem on-farm dan subsistem off-farm dalam sistem agribisnis beras organik. Subsistem off-farm terutama subsistem tataniaga yang dilakukan oleh perusahan swasta yang pertama kali mengenalkan pengembangan sistem agribisnis beras organik di Kabupaten Tasikmalaya dan berperan dalam memasarkan beras organik dari Kabupaten Tasikmalaya tidak hanya ditujukan pada pasar domestik namun juga pada pasar internasional (ekspor). Kerjasama antara Gapoktan Simpatik dengan perusahaan swasta tersebut dalam tataniaga beras
organik
dapat
dikatakan
akan
menjadi
kerjasama
yang
saling
menguntungkan antara keduanya dalam jangka waktu yang panjang. 2.2 Landasan Teori Manajemen strategis menurut David (2006) adalah seni dan ilmu untuk memformulasi,
mengimplementasi
dan
mengevaluasi
strategi
yang
memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Manajemen strategis menekankan pada pengamatan evaluasi peluang dan ancaman lingkungan dengan melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan atau organisasi. Manajemen strategis terdiri atas tiga tahapan yaitu : 1. Formulasi Strategi Pada tahap formulasi strategi yaitu tahap mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi atau perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan. Tidak adanya organisasi yang memiliki sumber daya yang tak terbatas, maka penyusunan strategi harus memutuskan alternatif strategi mana yang akan memberikan keuntungan terbanyak.
Universitas Sumatera Utara
2. Implementasi strategis Implementasi strategis sering kali disebut tahap pelaksanaan dalam manajemen strategis. Melaksanakan strategi berarti menempatkan strategi yang telah diformulasikan menjadi tindakan. Tahap ini dianggap sebagai tahapan yang paling rumit dalam manajemen strategis, implementasi strategi membutuhkan disiplin
pribadi,
komitmen
dan
pengorbanan.
Strategi
yang
telah
diformulasikan tetapi tidak diimplementasikan tidak memiliki arti apapun. 3. Evaluasi Strategi Tahap ini merupakan tahap final dalam manajemen strategis. Dalam tahap ini dapat diketahui strategi yang dilaksanakan berjalan atau tidak seperti diharapkan. Evaluasi strategi adalah alat utama untuk mendapatkan informasi ini. Semua strategi dapat dimodifikasi di masa yang akan datang karena faktor internal dan eksternal secara konstan berubah. Tiga aktivitas dasar evaluasi strategi adalah : a.
Meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi ini
b.
Mengukur kinerja dan
c.
Mengambil tindakan korektif.
Hal yang paling penting dalam menetapkan strategi pengembangan untuk mencapai sasaran adalah bagaimana membuat kesimpulan strategis yang bersifat dinamis dan berkesinambungan sehingga dapat beradaptasi sesuai dengan lingkungan yang dihadapi baik lingkungan internal maupun eksternal perusahaan dan dapat mengantisipasi segala kemungkinan dalam pencapaian tujuan yang bersifat jangka panjang.
Universitas Sumatera Utara
Strategi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. Alat analisis yang cocok untuk merumuskan strategi tersebut adalah analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal strength dan weakness serta lingkungan eksternal opportunity dan threat yang dihadapi. Menurut Rangkuti (2008) analisis SWOT adalah analisis yang membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunity) dan ancaman (threat) dengan faktor internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) berbagai faktor tersebut diidentifikasi secara sistematis dengan memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threat) yang bertujuan untuk merumuskan strategi dalam organisasi atau perusahaan. 2.3 Kerangka Pemikiran Beras organik merupakan produk pangan yang ramah lingkungan dan aman untuk dikonsumsi. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya dari residu penggunaan bahan-bahan kimia sintetis seperti pupuk dan pestisida, maka permintaan akan produk-produk pertanian organik, khususnya beras organik semakin meningkat. Perkembangan beras organik saat ini masih jauh dari misi pemerintah tentang program Go Organik. Adanya permasalahan sistemik dalam kegiatan agribisnis yang mengakibatkan perkembangan beras organik dapat dikatakan lambat. Sistem agribisnis merupakan suatu kesatuan berbagai kegiatan yang berbeda-beda mulai dari subsistem penyediaan sarana produksi (saprodi), subsistem produksi, subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran serta subsistem lembaga pendukung yang secara tidak langsung kegiatan tersebut akan mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
kinerja subsistem lain yang pada akhirnya akan mempengaruhi kelancaran kegiatan dalam pengembangan sistem agribisnis. Oleh karena itu perlu ditetapkan strategi pengembangan sistem agribisnis yang tepat untuk membantu petani padi organik mencapai tujuan akhir. Penentuan alternatif strategi dalam pengembangan sistem agribisnis dengan menggunakan analisis SWOT, dimana dalam analisis SWOT dapat diidentifikasi dengan menggunakan faktor internal yaitu kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dan faktor eksternal, yaitu peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang berpengaruh dalam sistem agribinis beras organik di daerah penelitian. Setelah dilakukan analisis faktor internal dan eksternal dengan menggunakan SWOT, berdasarkan hasil skoring dan pembobotan serta dibuat dalam matriks posisi dan matriks SWOT, maka kita dapat menentukan strategi pengembangan apa yang sesuai dan bisa diterapkan untuk mengembangkan sistem agribisnis beras organik di daerah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Secara sistematis kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
SISTEM AGRIBISNIS
Subsistem Penyediaan Saprodi
Subsistem Produksi
Subsistem Pengolahan
Subsistem Pemasaran
Subsistem Lembaga Penunjang
Faktor Internal
Strength (Kekuatan)
Faktor Eksternal
Weakness (Kelemahan)
Opportunity (Peluang)
Threat (Ancaman)
Strategi Pengembangan Sistem Agribisnis Beras Organik
Keterangan : : Menyatakan Hubungan Gambar 2 . Skema Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara