BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan Agronomi Kopi Tanaman kopi bukan tanaman asli Indonesia, kopi pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1696 dari jenis kopi Arabika. Kopi masuk dibawa oleh komandan pasukan belanda yang kemudian ditanam dan dikembangkan. Tanaman ini kemudian mati semua oleh banjir, maka tahun 1699 didatangkan lagi bibit - bibit baru dan akhirnya menyebar ke berbagai bagian di kepulauan Indonesia seperti Sumatera, Bali, Sulawesi dan Timor. Namun sejak tahun 1876 perkembangan budidaya kopi arabika mengalami kemunduran dikarenakan serangan penyakit karat daun (Hemilia vastatrix). Usaha selanjutnya adalah dengan mendatangkan kopi jenis robusta (Coffea Canephora) tahun 1900, yang tahan terhadap penyakit karat daun dan memerlukan syarat tumbuh serta pemeliharaan yang ringan , sedangkan produksinya jauh lebih tinggi . Maka kopi robusta menjadi cepat berkembang dan mulai menyebar ke seluruh daerah baik di Jawa, Sumatera maupun ke Indonesia bagian timur (AEKI, 2014). Pada abad ke 18 kopi menjadi andalan ekspor utama Indonesia yang terkenal dengan nama “Java coffea”. Minuman kopi bukan hanya sekedar minuman beraroma khas dan merangsang karena mengandung kafein, tetapi minuman ini juga mengandung beberapa zat yang bermanfaat bagi tubuh meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi.
8
Kopi termasuk kedalam jenis coffea, anggota dari famili Rubiaceae yang terdiri dari 3 spesies utama yakni Coffea Arabica, Coffea Canephora, dan Coffea Liberica. Dari ketiga spesies tersebut terdapat bayak varietas yang merupakan hasil turunan klon – klon, kopi digolongkan dalam kelas dicotyledoneae. Berikut ini adalah klasifikasi tanaman kopi robusta : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Rubiales
Family
: Rubiaceae
Genus
: Coffea
Spesies
: Coffea robusta L.
(Bahri,S, 1996). Kopi (Coffea spp) spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting – rantingnya (Najiyati dan Danarti, 1997). Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi. Salah satunya kopi arabika yang menjadi topik pembicaraan di dunia perkopian dikarenakan rasa dan aromanya yang nikmat. Namun secara garis besar, hanya ada 3 jenis kopi yang dibudidayakan yaitu : 1. Kopi Arabika (Coffea Arabica) Kopi Arabika berasal dari Ethiopia dan Albessinia. Kopi arabika dapat tumbuh pada ketinggian 700 – 1700 m dpl dengan suhu 16 - 200 C. Kopi arabika peka terhadap
serangan penyakit HV ( Hemilia vastratrix ) terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl. Rendemen kopi arabika ± 18%. Kopi arabika berdaun kecil, halus mengkilat , panjang daun 12 – 15 cm x 6 cm dengan panjang buah 1,5 cm. 2. Kopi Liberika (Coffea liberica ) Kopi liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun 1965. meskipun sudah cukup lama masuk ke Indonesia, tetapi hingga saat ini jumlahnya masih terbatas karena buah dan rendemennya rendah. Ukuran daun, cabang, bunga, buah dan pohon lebih besar dibandingkan kopi arabika dan robusta. Agak peka terhadap penyakit HV ( Hemilia vastratrix ). Berbuah sepanjang tahun dengan ukuran buah yang tidak merata. Kopi liberika tumbuh baik di dataran rendah (Najiyati dan Danarti, 1997). 3. Kopi Robusta (Coffea robusta ) Kopi robusta berasal dari Kongo dan masuk ke Indonesia pada tahun 1900. Karena mempunyai sifat lebih unggul, kopi ini sangat cepat berkembang. Kopi robusta memiliki daun lebar dan panjang daun lebih dari 20 x 10 cm berbentuk gelombang, sedangkan panjang buah ± 1,2 cm. Kopi robusta resisten terhadap penyakit HV ( Hemilia vastratrix ) dan tumbuh sangat baik pada ketinggian 400 – 700 m dpl, tetapi masih toleran pada ketinggian kurang dari 400 m dpl, dengan temperatur 21 - 240 C. Kopi robusta memiliki waktu berbunga yang tidak tepat dengan waktu berbuah 10 – 11 bulan. Tidak seperti kopi arabika yang buahnya akan jatuh apabila telah matang, buah kopi robusta akan tetap di pohonnya. Kopi robusta memiliki perakaran yang dangkal. Membutuhkan curah hujan 2.000 – 3.000 mm sepanjang tahun. Biji kopi robusta berwarna kecoklatan dengan bentuk biji lebih oval. Aroma kopi robusta tidak sekuat arabika, dengan tingkat kekentalan (body) sedang hingga berat dan citarasa pahit. Kandungan kafein kopi robusta lebih dari dua kali lipat arabika, yaitu berkisar 1,7 - 4,0 % (Najiyati dan Danarti, 1997).
Kopi jenis robusta yang asli sudah hampir hilang. Saat ini, beberapa jenis robusta sudah tercampur menjadi klon atau hibrida, seperti klon BP 39, BP 42, SA 13, SA 34, dan SA 56. Sementara itu, klon atau hibrida yang dihasilkan oleh PPPKI, diantaranya BP 42X, BP 234, BP 288, BP 308, BP 358, BP 409, BP 436, BP 534, BP 936, BP 939, SA 203, SA 234, dan SA 237. Produksi kopi jenis robusta secara umum dapat mencapai 800 – 2000 kg/hektare/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Berikut ini karakteristik fisik biji kopi kopi robusta : 1. Rendemen kopi robusta relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen kopi arabika (20 – 22%). 2. Biji kopi agak bulat. 3. Lengkungan biji lebih tebal dibandingkan dengan jenis arabika. 4. Garis tengah (parit) dari atas ke bawah hampir rata. 5. Untuk biji yang sudah diolah, tidak terdapat kulit ari di lekukan atau bagian parit. 6. Setelah penyangraian kopi robusta akan lebih hitam dan bulat oval (Panggabean, 2011). 2.1.2. Tinjauan Sosial Ekonomi Luas areal perkebunan kopi Indonesia mencapai 1.210.364 ha dengan produksi 686,921 ton di tahun 2010. Pada tahun 2011 mencapai 1,29 juta ha atau 96,3 % yakni sebesar 1,24 juta merupakan perkebunan rakyat, terdiri atas 1,04 juta kopi robusta dan 251 ribu ha kopi arabika. Dari tahun 2012 sampai tahun 2013 luas areal kopi Indonesia mengalami penurunan sebesar -3,41 %. Dan pada tahun 2014 luas areal kopi mengalami peningkatan mencapai 1.354.000 ha dengan produksi sebesar 738.000 ton (AEKI, 2014). Produksi kopi Indonesia tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2010. Produksi kopi Indonesia tahun 2012 meningkat dari tahun 2011. Tahun 2011 sebesar 633.000 ton dan tahun 2012 mencapai 691.163 ton atau meningkat sekitar 20 %.
Namun di tahun 2013 produksi kopi kembali mengalami penurunan dengan produksi sebesar 669.064 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Produktivitas kopi Indonesia pada tahun 2010 sebesar 756 kg/ha dan mengalami penurunan pada tahun 2011. Hingga tahun 2013 produktivitas kopi Indonesia tidak mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 731 kg/ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Dilihat secara nasional tingkat produktivitas kopi per hektarnya di Indonesia umumnya masih relatif rendah, hal ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi, tanah dan sistem pertanian yang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas hasil kopi Indonesia (Ilyas, 1991). Dimana produktivitas tanaman kopi di Indonesia baru mencapai 700 kg biji kopi/ha/tahun untuk robusta dan 800 Kg biji kopi/ha/tahun untuk arabika. Dibandingkan dengan provinsi lain Sumatera Utara masih tergolong rendah sehingga Sumatera Utara masih mendatangkan komoditi kopi dari luar daerah untuk memenuhi permintaan masyarakat (kebutuhan domestik) dan luar negeri (untuk ekspor). Peran kopi sebagai komoditi penting dalam perdagangan internasional mengakibatkan kelebihan persediaan (over supply) dan kekurangan persediaan (short supply) pada setiap negara penghasil kopi, sehingga harga kopi tidak stabil. Harga kopi arabika pada tahun 2014 berada pada kisaran US$ 4/ kg, naik 81,8 % dari tahun 2013 di kisaran US$ 2,2/kg. Sedangkan kopi robusta berada pada kisaran US$ 2,1/ kg naik 31,25 % dari tahun lalu yang berada pada kisaran US$ 1,6/ kg. Perkembangan ekspor kopi Indonesia trendnya terus menurun sejak 2010 atau tinggal 352.007 ton pada 2011 dikarenakan produksi berkurang dan harga di dalam negeri lebih mahal dibandingkan dengan ekspor. Meskipun volume ekspor tinggal 352.007 ton, nilai ekspor jauh lebih besar dari perolehan di 2009 dan 2010. Pada tahun 2011 ekspor kopi
tercatat 352.007 ton atau turun 21 % dibandingkan tahun 2010. Dibandingkan tahun 2009, ekspor kopi tahun 2010 juga tercatat menurun 11,4 %. Bagi petani kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga mempunyai arti ekonomi yang cukup tinggi. Sejak puluhan tahun yang lalu kopi telah menjadi sumber nafkah bagi banyak petani (Najiyati dan Danarti, 1997). Dalam Produk Nasional Bruto (PNB), komoditas kopi memberikan sumbangan sebesar 0,6% dan merupakan 17% dari seluruh ekspor produk pertanian tahun 2008. Luas tanam kopi seluas 1,3 juta hektar diusahai oleh 2,33 juta rumah tangga petani kecil dengan skala usaha ratarata 1 - 1,5 hektar. Pendapatan petani dapat mencapai sekitar Rp 9 juta per ha per tahun untuk kopi Robusta dan Rp 19 juta per hektar per tahun untuk kopi Arabika (Ottaway (2007) dalam Saragih (2010)). Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan meningkatnya suhu permukaan bumi dan perubahan curah hujan, baik jumlah maupun distribusi akan berpengaruh pada produktivitas kopi. Kopi rentan terhadap perubahan iklim karena kopi hanya dapat berproduksi optimal dalam kisaran suhu yang relatif sempit, yakni antara 18 – 20 0C. Di kisaran suhu berapapun meski kopi dapat tumbuh namun kemampuannya menghasilkan buah jauh berkurang. Sementara buah kopi merupakan hasil yang diharapkan oleh petani sebagai sumber pendapatannya. Apabila jumlah produksi kopi petani semakin berkurang diakibatkan perubahan iklim dan timbulnya penggerek buah kopi yang mengakibatkan gagal panen maka kemungkinan besar kopi tidak lagi produktif dan tidak memiliki nilai ekonomis untuk dibudidayakan petani. Petani kopi berharap ancaman alam terkait pemanasan global segera membaik dan adanya kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan permasalah yang dihadapi petani.
2.2. Penelitian Sebelumnya Hasil penelitian Sartika (2007) mengenai Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Kopi Arabika dan Robusta adalah penerimaan rata – rata usaha tani dan pemasaran kopi arabika adalah Rp 18.477.000 per tahun dengan R/C rasio 1,94 sedangkan penerimaan kopi robusta Rp 5.228.500 per tahun dengan R/C 3,06 rasio. Usahatani kopi di Sumatera Utara tersebar di 10 wilayah kabupaten di dataran tinggi sekitar Danau Toba. Menurut Soetriono (2009), hasil penelitiannya menyatakan bahwa usahatani kopi robusta yang dilakukan petani Indonesia masih mempunyai peluang yang besar dan sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Hal ini dibuktikan dengan kondisi komoditas kopi robusta yang dihasilkan oleh petani mempunyai daya saing yang kuat. Hasil penelitian Sihaloho (2009) mengenai Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara menyimpulkan pertumbuhan ekonomi, ketidakpastian iklim global, fluktuasi harga kopi, penegakan hukum dan peraturan perundang – undangan kopi sejenis dari wilayah lain, penguasaan lahan kopi oleh pihak luar merupakan faktor ancaman bagi pengembangan agribisnis kopi dengan bobot skor 0,841 serta nilai total bobot skor 2,769 berarti secara eksternal Daerah/Dinas Pertanian Subdinas Perkebunan dan masyarakat/ petani telah merespon dengan baik terhadap peluang dan ancaman yang dimiliki, yang berarti bahwa faktor peluang eksternal dalam upaya pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan dapat mengatasi ancaman yang dihadapi.
2.3. Landasan Teori Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik – baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1995). Biaya usahatani dibedakan menjadi 1) Biaya tetap (fixed cost) : biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Yang termasuk biaya tetap adalah sewa tanah, pajak dan alat pertanian. 2) Biaya tidak tetap (variabel cost) : biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, seperti biaya saprodi (tenaga kerja, pupuk, dan pestisida) (Soekartawi et al (1986) dalam Sartika (2007)). Dalam pendapatan usahatani ada dua unsur yang digunakan yaitu unsur penerimaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah hasil perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan pengeluaran atau biaya yang dimasudkan sebagai nilai penggunaan sarana produksi dan lain – lain yang dikeluarkan pada proses produksi tersebut (Ahmadi, 2001). Penerimaan diperoleh dengan menekankan adanya harga jual. Harga penjualan yang dapat diperoleh petani ditentukan oleh berbagai faktor yaitu : mutu hasil, pengolahan hasil, dan sistem pemasaran serta struktur pasar yang dihadapi. Pendapatan bersih adalah selisih total pendapatan tunai dengan total pengeluaran tunai. Pendapatan bersih suatu usaha dinyatakan dalam bentuk jumlah rupiah. Tujuan petani
dalam berusahatani pada masyarakat yang telah memasuki sistem pasar adalah untuk memperoleh pendapatan bersih yang sebesar-besarnya. Dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah (Simanjuntak S.B, 2004) Dalam melaksanakan suatu proyek biasanya dilakukan dengan dua macam analisis, yaitu 1) Analisis finansial, dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. 2) Analisis ekonomi, dimana proyek dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan. Penelitian ini menggunakan analisis finansial disebabkan penelitian yang menganalisa biaya dan manfaat dari usahatani kopi robusta di daerah penelitian. Analisis finansial lebih menekankan pada aspek input-output pada penerimaan dan pengeluaran yang sebenarnya. Dengan demikian variabel yang dipakai adalah data harga real, tenaga kerja dalam dalam keluarga yang terlibat tidak diperhitungkan tetapi pajak serta biaya bea masuk tetap diperhitungkan. Begitu pula dengan besarnya bunga pinjaman juga dihitung pada analisis finansial. Untuk menganalisa layak atau tidak layaknya usahatani yang dijalankan oleh petani kopi dapat dilihat melalui kriteria investasi. Beberapa kriteria yang sering digunakan dalam analisis kelayakan finansial adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return) dan B/C (Net Benefit Cost Ratio). Net Present Value (NPV) adalah finansial yang memperhitungkan selisih antara penerimaan dan biaya terhadap besarnya suku bunga atau lebih dikenal dengan istilah analisis yang sudah mempertimbangkan faktor diskonto pada waktu-waktu tertentu. Cara menhitung NPV adalah sebagai berikut :
𝑛
NPV = Keterangan : Bt
Bt−Ct
t 𝑡=0 (1+i)
= Penerimaan (benefit) finansial sehubungan dengan sesuatu proyek pada tahun t
Ct
= Biaya finansial sehubungan dengan proyek pada tahun t, Ct dihitung per hektar per tahun
n
= Umur ekonomis proyek dalam perhitungan dipergunakan 1 tahun
i
= Discount rate
NPV = Nilai netto sekarang Tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan parameter yang dipakai untuk melihat apakah sesuatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Criteria layak atau tidak layak bagi suatu usaha adalah bila IRR lebih besar daripada tingkat suku bunga yang berlaku saat usaha itu dilaksanakan dengan meminjam uang (biaya) dari bank pada saat nilai netto sekarang (Net Benefit Value = 0), oleh karena itu untuk menghitung IRR diperlukan nilai NPV terlebih dahulu (Soekartawi, 1995). Perkiraan IRR dapat dicari dengan memecahkan persamaan sebagai berikut :
𝐼𝑅𝑅 = 𝑖 ′ +
(𝑁𝑃𝑉 ′ ) (𝑖" − 𝑖′) (𝑁𝑃𝑉 ′ − 𝑁𝑃𝑉")
Keterangan : i’
= Nilai Social Discount rate yang ke – 1
i”
= Nilai Social Discount rate yang ke – 2
NPV’
= Nilai NET Present Value yang pertama
NPV”
= Nilai NET Present Value yang kedua
Bila IRR ≥ tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan Bila IRR < tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan
Benefit cost ratio (B/C) yaitu tingkat perbandingan antara penerimaan dengan biaya yaitu antara semua nilai-nilai positif dan arus keuntungan bersih setiap tahun (bulan) setelah didiskontokan dengan jumlah nilai negatif atau dengan rumus :
𝑁𝑒𝑡
Keterangan : Bt
B = C
n Bt − Ct t=1 (1 + i)t n (Ct t=1 (1
− Bt) + i)t
= Penerimaan (benefit) finansial sehubungan dengan sesuatu proyek pada tahun t
Ct
= Biaya finansial sehubungan dengan proyek pada tahun t, Ct dihitung per hektar per tahun
n
= Umur ekonomis proyek
i
= Opportunity Cost of Capital yang digunakan
t
= Jangka waktu suatu proyek tau usahatani
Kriteria yang dipakai adalah :
Bila B/C > 1 maka usaha tersebut layak diusahakan
Bila B/C < 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan
Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran dan rencana yang kompeherensif. Strategi yang menginteregasikan segala sumber saya dan kemampuan yang bertujuan jangka panjang. Untuk menetapkan strategi dan kebijakan dalam pengembangan perkopian Indonesia ke masa yang akan datang digunakan analisis SWOT. Identifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi suatu industri serta analisis terhadap faktor faktor kunci menjadi bahan acuan dalam menetapkan strategi dan kebijakan penanganan perkopian.
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2009). 2.4. Kerangka Pemikiran Tanaman kopi merupakan komoditi yang sudah dikenal di seluruh dunia. Komoditi kopi memiliki cita rasa yang khas dengan tingkat harga yang relatif tinggi sehingga olahan komoditi kopi banyak disukai masyarakat terutama dalam bentuk bubuk kopi. Akan tetapi hal ini tidak berpengaruh terhadap kopi robusta yang memiliki cita rasa yang jauh lebih rendah dari kopi arabika. Permintaan kopi robusta yang rendah dan harga jual kopi arabika yang jauh melebihi harga kopi robusta mengakibatkan menurunnya minat petani untuk membudidayakan kopi robusta. Hal ini ditunjukkan dari produksi kopi robusta yang semakin menurun dan semakin berkembangnya luas lahan kopi arabika di Kabupaten Tapanuli Utara. Kondisi ini menunjukkan bahwa usahatani kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara semakin hilang. Namun tidak untuk petani kopi di Kecamatan Pangaribuan. Dari 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara, hanya kecamatan Pangaribuan yang memiliki luas areal kopi robusta terbesar dengan petani yang masih tetap berusahatani ditengah kondisi rendahnya harga kopi robusta yang tidak menjamin kesejahteraan petani kopi robusta di Kecamatan Pangaribuan. Berusahatani merupakan suatu proses yang didalamnya terdiri dari himpunan input produksi atau faktor produksi seperti modal dan tenaga kerja yang mendukung kegiatan usahatani sehingga menghasilkan output yang memuaskan. Dalam hal ini output merupakan hasil produksi yaitu biji putih (biji kering). Petani sangat berperan dalam
menjalankan usahataninya, dimana petani berperan sebagai jurutani (cultivator) dan sekaligus seorang pengelola (manajer). Dalam usahatani kopi robusta ketersediaan faktor produksi merupakan suatu keharusan. Dimana faktor produksi ini akan membentuk suatu biaya yang disebut biaya produksi. Faktor – faktor dalam usahatani kopi robusta membentuk suatu biaya yang disebut biaya produksi. Besarnya biaya produksi ditentukan dengan besarnya harga yang berlaku. Besarnya pendapatan usaha tani kopi robusta dapat dihitung melalui selisih penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan diperoleh dari hasil perkalian penjualan dengan harga yang berlaku sedangkan pengeluaran merupakan total biaya tetap dan biaya variabel. Penerimaan yang lebih besar daripada pengeluaran berdampak pada tingkat pendapatan yang lebih besar bagi usahatani kopi robusta. Pendapatan bersih akan dianalisis dengan uji kelayakan yaitu analisis sinansial untuk melihat apakah usahatani layak atau tidak layak diusahakan di daerah penelitian. Setelah diuji analisis finansial maka dapat didefenisikan usahatani di daerah penelitian dapat berkembang atau tidak berkembang. Dalam menjalankan sustu usahatani, terdapat masalah-masalah yang dapat menghambat jalanya usahatani seperti masalah produksi, distribusi dan kurangnya lembaga pendukung dan teknologi. Dalam hal ini, analisis SWOT berperan untuk menunjukkan dengan jelas peluang dan ancaman yang dihadapi petani dan akan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki petani terhadap strategi pengembangan kopi robusta. Adapun strategi pengembangan usahatani kopi robusta ini diperoleh dengan
menganalisis
kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman yang dihadapi oleh usaha tani kopi robusta. Sehingga terlahirlah sebuah kebijakan – kebijakan dan kegiatan - kegiatan yang akan dijalankan untuk mengembangkan usahatani kopi robusta ke arah yang lebih baik. Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan pada gambar di bawah: ini :
Petani
Usahatani Kopi Robusta
Usahatani Kopi Arabika
Faktor produksi: 1. Modal 2. Tenaga Kerja
Output Harga Jual Penerimaan Biaya Produksi Pendapatan
Kelayakan Finansial Analisis SWOT Strategi Keterangan :
Menyatakan hubungan Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
2.5. Hipotesis Penelitian 1) Pendapatan usahatani kopi robusta dengan petani kopi arabika adalah berbeda. 2) Ada perbedaan kelayakan usahatani kopi robusta dengan usahatani arabika.