BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air kelapa Klasifikasi botani, tanaman kelapa termasuk family palmaceace, genus cocos dan species c.nucifera. Menurut woodroof (1979), tanaman kelapa merupakan tanaman yang paling penting dan paling tersebar diantara tanaman palma lainya. Tanaman ini banyak memberikan manfaat, sebab semua bagian dapat dimanfaatkan untuk bermacam-macam kebutuhan. Produksi air kelapa cukup berlimpah di Indonesia yaitu mencapai lebih dari 1 sampai 900 juta liter per tahun. Namun pemanfaatannya dalam industri pangan belum menonjol, sehingga masih banyak air kelapa terbuang percuma, selain mubazir, buangan air kelapa dapat menimbulkan polusi asam asetat, akibat proses fermentasi dari limbah air kelapa tersebut (Onifade, 2003 ; Warisno, 2004). Sejak berabad-abad air kelapa telah pula digunakan orang untuk mengobati berbagai penyakit. Kadang-kadang air kelapa atau dicampur dengan santannya digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh cacing usus dan juga berguna untuk mengobati penyakit kolera, muntah-muntah, gatal-gatal yang disebabkan oleh penyakit cacar, campak dan berbagai penyakit kulit lainnya (Grimwood, 1975). Air kelapa dapat pula mamberikan efek diuretic (memperbanyak dan mempersering buang air seni) pada kasus-kasus paradangan ginjal (Nepritis) dan fibrosis sel-sel hati (atropic cirrhosis) dan gejala ascites (tertimbunnya cairan
didalam rongga perut, yang disebabkan kadar albumin darah manurun (Ketaren, 1981). 2.2 Tempe Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang selatan, Sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan Indonesia. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong tetapi ada pula yang bundar atau bulat agak pipih. Hasil olahan kacang kedelai berupa tempe, tahu, tauco dan kecap, mendapat kedudukan penting dalam menu makanan Indonesia. Hasil olahan kacang kedelai itu dapat dikonsumsi terutama bagi mereka yang kandungan kolesterolnya tinggi (Susanto, 1994). 2.3 Kecap Secara Umum Kecap adalah cairan hasil fermentasi bahan nabati atau hewani berprotein tinggi di dalam larutan garam dengan atau tanpa penambahan gula kelapa atau bumbu (Kemal. 2001). Maka dapat didefinisikan sebagai salah satu bentuk pangan tradisional dari kedelai. Di negara Asia telah terkenal sejak lebih dari seribu tahun yang lalu. Kecap berasal dari Cina dan dikenal diberbagai negara dengan nama yang berbeda-beda, misalnya shoyu di Jepang, chiang-yu di Cina, kan jang di Korea, dan di Indonesia disebut dengan kecap. Kecap yang dibuat dan dikembangkan di Indonesia
pada umumnya mengikuti cara fermentasi kapang dan bakteri dengan bahan baku utama kedelai, serta pengolahannya masih bersifat tradisional (anonim, 1999). Sampai sekarang kecap merupakan salah satu jenis makanan yang disukai baik di pedesaan atau di perkotaan. Kecap merupakan hasil olahan yang setiap hari dikonsumsi secara kontinyu oleh sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia. Kecap umumnya di Indonesia di buat dalam skala Industri kecil dan mempunyai mutu yang beraneka ragam dengan kadar protein rata-rata rendah dan kebanyakan kurang dari 1% (Basrah, 1980). Pembuatan kecap dengan menggunakan air kelapa memerlukan penambahan kedelai sehingga kecap yang dihasilkan dapat memenuhi standar mutu (Anonim, 1978). Dalam meningkatkan mutu kecap, baik dipandang dari kadar protein dan fungsinya sebagai penyedap masakan, perlu diadakan perbaikan-perbaikan dalam proses pembuatannya disamping memperhatikan pula bahan dasar dan jenis kapang yang dipergunakan (Basrah, 1980).
Standar indutri No.32/SI/74, telah menetapkan syarat mutu kecap adalah sebagai berikut : Tabel 1. Syarat mutu kecap Kadar protein mutu I (%)
Kadar protein mutu II (%)
Logam berbahaya ( Hg, Pb, Cu dan As)
Keadaan (bau, rasa dan lain-lain)
6
2
negative
normal
Sumber : Balai Penelitian Kimia, 1978. Tabel 2. Syarat mutu Kecap Asin dan Kecap Manis menurut SNI 01-3543-1994 No
Karakteristik
Satuan
Kecap asin/kecap manis
1
Keadaan Bau Rasa 2 Protein % b/b 3 Padatan terlarut % b/b 4 NACL % b/b 5 Sakarosa % b/b 6 Pemanis buatan 7 Pengawet Benzoat Mg/kg Metal p-hidroksibenzoal Mg/kg Propil p-hidroksi Mg/kg benzoat Mg/kg 8 Metal prahiclreksi Mg/kg 9 benzoat Mg/kg Motil prahiclreksi Mg/kg Benzoat Mg/kg Cemaran logam Mg/kg Pb Mg/kg Cu Mg/kg Zn Mg/kg Sn Koloni/g Hg Koloni/g As APM/g E-Coli APM/g Kapang/khamir Koloni/g Cemaran arsen Cemaran mikroba Bakteri colifom Angka lempeng Total kapang Sumber : Departemen Perindustrian, 1994
Normal/khas Khas/khas Minim 4/minim 2,0 Minim 10/Minim 5/Minim 40/-/negative Maks 600 Maks 250/Maks 250/-/maks 250 -/30,0 -/1,0 Maks 1,0/40,0 Maks 30,0/0,05 Maks 40,0/0,5 Maks 40,0/Maks 40,0/40,0 Maks 0,5/<3/maks 50 Maks 50/-/10,3 -/<3 -/103
Indonesia dikenal 2 macam kecap, yaitu kecap asin dan kecap manis (Basrah, 1980) Menurut Yokutsuka (1960), kecap yang bermutu baik adalah mengandung 1,5 gram total nitrogen per 100 ml dan 18 gram NaCL per 100 ml dan juga mengandung asam amino, gula, alcohol, gliserin dan asam organik. 2.4 Pembuatan Kecap
2.4.1 Fermentasi Nilai gizi makanan yang diolah melalui fermentasi lebih baik bila dibandingkan dengan bahan mentah asalnya. Melalui fermentasi jumlah karbohidrat dan protein dipecah menjadi fraksi yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah larut dan lebih mudah dicerna, sedangkan degradasi protein akan menghasilkan senyawa peptida, pepton, asam amino dan amoniak, dalam berbagai bentuk makanan, banyak diantaranya merupakan hasil fermentasi mikrobia, baik oleh bakteri, ragi, maupun kapang atau oleh enzim yang dikandungnya sendiri. Beberapa makanan tersebut merupakan makanan tradisional yang asli di Indonesia, misalnya tempe, tauco, oncom, kecap, tape, dan sebagainya (Winarno et al, 1979). Pembuatan kecap, kedelai dibersihkan yaitu dicuci dan direndam dalam air bersih selama lebih kurang 10-12 jam pada suhu kamar (Yokotsuka, 1960 dan Basrah, 1974). Perendaman selain untuk mengabsorbsi air, juga untuk memberi kesempatan aktifnya kembali enzim-enzim yang memang sudah ada dalam biji kedelai (Purwo, 1977). Perendaman, kedelai dikupas kemudian direbus dengan maksud untuk melunakan biji kedelai agar memudahkan dalam pengolahan,sebab kapang tidak dapat tumbuh dengan baik pada kedelai kering dan mentah (Swatomo, 1973). Selanjutnya kedelai ditiriskan dan dibiarkan dingin sampai suhunya mencapai suhu optimum bagi pertumbuhan kapang, yaitu sekisar 37oC (Yokotsuka, 1960). Basrah (1980) menyatakan, bahwa kedelai yang sudah mengalami perendaman, pengulitan, perebusan dan pentirisan difermentasian dalam 2 tahap, yaitu pertama kapang dan kedua fermentasi dalam larutan garam.
2.4.1.1 Fermentasi Kapang Menurut Moeljokosumo (1961) ada pula yang membiarkan sampai 5 atau 6 hari, Bila fermentasi kapang terlalu cepat, maka enzim yang dihasilkan oleh kapang terlalu sedikit dan tidak akan menghasilkan komponen-komponen yang menghasilkan reaksi penting. Bila fermentasi kapang terlalu lama, maka enzim yang dihasilkan terlalu banyak dan akan menghasilkan cita rasa kecap kurang enak. Beberapa peneliti mengemukakan, bahwa kapang umum digunakan dalam proses fermentasi kedelai, adalah dari genus aspergillus terutama, A. oryzae, A. tamari dan dari genus Rhizopus yaitu R.oryzae,R. chinensis,R. oligosporus (Swastomo, 1973). Pertumbuhan kapang dihentikan dengan jalan menaikan suhu atau menjemur pada sinar matahari setelah fermentasi kapang selesai, (Moeljokusumo, 1961). Dilanjutkan dengan fermentasi, yaitu dalam larutan garam. 2.4.1.2 Fermentasi dalam larutan garam Garam secara kimia merupakan hasil reaksi penetralan asam dengan basa. Garam (NaCl) dibentuk dari HCl dan NaOH, dimana kedua zat ini merupakan asam dan basa kuat. Asam dan basa kuat artinya bahwa kedua zat ini akan terionisasi secara sempurna di dalam air, Maka NaCl atau garam dapur ini akan terionisasi secara sempurna di dalam air menjadi ion Na+ dan Cl-. Garam mempunyai sifat higroskopis yaitu dapat menarik air, khususnya air dari mikroba karena garam yang ditambahkan dapat meningkatkan tekanan osmotic sehingga akan terjadi aliran air (osmosis) dari mikroba (Juliana, 2003). Garam merupakan salah satu bahan yang berperan penting dalam fermentasi. Jumlah garam
yang ditambahkan berpengaruh pada populasi organisme, sehingga kadar garam dapat digunakan untuk mengendalikan aktivitas fermentasi apabila faktor-faktor lainnya sama (Desroiser, 1988). Kepekatan larutan garam yang dipergunakan untuk merendam, tidak ada keseragaman pendapat. Kepekatan dapat berkisar antar 17 sampai 40%, tergantung selera dan kebiasaan (Poesponegoro, 1973). Tetapi Yokutsuka (1960) mengatakan, bahwa penggunaan larutan garam yang kurang dari 16% sangat berbahaya karena adanya kemungkinan terjadinya pembusukan, sedangkan merendam dengan lebih banyak larutan garam, dapat meningkatkan penguraian nitrogen dengan lebih baik tetapi kemungkinan dapat menimbulkan efek lain yang tidak diinginkan pada komposisi kecap (Poesponegoro, 1973). Garam dapur yang digunakan dalam proses fermentasi tersebut mempunyai peranan penting sebagai bahan pengawet, disamping dapat menambah flavor bahan hasil fermentasi (Swastomo, 1973). Fermentasi dalam larutan garam ini akan tumbuh jenis-jenis bakteri dan ragi yang akan menghasilkan senyawa-senyawa yang menyebabkan kecap berbau harum. Jasad-jasad renik tersebut ( yang dapat tumbuh pada larutan garam ) diantaranya adalah bakteri Lactobacillus debrueckii dan ragi saccharomycees rouxii ( Basrah,1980 ). Pembuatan kecap di Indonesia masih sangat tradisional perendaman dilakukan dalam guci-guci yang ditempatkan pada ruang terbuka, dengan cara ini perendaman dapat berkisar antara 1-4 minggu.