BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian
2.1.1 Manajemen Laba Laporan keuangan sebagai produk informasi yang dihasilkan perusahaan, tidak terlepas dari proses penyusunannya. Kebijakan dan keputusan yang diambil dalam rangka proses penyusunan laporan keuangan akan mempengaruhi penilaian kinerja perusahaan. Menurut Theresia (2005), manajemen laba merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Manajemen akan memilih metode tertentu untuk mendapatkan laba yang sesuai dengan motivasinya. Hal ini akan mempengaruhi kualitas kinerja yang dilaporkan oleh manajemen (Gideon, 2005). Earnings management dapat menimbulkan masalah-masalah keagenan (agency cost) yang dipicu dari adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemegang saham (principal) dengan pengelola/manajemen perusahaan (agent). Manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan lebih banyak dan lebih dahulu daripada pemegang saham sehingga terjadi asimetri informasi yang memungkinkan manajemen melakukan praktek akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu. Konflik keagenan yang mengakibatkan adanya oportunistik manajemen akan mengakibatkan laba yang dilaporkan semu, sehingga akan menyebabkan nilai perusahaan berkurang dimasa yang akan datang (Herawaty, 2008).
8
9
2.1.1.1 Definisi Manajemen Laba Manajemen laba (earnings management) merupakan fenomena yang sukar untuk dihindari, karena fenomena ini merupakan dampak dari penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan keuangan. Praktek manajemen laba tidak hanya berkaitan dengan motivasi individu manajer, tetapi bisa juga untuk kepentingan perusahaan. Berikut ini pendapat beberapa pakar mengenai definisi manajemen laba: Menurut Schipper dalam Gumanti (2001:62), pengertian manajemen laba adalah sebagai berikut: “Earnings Management is disclosure management in the sense of purposeful intervention in external reporting process, with intent of obtaining some private gain”. Menurut Sulistyanto (2008:48), pengertian manajemen laba adalah: “Upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan”. Menurut Subramanyam dan Wild (2010: 131) yaitu sebagai berikut: “Manajemen kosmetik laba merupakan hasil dari kebebasan dalam aplikasi akuntansi akrual yang mungkin terjadi”. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen laba merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh manajer dengan cara memanipulasi data atau informasi akuntansi agar jumlah laba yang tercatat dalam laporan keuangan sesuai dengan keinginan manajer, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan perusahaan.
10
2.1.1.2 Klasifikasi Manajemen Laba Klasifikasi manajemen laba menurut Sastradipraja (2010:33), adalah sebagai berikut: 1. Cosmetic Earnings Management Cosmetic earnings management terjadi jika manajer memanipulasi akrual yang tidak memiliki konsekuensi cash flow. Teknik ini merupakan hasil dari kebebasan dalam akuntansi akrual. Akuntansi akrual membutuhkan estimasi dan pertimbangan (judgement) yang mengakibatkan manajer memiliki kebebasan dalam menetapkan kebijakan akuntansi. Meskipun kebebasan ini memberikan kesempatan bagi manajer untuk menyajikan gambaran aktivitas usaha perusahaan yang lebih informatif, namun kebebasan ini juga memungkinkan mereka mempercantik laporan keuangan (window-dress financial statement) dan mengelola earnings. 2. Real Earnings Management Real earning management terjadi jika manajer melakukan aktivitas dengan konsekuensi cash flow. Real earnings management lebih bermasalah dibandingkan dengan cosmetic earnings management, karena mencerminkan keputusan usaha yang sering kali mengurangi kekayaan pemegang saham.
11
2.1.1.3 Kondisi dan Motivasi Manajemen Laba Menurut Sastradipraja (2010:34), banyak hal yang dapat memotivasi seorang manajer untuk melakukan manajemen laba, antara lain: 1. Meningkatkan Kompensasi Manajer yang Terkait Dengan Laba yang Dilaporkan (Bonus Plan) Banyak perjanjian yang menggunakan angka laba akuntansi, misalnya perjanjian kompensasi manajer yang mencakup bonus berdasarkan laba akuntansi. Perjanjian bonus biasanya memiliki batas atas (caps) dan batas bawah (bogey), artinya manajer tidak mendapat bonus jika laba lebih rendah dari batas bawah atau jika laba lebih tinggi dari batas atas. Perjanjian bonus tersebut dapat memotivasi manajer untuk meningkatkan atau menurunkan laba agar berada diantara batas atas dan batas bawah atau tepat dibatas atas maupun batas bawah. 2. Debt Contract Motivasi ini muncul ketika perusahaan melakukan perjanjian hutang jangka panjang yang berisikan perjanjian untuk melindungi sang pemberi pinjaman dari aksi manajer yang tidak sesuai dengan kepentingan sang pemberi pinjaman, seperti dividen yang berlebiham, pinjaman tambahan, atau membiarkan modal kerja atau laporan ekuitas jatuh di bawah tingkat yang ditetapkan. Karena pelanggaran perjanjian dapat mengakibatkan biaya tinggi dan manajer berharap untuk menghindarinya. Hal ini dikarenakan akan membatasi kebebasan aksi mereka dalam mengoperasikan perusahaan. Jadi,
12
manajemen laba dapat muncul sebagai alat untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran perjanjian kontrak. 3. Dampak Harga Saham Manajer dapat meningkatkan laba untuk menaikkan harga saham perusahaan sementara sepanjang satu kejadian tertentu, seperti merger atau penawaran saham perdana. 4. Insentif Lainnya Laba seringkali diturunkan untuk menghindari biaya politik dan penelitian yang dilakukan oleh pemerintah, misalnya untuk ketaatan undang-undang anti monopoli. Perusahaan juga menurunkan laba untuk mengelak permintaan serikat pekerja dan perubahan manajemen. Tabel 2.1 Kondisi dan Motivasi Earnings Management No
Kondisi
Motivasi
1
Laba rendah
2
Persiapan IPO (Initial Public Offering)
Menghindari penurunan harga saham Memperoleh harga saham optimal
3
Laba diluar bogey dan caps
Selalu memperoleh bonus
4
Sasaran politis
Mengurangi political cost
5
Debt covenant
Menghindari penalty
6
Laba di luar garis trend
Menghindari respon negatif pasar
7
Volatility laba
Income Smoothing
8
Penggantian top management
Take a bath
9
Kerugian besar di masa lalu
Reversing of accruals
Sumber: Badruzzaman (2010)
13
2.1.1.4 Strategi Manajemen Laba Menurut Subramanyam dan Wild (2010:131-132), terdapat tiga jenis strategi manajemen laba, yaitu sebagai berikut: 1. Meningkatkan Laba Salah satu strategi manajemen laba adalah meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik. Cara ini juga memungkinkan peningkatan laba selama beberapa periode. Pada skenario pertumbuhan, akrual pembalik lebih kecil dibandingkan akrual kini, sehingga dapat meningkatkan laba. Kasus yang terjadi adalah perusahaan melaporkan laba yang lebih tinggi berdasarkan manajemen laba yang agresif sepanjang periode waktu yang panjang. Selain itu, perusahaan dapat melakukan manajemen laba untuk meningkatkan laba selama beberapa tahun dan membalik akrual sekaligus pada satu saat pembebanan. Pembebanan satu saat ini sering kali dilaporkan “dibawah laba bersih” (below the line), sehingga dipandang tidak terlalu relevan. 2. Big Bath Strategi big bath dilakukan melalui penghapusan (write-off) sebanyak mungkin pada satu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja yang buruk (seringkali pada masa resesi dimana perusahaan lain juga melaporkan laba yang buruk) atau peristiwa saat terjadi satu kejadian yang tidak biasa seperti perubahan manajemen, merger, atau restrukturisasi. Strategi big bath juga sering kali dilakukan setelah strategi peningkatan laba pada periode sebelumnya. Oleh karena sifat big bath yang tidak biasa dan tidak
14
berulang, pemakai cenderung tidak memperlihatkan dampak keuangannya. Hal ini memberikan kesempatan untuk menghapus semua dosa masa lalu dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan laba di masa depan. 3. Perataan Laba Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba. Pada strategi ini, manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya. Perataan laba juga mencakup tidak melaporkan bagian laba pada periode baik dengan menciptakan cadangan atau “bank” laba dan kemudian melaporkan laba ini saat periode buruk.
2.1.1.5 Mekanisme Manajemen Laba Menurut Subramanyam dan Wild (2010: 133-134), terdapat dua metode utama manajemen laba, yaitu: 1. Pemindahan Laba Pemindahan laba merupakan manajemen laba dengan memindahkan laba dari satu periode ke periode lainnya. Pemindahan laba dapat dilakukan dengan mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan atau beban.
Bentuk
manajemen laba ini biasanya menyebabkan dampak pembalik pada satu atau beberapa periode masa depan, sering kali satu periode berikutnya. Untuk alasan ini, pemindahan laba sangat berguna untuk perataan laba. 2. Manajemen Laba melalui Klasifikasi Laba juga dapat ditentukan dengan secara khusus mengklasifikasi beban dan pendapatan pada bagian tertentu laporan laba rugi. Bentuk umum dari manajemen laba melalui klasifikasi adalah memindahkan beban di bawah
15
garis, atau melaporkan beban pada pos luar biasa dan tidak berulang, sehingga tidak dianggap penting oleh analis. 2.1.1.6 Pendeteksian Manajemen Laba Untuk mendeteksi ada tidaknya manajemen laba, maka pengukuran atas akrual adalah sangat penting untuk diperhatikan. Total accruals adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi. Total accruals dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: (1) bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, disebut normal accruals atau non discretionary accruals, dan (2) bagian akrual yang merupakan manipulasi data akuntansi yang disebut dengan abnormal accruals atau discretionary accrual. Akuntansi akrual juga memiliki kelemahan. Kelemahan akuntansi akrual menimbulkan peluang bagi manajer untuk mengimplementasikan strategi manajemen laba. Strategi ini dikategorikan menjadi pilihan kebijakan/metode akuntansi dan discretionary accruals (kebijakan pengestimasian akuntansi). Discretionary accruals merupakan strategi yang lebih sulit dideteksi sehingga pendeteksiannya memerlukan penginvestigasian data dan analisis lebih rinci. Manajemen laba yaitu suatu kemampuan untuk memanipulasi pilihan-pilihan yang tersedia dan mengambil pilihan yang tepat untuk dapat mencapai tingkat laba yang diinginkan (Belkaoui, 2006).
16
Berikut
ini
langkah-langkah
yang
dilakukan
dalam
perhitungan
discretionary accruals dengan menggunakan model Friedlan. Secara formal perhitungannya adalah sebagai berikut: 1. Menghitung Total Accruals (TA) untuk periode t dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: TACT = NIT - CFOT Keterangan: TACT : Total accruals pada periode T. NIT
: Laba bersih operasi (operating income) periode T.
CFOT : Aliran kas dari aktivitas operasi (cash flow from operating activities) pada akhir tahun T. 2. Mengukur Discretionary Accruals (DA) dengan menggunakan rumus: DAC PT = (
)-(
)
Keterangan: DAC PT
: discretionary accruals pada periode tes.
TAC PT
: total accruals pada periode tes.
Sales PT
: penjualan pada periode tes.
TAC PD
: total accruals pada periode dasar.
Sales PD
: penjualan pada periode dasar.
Sulistiyanto (2008), menyatakan bahwa DAC dapat bernilai nol, positif, atau negatif. Nilai nol menunjukkan bahwa manajemen laba dilakukan dengan pola perataan laba (income-smoothing), nilai positif menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan pola penaikan laba (income-increasing), dan nilai negatif
17
menunjukkan adanya manajemen laba dengan pola penurunan laba (incomedecreasing). DAC yang bernilai positif maupun negatif tersebut memiliki arti yang sama, yaitu untuk menyembunyikan kinerja yang buruk atau menyimpan laba tahun ini untuk digunakan di masa yang akan datang. 2.1.2 Pasar Modal 2.1.2.1 Definisi Pasar Modal Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang. Pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual-beli dan kegiatan terkait lainnya. Tempat dimana terjadi jual beli efek ini dilaksanakan dalam suatu lembaga resmi yang disebut Bursa Efek. Pada saat ini di Indonesia terdapat satu bursa efek, yaitu Bursa Efek Indonesia. Berikut ini, terdapat beberapa definifi pasar modal, diantaranya: 1. Menurut Husnan (2005:3) : “Secara formal, pasar modal dapat dipengertiankan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh perusahaan, public authorities maupun perusahaan swasta”. 2. Menurut Susanto dan Sabardi (2002:133): “Pasar modal adalah pasar bagi instrument financial (misal obligasi dan saham) jangka panjang (lebih dari satu tahun jatuh temponya)”.
18
3. Selain itu, menurut Fahmi (2012:52) : “Pasar modal adalah tempat berbagai pihak, khususnya perusahaan menjual saham (stock) dan obligasi (bond), dengan tujuan dari hasil penjualan tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan dana atau untuk memperkuat modal perusahaan”. Pasar modal diyakini sebagai wahana penghimpun dana jangka panjang dan merupakan alternatif sumber dana bagi perusahaan swasta, BUMN, maupun perusahaan daerah. Walaupun demikian, saat ini belum begitu banyak masyarakat industri yang paham, yang ingin dan yang bersedia memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan utama. 2.1.2.2 Fungsi Pasar Modal Menurut Martalena dan Malinda (2011:3-4), pasar modal memiliki peranan yang penting dalam perekonomian suatu negara karena memiliki 4 fungsi, yaitu: 1. Fungsi Saving Pasar modal dapat menjadi alternatif bagi masyarakat yang ingin menghindari penurunan mata uang karena inflasi. 2. Fungsi Kekayaan Masyarakat dapat mengembangkan nilai kekayaan dengan berinvestasi dalam berbagai instrumen pasar modal yang tidak akan mengalami penyusutan nilai sebagaimana yang terjadi pada investasi nyata, misalnya rumah atau perhiasan.
19
3. Fungsi Likuiditas Instrumen pasar modal pada umumnya mudah untuk dicairkan sehingga memudahkan masyarakat memperoleh kembali dananya dibandingkan rumah dan tanah. 4. Fungsi Pinjaman Pasar modal merupakan sumber pinjaman bagi pemerintah maupun perusahaan untuk membiayai kegiatannya. 2.1.2.3 Instrumen Pasar Modal Pasar modal merupakan pasar bagi instrumen keuangan jangka panjang (lebih dari satu tahun jatuh temponya). Yang dimaksud instrumen dalam pasar modal ini yaitu semua surat-surat berharga (sekuritas) yang diperdagangkan di bursa efek. Menurut Husnan (2005:36), jenis sekuritas yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Saham biasa, yaitu bukti kepemilikan atas suatu perusahaan, keuntungan pemegang saham berasal dari dividen dan kenaikan harga saham (capital gain). Besar kecilnya dividen yang diterima pemegang saham tidak tetap tetapi tergantung pada RUPS. Pemilik saham biasa memiliki hak pilih (vote) dalam RUPS untuk keputusan-keputusan yang memerlukan pemungutan suara. 2. Saham preferen, merupakan saham yang akan menerima sejumlah dividen dengan jumlah yang tetap. Biasanya pemilik saham preferen tidak mempunyai hak pilih dalam RUPS.
20
3. Obligasi, yaitu surat tanda hutang jangka panjang yang diterbitkan oleh pemerintah. Obligasi tersebut membayarkan bunga yang ditunjukkan oleh coupon rate yang tercantum pada obligasi tersebut. 4. Obligasi konversi, adalah obligasi yang dapat dikonversikan (ditukar) menjadi saham biasa pada waktu tertentu atau sesudahnya. 5. Sertifikat right, yaitu sekuritas yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk membeli saham baru dengan harga tertentu. Sertifikat ini diberikan kepada pemegang saham lama ketika dilakukan penawaran umum terbatas kepada saham lama. 6. Waran, yaitu sekuritas yang memberikan hak kepada pemegang sahamnya untuk membeli saham dari perusahaan yang menerbitkan waran tersebut dengan harga tertentu pada waktu tertentu.
2.1.2.4 Jenis-jenis Pasar Modal Gumanti (2011:68-69), menyatakan bahwa ada 2 jenis pasar modal, yaitu: 1. Pasar Perdana Pasar perdana (primary market), pada penawaran saham dikenal juga dengan istilah penawaran saham perdana (Initial Public Offering), adalah penawaran saham untuk pertama kalinya ke publik (masyarakat) pemodal di bursa saham. IPO atau disebut juga unseasoned equity offering adalah suatu peristiwa dimana untuk pertama kalinya suatu perusahaan menjual atau menawarkan sahamnya kepada khayalak ramai (publik) di pasar modal. Kebalikan dari IPO adalah seasoned equity offering, yaitu penawaran saham susulan setelah IPO, yang sering juga disebut sebagai right offering atau right issue.
21
2. Pasar Sekunder Pasar sekunder adalah pasar dimana sekuritas yang diperdagangkan merupakan sekuritas yang sebelumnya sudah ada di bursa efek. Dalam pasar ini, investor dan calon investor melakukan transaksi atas saham-saham atau sekuritas yang sudah terlebih dahulu ada di pasar.
2.1.2.5 Efficient Market Hypotesis Pasar modal dikatakan efisien ketika informasi dapat diperoleh dengan mudah dan murah oleh pemakai modal, sehingga semua informasi yang relevan dan terpercaya telah tercermin dalam harga-harga saham. Sebagian besar saham dihargai dengan tepat dan pemodal dapat memperoleh imbalan normal dengan memilih secara acak saham-saham dalam kelompok risiko tertentu. Menurut Hendriksen (2005:179-180), hipotesis pasar efisien (efficienct market hypothesis) adalah pernyataan bahwa tidak ada informasi yang relevan yang diabaikan oleh pasar. Dalam bentuk teoritisnya, syarat-syarat yang harus ada dalam pasar yang efisien adalah: 1. Tidak ada biaya transaksi dalam memperdagangkan sekuritas. 2. Semua informasi yang ada sama tersedianya bagi semua pedagang tanpa biaya. 3. Semua pedagang mempunyai harapan yang homogen mengenai implikasi informasi yang tersedia.
22
Adapun difinisi lain dari pasar efisien yang dikemukakan oleh Fahmi (2012:216), yaitu: “Hipotesis pasar efisien (efficient market hypothesis) adalah teori yang menyatakan bahwa dalam pasar bebas, dengan persaingan dalam memperoleh keuntungan, semua informasi pengetahuan dan perkiraan direfleksikan secara akurat di dalam harga-harga pasar”. Yang benar-benar diperlukan untuk mencapai efisiensi pasar adalah bahwa semua informasi yang tersedia segera tertangkap dalam harga-harga sekuritas, atau dengan penundaan yang minimum, dan dengan cara yang tidak memihak. Harus selalu diingat bahwa yang akan berubah dengan adanya informasi baru mengenai sekuritas tertentu adalah harga relatif. Suatu pasar dikatakan efisien sehubungan dengan informasi tertentu, jika tidak mungkin mendapatkan laba abnormal dengan melakukan jual beli berdasarkan informasi itu. Menurut Gumanti (2011: 329), ada tiga bentuk pasar modal efisien, yaitu sebagai berikut: 1. Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Lemah Dalam hipotesis pasar bentuk lemah, harga saham diasumsikan mencerminkan semua informasi yang terkandung dalam sejarah masa lalu tentang harga saham yang bersangkutan. Artinya, harga yang terbentuk atas suatu saham merupakan cermin dari pergerakan harga saham yang bersangkutan di masa lalu. 2. Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Semi-Kuat Menurut hipotesis pasar efisien bentuk semi-kuat, Fama (1991) menggunakan sebutan baru sebagai event studies, harga mencerminkan semua informasi publik yang relevan. Disamping merupakan cerminan harga saham historis,
23
harga yang tercipta juga terjadi karena informasi yang ada di pasar termasuk di dalamnya adalah laporan keuangan dan informasi tambahan (pelengkap) sebagaimana diwajibkan oleh peraturan akuntansi.
3. Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Kuat Hipotesis pasar efisien bentuk kuat menyatakan bahwa harga yang terjadi mencerminkan semua informasi yang ada, baik informasi publik maupun informasi pribadi. Jadi, dalam hal ini, bentuk kuat mencakup semua informasi historis yang relevan dan juga informasi yang ada di publik yang relevan, disamping juga informasi yang hanya diketahui oleh beberapa pihak saja, misalnya manajemen perusahaan, dewan direksi, dan bank swasta atau bank penjamin. 2.1.3
Harga Saham
2.1.3.1 Definisi Harga Saham Dalam melakukan investasi pada pasar modal, khususnya saham, perubahan harga saham menjadi perhatian penting bagi investor, selain kondisi emiten dan keadaan perekonomiannya. Harga saham yang digunakan dalam melakukan transaksi di pasar modal adalah harga yang terbentuk dari mekanisme pasar, yaitu permintaan dan penawaran pasar. Jadi, harga saham yang digunakan bukanlah nilai nominal dari saham tersebut. Menurut Sartono (2001:41) : “Harga saham adalah sebesar nilai sekarang atau present value dari aliran kas yang diterima”.
24
Sedangkan menurut Darmadji dan Fakhrudin (2006:1) : “Harga saham adalah saham yang nilai per lembarnya telah tercantum dalam akta pendirian perusahaan”. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2006:4), nilai suatu saham dapat dipandang dalam tiga konsep, yaitu : 1. Nilai Nominal Nilai yang tercantum dalam sertifikat saham dalam pencantumannya berdasarkan keputusan dan hasil dari pemikiran perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Jadi, nilai nominal sudah ditentukan pada waktu saham itu diterbitkan. 2. Nilai Buku Nilai yang menunjukkan nilai bersih kekayaan perusahaan, artinya nilai buku merupakan hasil perhitungan dari total aktiva dikurangkan dengan hutang serta saham preferen kemudian dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Nilai buku sering kali lebih tinggi daripada nilai nominalnya. 3. Nilai Intrinsik Nilai yang mengandung unsur kekayaan perusahaan pada saat sekarang dan unsur potensi perusahaan untuk menghimpun dana di masa yang akan datang. Jika saham diperjualbelikan di pasar modal, maka akan diperoleh harga pasar. Harga ini sering disebut kurs saham. Harga pasar secara umum adalah harga saham yang dibentuk oleh kekuatan hukum permintaan dan penawaran dimana saham banyak diminati oleh investor. Jika saham yang diminati oleh
25
investor tinggi maka harganya cenderung naik, sebaliknya jika harga saham kurang diminati maka harganya cenderung turun. 2.1.3.2 Jenis-jenis Saham Dalam prakteknya, jenis saham dikenal menjadi beberapa macam dan dapat dibedakan melalui cara peralihan dan manfaat yang diperoleh dari pemegang saham. Darmaji dan Fakhrudin (2006:5), menjelaskan jenis-jenis saham menurut cara peralihannya, yaitu sebagai berikut: 1. Saham atas Unjuk (Bearer Stock) Sertifikat atas unjuk adalah saham yang tidak tertulis nama pemiliknya dalam sertifikat agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lain. Dengan memiliki saham atas unjuk ini, seseorang dapat mudah mengalihkan atau memindahtangankan kepemilikannya pada orang lain. Pemilik saham atas unjuk yang sah secara hukum, berhak hadir dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 2. Saham atas Nama (Registered Stock) Saham atas nama adalah saham yang ditulis dengan jelas nama pemiliknya. Dimana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu yaitu dengan dokumen peralihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahaan yang khusus memuat daftar nama pemegang saham.
26
Apabila ditinjau dari segi manfaat saham, maka dasarnya saham dapat digolongkan menjadi saham biasa dan saham preferen. 1. Saham Biasa (Common Stock) Saham biasa adalah saham yang menempatkan pemiliknya paling akhir dalam pembagian dividen, hak atas kekayaan perusahaan apabila perusahaan itu dilikuidasi. Saham jenis ini merupakan saham yang paling dikenal oleh masyarakat. Saham biasa dibedakan menjadi : a. Blue chip stock, yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang mempunyai reputasi tinggi, sebagai leader dari perusahaan sejenis, mempunyai pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen. b. Income stock, yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. c. Growth stock, yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyari reputasi tinggi. d. Speculative stock, saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum pasti. e. Counter cylical stock, yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum.
27
2. Saham Preferen Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor.
2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Harga saham di pasar modal dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang bersift kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif, antara lain pengaruh peraturan perdagangan saham, ketat tidaknya pengawasan atas pelanggaran oleh pelaku bursa, psikologi pemodal, dan lain sebagainya. Menurut
Darmadji
dan
Fakhrudin
(2005:9),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi harga saham, yaitu : 1. Penawaran dan Permintaan Harga saham biasanya berfluktuasi mengikuti permintaan dan penawaran di pasar modal. Fluktuasi harga saham mencerminkan seberapa besar minat investor terhadap saham suatu perusahaan. Oleh karena itu, harga saham setiap saat bisa berubah seiring dengan minat investor untuk menginvestasikan modalnya pada saham. 2. Harapan dan Perilaku Investor Harga saham dapat dipengaruhi oleh harapan investor atau perkiraan investor mengenai keputusan manajemen mengenai kebijakan dividennya.
28
3. Kondisi Keuangan Perusahaan Nilai dari suatu perusahaan bisa dilihat dari harga saham perusahaan yang bersangkutan di pasar modal. Kondisi perusahaan yang baik biasanya akan meningkatkan minat investor untuk membeli saham sehingga harga saham akan naik atau sebaliknya, jika kondisi perusahaan buruk maka akan mempengaruhi harga saham. 4. Kondisi Ekonomi dan Politik pada Umumnya Faktor ini mempengaruhi supply dan demand akan saham. Keadaan perekonomian yang stabil dan situasi politik yang kondusif akan menarik minat investor untuk berinvestasi.
2.1.3.4 Analisis Harga Saham Setiap pelaku di pasar modal memerlukan suatu alat analisis untuk membantu dalam mengambil keputusan membeli atau menjual suatu saham. Terdapat dua tipe dasar analisis pasar untuk pedoman para pelaku di pasar modal, analisi fundamental dan analisis teknikal atau grafik. Di dalam praktik, kebanyakan investor menggunakan kedua tipe analisis tersebut untuk transaksi saham mereka. 1. Analisis Fundamental Analisis fundamental mengidentifikasi dan mengukur faktor-faktor yang menentukan nilai intrinsik suatu instrumen keuangan. Menurut Susanto dan Sabardi (2000), mengemukakan bahwa : “Analisis fundamental adalah suatu metode peramalan pergerakan instrument financial di waktu mendatang berdasarkan pada perekonomian, politik, lingkungan, dan faktor-faktor relevan lainnya
29
serta statistik yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran instrument financial tersebut”. Analisis fundamental digunakan untuk mengevaluasi prospek masa mendatang, pertumbuhan, dan profit perusahaan dalam kaitannya dengan perekonomian serta makro ekonomi nasional, pertimbangan industri perusahaan dan kondisi perusahaan itu sendiri. Analisis fundamental akan membandingkan nilai intrinsik suatu saham dengan harga pasarnya guna menentukan apakah harga pasar saham sudah benar-benar mencerminkan nilai yang seharusnya. 2. Analisis Teknikal Analisis teknikal merupakan suatu analisis yang lebih memperhatikan pada apa yang telah terjadi di pasar, daripada apa yang seharusnya terjadi. Para analis teknikal tidak begitu peduli terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pasar, sebagaimana para analis fundamental, tetapi lebih berkonsentrasi pada instrumennya di pasar. Pengertian analisis teknikal menurut Susanto dan Sabardi (2002), menyatakan bahwa : “Analisis teknikal adalah metoda meramalkan pergerakan harga saham dan meramalkan kecenderungan pasar dimasa mendatang dengan cara mempelajari grafik harga saham, volume perdagangan dan indeks harga saham gabungan”. Para analis teknikal tidak seperti analis fundamental, merasa sia-sia untuk mempelajari laporan keuangan perusahaan, laporan laba/rugi, laporan dividen, perkembangan industri, dan kata lainnya dalam menentukan nilai suatu saham atau instrumen lainnya.
30
2.1.4
Volume Perdagangan Saham (Trading Volume Activity) Terjadinya pembentukan harga tentunya tidak lepas dari volume
perdagangan yang terjadi di bursa. Volume perdagangan menggambarkan banyaknya jumlah penawaran saham dan permintaan saham di pasar. Ilmu ekonomi menyatakan bahwa harga ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran. Volume perdagangan merupakan hal yang penting bagi investor karena menggambarkan tingkat likuiditas suatu saham (Wiyani dan Wijayanto, 2005). Semakin besar volume transaksi, maka semakin cepat dan semakin mudah sebuah saham diperjualbelikan, sehingga transformasi saham menjadi kas semakin cepat pula. Transformasi inilah esensi dari likuiditas saham. Selain itu likuiditas juga terkait dengan banyaknya pasar sekunder dimana saham tersebut diperdagangkan, misalnya Telkom yang diperdagangkan di BEJ dan NYSE, sehingga investor mempunyai banyak pilihan dimana akan melakukan transaksi (Mahadwartha, 2001). Volume perdagangan menggambarkan reaksi pasar secara langsung. Volume perdagangan menunjukkan banyaknya lembar saham yang ditransaksikan selama periode waktu tertentu (Tandelilin, 2002). Sedangkan menurut Hadianto (2007), volume perdagangan adalah jumlah penawaran saham dan permintaan saham di pasar. Makin banyak lembar saham yang ditransaksikan menunjukkan optimisme pasar terhadap sebuah saham dengan demikian harga saham akan meningkat.
31
Volume perdagangan saham merupakan bagian yang diterima dalam analisis teknikal. Kegiatan perdagangan dalam volume yang sangat tinggi di suatu bursa akan ditafsirkan sebagai tanda pasar akan membaik. Peningkatan volume perdagangan saham dibarengi dengan peningkatan harga merupakan gejala yang semakin kuat akan kondisi bullish. Volume perdagangan saham dapat digunakan oleh investor untuk melihat apakah saham yang dibeli tersebut merupakan saham aktif diperdagangkan di pasar (Neni dan Harimawan, 2004). Saham yang aktif perdagangannya sudah pasti memiliki volume perdagangan yang besar dan saham dengan volume yang besar akan mengahsilkan return saham yang tinggi. Menurut Husnan (2005:54), mengukur kegiatan perdagangan saham yang dilihat melalui indikator Trading Volume Activity (TVA), digunakan untuk melihat apakah investor individual menilai laporan informatif dalam arti apakah informasi tersebut membuat keputusan perdagangan di atas keputusan perdagangan normal. Trading Volume Activity (TVA) merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukan besarnya minat investor pada suatu saham. Semakin besar volume perdagangan, berarti saham tersebut sering ditransaksikan. Hal tersebut menunjukan tingginya minat investor untuk mandapatkan saham tersebut (Budiman, 2009). Sedangkan menurut Neni dan Mahendra (2004), perubahan volume perdagangan saham di pasar modal menunjukkan aktivitas perdagangan saham di bursa dan mencerminkan keputusan investor. TVA merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui parameter perubahan volume perdagangan saham (Fatmawati dan Asri, 1999).
32
Ditinjau dari fungsinya TVA merupakan suatu variasi dari event study. Hasil perhitungan TVA mencerminkan perbandingan antara jumlah saham yang diperdagangkan dengan jumlah saham yang beredar dalam suatu periode tertentu. Jadi, TVA diukur dengan formulasi sebagai berikut (Foster, 1986 dalam Husnan, 2005:55) : ∑ ∑ Setelah TVA saham masing-masing diketahui kemudian dihitung rata-rata volume perdagangan relative saham sampel dengan cara: ̅ n
∑
= jumlah waktu pengamatan
TVA = volume perdagangan relatif saham XTVA = rata-rata volume perdagangan relative saham Pendekatan TVA ini dapat digunakan untuk menguji hipotesis pasar efisiensi bentuk lemah (weak-form efficiency). Hal ini dikarenakan pada pasar yang belum efisien atau efisien dalam bentuk lemah, perubahan harga belum dengan segera mencerminkan informasi yang ada sehingga investor hanya dapat mengamati reaksi pasar modal melalui pergerakan volume perdagangan pasar modal yang diteliti.
33
2.1.5 Pengaruh Earnings Management Terhadap Volume Perdagangan Saham Dalam teori keagenan terdapat masalah yang ditimbulkan oleh informasi yang tidak lengkap, yaitu ketika tidak semua keadaan diketahui oleh kedua belah pihak
dan,
sebagai
akibatnya,
konsekuensi-konsekuensi
tertentu
tidak
dipertimbangkan oleh pihak-pihak tersebut (Hendriksen, 2000:213). Situasi seperti ini dikenal sebagai asimetri informasi. Adanya asimetri informasi ini semakin memudahkan praktik manajemen laba. Manajemen laba (earnings management) terjadi karena beberapa alasan, seperti untuk meningkatkan kompensasi, menghindari persyaratan utang, memenuhi ramalan analis, dan mempengaruhi harga saham (Subramayam dan Wild, 2010:130). Menurut Sulistyanto (2008:48), manajemen laba adalah upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Sedangkan, menurut Nazaruddin (2011:1), manajemen laba merupakan isu yang menarik untuk dikaji jika dilihat dari perspektif etika karena fenomena praktek earnings management yang sering dilakukan perusahaan mengakibatkan kerugian bagi stakeholders dan menurunkan nilai laporan keuangan. Laba bersih perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat investor di pasar modal untuk menentukan pilihan dalam menanamkan investasinya. Laba ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajemen pada periode tertentu, memperkirakan earnings power dan untuk memprediksi laba di masa depan.
34
Salah satu cara yang bisa ditempuh oleh investor dalam menanamkan dananya adalah dengan cara membeli saham. Bagi perusahaan, menjaga dan meningkatkan laba bersih adalah suatu keharusan agar saham tetap eksis dan tetap diminati investor. Dengan tingkat laba yang tinggi, maka kemungkinan investor akan lebih tertarik menanamkan modalnya sehingga kemungkinan permintaan saham akan lebih kuat dibandingkan dengan penawarannya. Keadaan ini mendorong dan memotivasi manajer melaporkan informasi yang menguntungkan dengan mempercantik laporan keuangannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Thohiri dan Sirahar (2013), laba bersih memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap volume perdagangan saham. Artinya, semakin besar laba bersih semakin besar volume perdagangan saham. Hal ini terjadi karena banyak investor percaya bahwa harga saham mereka meningkat apabila laba bersih yang dilaporkan meningkat secara konstan tiap tahunnya. Sehingga para investor berlomba-lomba untuk membeli saham suatu perusahaan sehingga volume perdagangan sahamnya meningkat. Peningkatan volume perdagangan saham dibarengi dengan peningkatan harga merupakan gejala yang semakin kuat akan kondisi bullish, volume perdagangan saham dapat digunakan oleh investor untuk melihat apakah saham yang dibeli tersebut merupakan saham aktif diperdagangkan di pasar (Neni dan Harimawan, 2004).
Makin banyak
lembar saham
yang ditransaksikan
menunjukkan optimisme pasar terhadap sebuah saham dengan demikian harga saham akan meningkat (Hadianto, 2007).
35
2.2 Kerangka Pemikiran Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara principal (pemegang saham) dan agen (manajer). Principal memperkerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal kepada agen (Anthony dan Govindarajan, 2005: 43). Earnings management dapat menimbulkan masalah-masalah keagenan (agency cost) yang dipicu dari adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemegang saham (principal) dengan pengelola/manajemen perusahaan (agent). Manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan lebih banyak dan lebih dahulu daripada pemegang saham, sehingga terjadi asimetri informasi yang memungkinkan manajemen melakukan praktek akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu. Konflik keagenan yang mengakibatkan adanya oportunistik manajemen yang akan mengakibatkan laba yang dilaporkan semu, sehingga akan menyebabkan nilai perusahaan berkurang dimasa yang akan datang (Herawaty, 2008) Di masa sekarang ini terdapat kecenderungan bahwa laba banyak digunakan sebagai pertimbangan para investor dalam membuat keputusan investasi. Laba merupakan indikator atau tolak ukur keberhasilan dari perusahaan, perusahaan dikatakan berhasil menjalankan aktivitas bisnisnya apabila perusahaan tersebut dapat menghasilkan laba sesuai dengan yang diharapkan. Laba ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajemen pada periode tertentu, memperkirakan earnings power dan untuk memprediksi laba di masa depan.
36
Keadaan ini mendorong dan memotivasi manajer melaporkan informasi yang menguntungkan dengan mempercantik laporan keuangannya. Manajemen laba merupakan suatu realitas akuntansi akrual yang enggan diterima oleh para pemakai. Meskipun penting untuk diketahui bahwa manajemen laba tidak dilakukan sejauh yang telah dipublikasikan pers keuangan, tidak diragukan bahwa manajemen laba merusak kredibilitas informasi akuntansi. Manajemen laba merupakan hasil dari kebebasan dalam aplikasi akuntansi akrual yang mungkin terjadi. Standar akuntansi dan mekanisme pengawasan mengurangi kebebasan ini. Namun, tidak mungkin untuk meniadakan pilihan karena kompleksitas dan keragaman aktivitas usaha. Lagipula, akuntansi akrual membutuhkan estimasi dan penilaian. Hal ini menyebabkan kebebasan manajer dalam menetapkan angka akuntansi. Meskipun kebebasan ini memberikan kesempatan bagi manajer untuk menyajikan gambaran aktivitas usaha perusahaan yang lebih informatif, kebebasan ini juga memungkinkan pihak manajemen mempercantik laporan keuangan dan melakukan manajemen laba (Subramanyam dan Wild, 2010:130). Untuk mendeteksi ada tidaknya manajemen laba, maka pengukuran atas akrual adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Total akrual adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi. Total akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: (1) bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, disebut normal accruals atau non discretionary accruals, dan (2) bagian akrual yang merupakan
37
manipulasi data akuntansi yang disebut dengan abnormal accruals atau discretionary accrual. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang. Pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual-beli dan kegiatan terkait lainnya. Pasar modal dikatakan efisien ketika informasi dapat diperoleh dengan mudah dan murah oleh pemakai modal, sehingga semua informasi yang relevan dan terpercaya telah tercermin dalam harga-harga saham. Harga saham yang digunakan dalam melakukan transaksi di pasar modal adalah harga yang terbentuk dari mekanisme pasar, yaitu permintaan dan penawaran pasar. Harga ini sering disebut kurs saham. Harga pasar secara umum adalah harga saham yang dibentuk oleh kekuatan hukum permintaan dan penawaran dimana saham banyak diminati oleh investor. Jika saham yang diminati oleh investor tinggi maka harganya cenderung naik, sebaliknya jika harga saham kurang diminati maka harganya cenderung turun. Trading Volume Activity (TVA) merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukan besarnya minat investor pada suatu saham. Semakin besar volume perdagangan, berarti saham tersebut sering ditransaksikan. Hal tersebut manunjukan tingginya minat investor untuk mandapatkan saham tersebut (Budiman, 2009). Menurut Neni dan Harimawan (2004), perubahan volume perdagangan saham di pasar modal menunjukkan aktivitas perdagangan saham di bursa
dan
mencerminkan
keputusan
investor.
Hasil
perhitungan
TVA
38
mencerminkan perbandingan antara jumlah saham yang diperdagangkan dengan jumlah saham yang beredar dalam suatu periode tertentu. Pendekatan TVA ini dapat digunakan untuk menguji hipotesis pasar efisiensi bentuk lemah (weak-form efficiency). Hal ini dikarenakan pada pasar yang belum efisien atau efisien dalam bentuk lemah, perubahan harga belum dengan segera mencerminkan informasi yang ada sehingga investor hanya dapat mengamati reaksi pasar modal melalui pergerakan volume perdagangan pasar modal yang diteliti. Dari pembahasan diatas dapat dilihat keterkaitan antara praktik earnings management dan volume perdagangan saham di pasar modal. Dalam hal ini pihak manajemen berusaha untuk memperlihatkan kinerja yang baik dengan melaporkan keuntungan/laba yang baik. Kecenderungan bahwa laba banyak digunakan sebagai pertimbangan para investor dalam membuat keputusan investasi memotivasi manajemen untuk melakukan praktik earnings management. Dilain pihak, dalam melakukan kegiatan investasinya, investor selalu melakukan analisis terlebih dahulu terhadap kelayakan rencana investasinya. Dalam hal ini, kinerja suatu perusahaan sangat mempengaruhi investor dalam membuat keputusan investasi. Kinerja perusahaan salah satunya diukur melalui kondisi dan prestasi keuangan dari perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut. Performa perusahaan yang baik akan menarik investor untuk menanamkan uangnya dalam bentuk saham di perusahaan yang bersangkutan.
39
2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka penulis merumuskan hipotesis awal sebagai berikut: Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari praktik earnings management terhadap volume perdagangan saham. Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan dari praktik earnings management terhadap volume perdagangan saham.
40
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran
Teori Keagenan
Pemegang Saham (Prinsipal)
Manajemen Perusahaan (Agen)
Laporan Keuangan
Discretionary Accruals
Tidak Melakukan Earnings Management
Melakukan Earnings Management
Volume Perdagangan Saham (TVA)
Volume Perdagangan Saham (TVA)