BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Persalinan 2.1.1 Definisi Persalinan Persalinan adalah suatu proses saat janin dan produk konsepsi dikeluarkan sebagai akibat kontraksi yang teratur, progresif, sering dan kuat (Stright, 2004). Persalinan adalah proses pergerakan janin, plasenta dan membran dari dalam Rahim melalui jalan lahir (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Menurut Wiknjosastro (2007), persalinan normal atau disebut juga dengan persalinan spontan adalah lahirnya bayi dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam. Persalinan normal adalah lahirnya fetus tunggal yang aterm, persalinan spontan tanpa induksi dan alat bantu yang terjadi dalam waktu 4 hingga 24 jam, serta tidak mengalami komplikasi yang diikuti dengan persalinan plasenta secara spontan (Yuliatun, 2008).
2.1.2 Tahap Persalinan Menurut Reeder (2011), proses persalinan dibagi kedalam empat kala yaitu: (1) Kala I persalinan Kala satu persalinan merupakan periode dari kontraksi pertama persalinan sampai dilatasi serviks yang lengkap. Kala satu ini dibagi menjadi dua fase yaitu:
6
7
a) Fase Laten Fase laten dimulai dari awal peersalinan dan berakhir dengan awal persalinan aktif. Berlangsung sekitar 8,6 jam untuk primipara dan 5,3 jam untuk multipara. Terdapat kontraksi tidak teratur setiap 5-30 menit, dengan lama 10-30 detik dan dilatasi 0 sampai 3-4 cm. Pada saat ini ibu bersalin secara umum merasa gembira, waspada, banyak bicara atau diam, tenang atau cemas. Ibu juga dapat mengalami kram abdomen, nyeri punggung dan pecah ketuban. Pada saat ini nyeri masih dapat dikontrol dengan baik. b) Fase Aktif Fase aktif dimulai sejak awal persalinan aktif dan maju ke fase transisi. Dilatasi serviks yaitu 4-10 cm. Biasanya berlangsung 4,6 jam bagi primipara dan 2,4 jam pada multipara. Intensitas dan lama kontraksi uterus meningkat dan kontraksi terjadi lebih sering yaitu setiap 3-5 menit dengan lama 30-90 detik. Pada fase ini, ibu bersalin secara umum akan merasakan peningkatan ketidaknyamanan, berkeringat, mual dan muntah, kemerahan. (2) Kala II persalinan Kala dua yaitu periode saat dilatasi serviks lengkap sampai pelahiran bayi. Pada kala dua persalinan terjadi peningkatan intensitas kontraksi yang berlangsung 50 sampai 70 detik serta terjadi pada interval 2 atau 3 menit. Pada kala satu persalinan, kekuatan terbatas pada kerja uterus, sedangkan pada kala dua, terdapat dua kekuatan penting yaitu kontraksi uterus secara
8
involunter
dan
tekanan
intraabdomen
secara
volunter,
tekanan
intraabdomen secara volunter diperoleh dengan upaya mengejan dari ibu. (3) Kala III persalinan Kala tiga persalinan terdiri atas dua fase yaitu pelepasan plasenta dan pengeluaran plasenta. Periode ini berlangsung kurang lebih 5-30 menit. Segera setelah lahir, sisa cairan amnion keluar, kemudian biasanya diikuti dengan sedikit aliran darah. Uterus dapat dirasakan sebagai massa berbentuk globular yang keras tepat di bawah umbilikus. Sesaat kemudian, uterus relaks dan berbentuk seperti kepingan. (4) Kala IV persalinan Kala empat adalah periode dari pelahiran plasenta dan membrane sampai empat jam pertama pasca partum yang merupakan waktu pengembalian stabilitas
fisiologis.
Selama
periode
ini,
kontraksi
dan
retraksi
myometrium, disertai dengan thrombosis pembuluh darah, bekerja secara efektif untuk mengontrol perdarahan dari tempat plasenta.
2.2 Konsep Dasar Nyeri Persalinan 2.2.1 Definisi Nyeri persalinan Nyeri adalah pengalaman pribadi, subjektif, berbeda antara satu orang dengan orang lain dan dapat juga berbeda pada orang yang sama di waktu berbeda (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Smeltzer & Bare, 2001). Definisi keperawatan tentang nyeri adalah
9
apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya (Smeltzer & Bare, 2001).
Nyeri persalinan berbeda dengan perasaan nyeri pada umumnya. Nyeri persalinan adalah bagian dari proses yang normal, sedangkan nyeri pada kondisi yang lain biasanya merupakan indikasi dari penyakit atau luka. Pasien mempunyai waktu untuk persiapan. Pengetahuan dan keterampilan dapat dikembangkan untuk manajemen nyeri. Nyeri tersebut diketahui sebagai keterbatasan diri. Ini diantisipasi hanya dalam beberapa jam. Setiap kontraksi nyeri mempunyai awal, puncak dan akhir yang dapat diantisipasi untuk membantu pasien dalam proses persalinan (Leifer, 2005).
Nyeri persalinan merupakan pengalaman yang subjektif mengenai sensasi fisik yang terjadi akibat kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks dan merupakan sensasi fisiologis yang dirasakan pasien saat melahirkan.
2.2.2 Patofisiologi Nyeri Persalinan Empat sumber potensial dari nyeri persalinan terdapat pada sebagian besar persalinan. Faktor fisik lain dapat mengubah nyeri persalinan, baik meningkatkan maupun menurunkan. Empat penyebab utama nyeri persalinan tersebut yaitu iskemia jaringan, dilatasi serviks, tekanan dan tarikan struktur pelvis serta distensi dari vagina dan perineum (Leifer, 2005).
Suplai darah ke uterus menurun saat kontraksi, sehingga menyebabkan hipoksia jaringan dan metabolism anaerob. Dilatasi dan peregangan serviks dan uterus
10
bagian bawah merupakan penyebab nyeri yang paling utama.stimulus nyeri dari dilatasi serviks berjalan melewati pleksus hipogastrik, masuk ke spinal cord T10, T11, T12, dan L1. Beberapa nyeri dihasilkan dari tekanan dan tarikan pada struktur pelvis seperti ligament, tuba falopi, ovarium, kandung kemih, dan peritoneum. Distensi dari vagina dan perineum terjadi saat penurunan janin, terutama terjadi saat kala dua. Nyeri dari distensi vagina dan perineum serta tekanan dan tarikan struktur ini masuk ke spinal cord pada S2, S3, dan S4 (Patree, 2007).
Gambar 1. Pathway transmisi nyeri selama persalinan (Goorie, McKinney & Murray 1998)
11
Nyeri menghasilkan respon fisik dan refleks aksi fisik. Kualitas dari nyeri fisik dapat digambarkan seperti tertusuk, terbakar, denyutan, tajam atau keram. Nyeri pada persalinan menimbulkan gejala yang dikenali. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik dapat terjadi dalam respon rasa sakit yang mengakibatkan perubahan tekanan darah, nadi, respirasi dan warna kulit. Mual muntah dan keringat yang berlebihan juga dapat terjadi. Ekspresi afektif yang menunjukkan penderitaan sering terlihat. Perubahan afektif termasuk peningkatan kecemasan, menggeliat, mengerang, menangis dan sering menggunakan isyarat. Nyeri akibat kontraksi bersifat intermiten yang dimulai dari punggung bagian bawah dan menjalar ke abdomen. Intensitas dari kontraksi menjadi semakin sering, lama dan intens. Nyeri dari tekanan dan peregangan saraf, organ dan jaringan serviks, vagina dan perineum semakin sering dan meluas ke waktu istirahat sebagai kemajuan penurunan janin (Rollant, Hamlin & Piotrowski, 2001). 2.2.3 Komponen Rasa Nyeri Persalinan Rasa nyeri memiliki tiga komponen yang terdiri atas stimulus (penyebab nyeri), ambang nyeri (tingkat dimana intensitas nyeri terasa) dan reaksi (cara individu menginterpretasikan nyeri dan bereaksi terhadap nyeri tersebut (Farrer, 2001).
Stimulus nyeri tidak dapat dihilangkan. Beberapa abnormalitas seperti malpresentasi dapat meningkatkan atau memperpanjang stimulus tersebut sehingga menambah potensi keluhan nyeri. Ambang nyeri dalam persalinan dapat diturunkan oleh kurangnya pengertian, rasa takut dan berbagai masalah jasmani seperti demam, kelelahan dan ketegangan. Reaksi terhadap nyeri merupakan
12
respon yang sangat individual. Reaksi tersebut tergantung pada kepribadian, kondisi emosional serta tingkat pemahaman pasien, latar belakang budaya, keluarga dan pendidikan serta pengalaman sebelumnya (Farrer, 2001).
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri Persalinan (1) Budaya Persepsi dan ekspresi terhadap nyeri persalinan dipengaruhi oleh budaya individu. Budaya akan mempengaruhi ibu pada saat bersalin. Penting bagi perawat untuk mengetahui bagaimana kepercayaan, nilai, praktik budaya mempengaruhi seorang ibu dalam mempersepsikan dan mengekspresikan nyeri persalinan (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). (2) Emosi (cemas dan takut) Rasa nyeri yang dialami oleh ibu yang akan melahirkan dapat menyebabkan ketegangan emosi yang semakin memperberat persepsi nyeri selama melahirkan. Nyeri atau kemungkinan nyeri akan menginduksi kecemasan yang dapat berakhir pada kepanikan (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). (3) Pengalaman Melahirkan Pengalaman melahirkan juga dapat mempengaruhi respon ibu terhadap nyeri. Bagi ibu yang mempunyai pengalaman yang menyakitkan dan sulit pada persalinan sebelumnya, perasaan cemas dan takut pada pengalaman lalu akan mempengaruhi sensitifitasnya rasa nyeri. Sebaliknya jika ibu mengalami persalinan yang lalu dimana mekanisme koping yang baik digunakan dalam mengatasi perasaan cemas dan takut saat persalinan,
13
kemungkinan besar ibu akan mampu mengembangkan kemampuannya dalam mengatasi nyeri persalinan (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). (4) Support system Dukungan dari pasangan dan keluarga berperan penting selama persalinan. Dukungan suami dan keluarga selama proses persalinan dapat membantu memenuhi kebutuhan ibu bersalin, juga membantu mengatasi rasa nyeri persalinan (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). (5) Persiapan persalinan Persiapan persalinan tidak menjamin persalinan akan berlangsung tanpa nyeri. Namun, persiapan persalinan diperlukan untuk mengurangi perasaan cemas dan takut akan nyeri persalinan. Ibu dapat memilih berbagai teknik atau metode latihan agar ibu mampu mengatasi ketakutannya (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). (6) Usia Usia mempengaruhi respon nyeri persalinan. Usia seorang wanita yang sangat muda serta yang sangat tua mengeluh nyeri pada persalinan yang lebih tinggi (Patree & Walsh, 2007).
2.2.5 Pengukuran Intensitas Nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologis tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
14
Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri tersebut (Tamsuri, 2006).
Menurut Potter & Perry (2005), beberapa alur yang tersedia untuk mengukur intensitas nyeri pada pasien dewasa yaitu: (1) Skala Nyeri Numerik (Numerical Rating Scale) Skala penilaian numerik lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Penilaian dengan menggunakan skala numerik ini dapat dibagi menjadi beberapa kategori yaitu tidak nyeri (0), nyeri ringan (1-3), nyeri sedang (4-6), nyeri berat (7-9) dan nyeri yang tidak tertahankan (10). (2) Skala Nyeri Deskriptif (Verbal Descriptor Scale) Skala pendeskripsian verbal merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsian ini diurutkan dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan. Alat ini memungkinkan pasien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. (3) Skala Analog Visual (Visual Analog Scale) Skala analog visual merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya. Skala inimemberi pasien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.
15
Gambar 2. Contoh skala nyeri A, Numerik B, Deskriptif verbal, C, Analog visual.
2.2.6 Penatalaksanaan Nyeri Persalinan Penatalaksanaan nyeri melibatkan multidisiplin dan di beberapa pelayanan kesehatan terdapat perawat spesialis atau tim nyeri khusus. Penatalaksanaan holistik mencakup pertimbangan atas aspek fisik, psikologis, emosional, spiritual dan sosial nyeri. Penatalaksanaan ini memerlukan pendidikan bagi petugas kesehatan, pendekatan yang terstuktur, informasi dan pendidikan yang memadai bagi pasien, serta pengkajian secara teratur. Penatalaksanaan mencakup berbagai intervensi yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien (Brooker, 2008).
Secara
umum
penatalaksanaan
nyeri
persalinan
dapat
dibagi
menjadi
penatalaksanaan secara farmakologi dan non farmakologi (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). (1) Penatalaksanaan Nyeri Farmakologi
16
Penatalaksanaan farmakologi terhadap nyeri persalinan pada kala satu meliputi analgesik sistemik dan anastesia blok saraf. Yang termasuk ke dalam analgesik sistemik yaitu senyawa analgesik narkotik, senyawa antagonis-agonis narkotik campuran dan agen pembangkit efek analgesic. Sedangkan contoh dari anastesia blok saraf dapat berupa analgesik epidural lumbar dan blok paraservikal. Pemberian analgesik sistemik harus dilakukan dengan hati-hati pada wanita yang mengalami ketergantungan substansi karena hal ini dapat menimbulkan gejala putus obat. Hal yang sama juga berlaku untuk anastesia epidural lumbar karena dapat menyebabkan hipotensi, kejang atau parastesia dan pasien juga tidak dapat mengedan secara efektif. Anastesia blok paraservikal dapat menimbulkan intoksikasi janin akibat penyerapan obat yang cepat (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
(2) Penatalaksanaan Nyeri Non Farmakologi Terdapat beberapa metode penatalaksanaan nyeri secara farmakologi telah diterapkan yang meliputi metode Dick-Read, metode Lamaze, metode Bradley, teknik ralaksasi dan pernapasan, effleurage dan tekanan sakrum, hidroterapi,
stimulasi
saraf
elektrik per
transkutaneus,
hypnosis,
acupressure, yoga, umpan balik biologis, sentuhan terapeutik dan terapi aroma. Metode ini dikembangkan untuk mengurangi nyeri pada wanita tanpa meningkatkan risiko pada janin atau pada ibu atau mempengaruhi kemajuan persalinan (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Sedangkan Tournaire & Theau-Yonneau (2007) membagi penanganan nyeri
17
persalinan secara non farmakologi atas mind and body intervention (hipnosis), sistem alternatif pada praktek medis (akupresur), manual healing
(masase),
aplikasi
bioelektromagnetik
dan
metode
fisik
(hidroterapi), dan terapi alternatif (aromaterapi).
2.3 Konsep Dasar Hidroterapi 2.3.1 Definisi Hidroterapi Hidroterapi atau terapi air adalah penggunaan air untuk merevitalisasi, memelihara serta memulihkan kesehatan (Wong, 2014). Air digunakan dalam berbagai macam cara sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan pasien serta ketersediaan dari fasilitas terapi. Hidroterapi merupakan suatu komponen dari lingkungan spa, terapi untuk olahraga dan kesehatan (Fritz, 2013).
2.3.2 Sejarah Hidroterapi Terapi air ditemukan oleh manusia sudah bertahun-tahun yang lalu. Hippocrates menggunakan air sebagai minuman untuk menurunkan demam dan mengobati berbagai macam penyakit. Dia juga menekankan nilai dari penggunaan berbagai macam mandi, masing-masing dengan temperatur yang berbeda, sebagai alat terapeutik untuk melawan penyakit. Sebelum ditemukannya antidepresan dan obat stimulan, pengaplikasian panas, hangat dan dingin digunakan untuk stimulasi atau sedai sistem saraf otonom. Pengaplikasian dingin digunakan sebagai terapi syok untuk menyembuhkan depresi. Mandi hangat yang lama berguna untuk mengurangi kecemasan (Fritz, 2013).
18
2.3.3 Kegunaan dan Indikasi Air adalah penyeimbang tubuh natural yang hampir sempurna dan sangat dibutuhkan untuk kehidupan. Air menempati sebagian besar dari berat badan manusia dan dapat berperan pula untuk detoksifikasi bagi tubuh. Air tersedia dalam beberapa macam dan semuanya memiliki kegunaan yang terapeutik. Air dapat digunakan untuk relaksasi atau stimulasi dan meningkatkan sirkulasi. Ini bekerja secara natural, tidak bersifat alergik, tidak mahal dan mudah didapatkan. Tiga bentuk dari air (cairan, uap, dan es) dapat digunakan dalam berbagai temperatur dan cara seperti mandi, kompres, dibungkus, botol air panas, balutan es, kemasan es dan uap (Fritz, 2013).
2.3.4 Keuntungan Hidroterapi Pada studi yang dilakukan oleh Tournaire & Theau-Yonneau (2007) menyebutkan bahwa pasien yang menggunakan air rendaman saat kala satu fase aktif persalinan menunjukkan pengurangan nyeri yang signifikan dibandingkan dengan yang tidak menggunakan. Pada penelitian juga didapatkan nilai Apgar yang tidak berbeda secara signifikan. Kepuasan pasien terhadap cara melahirkan dengan hidroterapi ini dilaporkan mengalami peningkatan kepuasan, harga diri, penurunan nyeri dan relaksasi.
2.3.5 Jenis-jenis Hidroterapi Jenis-jenis hidroterapi menurut Pizzorno & Murray (2013) : (1) Kompres
19
Penggunaan kompres dibagi menjadi empat macam yaitu panas, dingin, hangat serta penggunaan hangat dan dingin. Bahan tersebut diaplikasikan menggunakan pakaian atau alat kompres lainnya, yang diperas sesuai kelembapan yang diinginkan dan diletakkan pada bagian permukaan tubuh. Kompres tunggal terdiri atas satu lapis dari bahan basah, sedangkan kompres dobel yaitu salah satu dari bahan basah tertutupi oleh material kering seperti wol, yang berguna untuk mencegah kedinginan akibat evaporasi atau radiasi. a) Kompres dan kemasan dingin Kompres dingin ini dapat dibuat dari kain yang diperas dari air dingin atau es dan diaplikasikan pada tubuh. Beberapa orang juga sering menambahkan bahan-bahan herbal untuk membuat efek yang spesifik dari kompres. Kemasan dingin digunakan dengan tujuan untuk mendinginkan jaringan secara agresif. Kemasan ini biasanya dibuat dari es yang dihancurkan atau kemasan gel yang biasanya dijual yang telah disimpan dalam freezer. Kemasan dan kompres dingin mempunyai kegunaan utama yaitu untuk vasokontriksi baik lokal maupun sistemik. Ini juga dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi kongesti, menurunkan tekanan darah, mencegah edema setelah luka, mencegah inflamasi dan mengurangi nyeri akibat kongesti. b) Kompres hangat dan fomentasi Kompres hangat dan fomentasi merupakan pengaplikasian sesuatu yang hangat secara berkepanjangan pada area lokal tubuh. Fomentasi adalah
20
bentuk yang khusus dari kompres hangat yang memberikan pemajanan berkepanjangan pada temperatur yang lebih tinggi. Kompres hangat adalah suatu tindakan pemberian kompres hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi nyeri dan mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot serta memberikan rasa nyaman (Uliyah, 2008). Kompres hangat memiliki beberapa efek terapeutik. Pada beberapa keadaan seperti nyeri yang disebabkan oleh spasme, kompres hangat ini dapat menimbulkan efek analgesik. Bahan tersebut juga membuat peningkatan tekanan darah dengan menurunkan kongesti internal. Penggunaan yang singkat kompres hangat secara adekuat, efek stimulasi akan didapatkan. Ini dapat digunakan untuk meningkatkan tekanan darah sebagian,
menstimulasi
fungsi
organ
dan
untuk
menimbulkan
kehangatan dan relaksasi dari jaringan. Kompres hangat dapat digunakan juga untuk efek sedatif dalam penyembuhan insomnia, ketegangan saraf dan spasme otot ringan. Kompres hangat dapat juga diaplikasikan secara langsung pada permukaan kulit dengan tidak melukai ataupun mengejutkan pasien. Saat menerapkannya pada lansia atau mereka dengan kerusakan fungsi neurologis, edema atau penurunan sirkulasi, hal ini harus dilakukan secara hati-hati. Fomentasi umumnya diaplikasikan pada temperatur yang tidak ditoleransi oleh kulit dan oleh sebab itu harus diaplikasikan di atas handuk mandi.
21
c) Kompres dingin dobel Terdiri atas kompres dingin yang dibungkus dengan lapisan dari bahan yang kering seperti kain flanel atau wol yang dibiarkan pada kulit sampai menjadi hangat. Kompres ini biasanya digunakan pada pasien dengan infeksi saluran pernapasan atas seperti bronkitis, influenza, pneumonia dan pembengkakan kelenjar getah bening pada daerha leher. d) Perpaduan antara kompres hangat dan dingin Salah satu cara untuk meningkatkan aliran darah adalah dengan menggunakan air hangat dan dingin secara bergantian. Kompres ini dimulai dengan kompres hangat 3-5 menit, kemudian diganti dengan kompres dingin 30-90 detik. Prosedur diulang 3-5 kali dan selalu diakhiri dengan dingin. Tindakan ini sangat efektif untuk menghilangkan pembengkakan pada sendi setelah terluka atau tindakan operasi. (2) Mandi Mandi adalah merendam seluruh atau sebagian badan pada air pada berbagai temperatur antara lain dingin, hangat, netral dan kontras. Air mandi tersebut dapat ditambahkan substansi lain seperti garam, mineral, bahan herbal atau obat-obatan. Selain efek termal, pada perendaman tubuh dalam air, tekanan hidrostatik diberikan juga pada permukaan tubuh yang mempunyai efek meningkatkan aliran vena dan limfa dari periperal dan meningkatkan produksi urin. (3) Cold Friction Rubs
22
Cold Friction Rubs atau pembersihan dilakukan dengan menggosok tubuh dengan langkah-langkah yang telah ditetapkan dengan air dingin. Kegunaan utama dari terapi ini adalah sebagai tonik. Biasanya dapat digunakan pada kondisi keletihan setelah operasi atau setelah dilakukan pengaplikasian panas, seperti sauna dan mandi hangat. (4) Hidroterapi Konstitusional Hidroterapi konstitusional dikembangkan oleh O.G Carroll sebagai sebuah aplikasi hangat pertama, kemudian dingin pada badan baik depan maupun belakang dengan stimulasi elektrik tegangan rendah untuk menambah efek dari aplikasi air. (5) Lembaran basah dalam kemasan Lembaran basah dalam kemasan merupakan salah satu hidroterapi yang paling sering digunakan. Terapi ini dapat dilakukan baik itu di kantor atau sebagai terapi rumahan jika tersedia petunjuk yang benar. Ini membutuhkan waktu kira-kira 1-3 jam sesuai kebutuhan dari pasien. (6) Irigasi kolon Hidroterapi kolon yaitu penggunaan air hangat yang dialirkan melalui usus untuk membantu eliminasi feses. Terapi ini merupakan terapi yang utama pada kasus konstipasi kronis dan maningkatkan motilitas usus atau sebagai bagian dari alat detoksifikasi pendukung pengeluaran toksin dalam saluran pencernaan. (7) Sauna
23
Sauna dapat dibedakan atas kering atau basah sesuai dengan sumber panasnya dan sebuah terapi hiperdermik yang umum. Sauna uap menggunakan air sebagai sumber dari panasnya. Sauna juga juga memiliki kegunaan sebagai alat detoksifikasi pendukung pengeluaran toksin dalam kulit.
2.4 Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Intensitas Nyeri Kala I Fase Aktif Persalinan Nyeri persalinan pada kala satu disebabkan oleh dua hal yaitu, kontraksi rahim yang menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks serta iskemia rahim (penurunan aliran darah sehingga terjadi defisit oksigen lokal) akibat kontraksi meometrium. Impuls rasa nyeri pada kala satu persalinan ditransmisi melalui segmen saraf spinalis T11-12 dan saraf-saraf asesori torakal bawah serta saraf simpatik lumbar atas. Saraf-saraf ini berasal dari korpus uterus dan serviks. Nyeri ini mulai dari bagian bawah abdomen dan menyebar ke daerah lumbar punggung dan menurun ke paha (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Nyeri akibat perubahan serviks dan iskemia rahim merupakan nyeri viseral. Pada dasarnya, semua nyeri viseral dijalarkan melalui serabut saraf nyeri kecil tipe C, sehingga hanya dapat menjalarkan rasa nyeri tipe pegal, pedih. Nyeri viseral akibat iskemia terbentuk dari produk akhir metabolik yang bersifat asam atau yang dihasilkan oleh jaringan. Nyeri yang timbul akibat viskus spastik dicetuskan dalam bentuk kram, dengan rasa nyeri yang menghebat dan kemudian menghilang. Proses ini berlanjut secara berulang , timbulnya setiap beberapa menit sekali. Timbulnya siklus berulang tersebut disebabkan oleh perulangan
24
kontraksi otot polos (Guyton & Hall, 2007). Biasanya pasien mengalami rasa nyeri ini hanya selama kontraksi dan bebas dari rasa nyeri pada interval antar kontraksi (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Kompres hangat adalah salah satu teknik stimulasi kulit yang dapat memberikan efek penurunan nyeri yang efektif. Cara kerja dari stimulasi kutaneus khususnya kompres hangat ini adalah dapat menyebabkan pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Teori gate control mengatakan bahwa stimulasi kutaneus mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A berdiameter kecil. Gerbang sinaps menutup transmisi impuls nyeri. Selain itu, stimulasi kutaneus ini merupakan teknik integrasi sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf otonom. Apabila individu mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, maka akan muncul respon relaksasi (Potter & Perry, 2005).