BAB II TINJAUAN KASUS
A. Pengertian Post (pasca) adalah sesudah atau setelah. (www.Google.com) Partum (partus) adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang mampu hidup diluar rahim melalui jalan lahir biasa. (Rustam, 1998) Partus dianggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala dan persalinan selesai dalam 24 jam. (Bobak,2005) Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa post partum spontan adalah masa atau periode sesudah wanita melahirkan janinnya yang mampu hidup diluar rahim melalui jalan lahir biasa tanpa adanya komplikasi.
B. Anatomi Reproduksi Wanita Wiknjosastro, 2005 mengemukakan bahwa anatomi alat kandungan dibedakan menjadi 2 yaitu; genetalia eksterna dan genetalia interna.
1. Genetalia Eksterna
Gambar 2.1 Anatomi Genetallia Eksterna, Wiknjosastro, 1999 a. Vulva Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia eksterna. Kata ini berarti penutup atau pembungkus. Vulva membentang dan mons pubis disebelah anterior hingga perineum di sebelah posterior pada masing-masing sisinya yang dibatasi oleh labia mayora. b. Mons Pubis Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang di atas sinfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar dan ikal pada masa pubertas. Mons pubis berperan dalam sensualitas dan melindung simfisis pubis selama koitus (hubugan seksual).
7
c. Labia Mayora Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengelilingi labia minora, berakhir di perineum pada garis tengah. d. Labia Minora Labia minora terletak diantara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette. e. Klitoris Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris di namai glans dan lebih sensitif dari pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris membesar. f. Vestibulum Vestibulum adalah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak diantara labia minora, klitoris dan fourchette.
8
g. Perineum Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm. Perineum membentuk dasar badan perineum. 2. Genetalia Interna
Gambar 2.2 Anatomi Genetalia Interna, Rustam, 1998
a. Vagina Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas. Merupakan tabung yang di lapisi membran dari jenis epitelium bergaris khusus yang di aliri banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina, panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior sekitar 9 cm. Pada puncak vagina menonjol leher rahim ( serviks uteri ) yang disebut porsio. Bentuk vagina sebelah dalam berlipat-lipat disebut rugae.Dinding vagina terdiri atas 4 lapisan: 1.) Lapisan epitel gepeng berlapis: pada lapisan
9
ini tidak terdapat kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk memberikan kelembaban; 2.) Jaringan konektifareoler yang di pasok pembuluh darah; 3.) Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler; 4.) Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih yang bercampur dengan facia pelvis b. Uterus Uterus merupakan organ muskular yang berongga, berdinding tebal, berotot berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis antara rectum di belakang dan kandung kemih didepan, ototnya disebut miometrium. Uterus terapung di dalam pelvis dengan jaringan ikat dan ligament. Panjang uterus kurang lebih 7,5 cm, lebar 5 cm, tebal atau kedalaman 2,5 cm, dan berat 50 gr. Pada rahim wanita yang belum pernah menikah ( bersalin
), panjang uterus adalah 5-8 cm dan
beratnya 30-50 gr. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri tekan, licin, dan teraba padat. Ligamen dan otot dasar pelvis menopang uterus, termasuk badan perineum, secara keseluruhan ada 10 ligamen yang menstabilisasi uterus didalam rongga pelvis, diantaranya : 1) Ligamentum kardinale kiri dan kanan, berfungsi mencegah supaya uterus tidak turun; 2) Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan, berfungsi menahan uterus supaya tidak banyak bergerak; 3) Ligamentum rotundum kiri dan kanan, berfungsi menahan uterus agar tetap dalam keadaan antofleksi; 4) Ligamentum latum kiri dan kanan,
10
ligamentum yang meliputi tuba; 5) Ligamentum infundibulo pelvikum, ligamen yang berfungsi menahan tuba fallopi. 1). `Uterus terdiri dari : a) Fundus Uteri ( dasar rahim ) merupakan bagian uterus yang terletak antara kedua pangkal saluran telur; b) Korpus Uteri merupakan bagian uterus yang terbesar pada kehamilan, bagian ini berfungsi sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim; c) Serviks Uteri merupakan ujung serviks yang menuju puncak vagina dan di sebut porsio, hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum. 2). Dinding uterus terdiri dari : a) Endometrium merupakan lapisan dalam uterus yang mempunyai arti penting dalam siklus haid. Seorang
wanita
pada
masa
reproduksi,
pada
kehamilan
endometrium akan menebal dan pembuluh darah bertambah banyak, hal ini diperlukan untuk memberi makanan pada janin; b) Miometrium atau Lapisan otot polos merupakan lapisan yang paling tebal, tersusun sedemikian rupa sehingga dapat mendorong isinya keluar pada waktu persalinan. Kontraksi serabut-serabut otot polos yang saling menjalin dan mengelilingi pembuluh darah ini juga mengontrol kehilangan darah setelah aborsi atau persalinan. Sesudah plasenta lahir uterus akan mengalami pengecilan sampai keukuran normal sebelumnya; c) Peritoneum parietalis merupakan suatu membran serosa yang melapisi seluruh korpus uteri, kecuali
11
seperempat poermukaan anterior bagian bawah, dimana terdapat kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan bedah pada uterus dapat dilakukan tanpa perlu membuka rongga abdomen karena peritoneum parietalis tidak menutupi seluruh korpus uteri. Fungsi uterus : 1) Saat siklus menstruasi, 2) Saat kehamilan, 3) Saat Persalinan, untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan, sebutir ovum yang keluar dari ovarium dihantarkan melalui tuba uterina ke uterus, pembuahan ovum secara normal terjadi di dalam tuba uterina, endometrium disiapkan untuk menerima ovum yang telah dibuahi dan ovum tertanam dalam endometrium. Pada waktu hamil uterus bertambah besar, dindingnya menjadi tipis tetapi kuat dan besar sampai keluar pelvis masuk ke dalam rongga abdomen pada masa pertumbuhan janin. Pada saat melahirkan uterus berkontraksi mendorong bayi dan plasenta keluar. c. Tuba Fallopi Tuba fallopi juga dikenal dengan istilah oviduct ( saluran telur ) dan kadang-kadang disebut tuba uteri. Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uteri. Tuba ini memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas ligamen lebar dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan diameter 0,6 cm. Setiap tuba mempunyai lapisan peritoneum di bagian luar, lapisan otot tipis dibagian tengah, dan lapisan mukosa dibagian dalam. Tuba fallopi
12
terdiri atas: 1) Infundibulum, merupakan bagian yang paling distal. Muaranya yang berbentuk seperti terompet dikelilingi oleh fibria. Fibria menjadi bengkak dan hampir erektil saat ovulasi; 2) Ampula, membangun segmen distal dan segmen tengah tuba. Sperma dan ovum bersatu dan fertilisasi terjadi ampula; 3) Istmus, terletak proksimal terhadap ampula. Istmus kecil dan padat, sangat mirip ligamentum teres uteri; 4) Interstisial, melewati miometrium antara fundus dan korpus uteri dan mempunyai lumen berukuran paling kecil (terowongan), berdiameter kurang dari 1 mm. Sebelum ovum yang dibuahi dapat melewati lumen ini, ovum tersebut harus melepaskan sel-sel granulosa yang membungkusnya. d. Ovarium Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari yang terletak di kanan dan kiri-uterus di bawah tuba uteri dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi. Ovarium mempunyai 3 fungsi: 1) Memproduksi ovum (Menyelenggarakan ovulasi); 2) Memproduksi hormon estrogen; 3) Memproduksi progesteron. Ovulasi yaitu pematangan folikel graaf dan mengeluarkan ovum. Bila folikel graf robek maka terjadi perdarahan yang kemudian terjadi penggumpalan darah pada ruang folikel.
13
Ovarium disebut juga indung telur, didalam ovarium ini terdapat jaringan bulbus dan jaringan tubulus yang menghasilkan telur (ovum) dan ovarium ini hanya terdapat pada wanita, letaknya didalam pelvis disebelah kiri kanan uterus, membentuk, mengembangkan serta melepaskan ovum dan menimbulkan sifat-sifat kewanitaan. Bentuknya bulat telur, beratnya 5-6 gram. Bagian dalam ovarium disebut medula ovari dibuat dari jaringan ikat. Jaringan yang banyak mengandung kapiler darah dan serabut kapiler saraf. Bagian luar bernama korteks ovari, terdiri dari folikel-folikel yaitu kantong-kantong kecil yang berdinding epitelium dan berisi ovum. Kelenjar ovarika terdapat pada wanita, terletak pada ovarium disamping kiri dan kanan uterus, yang menghasilkan hormon progesteron dan estrogen. Hormon ini dapat mempengaruhi kerja untuk menentukan sifat-sifat kewanitaan. Berangsur-angsur menjelang akhirkehamilan, namun fungsi prolaktin dalam memicu laktasi disupresi sampai sesudah plasenta dilahirkan dan kadar estrogen menurun.
14
C. Adaptasi Fisiologi dan Psikologi Ibu Post Partum Bobak, Lowdermik dan Jensen, 2004 menyatakan bahwa periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester ke empat kehamilan. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal dimana proses – proses pada kehamilan berjalan terbalik. Berikut adalah perubahan atau adaptasi anatomi dan fisiologi serta psikologis wanita setelah melahirkan. 1. Adaptasi fisiologi ibu post partum a. Perubahan system reproduksi 1). Involusio Uteri Segera setelah pengeluaran plasenta, fundus korpus uteri yang berkontraksi terletak kira-kira di pertengahan antara umbilicus dan simfisis, atau sedikit lebih tinggi. Korpus uteri sekarang sebagian besar terdiri dari miometrium yang dibungkus oleh serosa dan dilapisi oleh desidua. Dinding anterior dan posterior, berada pada posisi erat (menempel), masing-masing tebalnya 4-5 cm. karena pembuluh darah tertekan karena kontraksi miometrium, uterus nifas pada potongan tampak iskemik. Selama 2 hari berikutnya, uterus masih tetap pada ukuran yang sama dan kemudian mengerut, sehingga dalam 2 minggu organ ini telah turun ke rongga panggul sejati dan tidak dapat lagi teraba di atas simfisis. Normalnya organ ini mencapai ukuran tak hamil seperti
15
semula ddalam waktu sekitar 4 minggu. Proses tersebut berjalan sangat cepat. Uterus yang baru saja melahirkan mempunyai berat sekitar 1 kg. karena involusio, 1 minggu kemudian beratnya sekitar 500 gr, pada akhir minggu kedua turun menjadi 300 gr, dan segera sesudahnya menjadi 100 gr atau kurang. Jumlah total sel otot tidak berkurang banyak, namun, sel-selnya sendiri jelas sekali berkurang ukurannya. Involusio rangka janngan penyambung terjadi sama cepatnya. Karena
pelepasan
plasenta
dan
membran-membran
terutama mengikutsertakan lapisan spongiosa desidua, bagian basal desidua tetap
ada di uterus. Desidua yang tersisa mempunyai
variasi ketebalan yang menyolok, gambaran bergerigi yang tidak teratur dan terinfiltasi oleh darah khususnya di tempat plasenta. 2). Kontraksi uterus Intensitas kontraksi uteri menyangkut secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intra uterin yang sangat besar. Hormone yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembalut darah dan hemostrak. Selama 1 sampai 5 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama
16
masa ini, biasanya suntikan oksitosin ( pitosin ) secara intravena atau intra muskuler di berikan segera setelah plasenta keluar dan mempakan sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium berkembang dari proliferasi sisa-sisa kelenjar endometrium dan stoma jaringan penyambung antar kelenjar tersebut. Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat, kecuali di tempat plasenta. Di tempat lain, permukaan bebas tertutup oleh epitel dalam satu minggu atau 10 hari dan seluruh endometrium pulih dalam minggu ketiga. 3). Involusi Tempat Plasenta Ekstrusi lengkap tempat plasenta perlu waktu sampai 6 minggu. Proses ini mempunyai kepentingan klinik yang besar, karena kalau proses ini terganggu, mungkin terjadi pendarahan nifas yang lama. Segera setelah kelahiran, tempat plasenta kira-kira berukuran sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat ukurannya mengecil. Pada akhir minggu kedua, diameternya 3-4 cm. Segera setelah berakhimya persalinan, tempat plasenta normalnya terdiri dari banyak pembuluh darah yang mengalami trombosis yang selanjutaya mengalami organisasi thrombus secara khusus. Kalau involusio tempat plasenta yang meliputi peristiwa ini, setiap kehamilan
akan
meninggalkan
jaringan
parut
fibrosa
di
endometrium dan miometruim di bawahnya, yang akhirnya membatasi jumlah kehamilan yang akan datang. Namun luka bekas
17
placenta tidak meninggalkan jaringan parut, hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan endometrium di bawah permukaan luka. 4). Perubahan di Serviks dan Segmen Bawah Uterus Segera setelah selesai kala ketiga persalinan, serviks dan segmen bawah uteri menjadi struktur yang tipis, kolap dan kendur. Tapi luar serviks, yang tadinya menjadi os ekstema biasanya mengalami laserasi, khusus nya sebelah lateral. Mulut serviks mengecil perlahan-lahan. Selama beberapa hari, segera setelah persalinan, mulutnya dengan mudah dimasuki dua jari, tetapi pada akhir minggu pertama, telah menjadi sedemikian sempit sehingga sulit untuk memasukan satu jari. Sewaktu mulut serviks sempit, serviks menebal dan salurannya terbentuk kembali. Tetapi setelah selesai involusi os eksterna agak lebih lebar dan secara tipikal depresi bilateral di tempat laserasi masih tetap sebagai perubahan permanent yang menandai serviks parus. Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah uterus yang sangat tipis berkontraksi dan beretraksi tetapi tidak sekuat korpus uteri. Dalam perjalanan beberapa minggu, segmen bawah diubah dari struktur yang jelas-jelas cukup besar untuk memuat kebanyakan kepala janin cukup bulan menjadi isthmus uteri yang hampir tidak dapat dilihat yang terletak diantara korpus uteri di atas dan os interna serviks di bawah.
18
5). Vagina dan Pintu Keluar Vagina Vagina dan pintu keluar vagina pada bagian pertama masa nifas membentuk lorong berdinding lunak dan luas yang ukurannya secara perlahan mengecil tetapi jarang sekali kembali ke ukuran nullipara. Rugae terlihat kembali pada minggu ketiga. Hymen muncul sebagai beberapa potong jaringan kecil, yang selama proses sikatrisasi diubah menjadi carunculae mirtiformis yang khas pada wanita yang pernah melahirkan. 6). Perubahan di Perineum dan Dinding Abdomen Ketika miometrium berkontraksi dan beretraksi setelah kelahiran, dan beberapa hari sesudahnya, peritoneum yang membungkus sebagian besar uterus dibentuk menjadi lipatanlipatan dan kerutan-kerutan. Ligamentum ratum dam rotundum jauh lebih kendor daripada kondisi tidak hamil, dan mereka memerlukan waktu yang cukup lama untuk kembali dari peregangan dan pengendoran yang telah dialaminya selama kehamilan tersebut Sebagai akibat putusnya serat-serat elastic kulit dan distensi yang
berlangsung lama akibat besarnya uterus hamil, dinding
abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan. Kecuali striae keperak-perakan, dinding abdomen biasanya kembali ke keadaan sebelum hamil, tetapi kalau otot-ototnya atonik, mungkin abdomen akan tetap
19
kendor. Mungkin ada pembelahan muskulus rektus yang jelas, atau diastasis. Pada keadaan ini, dinding abdomen disekitar garis tengah hanya dibentuk oleh peritoneum, fasia tipis, lemak subkutan dan kulit. 7). Lokhea Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir sering kali disebut lokhea, lokhea mula-mula berwarna merah kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lokhea rubra terutama mengandung darah dan debris desidua serta debris hipofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah muda atau coklat ( setelah 3 sampai 4 hari lokia serosa ) Lokhea serosa terdiri dari darah lama ( old blood ), serum, leukosit dan debris jaringan. Sekitar10 hari setelah bayi lahir warna cairan ini menjadi kuning sampai putih ( lokia alba ) Sampai alba mengandung leukosit desidua, sel epitel, mucus, serum dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir. b. Perubahan Kelenjar Mama 1). Laktasi Pada hari kedua postpartum sejumlah kolostrum, cairan yang disekresi payudara selama lima hari pertama setelah kelahiran bayi, dapat diperas dari putting susu.
20
2). Kolostrum Dibanding dengan susu matur yang akhirnya disekresi oleh payudara, kolostrum mengandung lebih banyak protein, yang sebagian besar adalah globulin, dan lebih banyak mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Meskipun demikian kolostrum mengandung globul lemak agak besar di dalam yang disebut korpustel kolostrum, yang oleh beberapa ahli dianggap merupakan sel-sel epitel yang telah mengalami degenerasi lemak dan oleh ahli lain dianggap sebagai fagosit mononuclear yang mengandung cukup banyak lemak. Sekresi kolostrum bertahan selama sekitar lima hari, dengan perubahan bertahap menjadi susu matur. Antibody mudah ditemukan dalam kolostrum.
Kandungan
immunoglobulin A mungkin memberikan perlindungan pada neonatus melawan infeksi enteric. Factor-faktor kekebalan hospes lainnya, juga immunoglobulin -immunoglobulin, terdapat di dalam kolostrum manusia dan air susu. Factor ini meliputi komponen komplemen, makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoksidase, dan lisozim. 3). Air susu Komponen utama air susu adalah protein, laktosa, air dan lemak. Air susu isotonic dengan plasma, dengan laktosa bertanggung jawab terhadap separuh tekanan osmotic. Protein utama di dalam air susu ibu disintesis di dalam reticulum endoplasmic kasar sel sekretorik alveoli. Asam amino esensial
21
berasal dari darah, dan asam- asam amino non-esensial sebagian berasal dari darah atau disintesis di dalam kelenjar mamae. Kebanyakan protein air susu adalah protein-protein unik yang tidak ditemukan dimanapun. Juga prolaktin secara aktif disekresi ke dalam air susu. Perubahan besar yang terjadi 30-40 jam postpartum antara lain peninggian mendadak konsentrasi laktosa. Sintesis laktosa dari glukosa didalam sel-sel sekretorik alveoli dikatalisis oleh lactose sintetase. Beberapa laktosa meluap masuk ke sirkulai ibu dan mungkin disekresi oleh ginjal dan ditemukan di dalam urin kecuali kalau digunakan glukosa oksidase spesifik dalam pengujian glikosuria. Asam-asam lemak disintetis di dalam alveoli dari glukosa. Butir-butir lemak disekresi dengan proses semacam apokrin. Semua vitamin kecuali vitamin K ada di dalam susu manusia tetapi dalam jumlah yang berbeda. Kadar masing-masing meninggi dengan pemberian makanan tambahan pada ibu. Karena ibu tidak menyediakan kebutuhan bayi akan vitamin K, pemberian vitamin K pada bayi segera setelah lahir ada manfaatnya untuk mencegah penyakit perdarahan pada neonatus. Air susu manusia mengandung konsentrasi rendah besi. Tetapi, besi di dalam air susu manusia absorpsinya lebih baik dari pada besi di dalam susu sapi. Simpanan besi ibu tampaknya tidak
22
mempengaruhi jumlah besi di dalam air susu. Kelenjar mamae, seperti kelenjar tiroid, menghimpun iodium, yang muncul di dalam air susu. (Cunningham, 2005) c. Perubahan system Pencernaan Wanita mungkin menjadi lapar dan siap makan kembali dalam 1 jam atau 2 jam setelah melahirkan. Konstipasi dapat terjadi pada masa nifas awal dikarenakan
kekurangan
bahan
makanan selama
persalinan dan pengendalian pada fase defekasi. d. Perubahan system perkemihan Pembentukan air seni oleh ginjal meningkat, namun ibu sering mengalami kesukaran dalam buang air kecil, karena : 1). Perasaan untuk ingin BAK ibu kurang meskipun bledder penuh 2). Uretra tersumbat karena perlukaan/udema pada dindingnya akibat oleh kepala bayi 3). Ibu tidak biasa BAK dengan berbaring 4). Penebalan Sistem Muskuloskeletal Adanya
garis-garis
abdomen
yang
tidak
akan
pernah
menghilang dengan sempurna. Dinding abdomen melunak setelah melahirkan karena meregang setelah kehamilan. Perat menggantung sering dijumpai pada multipara.
23
e. Perubahan Sistem Endokrin Kadar hormone-hormon plasenta, hormone plasenta laktogen (hpl) dan chorionia gonadotropin (HCG), turun dengan cepat dalam 2 hari, hpl sudah tidak terdeteksi lagi. Kadar estrogen dan progesterone dalam serum turun dengan cepat dalam 3 hari pertama masa nifas. Diantara wanita menyusui, kadar prolaktin meningkat setelah bayi disusui. f. Perubahan Tanda-tanda Vital Suhu badan wanita in partu tidak lebih dari 37,2°C. Setelah partus dapat naik 0,5°C dari keadaan normal, tetapi tidak melebihi 38,0°C sesudah 12 jam pertama melahirkan. Bila >38,0°C mungkin ada infeksi. Nadi dapat terjadi bradikardi, bila takikardi dan badan tidak panas dicurigai ada perdarahan berlebih/ada vitrum korelis pada perdarahan. Pada beberapa kasus ditemukan hipertensi dan akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain dalam kira-kira 2 bulan tanpa pengobatan. g. Perubahan system kardiovaskuler Sistem kardiovaskuler pulih kembali ke keadaan tidak hamil dalam tempo 2 minggu pertama masa nifas. Dalam 10 hari pertama setelah melahirkan peningkatan factor pembekuan yang terjadi selama kehamilan masih menetap namun diimbangi oleh peningkatan aktifitas fibrinolitik.
24
h. Perubahan Sistem Hematologik Leukocytosis yang dianggap sel-sel darah putih berjumlah 15.000 selama persalinan, selanjutnya meningkat sampai 15.000 30.000 tanpa menjadi patologis jika wanita tidak mengalami persalinan yang lama/panjang. Hb, Hct, dan eritrosit jumlahmya berubah-ubah pada awal masa nifas 2. Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologi ibu post partum dibagi menjadi 3 fase yaitu : a. Fase taking in / ketergantungan Fase ini di dimulai hari ke 1 dan hari ke 2 setelah melahirkan dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan Fase ini dimulai pada hari ke tiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu ke 2 dan ke 5 sampai hari ke 3 ibu siap menerima barunya dan tentang hal-hal baru, pada tahap ini sistem pendukung sangat berarti bagi ibu muda yang melahirkan sumber informasi sehingga pada tahap ini sangat tepat untuk memberikan penyuluhan c. Fase letting go / saling ketergantungan Fase ini dimulai sekitar minggu ke 5 sampai ke 6 setelah kelahiran keluaran baru. Secara fisik ibu mampu menerima tanggung jawab normal dan tidak lagi menerima peran sakit.
25
D. Tanda – Tanda bahaya Post Partum Berikut ini adalah tanda-tanda bahaya pada ibu post partum menurut DEPKES RI 1995 : 1. Perdarahan vagina yang hebat atau tiba-tiba bertambah banyak 2. Pengeluaran vagina yang baunya menusuk 3. Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung 4. Sakit kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan 5. Pembengkakan di wajah/tangan 6. Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak badan 7. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit 8. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang sama 9. Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki 10. Merasa sedih, merasa tidak manipu mengasuh sendiri bayinya/diri sendiri 11. Merasa sangat letih/nafas terengah-engah
E. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum Penatalaksaan pada ibu post partum meliputi perwatan ibu post partum dan bayinya.Pada pendekatan ini perawat dilatih untuk memberikan perawatan yang terbaik bagi ibu dan bayinya. Berikut ini adalah penatalaksanaan bagi ibu post partum menurut Bobak, Lowdermilk, Jensen 2004 Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka dengan baik. Penolong harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam post
26
partum, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Delapan jam post partum harus tidur telentang untuk mencegah perdarahan post partum. Sesudah 8 jam, pasien boleh miring ke kanan atau ke kiri untuk mencegah trombhosis. Ibu dan bayi dapat ditempatkan dalam satu kamar. Pada hari seterusnya dapat duduk dan berjalan. Diet yang diberikan haras cukup kalori, protein, cairan serta banyak buah-buahan. Miksi atau berkemih harus secepatnya dapat dilakukan sendiri, bila pasien belum dapat berkemih sendiri sebaiknya dilakukan kateterisasi. Defekasi harus ada dalam 3 hari post partum. Bila ada obstipasi dan timbul komprestase hingga vekal tertimbun di rektum, mungkin akan terjadi febris. Bila hal ini terjadi dapat dilakukan klisma atau diberi laksan per os. Bila pasien mengeluh adanya mules, dapat diberi analgetika atau sedatif agar dapat istirahat. Perawatan mamae harus sudah dirawat selama kehamilan, areola dicuci secara teratur agar tetap bersih dan lemas, setelah bersih barulah bayi disusui.
F. Pengkajian Fokus Suatu pengkajian fisik lengkap termasuk pengukuran tanda-tanda vital, dilakukan pada saat masuk ke unit pasca partum. Selain itu komponen pengkajian awal yang lain yang perlu dikaji pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah sebagai berikut : 1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan a. Bagaimana keadaan ibu saat ini ? b. Bagaimana perasaan ibu setelah melahirkan ?
27
2. Pola nutrisi dan metabolik a. Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ? b. Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ? c. Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ? d. Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ? 3. Pola aktivitas dan istirahat a. Apakah ibu tampak kelelahan, keletihan ? b. Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ? c. Apakah ibu tampak mengantuk ? 4. Pola eliminasi a. Apakah ada diuresis pasca persalinan ? b. Adakah nyeri dalam BAB pasca persalinan ? (Cunningham, 2005) 5. Neuro sensori a. Apakah ibu merasa tidak nyaman ? b. Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ? c. Bagaimana nyeri yang ibu rasakan ? d. Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ? e. Apakah nyerinya mengganggu aktivitas dan istirahatnya ? 6. Pola persepsi dan konsep diri a. Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini b. Adakah
permasalahan
yang
berhubungan
dengan
perubahan
penampilan tubuhnya saat ini ?
28
7. Pemeriksaan fisik a. Keadaan Umum 1). Pemeriksaan TTV 2). Pengkajian tanda-tanda anemia 3). Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis 4). Pemeriksaan reflek 5). Kaji adanya varises 6). Kaji CVAT (cortical vertebra area tenderness) b. Payudara 1). Pengkajian daerah areola (pecah, pendek, rata) 2). Kaji adanya nyeri tekan 3). Kaji adanya abses 4). Observasi adanya pembengkakan atau ASI terhenti 5). Kaji pengeluaran ASI c. Abdomen atau Uterus 1). Observasi posisi uterus atau tinggi fundus uteri 2). Kaji adanya kontraksi uterus 3). Observasi ukuran kandung kemih d. Vulva atau Perineum 1). Observasi pengeluaran lokhea 2). Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi 3). Kaji adanya pembengkakan 4). Kaji adanya luka 5). Kaji adanya hemoroid
29
8. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan darah Beberapa uji laboratorium bias segera dilakukan pada periode pasca partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada partum untuk mengkaji kehilangan darah pada saat melahirkan. b. Pemeriksaan urin Pengambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau dengan teknik pengambilan bersih (clean – cath) specimen ini dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika cateter indwelling dipakai selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di kaji untuk menentukan status rubella dan rhesus dan kebutuhan therapy yang mungkin. (Bobak,2004)
30
G. Pathway
Cunningham, 2005 Bobak, 2004Pathway 31
H. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan laserasi atau trauma jalan lahir. (Doenges, 2001) 2. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui. (Bobak, 2004) 3. Resiko infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang cara perawatan ibu post partum. (Carpenito, 1998) 4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi. (Bobak, 2004) 5. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan adanya hemoragi. (Doenges, 2001)
I. Intervensi keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan laserasi atau trauma jalan lahir. (Doenges, 2001) a. Tujuan : Nyeri pasien berkurang / hilang atau terkontrol. b. Kriteria hasil : - Klien menyatakan tidak nyeri - Klien menyatakan nyaman - Skala nyeri berkurang - Klien dapat beraktivitan tanpa merasa nyeri. - Ekspresi klien nyaman. c. Fokus intervensi dan rasional 1). Kaji karakteristik nyeri, tingkat nyeri, tempat nyeri, skala nyeri.
32
Rasional : Mengetahui seberapa berat nyeri yang dialami pasien 2). Inspeksi daerah perineum dan daerah episiotomi. Perhatikan adanya oedem, nyeri tekan lokal, purulen. Rasional : Mengetahui apakah ada tanda-tanda peradangan daerah sekitar vulva. 3). Ajarkan dan anjurkan relaksasi Rasional : Relaksasi dapat mengurangi penegangan otot didaerah vagina dan perut. 4). Anjurkan klien berbaring mengurangi aktivitas. Rasional : Istirahat dapat meminimalkan terjadinya peningkatan skala nyeri 5). Kolaborasi pemberian analgetik. Rasional : Analgetik dapat mengurangi nyeri
2. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui. (Bobak, 2004) a. Tujuan : Pasien mengetahui tentang cara perawatan payudara bagi ibu menyusui b. Kriteria hasil : - Klien mengetahui cara merawat payudara bagi ibu menyusui - Asi keluar - Payudara bersih - Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri - Bayi mau menyusui
33
c. Fokus intervensi dan rasional 1). Kaji pengetahuan pasien mengenai manajemen laktasi dan perawatan payudara Rasional : Mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk menentukan intervensi selanjutnya 2). Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan brest care Rasional : Meningkatkan pengetahuan pasien dan
mencegah
terjadinya bengkak pada payudara 3). Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu menyusui Rasional : Memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat ASI bagi bayi 4). Jelaskan cara menyusui yang benar Rasional : Mengcegah terjadinya aspirasi bagi bayi
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang cara perawatan ibu post partum. (Carpenito, 1998) a. Tujuan : Tidak terjadi infeksi dan pengetahuan pasien bertambah b. Kriteria hasil : - Klien meyertakan perawatan bagi dirinya - Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri - Perawatan pervagina berkurang - Jahitan perineum besar - Vulva bersih dan tidak infeksi
34
- Tidak ada tanda perawatan - Vital sign dalam batas normal c. Fokus intervensi dan rasional 1). Pantau vital sign Rasional : Peningkatan suhu dapat mengidentifikasikan adanya infeksi 2). Kaji daerah perineum dan vulva Rasional : Menentukan radakah tanda peradangan di daerah vulva dan perineum 3). Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post partum Rasional : Pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya 4). Ajarkan perawatan vulva bagi pasaien Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya 5). Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah vulvanya Rasional : Meminimalkan terjadinya infeksi 6). Lakukan perawatan hygiene Rasional : Mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa nyaman bagi pasien
4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi. (Bobak, 2004) a. Tujuan : Kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi b. Kriteria hasil
35
- Pasien mengatakan sudah BAB - Pasien mengatakan tidak konstipasi - Pasien mengatakan perasaan nyamannya c. Fokus intervensi dan rasional 1). Aauskultasi bising usus. Apakah perisrtaltik menurun Rasional : penurunan peristaltic usus dapat menyebanyak konstipasi 2). Selidiki atau pantau adanya nyeri abdomen Rasional : nyeri abdomen dapat menimbulkan rasa takut untuk BAB 3). Anjukan pasien makan – makanan tinggi serat Rasional : makanan tinggi serat dapat melancarkan BAB 4). Anjurkan pasien banyak minum terutama air putih hangat Rasional : mengkonsumsi air hangat dapat melancarkan BAB 5). Kolaborasi pemberian laksatif (pelunak feses) jika diperlukan Rasional : penggunaan laksatif mungkin perlu untuk merangsang peristaltik usus dengan perlahan atau evakuasi feses 5. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya hemoragi atau perdarahan. (Doenges, 2001) a. Tujuan
:
Kebutuhan
cairan
pasien
terpenuhi
dan
mencapai
keseimbangan b. Kriteria hasil - Intake dan output seimbang
36
- Tanda-tanda vital normal - Berat badan pasien ideal c. Fokus intervensi dan rasional 1). Monitor vital sign Rasional : tanda vital dapat digunakan untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi pada keadaan umum pasaien terutama untuk mengetahui adakah tanda-tanda syok hipovolemik 2). Kaji dan awasi turgor kulit Rasional : capilary refil time yang lebih dari 2 detik dapat mengidentifikasikan terjadinya dehidrasi 3). Monitor intake dan output Rasional : membantu dalam menganalisa keseimbangan cairan dan derajat kekurangan cairan 4). Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan sedikitnya 8 gelas sehari Rasional : mengganti kehilangan cairan karena kelahiran dan diaforesis 5). Kolaborasi pemberian cairan intravena jika diinstruksikan Rasional : membantu kebutuhan cairan dalam tubuh
37