BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post Operative Nausea and Vomiting) merupakan dua efek tidak menyenangkan yang menyertai anestesia dan pembedahan (Chatterjee, Rudra,Sengupta, 2011). Kadang PONV dianggap lebih serius daripada nyeri (Kovac, 2003). Meskipun ilmu anestesia sudah berkembang dengan pesat, insidensi PONV masih mencapai 2030% (Wallenborn, Gelbrich,
Bulst, Behrends, 2006). Sedangkan pada waktu
masih menggunakan eter dan cyclopropane insidensinya mencapai 60% (Chatterjee, Rudra,Sengupta, 2011).
Pada kelompok pasien risiko tinggi,
insidensinya meningkat hingga 70%-80%. Lebih jauh lagi, sekitar 0,2% dari seluruh pasien mengalami PONV yang sulit ditangani. Hal ini menyebabkan penundaan pemindahan pasien dari ruang pulih sadar atau rawat inap pasien yang tidak terencana pada pasien operasi rawat jalan atau keduanya, sehingga berdampak pada tingginya biaya medis (Gan dan Habib, 2006). Lima persen dari insidensi muntah pasca operasi terjadi pada bayi, dan meningkat seiring meningkatnya umur.Pada anak usia lebih dari 3 tahun insidensinya mencapai 40% dengan puncaknya pada usia pubertas. Dalam 2 jam pertama di PACU (Post Anesthesia Care Unit), insidensi mual mencapai 20% pasien dan muntah pada 5% pasien. Untuk jam ke-2 hingga 24, insidensi mual dan muntah terjadi pada 50% dan 25% secara berurutan (Kovac, 2003).
1
Masalah lain yang sering muncul adalah kejadian mual dan muntah pasca pasien dibenarkan pulang dari rumah sakit (Post Discharge Nausea and Vomiting / PDNV). Pemulangan pasien lebih dini telah dilaporkan memberi kontribusi untuk munculnya gejala muntah yang lebih dini. Dilaporkan bahwa insidensi mual pasca pemulangan pasien bervariasi dari 0-55% dan insidensi muntah antara 016% (Chatterjee, Rudra,Sengupta, 2011). Namun faktor risiko untuk PDNV belum jelas,dan belum diketahui apakah PONV yang terjadi di PACU merupakan prediktor PDNV. Dari sisi efektifitas biaya dari berbagai anti muntah yang digunakan, terapi profilaksis pada pasien dengan risiko tinggi lebih efektif dibandingkan plasebo karena berkaitan dengan meningkatnya biaya jika terjadi mual dan muntah. Penelitian yang dilakukan Gan dkk,menyatakan bahwa penambahan biaya karena PONV pada kelompok yang diberi plasebo mencapai 100 kali lebih mahal dibandingkan dengan pasien yang memperoleh profilaksis generik. Biaya yang dikeluarkan untuk terapi muntah mencapai 3 kali biaya untuk terapi mual. Studi ini berpendapat bahwa episode muntah bisa menunda waktu pemindahan pasien dari ruang pulih sadar hingga sekitar 20 menit (Ganet al., 2003). Anestesia dengan menggunakan opioid dapat meningkatkan risiko PONV. Opioid menstimulasi chemoreceptor trigger zone (CTZ) di area postrema medulla. Stimulasi tersebut kemungkinan terjadi pada reseptor δ (delta) yang selanjutnya dapat memicu mual dan muntah. Jika menggunakan opioid, profilaksis anti muntah perlu dipertimbangkan (Fukuda, 2010). Operasi tubektomi merupakan operasi yang sering dilakukan baik di rumah sakit perifer hingga rumah sakit rujukan. Salah satu teknik anestesia yang 2
sering digunakan adalah dengan metode TIVA (Total Intravenous Anesthesia) menggunakan opioid, yaitu meperidine dan diazepam. Meperidine dapat meningkatkan risiko PONV. Komplikasi yang sering menyertai pasca tindakan MOW adalah mual dan muntah. Suatu penelitian yang membandingkan anestesi umum dan anestesi lokal dengan sedasi pada operasi laparoskopi ligasi tuba didapatkan insiden mual 20% dan muntah 33,3% dengan anestesi umum dan insiden mual 3,3% dan muntah 6,6% dengan anestesi lokal . Sedangkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di institusi KONTAP RSUD Dr. Sardjito, mendapatkan insiden PONV yang beragam. Penelitian Yuniarto tahun 2011 yang membandingkan daya guna diazepam (0,1 mg/kgBB)- Pethidine (2 mg/kgBB) dengan diazepam (0,1 mg/kgBB)- ketamin (0,3 mg/kgBB) pada operasi MOW didapatkan data kejadian PONV 19% dan 42% (Yuniarto, Pratomo, Widodo, 2011).Penelitian Berlian dalam membandingkan insidensi PONV antara kombinasi midazolam 0,05 mg/kgBB IV dan ketamin 0,3 mg/kgBB IV dengan kombinasi midazolam 0,05 mg/kgBB IV dan pethidine 2 mg/kgBB IV pada Tindakan Metode Operasi Wanita (MOW) menemukan bahwa insidensi PONV lebih tinggi untuk kelompok perlakuan yang menggunakan pethidine (44,4%) dibandingkan yang menggunakan ketamin (29,4%) (Berlian, Suryono, Rahardjo, 2012). Beberapa obat telah diteliti baik sebagai profilaksis maupun sebagai terapi muntah. Meskipun daya guna obat anti muntah sebagai profilaksis maupun terapi PONV telah sering diteliti, namun masih belum dipahami secara utuh. Pendekatan
3
yang digunakan untuk terapi dan pencegahan PONV tidak selalu berdasarkan bukti yang tersedia (Kovac, 2003). Tak satupun dari obat anti muntah yang sekarang tersedia benar-benar efektif untuk mencegah terjadinya PONV, khususnya pada pasien dengan risiko tinggi. Karena terdapat paling tidak 4 sistem reseptor utama yang terlibat pada etiologi PONV (Gupta, Khanna, Mitra, Mustafi, Bartia, 2006). Beberapa studi dilakukan untuk mengatasi masalah PONV. Sebagian studi berusaha membandingkan efektifitas obat dengan jenis yang sama namun dengan dosis yang berbeda, sebagian lagi dengan membandingkan 2 bahkan beberapa obat yang berbeda. Ada juga yang mengujikan efektifitas obat-obat baru, namun belakangan juga marak studi yang mengujikan efektifitas dari penggunaan kombinasi 2 jenis obat untuk mencegah PONV dengan asumsi pemikiran bahwa kombinasi obat yang bekerja di reseptor-reseptor yang berbeda akan menghasilkan profilaksis yang lebih baik. Salah satu studi menyimpulkan bahwa pemberian deksametason preoperatif dapat mengurangi nyeri, mual, muntah dan durasi pemulihan pada pasien yang menjalani operasi laparoskopi kolesistektomi dibandingkan dengan plasebo dan direkomendasikan penggunaan deksametason secara rutin (Gupta, Khanna, Mitra, Mustafi, Bartia, 2006). Suatu studi mencari dosis optimal profilaksis deksametason pada operasi ginekologi mayor. Dosis yang dibandingkan adalah 10 mg, 5 mg, 2,5 mg, 1,25 mg serta plasebo. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa deksametason 2,5 mg adalah dosis efektif minimum untuk profilaksis PONV pada operasi ginekologi mayor. Secara statistik, studi ini menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan efek anti 4
muntah pada pasien yang mendapatkan deksametason dosis 10 mg, 5 mg, dan 2,5 mg. Namun secara klinis, jumlah pasien yang mendapatkan deksametason 10 mg yang mengalami PONV lebih sedikit dibandingkan kelompok 2,5 mg. Juga pada studi ini, jumlah pasien tiap kelompok perlakuan relatif sedikit (30 pasien/kelompok) (Liu, Hsu dan Cia, 1999). Ini berarti masih mungkin untuk melakukan studi bahwa semakin tinggi dosis deksametason maka akan semakin tinggi efektifitas anti muntah yang dihasilkan. Studi ini mencoba untuk meneliti hal tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian : Sampai saat ini belum ada obat anti muntah yang bisa menuntaskan masalah PONV. Beberapa studi yang sudah dilakukan antara lain dengan membandingkan efektifitas satu obat dengan obat lain dari golongan yang berbeda, menguji obatobat generasi terbaru, menguji efektifitas kombinasi 2 atau lebih obat
anti
muntah, juga membandingkan deksametason pada dosis yang berbeda. Deksametason merupakan obat yang relatif murah dan mudah didapat, sehingga jika terbukti efektif untuk profilaksis PONV, maka akan diperoleh keuntungan bagi kemudahan penatalaksanaan PONV. Penelitian ini mencoba untuk menilai efektifitas deksametason pada dosis 10 mg intravena yang merupakan dosis yang relatif besar untuk profilaksis PONV dibandingkan dengan ondansetron 4 mg intravena pada operasi tubektomi menggunakan teknik anestesi TIVA menggunakan meperidine 2 mg/kgBB dan diazepam 0,2 mg/kgBB.
5
C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat perbedaan efektifitas pemberian deksametason 10 mg intravena sebagai profilaksis PONV dibandingkan dengan ondansetron 4 mg intravena pada operasi tubektomi dengan TIVA menggunakan meperidine 2 mg/kgBB dan diazepam 0,2 mg/kgBB? D. Tujuan Penelitian Membandingkan efektifitas pemberian deksametason 10 mg intravena sebagai profilaksis PONV dibandingkan dengan ondansetron 4 mg intravena pada operasi tubektomi dengan anestesia intravena menggunakan meperidine 2 mg/kgBB intravena dan diazepam 0,2 mg/kgBB intravena. E. Manfaat Penelitian Apabila pada penelitian ini ditemukan bahwa pemberian deksametason memiliki efektifitas yang baik untuk profilaksis anti muntah pada operasi tubektomi, maka hasil tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk pemilihan profilaksis antimuntah pada operasi tubektomi. Hal ini juga akan meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap pasien, bahkan di tingkat pelayanan kesehatan primer yang menyediakan pelayanan tubektomi rawat jalan. Hal ini karena Deksametason yang tersedia di hampir setiap tingkat puskesmas dan juga memiliki nilai ekonomis yang lebih baik. F. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Gupta dkk. (2006) yang membandingkan antara deksametason 5 mg dengan ondansetron 4 mg pada operasi laparoskopi. Penelitian ini dilakukan 6
pada 200 pasien yang menjalani operasi kolesistektomi laparoskopi yang dibagi menjadi 2 kelompok dimana kelompok pertama diberikan deksametason 5 mg sedangkan kelompok ke dua diberikan ondansetron 4 mg. Kedua kelompok sama baiknya dalam dalam hal mencegah PONV. Kelompok I, 24% pasien mengalami mual dengan 30% pasien mengalami mual pada kelompok II (P=0,2481). Demikian pula, 12% pasien mengalami muntah pada kelompok I dan 18% pasien muntah pada kelompok II (P=0,3574). Sejauh yang penulis ketahui, belum ada penelitian yang membandingkan efek anti muntah deksametason 10 mg intravena dengan ondansetron 4 mg intravena pada operasi tubektomi dengan anestesia intravena menggunakan meperidine 2 mg/kgBB intravena dan diazepam 0,2 mg/kgBB intravena.
7
Peneliti (Tahun)
Obat yang Dibandingkan
Desain Penelitian
Jumlah Pasien
Jenis Operasi
Hasil
Gupta, et al. (2006)
Deksametason 5 mg, Ondansetron 4 mg
RCT
200
Laparoskopi kolesistektomi
Deksametason dosis rendah sama efektifnya dengan Ondansetron untuk profilaksis PONV
Tzeng, et al. (2000)
Deksametason 8 mg, Ondansetron 4 mg, plasebo di akhir pembedahan
RCT
100
Caesarian section
Deksametason dan Droperidol menurunkan insidensi lebih banyak dibanding plasebo
Lounis, et al. (1998)
Ondansetron 4 mg, Metroklopramid 10 mg
RCT
746
Gynecologic surgery
Ondansetron lebih efektif dan murah dibanding Metoklopramid untuk mencegah PONV
Liu, et al. (1999)
Deksametason 0; 1,25; 2,5; 5; 10 mg
RCT
150
Gynecologic surgey ambulatory
Deksametason 5 dan 10 mg sebanding lebih efektif dibanding 0; 1,25; 2,5 mg dalam mencegah PONV
RCT
435
Strabismus
Deksametason dan Ondansetron lebih efektif mencegah PONV dibanding plasebo
RCT
177
Gynecologic surgey ambulatory
Ondansetron dan kombinasi Ondansetron dan Deksametason lebih efektif untuk mencegah PONV dibanding Deksametason
Subtamainion, Deksametason 1 mg/kgBB, Ondansetron 100µg/kgBB et al. (2001) Thomas, et al. (2001)
Deksametason 8 mg, Ondansetron 4 mg dan kombinasi keduanya
Tabel 1. Penelitian tentang Deksametason dan Ondansetron untuk pencegahan PONV
8