BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Pati jagung Jagung banyak digunakan pada industri makanan, minuman, dan farmasi. Berdasarkan komposisi dan kandungan nutrisi, jagung mempunyai prospek sebagai pangan dan bahan baku industri (Suarni dan Sarasutha, 2002). Pati adalah karbohidrat yang terjadi dari rangkaian molekul panjang yang berbentuk butiran. Pati dapat diperoleh dari berbagai bagian tanaman seperti biji, umbi, batang, dan buah. Pati dalam jaringan mempunyai bentuk butir yang berbeda-beda. Umumnya butir padi terdiri dari lapisan-lapisan yang mengelilingi satu titik yang disebut hillum. Hillum dapat terletak di tengah atau dapat pula di pinggir. Biji jagung mengandung pati 54,1% - 71,7%, karbohidarat pada jagung sebagian besar merupakan komponen pati, sedangkan komponen lainnya adalah pentose, dekstrin, sukrosa, dan gula pereduksi (Fahn, 1992). Dalam dunia industri dikenal dua macam pati yaitu pati alami dan pati modifikasi. Pati alami mempunyai beberapa kelemahan, jika dibuat menjadi pasta maka akan terbentuk pasta yang keras dan tidak bening, serta membutuhkan waktu yang lama dan energi yang tinggi. Selain itu pati memiliki sifat yang lengket dan tidak tahan perlakuan dengan asam. Hal ini menyebabkan pati alami masih terbatas penggunaannya dalam dunia industri dibandingkan pati modifikasi. Pati modifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan menghasilkan, memperbaiki atau merubah sifat
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya. Modifikasi terdiri dari modifikasi fisika, modifikasi kimia dan modifikasi genetika. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia yang baru dan atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati. Pati yang termodifikasi mempunyai kekentalan yang stabil baik pada suhu tinggi maupun suhu rendah, mempunyai ketahanan yang baik terhadap perlakuan mekanis, dan daya pengentalannya tahan pada kondisi asam (Glicksman, 1969). Granul pati utuh tidak larut dalam air dingin. Granul pati dapat menyerap air dan mengembang, tetapi tidak dapat kembali seperti semula. Air yang terserap dalam molekul menyebabkan granul mengembang. Apabila granul pati ditambahkan air panas atau dingin yang kemudian dipanaskan, maka pati dapat mengalami gelatinasi (Winarno, 1995). 2.1.2 Klasifikasi tanaman jagung Division
: Spermatophyta
Sub-divisio
: Angiospermae
Klass
: Monocotyledoneae
Ordo
: Graminae
Famili
: Graminaceae
Genus
: Zea
Spesies
: Zea mays L (Hartono, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Nama lain tanaman jagung Nama Jagung di Indonesia beranekaragam yaitu jagong (Sunda, aceh, Batak, Ambon), jhaghung (Madura), rigi (Nias), wataru (Sumba), latung (Flores), pena (Timor), gandung (Toraja) (Hartono, 2007). 2.2 Vitamin Vitamin adalah senyawa organik yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah sedikit, tetapi penting untuk melakukan fungsi metabolik di dalam tubuh. Vitamin tidak dapat disintesa oleh tubuh kecuali vitamin K, maka vitamin harus ada dalam makanan yang dikonsumsi (Andarwulan dan Koswara, 1989). Vitamin dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu vitamin yang dapat larut dalam air dan vitamin yang dapat larut dalam lemak. Jenis vitamin yang dapat larut dalam air adalah vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin yang dapat larut dalam lemak adalah A, D, E, dan K, serta provitamin A yaitu β-karoten. Bahan makanan yang kaya akan vitamin adalah sayur-sayuran dan buah-buahan (Sudarmadji, 1989). 2.2.1 Vitamin C Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190oC 192oC. senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C sangat mudah larut dalam air (1g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol (1g larut dalam 50 ml alkohol absolut atau 100 ml
Universitas Sumatera Utara
gliserin) dan tidak larut dalam benzene, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak stabil dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu, Fe, dan cahaya (Andarwulan dan Koswara, 1989). Struktur kimia vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini (Ditjen POM, 1995) :
Gambar 2.1 Struktur Kimia Vitamin C 2.3 Amilum Amilum merupakan campuran dua macam struktur polisakarida yang berbeda amilosa dan amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dan terdiri dari 250 sampai 300 unit D-glukopiranosa yang tersusun dalam ikatan α1,4 glukosa. Amilosa merupakan polisakarida, polimer yang tersusun dari glukosa sebagai monomernya. Amilosa merupakan polimer tidak bercabang yang bersama-sama dengan amilopektin menjadi komponen penyusun pati.
Gambar 2.2 Struktur Kimia Amilosa
Universitas Sumatera Utara
Amilopektin merupakan polisakarida yang tersusun dari monomer αglukosa. Amilopektin merupakan molekul raksasa dan mudah ditemukan karena menjadi satu dari dua senyawa penyusun pati, bersama-sama dengan amilosa. Walaupun tersusun dari monomer yang sama, amilopektin berbeda dengan amilosa, yang terlihat dari karakteristik fisiknya. Secara struktural, amilopektin terbentuk dari rantai glukosa yang terikat dengan ikatan α-1,6glukosa, sama dengan amilosa. Namun, pada amilopektin terbentuk cabangcabang (sekitar tiap 20 mata rantai glukosa) dengan ikatan α-1,4-glukosa.
Gambar 2.3 Struktur Kimia Amilopektin Kedua fraksi tersebut dapat dibedakan berdasarkan reaksinya terhadap larutan yodium, dimana amilosa memberikan warna biru ungu sedangkan amilopektin warna merah ungu. Pada umumnya amilum mempunyai kandungan amilosa 25% dan amilopektin 75% (Charles, 2010). 2.4 Laktosa Laktosa dikenal juga dengan nama sakarum laktis, gula susu adalah gula yang diperoleh dari susu. Laktosa merupakan produk sampingan air dadih, yaitu bagian susu yang tinggal setelah lemak dan kasein diambil untuk
Universitas Sumatera Utara
pembuatan mentega dan keju. Susu sapi mengandung 2,5% - 3,0% laktosa, sedangkan hewan menyusui lainnya mengandung 3% - 5% laktosa. Laktosa berupa kristalin keras atau serbuk putih, stabil di udara, larut dalam 5 ml air dan larut dalam 2,6 ml air mendidih (USP edisi XXI). 2.5 Uraian Tablet 2.5.1 Pengertian tablet Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengn cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Ditjen POM, 1995). Untuk mendapatkan tablet yang baik, maka bahan pengisi yang akan dikempa menjadi tablet harus memenuhi sifat-sifat berikut: a. Mudah mengalir, artinya jumlah bahan yang mengalir dalam corong alir ke dalam ruang cetakan selalu sama setiap saat, dengan demikian bobot tablet tidak akan memiliki variasi yang besar. b. Kompatibel, artinya bahan mudah kompak jika dikempa, sehingga dihasilkan tablet yang keras. c. Mudah lepas dari
cetakan, hal ini dimaksudkan agar tablet yang
dihasilkan mudah lepas dan tidak ada bagian yang melekat pada cetakan, sehingga permukaan tablet halus dan licin (Sheth, dkk.,1980).
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Bahan pengisi Bahan pengisi adalah suatu zat yang inert secara farmakologis yang ditambahkan kedalam suatu formulasi sediaaan tablet yang bertujuan untuk penyesuaian bobot, ukuran tablet sesuai yang dipersyaratkan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, dan meningkatkan mutu sediaan tablet (Charles, 2010). Macam-macam bahan pengisi (Charles, 2010) : 1. Golongan Gula Laktosa : disebut juga gula susu atau Saccharum Lactis. Sukrosa : disebut juga gula pasir atau Saccaharum album. Manitol : berupa Kristal dengan rasa manis, larut dalam air. Sorbitol : serbuk mikro kristalin berwarna putih, tak berbau, rasa manis, larut dalam air. 2. Golongan Amylum Disebut juga pati, yaitu serbuk berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, tidak larut dalam air, bila dididihkan dengan air setelah dingin akan membentuk larutan kental yang jernih. Pati dapat dipoeroleh dari : Gandum (Amylum Tritici), Padi (Amylum Oryzae), Jagung (Amylum Maydis), Kentang (Amylum Solani), Singkong (Amylum Manihot). Pati dalam pembuatan tablet kecuali sebagai bahan pengisi dapat juga digunakan sebagai bahan pengikat dan bahan pengembang.
Universitas Sumatera Utara
Maka dalam penelitian ini dibuat modifikasi yaitu dengan cara pragelatinasi. Pati pragelatinasi terbuat dari pati alami. Setelah di pragelatinasi bentuknya berupa granul yang free flowing dan mempunyai daya ikat sehingga bisa dibuat cetak langsung. 3. Golongan organik dan anorgnik Bolus alba. Natrium klorida. Natrium sulfat. Magnesium karbonat. 4. Zat pengisi lainnya Avicel Aerosil 2.5.3 Metode pembuatan tablet Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol atau mesin slug) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa. Granulat kering dibuat dengan cara menekan massa serbuk pada tekanan tinggi sehingga menjadi tablet yang besar kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Cetak langsung merupakan pengempaan langsung dengan kecepatan tinggi tanpa tahap granulasi terlebih dahulu (Ditjen POM, 1995). a. Granulasi basah
Universitas Sumatera Utara
Zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40oC 50oC. setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet (Anief, 1994). Granulasi basah adalah proses menambahkan cairan pada suatu serbuk atau campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi dengan pengadukan yang akan menghasilkan granul (Lachman, dkk., 1994). b. Granulasi kering Granulasi kering dilakukan apabila zat aktif tidak mungkin di granulasi basah karena tidak stabil atau peka terhadap panas dan lembab, tidak dapat dikempa langsung menjadi tablet karena zat aktif tidak dapat mengalir bebas dan dosis efektif zat aktif terlalu besar untuk cetak langsung (Lachman, dkk.,1994). Setelah penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk di slugged atau dicetak langsung menjadi tablet yang tebal dan datar dengan garis tengah sekitar 1 inci. Tablet harus cukup keras agar ketika dipecahkan tidak menimbulkan serbuk yang berceceran. Tablet ini dipecahkan dengan tangan atau alat dan diayak dengan lubang yang di inginkan, pelicin ditambahkan dan tablet dikempa (Ansel, 1989). c. Cetak Langsung Beberapa bahan obat seperti kalium klorida, kalium iodida, ammonium klorida, dan metenamin bersifat mudah mengalir, sifat kohesifnya juga
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan untuk langsung dicetak tanpa memerlukan granulasi (Ansel, 1989). Proses tablet cetak langsung dari campuran serbuk zat aktif dan eksipien yang sesuai (termasuk pengisi, desintegran, dan pelicin), yang akan mengalir dengan seragam ke dalam lubang kempa dan membentuk suatu padatan yang kokoh (Charles, 2010). 2.5.4 Metode cetak langsung Metode ini digunakan untuk bahan yang mempunyai sifat mudah mengalir sebagaimana sifat-sifat kohesinya yang memungkinkan untuk langsung dicetak dalam tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau kering (Sheth,dkk., 1980) Cetak langsung dapat diartikan sebagai pembuatan tablet dari bahanbahan yang berbentuk kristal atau serbuk tanpa merubah karakter fisiknya. Metode ini digunakan pada bahan-bahan (baik obat mupun bahan tambahan) yang mudah mengalir dan memiliki kompresibilitas yang baik yang memungkinkan untuk langsung di cetak dalam mesin tablet tanpa memerlukan proses granulasi. Pada umumnya obat yang dapat dibuat dengan metode kempa langsung hanya sedikit, karena bahan-bahan yang memiliki sifat-sifat tersebut di atas tidak banyak. Cara cetak langsung ini sangat disukai karena banyak keuntungan yaitu secara ekonomi merupakan penghematan besar karena relatif hanya menggunakan sedikit alat, energi dan waktu. Metode ini sangat sesuai untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan kelembaban tinggi dan dapat menghindari
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan terjadi perubahan zat aktif akibat pengkristalan kembali yang tidak terkendali selama proses pengeringan. Kecepatan pelarutan obatnya akan lebih baik karena zat aktif tidak terdapat dalam granul, sehingga dapat segera dilepaskan dan siap dengan pelarutan setelah tablet hancur. Untuk
obat
dengan
dosis
tinggi,
jika
volume
bulk
tinggi,
kompresibilitas yang jelek dan sifat alir yang jelek, tidak akan memungkinkan campuran untuk cetak langsung. Perbedaan ukuran partikel atau densitas antara obat dan partikel bahan tambahan akan mempengaruhi homogenitas campuran. Pemilihan bahan pembawa, serbuk yang bersifat kompresibilitas setelah dicetak akan mengalami deformasi plastik, yaitu terjadinya perubahan bentuk dari partikel aslinya, setelah tekanan tidak akan kembali ke bentuk semula. (Sheth, dkk.,1980). 2.5.5 Teori pencampuran Proses pencampuran merupakan proses yang sangat penting sebelum dilakukan pencetakan tablet. Pencampuran bertujuan untuk memperoleh campuran homogen antar partikel-partikel penyusunnya, pencampuran yang kurang baik atau tidak homogen akan menyebabkan kadar zat aktif dalam tablet kurang seragam. Untuk mendapatkan campuran yang homogen akan menyebabkan kadar zat aktif dalam tablet kurang seragam. Untuk mendapatkan campuran yang homogen pada pencampuran serbuk ada beberapa faktor yang mempengaruhi :
Universitas Sumatera Utara
Bentuk partikel, bentuk partikel berpengaruh terhadap gerakan partikel pada waktu pencampuran, partikel-partikel yang ideal berbentuk bola karena lebih mudah bergerak, sedangkan partikel yang berbentuk jarum dan partikel yang tidak teratur lebih sukar bergerak dan membentuk agregat. Kerapatan
massa,
dalam proses
pencampuran
di
dalam alat
pencampuran dapat terjadi segresi karena gesekan dari partikel yang mempunyai perbedaan kerapatan massa, untuk komponen yang kerapatan massanya besar akan turun ke bawah, sedangkan komponen yang kerapatan massanya kecil akan tetap diatas sehingga dibutuhkan waktu pencampuran yang lebih lama untuk mendapatkan campuran yang homogen. Kelengketan dan kelicinan, untuk bahan yang bersifat lengket, maka pada proses pencampuran partikelnya akan bergerombol satu sama lain dan melekat pada dinding sehingga proses pencampuran akan lebih sukar, lain halnya bila didapatkan bahan yang licin, bahan tersebut akan membantu dalam proses pencampuran. Kelembaban, pengaruh kelembaban tinggi yang dominan adalah gaya kapiler, gaya ini mengkibatkan bahan cenderung menggumpal dan melekat pada dinding, sedangkan pada kelembaban yang rendah gaya yang dominan adalah gaya elektrostatik, gaya ini menyebabkan partikel-partikel bermuatan, cenderung membentuk agregat dan mengalami segresi. Lama pencampuran, keefektifan waktu yang digunakan untuk proses pencampuran akan mempengaruhi hasil pencampuran karena campuran yang
Universitas Sumatera Utara
sudah homogen bila proses pencampurannya dilanjutkan maka pada waktu yang lama tidak homogen lagi (Parrot, 1997). 2.5.6 Komposisi tablet Komposisi umum dalam tablet adalah (Chrles, 2010) : 1.
Zat berkhasiat
2.
Bahan pengisi : ditambahkan untuk mendapatkan berat yang diinginkan. Bahan pengisi harus bersifat inert.
3.
Bahan pengikat : ditambahkan untuk mengikat komponen-komponen tablet untuk dijadikan granul dengan ukuran yang sama dan bentuk speris setelah dipaksakan melewati ayakan. Dengan adanya bahan pengikat, komponen tablet akan mudah dibentuk menjadi granul, sehingga akan memudahkan dalam pencetakan.
4.
Bahan pengembang : ditambahkan untuk memecahkan tablet menjadi partikel kecil sehingga luas permukaan diperbesar dan absorpsi dipermudah.
5.
Bahan pelicin : ditambahkan dengan maksud untuk meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi, mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi gesekan antara butir-butir granul dan mempermudah pengeluaran tablet dari die.
6.
Zat pewarna : ditambahkan dengan maksud untuk memperindah tablet, membedakan dosis, spesifikasi dari pabrik, serta untuk mempermudah pengawasan.
Universitas Sumatera Utara
7.
Zat pewangi dan pemanis : ditambahkan untuk menutupi bau dan rasa yang tidak enak, memberikan bau tertentu.
8.
Adjuvants : ditambahkan sebagai antioksidan dan mengurangi efek samping.
9.
Absorban : ditambahkan untuk melindungi bahan berkhasiat dari pengaruh lembab,
menghomogenkan
distribusi
zat
berkhasiat,
menghindari
kebasahan akibat sifat dan kombinasi zat berkhasiat. 10. Bahan pembasah : ditambahkan untuk mempercepat hancurnya tablet. Misalnya: Natrium lauril sulfat, polisorbat, dan aerosil dimana bahan ini akan mempercepat penetrasi air ke dalam tablet. 2.5.7 Evaluasi tablet 1. Kadar zat berkhasiat Kadar zat berkhasiat tertera dalam monografi masing-masing tablet baik batasan nilainya maupun cara penetapannya. 2. Kekerasan Tablet Ketahanan dari tablet terhadap goncangan pada waktu pengangkutan, pengemasan dan peredaran bergantung pada kekerasan tablet. Kekerasan dinyatakan dalam satuan kg dari tenaga yang dibutuhkan untuk memecah tablet (Lachman, dkk., 1994). 3. Friabilitas Untuk mengetahui keutuhan tablet (terkikis) karena selama transfortasi tablet mengalami benturan dengan dinding wadahnya (Lachman, dkk., 1994).
Universitas Sumatera Utara
4. Waktu Hancur Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna, tetapi hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan (Lachman, dkk.,1994). Waktu hancur yang semakin cepat akan semakin cepat pula pelarutan dari bahan berkhasiat sehingga akan lebih cepat berkhasiat dalam tubuh (Murni, 2008). 5. Keseragaman Sediaan (Ditjen POM, 1995) Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan dua cara, yaitu: a) Keragaman bobot, dilakukan terhadap tablet yang 50% bahan aktifnya lebih besar atau sama dengan 50 mg. b) Keseragaman kandungan, dilakukan terhadap tablet yang 50% bahan aktifnya kurang dari 50 mg. 6. Disolusi Adalah proses melarutnya suatu obat (Ansel, 1989). Saat sekarang ini disolusi dipandang sebagai salah satu uji pengawasan mutu yang paling penting dilakukan pada sediaan farmasi. Pada uji disolusi dapat diketahui Cepatnya obat atau tablet melarut menentukan kadar bahan berkhasiat yang terlepas di dalam tubuh. Karena itu laju larut berhubungan langsung dengan kemajuan dari tablet dan perbedaan bioavibilitas dari berbagai formula (Lachman, dkk., 1994). Pada tiap pengujian, volume dari media disolusi (seperti yang dicantumkan dalam masing-masing monografi) ditempatkan dalam bejana dan
Universitas Sumatera Utara
biarkan mencapai temperatur 37oC ± 0,5oC. kemudian 1 tablet yang diuji di masukkan ke dalam bejana atau ditempatkan dalam keranjang dan pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Tablet harus memenuhi persyaratan seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Ansel,1989). 2.5.8 Masalah dalam pembuatan tablet Pada pembuatan tablet dan pengembangan formula atau proses pencetakan tablet selalu timbul masalah-masalah yang disebabkan karena kesalahan formula, mesin pencetak ataupun keduanya. Masalah-masalah
yang
timbul
dalam
pembuatan
tablet
dan
pengembangan formula tersebut antara lain (Lachman, dkk., 1994) : 1. Capping (splitting) Yaitu retak pada permukaan atas atau bawah tablet. Penyebabnya : a. Kurangnya bahan pengikat atau bahan tidak sesuai Ini dapat diatasi dengan menambahkan lagi bahan pengikat, dan digranulasi kembali atau mengganti jenis pengikat. Untuk bahan-bahan yang hidrofob dipakai bahan pengikat yang kuat misalnya : gom arab dan turunan selulosa. b. Kerusakan Punch atau die Permukaan punch yang cekung lama kelamaan bertambah datar yang akan membentuk cakar yang dapat merusak permukaan tablet. Kerusakan die selalu terjadi pada tempat pencetakan yang berbentuk lingkaran. Lingkaran
Universitas Sumatera Utara
ini akan bertambah besar, sehingga tablet akan dikeluarkan melalui lubang yang lebih sempit diatasnya yang menyebabkan capping. c. Granul-granul terlalu kering Dapat diatasi dengan menyemprotkan air atau menambahkan zat yang higroskopis untuk mempertahankan tingkat kelembaban yang dikehendaki, misalnya : Polietilen glikol 4000, Sorbitol atau Metil selulosa. d. Tekanan yang berlebihan Mengatasinya dengan cara mengatur besarnya tekanan pada mesin cetak. e. Pengaturan Punch yang tidak sesuai Punch bawah pada saat naik harus rata dengan permukaan die ketika tablet akan dikeluarkan, bila permukaan berada di bawah dari permukaan die maka pada proses pengeluaran tablet, sebagian dari tablet akan berada dalam die sehingga pada saat penyapu tablet mengeluarkan tablet keluar dan sebagian tablet tersebut akan tertinggal dalam die. 2. Picking dan sticking Picking adalah melekatnya massa pada permukaan punch sedangkan Sticking adalah melekatnya massa pada dinding die. Penyebabnya : •
Kurang keringnya granul-granul
•
Kurangnya bahan pelicin
•
Punch dan die yang kotor ataupun kasar
•
Terdapatnya zat yang bertitik lebur rendah
Universitas Sumatera Utara
3. Humidity relative ruang cetak Humidity (kelembaban) relatif ruang cetak akan berbeda pada saat pagi, siang dan sore dimana jumlah lembab sangat berpengaruh terhadap pencetakan zat berkhasiat yang higroskopis. 4. Motling Yaitu ketidaksamaan distribusi warna, sehingga warna dari tablet tidak merata. Penyebabnya : •
Pencampuran yang kurang homogen.
•
Suhu pengeringan yang terlalu tinggi.
2.6 Spektrofotometri Ultraviolet (Uv) Spektrofotometri Uv adalah pengukuran panjang gelombang dari intensitas sinar ultraviolet yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200 - 400 nm. Panjang gelombang adalah jarak antara satu lembah dan satu puncak, sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hidrogen atau deutrum untuk pengukuran Uv (Dachriyanus, 2004). Spektrofotometri Uv memiliki sumber cahaya tunggal, dimana sinyal pelarut dihilangkan terlebih dahulu dengan mengukur pelarut tanpa sampel, setelah itu larutan sampel diukur (Dachriyanus, 2004).
Universitas Sumatera Utara