BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lambung Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar paling banyak. Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk jangka waktu pendek. Semua makanan dicairkan dan dicampurkan dengan asam HCl. Dan dengan cara ini disiapkan untuk dicernakan oleh usus (Pearce, 2006). Lambung merupakan organ untuk menampung makanan yang ditelan. Lambung dapat membesar sampai mencapai kapasitas dua sampai tiga liter dan tidak mempunyai bentuk yang tetap. Dalam keadaan kosong, mempunyai ukuran seperti kolon dan bentuknya menyerupai huruf ‘J’. Bentuk ini dapat berubah tergantung pada isi, posisi tubuh, dan pernafasan (Wibowo, 2009). 2.1.1 Anatomi lambung Lambung terletak di bawah diafrgama, di depan pankreas dan limpa menempel pada sebelah kiri fundus (Pearce, 2006). Menurut Wibowo (2009), lambung mempunyai dua buah lengkungan atau kurvatura yaitu kurvatura minor yang membentuk batas kanan lambung dan kurvatura mayor yang membentuk batas kiri lambung. Lambung terdiri dari bagian atas, yaitu fundus, batang utama, dan bagian bawah yang horizontal, yaitu antrum pilorik. Lambung berhubungan dengan esofagus melalui orifilisium atau kardia, dan dengan duodenum melalui orisium pilorik (Pearce, 2006). Berikut merupakan gambaran bentuk anatomi dari lambung yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
6
Gambar 2.1 Anatomi lambung (Totora, 2008). 2.1.2 Fisiologi lambung Lambung memiliki dua fungsi utama yaitu, fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Fungsi pencernaan dan sekresi lambung berkaitan dengan pencernaan protein, sintesis dan sekresi enzim-enzim pencernaan. Selain mengandung sel-sel yang mensekresi mukus, mukosa lambung juga mengandung dua tipe kelenjar tubular yang penting yaitu kelenjar oksintik (gastrik) dan kelenjar pilorik. Kelenjar oksintik terletak pada bagian fundus dan korpus lambung, meliputi 80% bagian proksimal lambung. Kelenjar pilorik terletak pada bagian antral lambung. Kelenjar oksintik bertanggung jawab membentuk asam dengan mensekresikan mukus, asam hidroklorida (HCl), faktor intrinsik dan pepsinogen. Kelenjar pilorik berfungsi mensekresikan mukus untuk melindungi mukosa pilorus, juga beberapa pepsinogen, renin, lipase lambung dan hormon gastrin (Guyton dan Hall, 2007).
7
Fungsi motorik lambung, yaitu menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan tersebut dapat ditampung pada bagian bawah saluran pencernaan, mencampur makanan tersebut dengan sekret lambung sampai membentuk suatu campuran setengah padat yang dinamakan kimus, dan mengeluarkan makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi oleh usus halus (Guyton dan Hall, 2007). Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin (Price dan Wilson, 2005). 2.1.3 Histologi lambung Gambaran histologi dari lambung dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini.
Gambar 2.2 Histologi dari Lambung (Paulsen dan Waschke, 2010).
8
Lambung terdiri atas empat lapisan, yaitu lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis, yaitu (a) serabut longitunal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esofagus, (b) serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot sfinkter dan berada dibawah lapisan pertama, dan (c) serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari orifisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurvatura minor (lengkung kecil) (Pearce, 2006). 2.1.3.1 Mukosa Dalam keadaan hidup mukosa lambung berwarna pucat, merah-keabuan dan dibatasi oleh epitel selapis kolumnar. Mukosa lambung tebal (0,5 sampai 1,5 mm) karena adanya massa kelenjar lambung, yang bermuara ke permukaan melalui sumur-sumur (Leeson, et al., 1989). Membran mukosa lambung berbentuk irreguler seperti tiang, membentuk lipatan longitudinal yang disebut rugae dan jumlahnya tergantung pada tinggi rendahnya rentangan organnya. Membran mukosa terdiri dari tiga komponen yaitu epitelium, lamina propia, dan muskularis mukosa. Epitel permukaan mukosa ditandai oleh adanya lubang sumuran yang terletak rapat satu dengan yang lain dan dilapisi epitel sejenis. Bentuk dan kedalaman dari sumuran ini serta sifat kelenjarnya berbeda pada tiap bagian lambung. Kelenjar lambung bentuknya tubular simpleks atau tubular bercabang, masuk jauh ke dalam mukosa, hingga mendekati muskularis mukosa, dan di antara kelenjar terdapat lamina propria, yang sukar dilihat karena tepisah-pisah menempati ruangan di antara sumur-sumur dan kelenjar-kelenjar. Kelenjar lambung dibagi menjadi tiga daerah yaitu kelenjar kardia, kelenjar lambung
9
(kelenjar fundus atau kelenjar utama), dan kelenjar pilorus. Kelenjar kardia hanya terdapat pada daerah yang terletak 2 sampai 4 cm dari muara kardia. Sel-sel yang menyusun kelenjar terutama terdiri atas sel-sel penghasil mukus dan mirip dengan sel-sel kardia esofagus tetapi juga terdapat sedikit sel-sel parietal penghasil asam dan beberapa sel enteroendokrin. Kelenjar lambung letaknya di daerah fundus dan badan lambung, sebagian besar enzim dan asam yang disekresikan oleh mukosa lambung dihasilkan olehnya. Pada daerah ini sumur-sumurnya relatif pendek, menempati kurang lebih seperempat tebal mukosa. Kelenjar pilorus terletak di bagian distal lambung mengandung sumur-sumur yang dalam. Tiap kelenjar lambung terbentuk dari empat jenis sel, yaitu: sel-sel lendir leher, sel-sel utama (Chief cell/peptic cells), sel-sel parietal (sel oksintik), dan sel-sel enteroendokrin. Sel-sel lendir leher berukuran lebih kecil dari permukaan, bersifat basofil, jumlahnya relatif lebih sedikit, mempunyai dasar yang lebar dan menyempit di bagian daerah puncaknya. Sel lendir leher berfungsi mensekresikan mukus asam, berbeda dengan mukus netral yang dibentuk oleh sel mukus permukaan. Sel-sel ini terletak di daerah leher kelenjar lambung, dalam kelompok kecil atau satu-satu. Bentuknya cenderung tidak teratur seakan akan terdesak oleh sel-sel di sekitarnya (terutama sel parietal), biasanya mempunyai dasar sempit dan puncak melebar (Leeson, et al., 1989). Sel-sel utama (Chief cell) terletak di dasar kelenjar lambung dan menunjukkan ciri-ciri sel yang mensekresi protein (zimogen). Sel-sel utama mengeluarkan pepsinogen, yang dalam suasana asam di lambung diubah menjadi enzim pepsin aktif, dan berfungsi menghidrolisis protein menjadi peptida lebih kecil. Sel-sel parietal (sel oksintik) tersebar satu-satu dalam kelompokan kecil di
10
antara jenis sel lainnya mulai dari ismus sampai dasar kelenjar lambung, tetapi paling banyak di daerah leher dan ismus. Sel parietal terdapat juga di dalam kelenjar pilorus dan kelenjar kardia walaupun hanya sedikit. Pada sel parietal yang berada dalam keadaan istirahat terdapat banyak gelembung tubulosa, dan kanalikuli melebar dengan relatif sedikit mikrovili. Sewaktu mensekresi asam, mikrovili bertambah banyak dan gelembung tubulosa berkurang, yang menunjukkan adanya pertukaran membran di antara gelembung tubulosa di dalam sitoplasma dan mikrovili pada permukaan. Sel-sel enteroendokrin ditemukan dalam kelenjar lambung. Sel-sel enteroendokrin serupa dengan sel endokrin yang mensekresi peptida. Sel enteroendokrin tidak hanya ditemukan di mukosa lambung, tetapi juga di dalam epitel usus halus dan usus besar, kelenjar esofagus bagian bawah (kardia) dan dalam jumlah terbatas pada duktus utama hati dan pankreas. Pada umumnya sel-selnya kecil berbentuk piramid dengan sitoplasma jernih tak berwarna. Sel-sel ini berjumlah banyak terutama di daerah antrum pilorik dan umumnya ditemukan pada dasar kelenjar. Sel enteroendokrin menghasilkan beberapa hormon peptida murni yaitu sekretin, gastrin, dan kolesistokinin, semuanya melalui peredaran darah untuk mencapai organ sasaran pankreas, lambung, dan kandung empedu (Leeson, et al., 1989). 2.1.3.2 Submukosa Lapisan submukosa terdapat di bawah lapisan mukosa. Tunika submukosa meluas ke dalam rugae atau lipatan memanjang lambung, dan terdiri atas jaringan ikat jarang, dengan serat-serat kolagen dan elastin. Selain fibroblast, terdapat pula kumpulan limfosit dan sel plasma, terutama dekat kardia dan pilorus, serta sel mast dan biasanya terdapat beberapa lemak. Tunika submukosa mengandung
11
pembuluh darah, pembuluh limf dan saraf perifer dari pleksus submukosa (Leeson, et al., 1989). 2.1.3.3 Tunika muskularis Tunika muskularis dibentuk oleh tiga lapisan otot polos, yaitu: (1) Lapisan luar longitudinal dan (2) Lapisan tengah sirkular yang merupakan lanjutan dari kedua lapisan otot esofagus dan ditambah dengan (3) Lapisan serong (oblik) berbentuk lengkungan otot yang berjalan dari kardia mengitari fundus dan korpus. Pada pilorus lapisan sirkular tengah menebal sebagai sfingter pilorus (Leeson, et al., 1989). 2.1.3.4 Serosa Tunika serosa pada kurvatura mayor dan kurvatura minor bersatu dengan mesenterium (omenta) mayor dan minor. Omentum mayor bergantung pada lambung seperti tirai (apron) dan biasanya mengandung lebih banyak lemak bila umur bertambah. Pembuluh darah besar, keluar masuk lambung melewati omenta (Leeson, et al., 1989). 2.1.4 Mekanisme pertahanan mukosa lambung Mekanisme pertahanan mukosa lambung diantaranya faktor pelindung lokal dan neurohormonal, yang memungkinkan mukosa tahan terhadap berbagai faktor perusak. Mekanisme pertahanan mukosa lambung akan dijelaskan dibawah ini (Fornai, et al., 2011). 2.1.4.1 Mekanisme pertahanan lokal mukosa lambung a.
Lapisan mukus-bikarbonat-fosfolipid Pertahanan pertama dari mukosa lambung ditunjukkan oleh adanya lapisan
mukus-bikarbonat-fosfolipid. Permukaan mukosa lambung ditutupi oleh lapisan
12
yang dibentuk oleh mukus, anion bikarbonat, dan fosfolipid. Lapisan ini mampu mempertahankan ion bikarbonat yang disekresikan oleh permukaan sel epitel dan menjaga lingkungan mikro dengan pH mendekati 7 dipermukaan mukosa. Lapisan ini juga mampu mencegah penetrasi pepsin, sehingga menghindari pencernaan proteolitik epitel. Mukus disekresikan oleh sel-sel epitel permukaan dan dibentuk oleh sejumlah besar air (sekitar 95%) dan berbagai macam musin glikoprotein. Sekresi bikarbonat ke dalam lapisan mukus sangat penting untuk mempertahankan gradien pH pada permukaan epitel, yang merupakan garis pertahanan pertama terhadap asam lambung. Sekresi bikarbonat dari membran apikal sel epitel permukaan dimediasi oleh pertukaran anion Cl-/HCO3- dan dirangsang oleh berbagai faktor termasuk prostaglandin, asam luminal, faktor pelepasan kortikotropin, dan melatonin. Karena itu, ketika pelindung ini rusak, maka mekanisme perlindungan kedua datang diantaranya netralisasi asam, perbaikan epitel yang cepat, dan memelihara aliran darah (Fornai, et al., 2011). b.
Sel-sel epitel Lapisan sel epitel permukaan merupakan pertahanan mukosa berikutnya.
Sel epitel ini bertanggung jawab untuk memproduksi mukus, bikarbonat, dan komponen lain dari penghalang mukosa lambung. Permukaan sel epitel mampu membentuk penghalang terus menerus yang dapat mencegah difusi kembali asam dan pepsin. Faktor protektif lain yang relevan tersedia dalam sel epitel diwakili oleh heat shock protein, yang diaktifkan dalam respon terhadap stres termasuk kenaikan suhu, stres oksidatif dan agen sitotoksik lainnya. Protein ini dapat mencegah denaturasi protein dan melindungi sel terhadap cedera. Cathelicidin dan beta-defensin adalah peptida kationik yang memainkan peran yang relevan dalam
13
sistem pertahanan bawaan pada permukaan mukosa, mencegah kolonisasi bakteri (Fornai, et al., 2011). c.
Pembaharuan sel mukosa Pembaharuan sel epitel lambung terkoordinasi dengan baik untuk
menjamin penggantian sel yang rusak. Proses pembaharuan epitel lengkap membutuhkan waktu sekitar 3 - 7 hari, sedangkan penggantian sel kelenjar secara keseluruhan membutuhkan waktu berbulan-bulan. Namun, pembaharuan epitel permukaan setelah kerusakan terjadi sangat cepat yaitu beberapa menit. Proses pergantian sel diatur oleh faktor pertumbuhan. Secara khusus, ditandai ekspresi reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGF-R). Reseptor tersebut dapat diaktifkan oleh faktor pertumbuhan mitogenik, seperti Transforming Growth Factor- α (TGF-α ) dan Insulin-Like Growth Factor-l (IGF-1). Selain itu, PGE2 dan gastrin dapat transaktif dengan EGF-R dan mempromosikan aktivasi Mitogen-Activated Protein Kinase (MAPK) akibat proliferasi sel. EGF tidak terdeteksi pada mukosa normal, meskipun terdapat pada cairan lambung yang dapat merangsang proliferasi sel mukosa dalam kasus cedera (Fornai, et al., 2011). d.
Aliran darah mukosa Aliran darah mukosa sangat penting untuk memberikan oksigen dan
nutrisi untuk menghilangkan racun dari mukosa lambung. Sel endotel, lapisan mikrovaskular ini menghasilkan Nitric Oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2) yang bertindak sebagai vasodilator, sehingga melindungi mukosa lambung terhadap kerusakan. Selain itu, Nitric Oxide (NO) dan PGI2 menjaga kelangsungan hidup
14
sel-sel endotel dan menghambat platelet dan adhesi leukosit ke mikrovaskular sehingga mencegah terjadinya mikroiskemia. Ketika mukosa lambung terkena iritasi atau difusi asam, maka terjadi peningkatan kecepatan aliran darah mukosa. Peningkatan aliran darah dianggap sebagai mekanisme penting untuk mencegah cedera sel mukosa lambung dan penurunan nekrosis jaringan. Peningkatan aliran darah mukosa dimediasi oleh pelepasan Nitric Oxide (NO), telah dibuktikan bahwa Nitric Oxide (NO) melindungi mukosa lambung terhadap cedera yang disebabkan oleh etanol, sedangkan penghambatan sintesis Nitric Oxide (NO) meningkatkan cedera mukosa (Fornai, et al., 2011). e.
Saraf sensori Pembuluh darah mukosa dan submukosa lambung dipersarafi oleh neuron
sensori aferen, yang diatur dalam pleksus di dasar lapisan mukosa. Saraf sensori dapat mendeteksi keasaman atau difusi asam, dimana aktivasi saraf sensori tersebut memodulasi kontraksi arteri pada submukosa sehingga mengatur aliran darah mukosa. Secara khusus, stimulasi saraf sensori menyebabkan pelepasan kalsitonin yang berhubungan dengan peptida (CGRP) dan substansi P dari saraf disekitar pembuluh besar submukosa. Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP) kemudian berkontribusi pada pemeliharaan integritas mukosa lambung melalui vasodilatasi pembuluh darah di submukosa yang dimediasi oleh pelepasan Nitric Oxide (NO). Persarafan sensori memiliki peran penting dalam perlindungan mukosa dengan meningkatkan sensitivitas lambung (Fornai, et al., 2011).
15
f.
Prostaglandin Prostaglandin merupakan asam lemak rantai 20 karbon yang dihasilkan
oleh asam arakhidonat melalui enzim cyclooxygenase (Sunil, et al., 2012). Mukosa
lambung
merupakan
sumber
produksi
prostaglandin,
seperti
Prostaglandin E2 (PGE2) dan Prostaglandin I2 (PGI2) yang dianggap sebagai faktor penting untuk pemeliharaan integritas mukosa dan perlindungan terhadap faktor melukai. Prostaglandin dapat mengurangi produksi asam, merangsang produksi mukus, bikarbonat, dan fosfolipid, meningkatkan aliran darah mukosa, dan mempercepat restitusi epitel dan penyembuhan mukosa. Prostaglandin E2 diketahui dapat menekan pelepasan dari histamin dan Tumor Necrosis Factor- α (TNF-α) dari mukosa lambung, dimana pelepasan dari TNF-α dapat mengakibatkan kerusakan jaringan pada ulkus lambung (Fornai, et al., 2011). 2.1.4.2 Mekanisme neurohormonal Pertahanan mukosa lambung didukung oleh sistem saraf pusat dan faktor hormonal. Diketahui bahwa aktivasi nervus vagal merangsang sekresi mukus dan meningkatkan pH sel epitel dalam lambung. Hormon lainnya, termasuk gastrin, kolestokinin, thyrotropin-releasing hormon, bombesin, EGF, peptida YY, dan neurokinin A memainkan peran penting dalam regulasi mekanisme pelindung lambung (Fornai, et al., 2011). 2.1.5 Sekresi asam hidroklorida Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH isi lumen turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion hidrogen (H+) dan ion klorida (Cl-) secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda di membran plasma
16
sel parietal. Walaupun HCl tidak mencerna makanan apapun dan tidak mutlak diperlukan bagi fungsi saluran pencernaan, zat ini melakukan beberapa fungsi yang membantu pencernaan. Asam klorida (1) mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin; (2) membantu penguraian partikel makanan berukuran besar dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil; (3) mematikan sebagian besar mikroorganisme yang masuk bersama makanan (Sherwood, 2001). 2.1.6 Sekresi pepsinogen Konstituen pencernaan utama pada getah lambung adalah pepsinogen. Pada saat disekresikan ke dalam lumen lambung, molekul pepsinogen mengalami penguraian oleh HCl menjadi enzim bentuk aktif, pepsin. Setelah terbentuk, pepsin bekerja pada molekul pepsinogen lain untuk menghasilkan lebih banyak pepsinogen. Pepsin memulai pencernaan protein dengan memecah ikatan asam amino; enzim ini paling efektif bekerja pada lingkungan asam. Karena dapat mencerna protein, pepsin harus disimpan dan disekresikan dalam bentuk inaktif, sehingga zat ini tidak mencerna sendiri sel-sel tempat ia terbentuk (komponen struktural utama sel adalah protein). Oleh karena itu pepsin dipertahankan dalam bentuk inaktif pepsinogen sampai zat tersebut mencapai lumen usus (Sherwood, 2001).
2.2 Ulkus Lambung 2.2.1 Defenisi ulkus lambung Ulkus peptikum (UP) adalah kerusakan pada lapisan mukosa, sub mukosa sampai lapisan otot saluran cerna yang disebabkan oleh aktifitas pepsin dan asam lambung. Ulkus peptikum dapat mengenai esofagus sampai usus halus, tetapi
17
kebanyakan terjadi pada bulbus duodenum (90%) dan kurvatura minor. Bila terjadi di antara kardia dan pilorus disebut ulkus lambung dan bila terjadi pada daerah setelah pilorus disebut ulkus duodenum (Aziz, 2002). 2.2.2 Patofisiologi Ulkus peptikum terjadi ketika keseimbangan antara asam lambung dan faktor pertahanan mukosa terganggu. Pada individu yang sehat, saluran pencernaan dilapisi oleh membran mukosa yang melindungi jaringan utama melawan korosif akibat asam lambung yang tinggi, namun jika jumlah asam secara dramatis bertahan, atau pH dari asam secara signifikan berkurang, atau lapisan membran mukosa menjadi terlalu tipis atau kering, maka asam merusak jaringan dan kemudian terjadi ulkus (Dufton, 2012). Beberapa faktor yang termasuk patogenesis dari ulkus lambung, faktor terbesar meliputi infeksi bakteri (Helicobacter pylori), obat-obatan (NSAIDs), bahan-bahan kimia (HCl/etanol), kanker lambung dan faktor lainnya meliputi keadaan stres, merokok, makanan pedas dan defisiensi nutrisi (Sunil, et al., 2012). Kerusakan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Gambaran penyakit ulkus peptikum (Price dan Wilson, 2005).
18
2.2.3 Gambaran klinis a. Nyeri abdomen seperti terbakar (dispepsia) sering terjadi di malam hari. Nyeri biasanya terletak di area tengah epigastrum dan nyeri bersifat ritmik. b. Nyeri yang terjadi ketika lambung kosong (di malam hari). c. Nyeri yang terjadi segera setelah atau selama makan. Kadang nyeri dapat menyebar ke punggung atau bahu. d. Penurunan berat badan juga biasanya menyertai ulkus lambung (Corwin, 2009). Obat yang digunakan untuk pengobatan ulkus peptikum adalah penghambat pompa proton, analog prostaglandin, antagonis reseptor histamin dan agen sitoprotektif. Tetapi sebagian besar obat tersebut menghasilkan efek merugikan seperti toksisitas dan juga dapat mengubah mekanisme biokimia pada tubuh (Saleem, et al., 2012). 2.2.4 Mekanisme penyembuhan ulkus lambung Ulkus lambung terjadi akibat adanya nekrosis jaringan terutama dipicu oleh iskemia dengan penghentian pengiriman nutrisi dan pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS). Penyembuhan ulkus merupakan proses yang kompleks, dimana perbaikan jaringan sendiri setelah cedera dan restitusi terhadap integritas. Fase dan waktu penyembuhan ulkus dapat digambarkan sebagai berikut: tahap pengembangan ulkus (dalam waktu 3 hari setelah cedera) ditandai dengan nekrosis jaringan, infiltrasi inflamasi, pembentukan tepi ulkus (de-diferensiasi) dan pengembangan granulasi jaringan; fase penyembuhan (setelah 3 -10 hari setelah cedera) yang mencakup penyembuhan awal (migrasi cepat sel epitel)
19
diikuti oleh proses penyembuhan akhir (angiogenesis, perbaikan granulasi jaringan, dan reepitelisasi), tahap perbaikan (20 - 40 hari setelah ulkus) yang terdiri dari perbaikan kelenjar, muskularis mukosa, propia muskularis; fase pematangan (40 - 150 hari setelah ulkus) ditandai dengan pematangan dan diferensiasi sel-sel khusus. Penyembuhan ulkus diprakarsai oleh pembentukan faktor pertumbuhan epidermal (EGF-R) dan faktor pertumbuhan yang berasal dari platelet (PDGF). Selama penyembuhan granulasi jaringan mengalami perbaikan terus menerus, dimana sel-sel inflamasi muncul pada fase awal penyembuhan dilanjutkan oleh fibroblast dan mikrovaskular dalam fase penyembuhan akhir (Fornai, et al., 2011).
2.3 Aspirin 2.3.1 Uraian bahan Rumus bangun:
Gambar 2.4 Rumus bangun aspirin
Rumus molekul
: C9H8O4
Berat molekul
: 180,16
Sinonim
: Asetosal, Asam Asetilsalisilat
20
Asam Asetilsalisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C9H8O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995). 2.3.2 Mekanisme terjadi ulkus pada lambung NSAID dapat menyebabkan ulkus pada mukosa lambung karena efeknya pada penghambatan prostaglandin. Efek penghambatan prostaglandin oleh NSAID menyebabkan berkurangnya aliran darah mukosa, berkurangnya produksi mukus, dan bertambahnya sekresi HCl (Buchanan dan Andrews, 2003). Aspirin merusak pertahanan mukosa dengan menembus lapisan pelindung mukus dan bikarbonat serta merusak lapisan sel-sel epitel. Dengan demikian, asam lambung dapat masuk ke dalam sistem pertahanan. Difusi balik dari asam ini selanjutnya melukai sel-sel dan merusak kapiler dan venula. Efek kerusakan lokal ini tergantung dari pH dan disebabkan oleh sekresi asam lambung. Mekanisme lain aspirin menyebabkan kerusakan mukosa yaitu dengan penghambatan sintesis prostaglandin (Ivey, 1988). Aspirin menghambat dua enzim siklooksigenase yaitu COX-1 dan COX-2 yang menghambat sisntesis prostaglandin (PGs). Efek penting dari prostaglandin adalah menstimulasi sekresi mukus dan bikarbonat serta menghambat sekresi asam (Arivumani, et al., 2013).
2.4 Alginat Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman. Produksi tahunan diperkirakan sekitar 38.000 ton per tahun. Selain itu, alginat
21
yang berbeda dapat diproduksi oleh bakteri dengan cara fermentasi (Andersen, 2012). Karakteristik natrium alginat adalah: Pemerian
: Serbuk tidak berbau dan berasa, putih sampai coklat kekuningan pucat.
Kelarutan
: Larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol, eter, pelarut organik dan asam.
Tak tercampurkan
: Dengan turunan acridine, kristal violet, fenilmerkuri asatat dan nitrat, garam kalsium.
2.4.1 Struktur alginat Alginat merupakan kopolimer linear yang mengandung lebih dari 700 residu asam uronat yaitu β – d – manuronat dan asam α – l – guluronat dengan ikatan 1,4. Rantai alginat yang hanya mengandung residu asam manuronat disebut blok M, rantai alginat yang hanya mengandung residu asam guluronat disebut blok G dan rantai alginat yang mengandung residu asam manuronat serta asam guluronat disebut blok G-M (Draget, et al., 2005), seperti Gambar 2.5 dibawah ini.
Gambar 2.5 Struktur alginat (Draget, et al., 2005).
22
2.4.2 Sifat dan kegunaan alginat Dengan kemampuan alginat yang dapat membentuk gel, sehingga banyak digunakan untuk berbagai aplikasi industri, termasuk makanan dan obat-obatan. Dalam beberapa tahun terakhir penelitian tentang alginat sebagian besar bergeser ke arah aplikasi biomedis (Andersen, 2012). Alginat banyak digunakan untuk keperluan medis, antara lain untuk bahan memperbaiki dan regenerasi jaringan seperti pembuluh darah, kulit, tulang rawan, ikatan sendi, sistem penyampaian obat dan beberapa formulasi pencegahan terjadinya refluks gastroesofageal. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang biodegradable dan biocompatible, antibakteri, non-toksik, dan tidak menyebabkan alergi. Dalam memperbaiki jaringan dan organ-organ yang rusak alginat semakin banyak digunakan dalam berbagai bentuk fisik antara lain larutan, dispersi, gel, serat dan lain-lain (Sun dan Huaping, 2013). Menurut Arianto dan Bangun (2014), pemberian sirup alginat sebanyak 1 ml dapat menyembuhkan ulkus lambung tikus yang diinduksi dengan aspirin 400 mg/kg bb tikus. Fransiska (2013), pemberian sirup alginat sebanyak 2,5 ml yang diberikan 30 menit sebelum pemberian HCl 0,6 N dapat mencegah terjadinya ulkus lambung pada lambung tikus. Ferawati (2014), menggunakan sirup alginat sebanyak 1 ml untuk menyembuhkan ulkus lambung pada tikus setelah diinduksi dengan etanol.
2.5
Antasida Antasida merupakan pengobatan efektif tertua untuk ulkus peptikum dan
heartburn. Sebagian besar antasida tersedia dalam kombinasi aluminium dan
23
magnesium hidroksida. Beberapa antasida dikombinasikan dengan alginat (zat terlarut yang dapat menambah tekanan permukaan dari cairan) menjadi bentuk sediaan yang mengapung di atas cairan lambung untuk melindungi esofagus dari paparan asam lambung (Thompson, 2009).
Tabel 2.1 Zat aktif dari antasida (Thompson, 2009) Antasida
Formula
Natrium Bikarbonat Magnesium Hidroksida
NaHCO3
Kekuatan menetralkan Rendah
Mg(OH)2
Tinggi
Aluminium Hidroksida
Al(OH)3
Sedang
Kalsium Karbonat
CaCO3
Sangat Tinggi
Efek yang tidak diinginkan Retensi cairan, Alkalosis Diare, keracunan magnesium Konstipasi, menghambat absorpsi Hipersekresi asam lambung
Antasida meringankan efek dari ulkus dengan menetralkan kelebihan asam lambung (Houshia, 2012). Campuran cair mengandung aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida dapat menaikkan pH lambung (Buchanan dan Andrews, 2003). Magnesium hidroksida cenderung menyebabkan diare, magnesium hidroksida merupakan antasida yang ideal. Untuk mengurangi efek diare, ditambahkan aluminium hidroksida yang dapat menyebabkan konstipasi. Aluminium hidroksida dapat melindungi lapisan lambung dari efek kerusakan alkohol dan zat iritan lain. Aluminium hidroksida menonaktifkan pepsin pada saluran pencernaan. Kombinasi senyawa magnesium dan aluminium dapat digunakan untuk saling meminimalkan efek samping (Thompson, 2009).
24