BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Industri Rumah Tangga Industri rumah tangga banyak diistilahkan dengan berbagai frase seperti
industri mikro, industri kecil, home industry, home production, dan lain sebagainya. Berbagai definisi industri rumah tangga telah dikemukakan oleh para ahli dan lembaga-lembaga terkait dengan kriteria – kriteria tertentu. Menurut Undang-Undang No. 9/1995 tentang Usaha Kecil, usaha yang diklasifikasikan sebagai usaha kecil adalah yang memenuhi
kriteria
: (a)
memiliki aset kurang dari atau sama dengan Rp. 200 Juta diluar tanah dan bangunan, (b) omzet tahunan kurang dari atau sama dengan Rp. 1 Milyar, (c) dimiliki oleh orang Indonesia, (d) independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengah-besar, dan (e) boleh berbadan hukum, boleh tidak. Badan Pusat Statistik (BPS) lebih menspesifikkan jenis usaha dengan membaginya menjadi usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah berdasarkan jumlah pekerjanya. Usaha mikro adalah usaha dengan jumlah pekerja kurang dari 5 orang termasuk tenaga keluarga yang tidak dibayar. Usaha kecil adalah usaha dengan jumlah pekerja 5 – 19 orang. Berdasarkan aset usahanya, Badan Pusat Statistik (BPS), kriteria usaha kecil adalah yang memiliki nilai kekayaan (aset) bersih dibawah Rp 200 Juta di luar tanah dan bangunan usaha atau di bawah penjualan (omzet) maksimal Rp 1 miliar.. Data tahun 2008 dari Biro Kementrian Koperasi dan UKM Indonesia (2010) mencatat terdapat 51.257.537 unit UKM di Indonesia.
7
Definisi dan kriteria industri kecil dari berbagai departemen disajikan pada Tabel 1. Namun demikian, para ahli ekonomi dan pembangunan di Indonesia seringkali menggeneralisasikan industri rumah tangga sebagai sektor usaha kecil menengah (UKM). Tabel 1. Definisi Jenis Usaha dari Berbagai Departemen Organisasi Menneg Koperasi & PKM Bank Indonesia
Jenis Usaha Usaha Kecil (UU No. 9/1995) Usaha Menengah (Inpres 10/1999) Usaha Mikro (SK Dir BI No. 31/24/KEP/DIR tgl 5 Mei 1998)
Usaha Kecil (UU No. 9/1995) Menengah (SK Dir BI No. 30/45/Dir/UK tgl 5 Januari 1997) Bank Dunia
Usaha Mikro Kecil-Menengah
Keterangan Kriteria Aset ≤ Rp. 200 Juta diluar tanah dan bangunan • Omzet tahunan < Rp. 1 Milyar Aset antara Rp. 200 - Rp. 10 Milyar Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin. • Dimiliki oleh keluarga Sumberdaya lokal dan Teknologi sederhana • Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry Aset ≤ Rp. 200 Juta diluar tanah dan bangunan • Omzet tahunan ≤ Rp. 1 Milyar Aset ≤ Rp. 5 Milyar untuk sektor industri • Aset ≤ Rp. 600 juta diluar tanah dan bangunan untuk sektor non industri manufakturing • Omzet tahunan < Rp. 3 Milyar Pekerja < 20 Orang • Pekerja 20-150 orang • Aset ≤ US$. 500 ribu diluar tanah dan bangunan
Sumber : Hidayat (2004)
2.2.
Peran Industri Rumah Tangga Realitas membuktikan
bahwa sejak terjadinya krisis ekonomi, sektor
Usaha Kecil dan Menegah (UKM) mampu bertahan bahkan menjadi penyelamat perekonomian nasional. UKM yang saat ini jumlahnya diperkirakan 51 juta unit usaha memberi kontribusi yang sangat signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
8
Untuk pemberdayaan masyarakat, UKM memegang peran krusial yaitu melalui : (1) keterlibatan masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja, yang berarti menjamin keberlangsungan pendapatannya, (2) adanya transfer pengetahuan baru bagi masyarakat baik ilmu produksi, organisasi. manajemen maupun pemasaran dapat diartikan sebagai pengembangan sumber daya manusia, dan (3) keterlibatan institusi-institusi pembangunan menjamin adanya transfer pengetahuan yang lebih luas bagi masyarakat lokal dan menjamin adanya proses pembelajaran masyarakat. 2.3.
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang dilakukan di negara-negara berkembang telah
menunjukkan arti penting infrastruktur transportasi bagi pembangunan ekonomi. Pengaruh pembangunan jalan baru cukup kuat seperti yang ditunjukkan dalam studi yang dilakukan World Bank di India, Pakistan and Brazil (Creightney, 1993 and Lall dan Shalizi 2001). Transportasi adalah salah satu faktor dalam produksi barang dan jasa, menimbulkan biaya bagi produsen. Menurut logika ekonomi tradisional, perbaikan infrastruk akan menurunkan biaya transportasi (melalui singkatnya waktu perjalanan dan biaya operasional kendaraan) yang membuat
produsen dapat
menjual barangnya lebih murah dan diimbangi dengan peningkatan permintaan dna produksi. Menurut Ernst dan Young Consultancy (1996), lebih dari 20% perusahaan melaporkan bahwa perubahan infrastruktur memberikan keuntungan perusahaan dalam bentuk penurunan biaya persediaan, terbukanya akses pasar baru, dan mempermudah ketersediaan tenaga kerja.
9
Aschauer (1989) mengargumentasikan bahwa investasi publik pada infrastruktur berpengaruh positif signifikan terhadap GDP, karena meningkatkan profitabilitas perusahaan atau rate of return dari modal privat.
Produsen
akanmerespon meningkatnya modal investasi yang menyebabkan lebih tingginya produktivitas tenaga kerja dan peningkatan output. Ahmed dan Hossein (1990) dalam penelitian dampak pembangunan infrastruktur pedesaan di Bangladesh, menyatakan bahwa pada pasar kompetitif, variabel harga bersifat eksogenus. Pembangunan infrastruktur mempengaruhi biaya transportasi dan margin yang didapatkan produsen (pedagang) karena dengan semakin tipisnya pasar semakin tinggi margin per unit yang harus dipertahankan oleh pedagang dalam bisnisnya. Harga yang diterima produsen bervariasi antar produsen, tergantung pada lokasi konsumen, produsen, pemasok input dan kondisi pembangunan infrastruktur. Infrastruktur mempengaruhi pasar tenaga kerja dengan mengubah komposisi lapangan kerja. Pembangunan infrastruktur menghasilkan peluang bagi lapangan kerja lainnya. Secara tidak langsung, pembangunan infrastruktur mempengaruhi lapangan kerja melalui difusi teknologi modern intensif tenaga kerja. National Bank for Agriculture and Rural Development (2004) dalam studi dampak pembangunan jalan dan jembatan pedesaan di Mumbai, India, menyatakan bahwa investasi pembangunan jalan dan jembatan menyebabkan meningkatnya akses ke praktek agronomi modern, mempermudah akses ke pasar input, dan menurunkan biaya transportasi.
Investasi pembangunan jalan
berpengaruh positif pada manfaat tidak berujud seperti perubahan pola kepemikian aset, meningkatnya lapangan kerja, meningkatnya serapan kredit,
10
perbaikan akses ke pendidikan dan kesehatan, peningkatan kualitas hidup dan sebagainya. Minten (1999) untuk kasus Madagaskar menyatakan bahwa pada masyarakat yang terbatas infrastruktur dasar menunjukkan harga lebih rendah selama musim panen dan variasi harga musiman lebih tinggi. Jarak jalan lebih berpengaruh dibandingkan kualitas jalan selama periode panen dimana tidak ada hubungan yang kuat antara kualitas jalan dan harga produsen. Keberadaan jalan menyebabkan relatif lebih tingginya harga produsen, namun investasi pada infrastruktur fisik (hard infrastructure) tidak mencukupi dalam meningkatkan akses pasar.
Diperlukan investasi pada soft infrastructure untuk lebih dapat
meningkatkan harga produsen, menurunkan keragaman harga dan meningkatkan integrasi pasar. Perbaikan infrastruktur transportasi berpengaruh pada produksi dan konsumsi rumah tangga melalui penurunan biaya transportasi dan/atau waktu perjalanan sehingga meningkatkan aksesibilitas pasar dan input. Pada gilirannya ini akan memberikan pengaruh redistribusi pada kelompok ekonomi dan antar wilayah. Perbaikan infrastruktur transportasi berimplikasi ekonomi regional dapat menggunakan faktor produksi privat secara lebih produktif. Lebih baiknya infrastruktur transportasi berarti lebih rendahnya kebutuhan modal dan tenaga kerja (Rietveld dan Nijkamp, 1992). Dalam studinya di Tamil Nadu, India investasi pada infrastruktur pedesaan seperti jaringan irigasi, pasar pedesaan dan jalan menyebabkan peningkatan produktivitas (total factor productivity) pada sektor pertanian. Namun hasil penelitian menunjukkan dampaknya pada diversifikasi masih beragam.
Hasil
11
penelitian secara tegas menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur adalah determinan penting total factor productivity dan efisiensi produksi pertanian. (Ashok dan Balasubramanian, 2006) Ivanoca (2003) dengan menggunakan model Spatial General Equilibrium (SGE) untuk Norwegia menemukan bahwa penyediaan infrastruktur transportasi berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan dalam konteks moneter dan peningkatan pertumbuhan produksi di masa datang. 2.4.
Kerangka Teoritis Secara teoritis, pengaruh pembangunan jalan terjadap kinerja industri kecil
tas dapat dilihat pada Gambar 1. Pada gambar bagian bawah sumbu x adalah harga output (p) dan sumbu y adalah harga input (r). Sebelum pembangunan jalan, harga input sebesar r 1 dan harga output sebesar p 1 . Setelah pembangunan jalan, biaya transportasi menjadi lebih murah, sehingga harga input yang dibayarkan pengrajin turun dari r 1 menjadi r 2, Harga input di pasar sebelum dan sesudah pembangunan jalan tidak berubah. Namun karena biaya transportasi setelah pembangunan jalan lebih murah,maka harga input output yang dibayarkan pengrajin di tempat pengrajin menjadi lebih murah. Demikian juga halnya dengan output, walaupun harga output di pasar tidak berbeda, tetapi karena biaya transportasi yang lebih murah maka harga output yang diterima pengrajin di tempat pengrajin menjadi lebih tinggi. Turunnya rasio harga input/output menyebabkan penggunaan input meningkat dari x1 ke x 2 ( gambar di atas ) dan output juga meningkat dari y1 ke y2 . Dengan asumsi bahwa harga dari faktorfaktor input lain tidak mengalami perubahan (ceteris paribus) maka keuntungan
12
maksimum dicapai pada saat produk marginal sama dengan rasio harga inputoutput. Y
y2 TP y1
X x1
x2
r
MP r1
r1/p1
r2
r2/p2 p p1
p2
MPP
Gambar 1. Kurva Hubungan Infrastruktur Jalan dan Rasio Harga Input output
13