BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Kecil Ada dua definisi industri kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi industri kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal satu milyar rupiah dan memiliki kekayaan bersih tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha paling banyak 200 juta rupiah (Sudisman dan Sari, 1996). Kedua, menurut Biro Pusat Statistik (1999): klasifikasi industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang, (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang, (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang, (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih. Walaupun banyak definisi mengenai industri kecil, namun industri kecil mempunyai karakteristik yang hampir seragam (Kuncoro, 2000): 1. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Data BPS (1994) dalam Kuncoro (2000) menunjukkan jumlah pengusaha kecil mencapai 34,316 juta orang yang meliputi 15,635 juta pengusaha kecil mandiri (tanpa menggunakan tenaga kerja lain), 18,227 juta orang pengusaha kecil yang menggunakan tenaga kerja anggota keluarga sendiri, serta 54 ribu orang pengusaha kecil yang memiliki tenaga kerja tetap. 2. Rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari
Universitas Sumatera Utara
modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir. 3. Sebagian besar industri kecil ditandai dengan belum dimilikinya status badan hukum. Menurut catatan BPS (1994) dalam Kuncoro (2000), dari jumlah perusahaan kecil sebanyak 124.990, ternyata 90,6 persen merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta notaris; 4,7 persen tergolong perusahaan perorangan yang berakta notaris, dan hanya 1,7 persen yang sudah mempunyai badan hukum (PT/NV, CV, Firma, atau Koperasi). 4. Ditinjau menurut golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan, minuman dan tembakau (ISIC 31), industri tekstil (ISIC 32), industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabot rumah tangga (ISIC 33) masing-masing berkisar antara 21 persen hingga 22 persen dari seluruh industri kecil yang ada. Sedangkan yang bergerak pada kelompok usaha industri kertas (ISIC 34) dan kimia (ISIC 35), diikuti kelompok industri barang galian bukan logam (ISIC 36) relatif masih sangat sedikit sekali yaitu kurang dari satu persen. Menurut Kuncoro (2000), pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, keterampilan, keahlian, manajemen sumberdaya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang
Universitas Sumatera Utara
dihadapi pengusaha kecil adalah: (1) kelemahan dalam memperoleh pasar dan memperbesar pangsa pasar, (2) kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan, (3) kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumberdaya manusia, (4) keterbatasan jaringan usaha kerja sama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran), (5) iklim usaha yang kurang kondusif karena persaingan yang saling mematikan, (6) pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurang kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil. Industri kecil sangat padat karya dan persediaan tenaga kerja di Indonesia masih sangat banyak, mengikuti laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja yang rata-rata pertahun sangat tinggi, sehingga upah minimum tenaga kerja khususnya dari kelompok berpendidikan rendah di Indonesia masih relatif murah dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia dengan jumlah penduduk atau angkatan kerja yang lebih sedikit (Tambunan, 1997). 2.2. Teori Tenaga Kerja 2.2.1. Permintaan Tenaga Kerja Dalam proses produksi, tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari apa yang telah dilakukannya, yaitu berwujud upah. Maka pengertian permintaan tenaga kerja dapat diartikan sebagai jumlah tenaga kerja yang diminta oleh pengusaha pada berbagai tingkat upah (Boediono, 1984). Menurut Ananta (1993) permintaan tenaga kerja merupakan sebuah daftar berbagai altenatif kombinasi tenaga kerja dengan input lainnya yang tersedia yang berhubungan dengan tingkat gaji.
Universitas Sumatera Utara
Permintaan perusahaan atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang itu member
nikmat
(utility)
kepada
si
pembeli.
Akan
tetapi
pengusaha
mempekerjakan seseorang karena seseorang itu membantu memproduksi barang atau
jasa untuk dijual kepada masyarakat konsumen. Dengan kata lain,
pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari penambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Permintaan akan tenaga kerja yang seperti itu disebut derived demand (permintaan turunan). Meningkatnya permintaan terhadap rumah misalnya akan menimbulkan tambahan permintaan terhadap tenaga kerja bangunan, tukang kayu, tukang cat, tukang instalasi rumah, dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi jumlah tenaga pengangkutan, pabrik semen dan lain-lain (Simanjuntak, 1998). 2.2.1.1. Fungsi Permintaan Suatu Perusahaan akan Tenaga Kerja Misalkan jumlah tenaga kerja di suatu perusahaan sebanyak 99 orang. Pengusaha mempertimbangkan apakah perlu menambah pekerja menjadi 100 orang atau terpaksa mengurangi seorang supaya tinggal 98. Yang menjadi pertanyaan adalah dasar apa yang perlu dipergunakan pengusaha untuk menambah atau mengurangi jumlah tenaga kerja tersebut? Pertama pengusaha perlu memperkirakan tambahan hasil (output) yang diperoleh pengusaha sehubungan dengan penambahan
seorang tenaga kerja.
Tambahan hasil tersebut dinamakan tambahan hasil marjinal
atau marginal
physical product dari tenaga kerja, disingkat MPP L . Kedua, pengusaha menghitung
jumlah uang yang akan diperoleh
pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut. Jumlah uang ini dinamakan
Universitas Sumatera Utara
penerimaan marjinal atau marginal revenue, yaitu nilai MPP L tadi. Jadi marginal revenue sama dengan nilai MPP L , yaitu besarnya MPP L
dikalikan dengan
harganya per unit (P) (Simanjuntak, 1998): MR = YMPP L = MPP L x P………………………….……………..
(2.1)
Dimana : MR
= Marginal Revenue, penerimaan marjinal
VMPP L = Value Marginal Physical Product of Labour = nilai pertambahan hasil marjinal dari tenaga kerja MPP L
= Marginal Physical Product of Labor
P
= Harga jual barang yang diproduksikan per unit Akhirnya pengusaha membandingkan MR tersebut dengan biaya
mempekerjakan tambahan seorang tenaga kerja tadi. Jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha sehubungan dengan mempekerjakan tambahan seorang tenaga kerja adalah upahnnya sendiri (W) dan dinamakan biaya marjinal atau marginal cost (MC). Bila tambahan penerimaan marjinal (MR) lebih besar daripada biaya mempekerjakan orang yang menghasilkannnya (W), maka mempekerjakan tambahan orang tersebut akan menambah keuntungan pengusaha. Dengan kata lain dalam rangka menambah keuntungan, pengusaha akan terus menambah jumlah tenaga kerja selama MR lebih besar daripada W. Misalkan tenaga kerja terus ditambah sedangkan alat-alat dan faktor produksi lain jumlahnya tetap, maka perbandingan alat-alat produksi untuk setiap pekerja menjadi lebih kecil dan tambahan hasil marjinal menjadi lebih kecil pula. Dengan kata lain, semakin bertambah tenaga kerja yang dipekerjakan, semakin
Universitas Sumatera Utara
kecil MPP L nya dan nilai MPP L itu sendiri. Ini yang dinamakan hukum diminishing returns dan dilukiskan dengan garis DD dalam gambar berikut:
Upah VMPP L D W1
W
E
W2
D = MPP L x P
O Tenaga Kerja
A
N
B
Penempatan
Gambar 2.1. Fungsi Permintaan Terhadap Tenaga Kerja Gambar 2.1. melukiskan fungsi permintaan dari satu perusahaan terhadap tenaga kerja. Garis DD melukiskan besarnya nilai hasil marjinal tenaga kerja (value marginal physical product of labor, VMPP L ) untuk setiap tingkat penempatan tenaga kerja. Bila misalnya jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan OA = 100 orang, maka nilai hasil kerja orang yang ke-100 dinamakan VMPP L nya dan besarnya sama dengan: MPP L x P = W 1. Nilai ini lebih besar daripada tingkat upah yang sedang berlaku (W). Oleh sebab itu laba pengusaha akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru. Pengusaha dapat terus menambah laba perusahaan dengan mempekerjakan orang hingga ON. Di titik N pengusaha mencapai laba maksimum dimana nilai
Universitas Sumatera Utara
MPP L x P sama dengan upah (W) yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Dengan kata lain pengusaha mencapai laba maksium (Simanjuntak, 1998) bila: MPP L x P = W ………………………………………........................ (2.2) Penambahan tenaga kerja yang melebihi daripada ON misalkan OB, akan mengurangi keuntungan pengusaha. Pengusaha membayar upah dalam tingkat yang berlaku (W), padahal nilai hasil marjinal yang diperolehnya hanya sebesar W 2 yang lebih kecil daripada W. Jadi pengusaha cenderung untuk menghindari jumlah tenaga kerja yang lebih besar daripada ON. Penambahan tenaga kerja yang lebih besar daripada ON dapat dilaksanakan hanya bila pengusaha yang bersangkutan dapat membayar upah di bawah W atau apabila pengusaha mampu menaikkan harga jual barang. Aspek lain yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dari hubungan tingkat upah, MPP L , harga barang, dan jumlah tenaga kerja yang dapat dipekerjakan adalah bahwa sebagai reaksi terhadap peningkatan upah (Simanjuntak, 1998): a. Pengusaha menuntut peningkatan produktivitas kerja tenaga kerja sedemikian rupa sehingga pertambahan produksi yang dihasilkan tenaga kerja senilai dengan pertambahan upah yang diterimanya b. Pengusaha terpaksa menaikkan harga jual barang c. Pengusaha mengurangi jumlah tenaga kerja yang bekerja d. Pengusaha melakukan kombinasi dari dua di antara ketiga alternatif di atas atau kombinasi dari ketiganya. 2.2.1.2. Shift dalam Permintaan Tenaga Kerja
Universitas Sumatera Utara
Perubahan tingkat upah mengakibatkan perubahan dalam permintaan akan tenaga kerja. Besarnya perubahan yang terjadi dalam jangka pendek tergantung dari besarnya elastisitas permintaan akan tenaga kerja yang dipengaruhi oleh kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan faktor produksi yang lain, elastisitas permintaan akan hasil produksi, proporsi biaya tenaga kerja terhadap jumlah seluruh biaya produksi dan elastisitas penyediaan faktor-faktor pelengkap yang lain (Simanjuntak, 1998). Perubahan yang terjadi dalam jangka pendek seperti itu adalah perubahan yang terjadi sepanjang garis permintaan (garis DD pada Gambar 2.1). Sesuai dengan perkembangan waktu, dalam jangka panjang perubahan permintaan akan tenaga kerja dalam bentuk loncatan (shift) dapat terjadi karena pertambahan hasil produksi secara besar-basaran, peningkatan produktivitas kerja tenaga kerja, dan penggunaan teknologi baru (Simanjuntak, 1998): Pertama, sehubungan dengan usaha-usaha pembangunan ekonomi nasional, biasanya beberapa sektor bertumbuh dengan cepat sementara beberapa sektor lainnya bertumbuh dengan lambat. Akibatnya, penghasilan orang yang bekerja di sektor yang pertumbuhannya cepat juga meningkat dengan cepat dibandingkan dengan pertambahan penghasilan mereka yang bekerja di sektor yang pertumbuhannya lambat. Ketimpangan pertambahan penghasilan seperti itu biasanya mengubah pola konsumsi. Golongan yang penghasilannya bertambah dengan cepat biasanya mempunyai tambahan permintaan yang besar akan barang-barang mewah seperti mobil, TV, Video, alat-alat musik, pendidikan, rekreasi, dan lain-lain. Tambahan permintaan akan barang-barang tersebut menimbulkan shift dalam permintaan
Universitas Sumatera Utara
akan tenaga kerja di perusahaan-perusahaan dimana barang tersebut diproduksi (Simanjuntak, 1998). Jadi, peningkatan hasil produksi menyebabkan peningkatan permintaan tenaga kerja (penyerapan tenaga kerja). Kedua, shift terhadap permintaan tenaga kerja dapat terjadi karena peningkatan produktivitas para tenaga kerja. Kenyataan menunjukkan bahwa salah satu yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan produktivitas para tenaga kerja. Akan tetapi seperti halnya dengan perbedaan pertumbuhan di beberapa sektor, maka peningkatan produktivitas kerja di sektorsektor tersebut juga berbeda. Ada sektor-sektor dimana terjadi peningkatan produktivitas kerja yang tinggi, sedangkan di beberapa sektor lain produktivitas kerja bertambah dengan rendah atau tidak bertambah sama sekali. Pertambahan produktivitas kerja dapat mempengaruhi kesempatan kerja melalui tiga cara. Di satu pihak peningkatan produktivitas kerja berarti bahwa untuk memproduksikan hasil dalam jumlah yang sama diperlukan pekerja dalam jumlah sedikit. Sebab itu, bila jumlah produksi tetap sama, sebagian pekerja dapat dilepaskan (Simanjuntak, 1998). Jadi, peningkatan produktivitas kerja melalui pengurangan jumlah tenaga kerja untuk memperoleh jumlah produksi yang sama menyebabkan permintaan tenaga kerja (penyerapan tenaga kerja) menurun. Di pihak lain, peningkatan produktivitas kerja dapat dilakukan dengan menurunkan biaya produksi per unit barang. Dengan turunnya biaya produksi per unit, pengusaha dapat menurunkan harga jual barang per unit dan oleh sebab itu permintaan masyarakat akan barang tersebut bertambah. Pertambahan permintaan akan barang mendorong pertambahan produksi, dan selanjutnya menambah permintaan
akan
tenaga
kerja
(Simanjuntak,1998).
Jadi,
peningkatan
Universitas Sumatera Utara
produktivitas kerja melalui penurunan biaya produksi per unit barang menyebabkan permintaan tenaga kerja (penyerapan tenaga kerja) meningkat. Alternatif lain adalah bahwa pengusaha dapat memilih menaikkan upah tenaga kerja sehubungan dengan peningkatan produktivitas kerja. Meningkatnya pendapatan tenaga kerja akan menambah daya beli mereka, sehingga permintaan mereka akan konsumsi hasil produksi bertambah juga. Selanjutnya pertambahan permintaan akan hasil produksi tersebut menaikkan permintaan akan tenaga kerja (Simanjuntak, 1998). Jadi peningkatan produktivitas kerja melalui peningkatan upah tenaga kerja menyebabkan permintaan tenaga kerja (penyerapan tenaga kerja) meningkat pula. Hal ketiga yang mengakibatkan shift dalam permintaan akan tenaga kerja adalah perubahan dalam metode produksi (penggunaan teknologi baru). Pada tingkat akhir, permintaan akan tenaga kerja dalam jangka panjang dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam metode produksi (teknologi baru). Adanya kemajuan yang pesat dalam penggunaan komputer menimbulkan permintaan yang pesat akan tenaga-tenaga di bidang tersebut. Akan tetapi kebutuhan akan tenagatenaga untuk pembukuan, dokumentasi, dan lain-lain menjadi relatif berkurang. Jadi perubahan metode produksi di satu pihak menambah permintaan tenaga dalam keahlian tertentu, akan tetapi di pihak lain mengurangi permintaan tenaga akan keahlian yang lain (Simanjuntak, 1998).
2.2.2. Penyediaan dan Pasar Tenaga Kerja Penyediaan atau supply tenaga kerja atau angkatan kerja dalam masyarakat adalah jumlah orang yang menawarkan jasanya untuk proses produksi. Di antara
Universitas Sumatera Utara
mereka sebagian sudah aktif dalam kegiatannya yang menghasilkan barang atau jasa, mereka dinamakan golongan yang bekerja atau employed persons. Sebagian lain tergolong yang siap bekerja dan sedang berusaha mencari pekerjaan, mereka dinamakan pencari kerja atau penganggur. Jumlah yang bekerja dan pencari kerja dinamakan angkatan kerja atau labor force (Simanjuntak, 1998): Penyediaan Tenaga Kerja = Angkatan Kerja = Supply Tenaga Kerja Angkatan Kerja
= Yang Bekerja + Penganggur
Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan atau demand dalam masyarakat. Permintaan tersebut dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan tingkat upah. Proses terjadinya penempatan atau hubungan kerja melalui penyediaan dan permintaan tenaga kerja dinamakan pasar kerja. Seseorang dalam pasar kerja, berarti dia menawarkan jasanya untuk produksi, apakah dia sedang bekerja ataupun mencari pekerjaan. Besarnya penempatan (jumlah orang yang bekerja atau tingkat employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan permintaan tenaga kerja tersebut. Selanjutnya, besarnya penyediaan dan permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh upah (Simanjuntak, 1998). Dalam
ekonomi
Neoklasik
diasumsikan
bahwa
penyediaan
atau
penawaran tenaga kerja akan bertambah bila tingkat upah bertambah. Ini dilukiskan dengan garis SS pada Gambar 2.2. Sebaliknya permintaan terhadap tenaga kerja akan berkurang bila tingkat upah meningkat. Ini dilukiskan dengan garis DD pada gambar berikut (Simanjuntak, 1998):
Universitas Sumatera Utara
Tingkat Upah
D
S
W1
W2
S
D
O Ld
Le
Ls
Tenaga Kerja, Penempatan, Pengangguran
Gambar 2.2. Penyediaan dan Permintaan Tenaga Kerja Dengan asumsi bahwa semua pihak mempunyai informasi yang lengkap mengenai pasar kerja, maka teori neoklasik beranggapan bahwa jumlah penyediaan tenaga kerja selalu sama dengan permintaan (Le dalam Gambar 2.2.). Keadaan pada saat penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan tenaga kerja dinamakan titik ekuilibrium (Titik E). Dalam hal penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan tenaga kerja, tidak terjadi pengangguran. Dalam kenyataan, titik ekuilibrium itu tidak pernah tercapai karena informasi memang tidak pernah sempurna dan hambatan-hambatan institusional selalu ada. Upah yang berlaku (Wi) pada umumnya lebih besar daripada upah ekuilibrium (We). Pada tingkat upah Wi, jumlah penyediaan tenaga kerja adalah Ls, sedang permintaan tenaga kerja hanya sebesar Ld. Selisih antara Ls dan Ld merupakan jumlah penganggur.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha. Menurut Simanjuntak (1985), penyerapan tenaga kerja di sektor industri kecil dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dari tiap-tiap unit usahanya. Faktor internal dipengaruhi oleh tingkat upah, produktivitas tenaga kerja, modal, dan pengeluaran non upah lainnya. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, pengangguran dan tingkat bunga. Faktor eksternal tersebut antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, pengangguran dan tingkat bunga. Dalam dunia usaha tidaklah memungkinkan mempengaruhi kondisi eksternal, maka hanyalah pemerintah yang dapat menangani dan mempengaruhi faktor eksternal tersebut. Dengan melihat keadaan tersebut maka dalam mengembangkan sektor industri kecil dapat dilakukan dengan menggunakan faktor internal dari industri yang meliputi tingkat upah, produktivitas tenaga kerja,dan modal. Adapun faktor tersebut diuraikan sebagai berikut: 2.2.3.1. Tingkat Upah Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan dalam melaksanakan proses produksi. Dalam proses produksi tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari usaha yang telah dilakukannya yakni upah. Dewan Penelitian Pengupahan Nasional memberikan definisi upah ialah suatu penerimaan kerja yang berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan
Universitas Sumatera Utara
yang layak bagi kemanusiaan dan produksi dinyatakan menurut suatu persetujuan Undang-Undang dan Peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dengan penerima kerja (Sarjanaku.com, 2012). Upah merupakan penghargaan dari tenaga karyawan/tenaga kerja yang dimanifestasikan sebagai hasil produksi yang berwujud uang, atau suatu balas jasa yang dianggap sama dengan itu, tanpa suatu jaminan yang pasti dalam tiaptiap minggu atau bulan. Gaji sebenarnya juga upah, tetapi sudah pasti banyaknya dan waktunya. Artinya banyaknya upah yang diterima itu sudah pasti jumlahnya pada setiap waktu yang telah ditetapkan. Dalam hal waktu yang lazim digunakan di Indonesia adalah bulan. Gaji merupakan upah kerja yang dibayar dalam waktu yang ditetapkan. Sebenarnya bukan saja waktu yang ditetapkan, tetapi secara relatif banyaknya upah itu pun sudah pasti jumlahnya. Di Indonesia, gaji biasanya untuk pegawai
negeri
dan
perusahaan-perusahaan
besar.
Jelasnya
di
sini
bahwa perbedaan pokok antara gaji dan upah yaitu dalam jaminan ketepatan waktu dan kepastian banyaknya upah. Namun keduanya merupakan balas jasa yang diterima oleh para karyawan atau tenaga kerja (Sarjanaku.com, 2012). Pengupahan sendiri merupakan salah satu faktor yang paling sensitif karena upah merupakan salah satu faktor pendorong untuk bekerja dan berpengaruh terhadap moral dan disiplin tenaga kerja. Oleh karena itu, setiap perusahaan atau organisasi manapun seharusnya dapat memberikan upah yang seimbang dengan beban kerja yang dipikul tenaga kerja. Ehrenberg (1998) menyatakan apabila terdapat kenaikan tingkat upah rata-rata, maka akan diikuti oleh turunnya jumlah tenaga kerja yang diminta,
Universitas Sumatera Utara
berarti akan terjadi pengangguran. Sebaliknya, dengan turunnya tingkat upah ratarata akan diikuti oleh meningkatnya kesempatan kerja, sehingga dapat dikatakan bahwa kesempatan kerja mempunyai hubungan terbalik dengan tingkat upah. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Kuncoro (2001), dimana kuantitas tenaga kerja yang diminta akan menurun sebagai akibat dari kenaikan upah. Apabila tingkat upah naik sedangkan harga input lain tetap, berarti harga tenaga kerja relatif lebih mahal dari input lain. Situasi ini mendorong pengusaha untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja yang relatif mahal dengan input-input lain yang harganya relatif lebih murah guna mempertahankan keuntungan yang maksimum. Adapun beberapa faktor penting yang mempengaruhi besarnya upah yang diterima oleh para karyawan/tenaga kerja, yaitu: 1. Penawaran dan permintaan karyawan 2. Organisasi buruh 3. Kemampuan untuk membayar 4. Produktivitas 5. Biaya hidup 6. Peraturan pemerintah 2.2.3.2 Produktivitas Kerja Produktivitas pada dasarnya adalah sikap mental yang mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Seperti yang dikemukakan Afrida (2003) dan Simanjuntak (1998)
produktivitas mengandung pengertian filosofis-kualitatif,
kuantitatif-teknis operasional. Secara filosofis-kualitatif, produktivitas merupakan
Universitas Sumatera Utara
pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk miningkatkan mutu kehidupan. Keadaan hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin, dan mutu kehidupan besok harus lebih baik daripada hari ini. Pandangan hidup dan sikap mental demikian akan mendorong menusia untuk tidak cepat merasa puas, akan tetapi terus mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja. Definisi kerja secara kuantitatif, produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumberdaya (masukan) yang dipergunakan per satuan waktu. Sedangkan pengertian secara operasional mengandung makna peningkatan produktivitas yang dapat terwujud dalam empat bentuk: a. Jumlah produksi yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit b. Jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang kurang c. Jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang sama d. Jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan sumber daya yang relatif lebih kecil. Produktivitas tenaga kerja merupakan gambaran kemampuan pekerja dalam menghasilkan output
(Ananta, 1993). Hal ini karena produktivitas
merupakan hasil yang diperoleh oleh suatu unit produksi dengan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, dengan produktivitas kerja yang tinggi menunjukkan kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja juga tinggi. Produktivitas juga didefinisikan sebagai perbandingan antara hasil kerja yang telah dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
dalam waktu tertentu. Satuan ukurannya adalah angka yang menunjukkan rasio antara output dan input. Kenaikan produktivitas berarti pekerja dapat menghasilkan lebih banyak dalam jangka waktu yang sama, atau suatu tingkat produksi tertentu dapat dihasilkan dalam waktu yang lebih singkat. Produktivitas dapat dirumuskan sebagai berikut (Sudarsono, 1988) : PRTK = Q ...........................................................................................(2.3) TK dimana: PRTK = Produktivitas Q
=
Volume produksi yang dihasilkan sebagai akibat dari
penggunaan tenaga kerja TK = Banyaknya tenaga kerja yang digunakan Peningkatan kualitas pekerja yang dicerminkan oleh tingkat pendidikan rata-rata yang semakin membaik, memberi dampak positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Begitupula dengan upaya peningkatan keterampilan dan pelatihan tenaga kerja yang disertai dengan penerapan teknologi yang sesuai, berdampak pula terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja (Mulyadi, 2006). Menurut Mulyadi (2006), semakin tinggi produktivitas tenaga kerja maka akan semakin rendah penyerapan tenaga kerja. Sebaliknya semakin rendah produktivitas tenaga kerja, maka penyerapan tenaga kerja akan semakin meningkat. 2.2.3.3. Modal Pengertian modal meliputi dua aspek. Dalam teori ekonomi istilah modal diartikan sebagai barang modal, yaitu benda-benda yang digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
memproses dan memproduksikan berbagai jenis barang. Mesin penggiling padi, berbagai jenis peralatan untuk menghasilkan tekstil dan pakaian, dan alat-alat berat yang digunakan untuk membuat jalan dan bangunan digolongkan sebagai modal. Dalam kegiatan bisnis dan sistem finansial, modal diartikan pula sebagai dana yang digunakan untuk melakukan investasi di sektor keuangan seperti membeli saham dan obligasi. Sering juga dikatakan mengenai modal kerja dalam membincangkan kegiatan usaha, dan istilah modal tersebut diartikan sebagai dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan usaha sehari-hari. Dengan mengamati penggunaan istilah modal di atas dapat disimpulkan bahwa modal meliputi tiga pengertian berikut: (1) barang dan peralatan fisik yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, (2) dana keuangan yang disisihkan untuk diinvestasikan dalam harta-harta keuangan (seperti saham dan obligasi), dan (3) dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan memproduksi dan menyalurkan barang kepada pembeli (Sukirno et al. 2004). Modal menurut Smith dalam Hakim (2002) merupakan unsur produksi yang secara aktif menentukan tingkat output. Peranannya sangat sentral dalam proses pertumbuhan output, sehingga jumlah dan pertumbuhan output bergantung pada laju pertumbuhan modal. Pengaruh modal terhadap tingkat output total bisa secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung, maksudnya adalah peningkatan produktivitas perkapita yang dimungkinkan karena adanya spesialisasi dan pembagian kerja yang semakin tinggi. Besarnya modal akan mementukan tingkat output secara aktif dan hal tersebut berarti dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Secara teoritis, semakin besar nilai investasi pada industri kecil dimana investasi yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
bersifat padat karya maka modal pun akan bertambah, sehingga kesempatan kerja yang diciptakan semakin tinggi. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat dilihat penyerapan tenaga kerja yaitu elastis terhadap modal (Hakim, 2002). Tersedianya modal kerja yang cukup mempunyai efek yang besar terhadap penggunaan tenaga kerja. Modal dapat digunakan untuk membeli mesin-mesin atau peralatan untuk melakukan peningkatan proses produksi. Dengan penambahan mesin-mesin atau peralatan produksi maka akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi. Makin besar skala produksi, kegiatan perusahaan juga bertambah sehingga permintaan terhadap tenaga kerja juga meningkat. Modal dapat digunakan untuk memperbesar perusahaan atau mendirikan usaha baru. Usaha baru tersebut bisa merupakan perluasan dari usaha yang lama. (Komarudin, 1981). Penambahan modal terhadap setiap industri akan dapat meningkatkan bahan baku atau dapat mengembangkan usaha (menambah jumlah usaha). Dengan semakin banyak usaha yang berkembang atau berdiri maka akan dapat menyerap tenaga kerja yang banyak pula ( Zamrowi, 2007). Menurut Haryani (2002), dalam prakteknya faktor-faktor produksi baik sumberdaya manusia maupun yang non sumberdaya manusia seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang atau jasa. Pada suatu industri, dengan asumsi faktor- faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja.
2.3. Penelitian Terdahulu Irsan dalam Zamrowi (2007), dalam studinya yang berjudul Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Industri
Universitas Sumatera Utara
Pengolahan di Indonesia, dengan menggunakan analisis regresi linear berganda secara OLS (Ordinary Least Square) pengujian statistik menunjukkan kemaknaan (signifikan) yang sangat berarti untuk upah, modal dan nilai tambah mempunyai signifikansi pada tingkat 1 persen yang berarti bahwa
99 persen kebenaran
daripada upah, modal dan nilai tambah dapat dipercaya, sementara untuk kemajuan teknologi pada tingkat 10 persen yang berarti kebenaran daripada kemajuan teknologi dapat dipercaya. Dari hasil estimasi tersebut maka upah (W), modal (K), dan nilai tambah (Va) berpengaruh secara signifikan terhadap input tenaga kerja (L). Sedangkan
penelitian
yang
dilakukan
Irwan
Ernaro
dalam
Zamrowi (2007), disimpulkan bahwa modal mempunyai pengaruh yang signifikan dan bersifat positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada 33 industri
kecil
makanan dan minuman. Untuk nilai tambah mempunyai pengaruh yang signifikan dan bersifat positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Zamrowi (2007) dalam studinya yang berjudul Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil (Studi di Industri Kecil Mebel di Kota Semarang) dengan menggunakan analisis regresi linear berganda OLS (Ordinary Least Square) disimpulkan bahwa variabel upah tenaga kerja (X1), produktivitas tenaga kerja (X2), dan non upah (X 4 ) berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja, sedang modal (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Supriadi et al. meneliti Pengaruh Stok Modal dan Upah Minimum Kabupaten terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada UKM di Kabupaten Tasikmalaya Periode Tahun 2003-2008 (Studi Kasus pada Industri Komoditi
Universitas Sumatera Utara
Unggulan) dengan metode Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel stok modal pada industri bordir, bambu, pandan dan mendong berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Sedang variabel upah minimum pada industri bordir berpengaruh negatif dan tidak signifikan, upah minimum pada industri bambu dan mendong berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan untuk upah minimum pada industri pandan berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Sari (2000) dalam penelitiannya berjudul Analisis Pengaruh Keberadaan Usaha Konveksi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kecamatan Medan Area Kodya Medan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel upah tenaga kerja (X 1 ), jumlah mesin (X 2 ), dan variabel rencana produksi (X 3 ) berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Setyadi (2008) dalam penelitiannya Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil Konveksi (Studi Kasus Desa Sendang Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara) dengan metode regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel upah tenaga kerja (X 1 ) dan variabel biaya bahan baku (X 2 ) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, sedang variabel nilai produksi (X 3 ) berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Fadliilah dan Hastarini (2012), dalam penelitiannya Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil (Studi Kasus di Sentra Industri Kecil Ikan Asin di Kota Tegal), dengan metode Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varibel upah tenaga kerja (X 1 ) dan variabel produktivitas
Universitas Sumatera Utara
(X 2 ) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, sedang variabel modal kerja (X 3 ) berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Elnopembri (2007) melakukan penelitian Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Industri Kecil di Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa upah minimum regional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri kecil. Tingkat suku bunga kredit investasi Bank Pembangunan Daerah dan Bank Pemerintah di daerah sama-sama memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri kecil, artinya peningkatan suku bunga kredit akan mengakibatkan turunnya permintaan tenaga kerja industri kecil. Nilai produksi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri kecil. Ekspansi yang dilakukan industri kecil dengan menciptakan akses pasar akan mendorong peningkatan produksi sehinga berdampak terciptanya lapangan kerja baru.
2.4. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual
menunjukkan tentang pola fikir terhadap
pemecahan masalah penelitian yang ditemukan dan didasarkan pada teori-teori yang relevan yang diambil sebagai dasar pemecahan masalah penelitian. Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori, dan beberapa penelitian terdahulu yang secara substansional mempunyai kesamaan baik dalam kajian teori maupun model analisis yang digunakan, dan berdasarkan suatu asumsi bahwa
variabel-variabel yang mempengaruhi dalam penyerapan tenaga kerja
Universitas Sumatera Utara
pada industri kecil konveksi pakaian jadi di Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai adalah faktor-faktor internal yaitu upah tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja dan modal kerja, sedangkan faktor eksternal dianggap tetap, maka dapat disusun suatu kerangka konseptual bahwa: faktor-faktor internal yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri konveksi pakaian jadi di
Kecamatan
Binjai Utara Kota Binjai adalah upah tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, dan modal kerja.
Upah Tenaga Kerja (X1) Produktivitas Tenaga Kerja (X2)
Penyerapan Tenaga Kerja (Y) (X )
Modal Kerja (X3) Gambar 2.3. Kerangka Konseptual
2.5. Hipotesis Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu pendapat atau teori yang masih kurang sempurna. Dengan kata lain hipotesis adalah kesimpulan yang belum final dalam arti masih harus dibuktikan atau diuji kebenarannya. Selanjutnya hipotesis dapat diartikan juga sebagai dugaan pemecahan masalah yang bersifat sementara yakni pemecahan masalah yang mungkin benar dan mungkin salah (Nawawi, 2001). Berdasarkan hal di atas, maka dalam penelitian ini akan dirumuskan hipotesis guna memberikan arah dan pedoman dalam melakukan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel upah tenaga kerja mempunyai pengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil konveksi pakaian jadi di Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai. 2. Variabel produktivitas tenaga kerja mempunyai pengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil konveksi pakaian jadi di Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai. 3. Variabel modal kerja mempunyai pengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil konveksi pakaian jadi di Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai.
Universitas Sumatera Utara