BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ibuprofen Ibuprofen atau asam 2-(-4-Isobutilfenil) propionat dengan rumus molekul C13H18O2 dan bobot molekul 206.28, rumus bangun dari ibuprofen adalah sebagai berikut : CH3
COOH
CH3
H3C
Gambar 1. Struktur Kimia Ibuprofen Ibuprofen berupa serbuk hablur putih hingga hampir putih, berbau khas lemah dan tidak berasa dengan titik lebur 75.0 – 77.5◦C. Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan dalam chloroform serta sukar larut dalam etil asetat (Ditjen POM, 1995). Larutan
ibuprofen
dalam
NaOH
0.1N
dengan
(A11=18.5a),
memperlihatkan serapan maksimum pada panjang gelombang 265 dan 273 nm sedangkan pada inframerah memperlihatkan puncak pada 1721, 1232, 779, 1185, 1273 dan 870 cm-1 (Moffat. A. C., dkk., 2005). Ibuprofen merupakan obat anti radang non steroid, turunan asam arilasetat yang mempunyai aktivitas antiradang dan analgesik yang tinggi, terutama digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat peradangan pada berbagai kondisi rematik dan arthritis. Ibuprofen dapat menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna, diabsorpsi cepat dalam saluran cerna, kadar serum tertinggi terjadi dalam
Universitas Sumatera Utara
1-2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh 1.8-2 jam, dosis: 400 mg 3-4 dd (Katzung, B.G., 2002; Siswandono dan Soekardjo, B., 2000). Ibuprofen menimbulkan efek analgesik dengan menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada system saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin seperti siklooksigenase sehingga mencegah sensitasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit seperti bradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion hidrogen dan kalium yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi (Siswandono dan Soekardjo, B., 2000). 2.2. Parasetamol Parasetamol atau 4-hidroksiasetanilida dengan rumus molekul C8H9NO2 dan bobot molekul 152.16, rumus bangun dari parasetamol adalah sebagai berikut: H N
H3C
O OH
Gambar 2. Struktur Kimia Parasetamol Parasetamol berupa serbuk hablur putih, tidak berbau dan rasa sedikit pahit dengan titik lebur 169-170.5◦C. Parasetamol mudah larut dalam air mendidih, sangat mudah larut dalam chloroform, larut dalam etanol, metanol, dimetil formamida, aseton dan etil asetat, praktis tidak larut dalam benzen. (Ditjen POM, 1995). Parasetamol memiliki serapan maksimum dalam larutan asam pada panjang gelombang 245 nm (A11=668a) dan dalam larutan basa pada panjang
Universitas Sumatera Utara
gelombang 257 nm (A11=715a) sedangkan pada inframerah memperlihatkan puncak pada 1506, 1657, 1565, 1263, 1227, 1612 cm−1. (Moffat A.C., dkk, 2005). Parasetamol dengan pKa 9.5 diabsorpsi cepat melalui usus dan konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh dalam plasma antara 1-3 jam, dimetabolisme oleh enzim mikrosom dan dieksresikan melalui ginjal. Turunan dari para-aminofenol ini bekerja sebagai analgetik-antipiretik serta memiliki aktivitas antiinflamasi yang rendah dan dapat diberikan secara oral, intravena serta rektal. Parasetamol merupakan obat pilihan pertama dalam penanganan nyeri dan demam karena relatif aman, tidak mengiritasi lambung dan dapat digunakan untuk anak-anak serta pasien asma. Efek samping yang ditimbulkan adalah methemoglobin dan hepatotoksik (Ditjen Binfar, 2006; Mycek.J.M., 2001). Sebagai antipiretik parasetamol dapat meningkatkan eliminasi panas pada penderita suhu tinggi dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat. Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil. Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja obat pada system saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol suhu di hipotalamus (Siswandono dan Soekardjo, B., 2000). 2.3. Volumetri Volumetri adalah suatu metode analisis kimia kuantitatif yang digunakan untuk menentukan kadar analit dengan menggunakan larutan pereaksi yang konsentrasinya diketahui. Pada umumnya metode volumetri disebut metode titrasi dan pereaksinya disebut pentitrasi. Pereaksi harus bereaksi stoikiometri dengan
Universitas Sumatera Utara
analit dan kadar zat dihitung dari volume pereaksi yang bereaksi ekivalen dengan analit (Satiadarma, K., 2004). Untuk dapat dilakukan analisis volumetri harus dipenuhi syarat-syarat berikut : 1. Harus ada suatu reaksi yang sederhana, yang dapat dinyatakan dengan suatu persamaan kimia, zat yang akan ditetapkan harus bereaksi lengkap dengan reagensia dalam proporsi yang stokiometri atau ekivalen 2. Reaksi harus praktis dan berjalan sangat cepat, dalam beberapa keadaan penambahan katalis akan menaikan kecepatan reaksi. 3. Harus tersedia indikator yang dapat digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi. Berdasarkan reaksi kimianya, volumetri dapat dikelompokan atas : 1. Reaksi penentralan (asidimetri dan alkalimetri) Penetapan kadar suatu zat (asam atau basa) berdasarkan prinsip netralisasi, bila sebagai titran digunakan larutan baku asam, maka penetapan tersebut dinamakan asidimetri, sebaliknya bila larutan baku basa sebagai titran, maka penetapan itu disebut alkalimetri. 2. Reaksi pembentukan kompleks Merupakan reaksi yang menghasilkan suatu kompleks atau ion komplek yang dapat larut tetapi sedikit terdisosiasi, misalnya reaksi ion perak dengan ion sianida untuk membentuk kompleks Ag(CN)2- yang sangat stabil 3. Reaksi oksidasi reduksi (Redoks) Reaksi-reaksi kimia yang menyangkut oksidasi-reduksi secara luas digunakan dalam analisa volumetri 4. Pengendapan (Underwood, L.A., 1980)
Universitas Sumatera Utara
Proses yang kita gunakan untuk menentukan secara teliti konsentrasi suatu larutan dikenal dengan standarisasi dengan menggunakan standar primer, dengan syarat sebagai berikut: 1.
Mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaaan kemurnian yang
diketahui dengan harga yang wajar. Pada umumnya jumlah pengotoran harus tidak melebihi 0.01 sampai 0.02% dan harus mungkin diuji kemurnianya dengan uji-uji yang diketahui kepekaanya. 2.
Zat itu harus tetap, harus mudah dikeringkan dan harus tidak higroskopik,
tidak berkurang beratnya sewaktu terkena udara. 3.
Mempunyai berat ekivalen yang tinggi sehingga kesalahan penimbangan
akan menjadi lebih kecil dan mudah larut serta reaksi cepat dan stokiometri (Basset,J., dkk. 1994) 2.4. Metode Penetapan Kadar Ibuprofen 2.4.1. Alkalimetri Bila ditinjau dari harga pKa nya, ibuprofen dapat ditetapkan kadarnya secara alkalimetri,
Btitish
Pharmacopoeia
tahun 2007
dan
The
International
Pharmacopoeia third edition tahun 2003, kadar ibuprofen dapat ditetapkan secara titrasi menggunakan larutan NaOH 0.1 N dengan indikator fenolftalein. Metode ini didasarkan pada perpindahan proton dari zat yang bersifat asam, Fenolftalein adalah indikator dari golongan ftalein yang banyak digunakan dalam pelaksanaan pemeriksaan kimia, berupa hablur putih yang mempunyai kerangka lakton, indikator ini sukar larut dalam air, tapi dapat bereaksi dengan air sehingga cicncin laktonya terbuka dan membentuk asam yang berwarna (Basset,J., dkk. 1994)
Universitas Sumatera Utara
OH
HO
HO
-H
O
+
C C
OH
+ H+ COOCOO -.
HInTak berwarna
In2merah
Gambar 3. Perubahan Struktur Fenolftalein 2.4.2. Secara Spektrofototmetri UV-VIS Jika dilihat dari strukturnya Ibuprofen memiliki gugus kromofor yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet, Menurut Ebeshi, U. B., 2009, kadar ibuprofen dalam sediaan tablet dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri ultraviolet karena Ibuprofen memiliki serapan maksimum dalam larutan basa pada panjang gelombang 265 nm (A11 =18.5a). 2.4.3. Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV tahun 1995 dan USP XXX tahun 2007, kadar ibuprofen dalam sediaan tablet dapat ditetapkan secara KCKT dengan menggunakan fase gerak; canpuran larutan asam kloroasetat 1 %b/v dengan asetonitril yang diatur pada PH 3.0. 2.5. Metode Penetapan Kadar Parasetamol 2.5.1. Nitrimetri (Titrasi Diazotasi) Titrasi diazotasi ini sangat sederhana dan berguna untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa sulfonamid dan senyawa-senyawa anastetik lokal golongan asam amino benzoat. Nitrimetri adalah metode penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku natrium nitrit, metode ini didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
reaksi diazotasi yakni reaksi antara amina aromatik primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium (Gandjar, G.H., dan Rohman, A., 2007). Dalam nitrimetri, berat ekivalen suatu senyawa sama dengan berat molekulnya karena 1 mol senyawa bereaksi dengan 1 mol asam nitrit dan menghasilkan 1 mol garam diazonium. Pada titrasi diazotasi, penentuan titik akhir dapat menggunakan indikator luar, indikator dalam dan secara potensiometri (Kar, A., 2005). Indikator luar yang digunakan adalah pasta kanji-iodida atau kertas kanjiiodida, ketika larutan digoreskan pada pasta, adanya kelebihan asam nitrit akan mengoksidasi iodida menjadi iodium dengan adanya kanji akan menghasilkan warna biru segera. Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut (Ditjen POM, 1995). NaNO2
+ HCl
→ HNO2 + NaCl
KI + HCl → KCl + HI 2 HI + 2 HONO → I2 + 2 NO + 2H2O I2 + kanji → kanji iod ( biru) Titik akhir titrasi tercapai apabila pada penggoresan larutan yang dititrasi pada pasta kanji-iodida akan terbentuk warna biru segera sebab warna biru juga terbentuk beberapa saat setelah dibiarkan diudara, hal ini disebabkan karena oksidasi iodida oleh udara (O2) menurut reaksi (Kar, A., 2005). 4 KI + 4 HCl + O2 → 2H2O + 2I2 + 4 KCl I2 + kanji → kanji iod (biru)
Universitas Sumatera Utara
Untuk menyakinkan apakah benar-benar sudah terjadi titik akhir titrasi, maka pengujian seperti di atas dilakukan lagi setelah dua menit. Indikator dalam terdiri atas campuran trepeolin OO dan metilen biru. Trepeolin OO merupakan indikator asam-basa yang berwarna merah dalam suasana asam dan berwarna kuning bila dioksidasi oleh adanya kelebihan asam nitrit, sedangkan metilen biru sebagai pengkontras warna sehingga pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan dari ungu menjadi biru sampai hijau tergantung senyawa yang dititrasi. Pemakaian kedua indikator ini ternyata memiliki kekurangan. Pada indikator luar harus diketahui dulu perkiraan jumlah titran yang diperlukan, sebab kalau tidak diketahui dulu perkiraan jumlah titran yang dibutuhkan maka akan sering melakukan pengujian apakah sudah tercapai titik akhir titrasi atau belum. Disamping itu kalau sering melakukan pengujian, dikhawatirkan akan banyak sampel yang hilang pada saat pengujian titik akhir. Sementara itu pada pemakaian indikator dalam walaupun perlakuanya mudah tetapi seringkali untuk senyawa yang berbeda akan memberikan warna yang berbeda (Gandjar, G.H., dan Rohman, A., 2007). Metode potensiometri, merupakan metode yang baik untuk penetapan titik akhir dengan menggunakan elektrode kolomel-platina yang dicelupkan ke dalam titrat. Pada saat titik akhir titrasi adanya kelebihan asam nitrit akan tejadi depolarisasi elektroda sehingga akan terjadi perubahan arus yang sangat tajam sekitar +0,80 Volt sampai +0.90 Volt. Metode ini sangat cocok untuk sampel bentuk sediaan syrup yang berwarna (Gandjar, G.H., dan Rohman, A., 2007).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Higuchi 1968 dan The International Pharmacopoeia tahun 2003, kadar parasetamol dapat ditetapkan secara nitrimetri, dimana parasetamol direfluks dengan H2SO4 10 % b/b, sehingga diperoleh para-aminofenol dan dititrasi secara nitrimetri, menggunakan indikator pasta kanji, dengan Reaksi sebagai berikut : H N
O C
NH2 +
H2 O / H
CH 3 COOH
CH3 HO
HO
Gambar 4 . Hidrolisis Parasetamol
2.5.2. Serimetri Menurut British Pharmacopoeia tahun 2007 dan Hermann, J 1991 parasetamol dapat ditetapkan kadarnya secara serimetri menggunakan larutan serium(IV)sulfat sebagai pentiter. Dilarutkan 0.300 g didalam campuran 10 ml akuades dan H2SO4 encer, kemudian direfluks selama 1 jam dan diencerkan sampai 100.0 ml dengan akuades. Pipet 20 ml dan tambahkan 40 ml akuades, 15 ml HCl encer dan 0.1 ml ferroin, kemudian dititrasi dengan larutan Serium(IV) sulfat 0.1 N sampai terbentuk warna kuning kehijauan dan dilakukan titrasi blanko. 1 ml serium (IV) sulfat setara dengan 7.56 mg C8H9NO2 Reaksi : O HO
H N
H
C
+
/ H2 O HO
NH2
H3C
COOH
CH3
2Ce 4+ HO
NH2
O
NH
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Secara Spektrofototmetri UV-VIS Jika dilihat dari strukturnya parasetamol memiliki gugus kromofor yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet, Menurut Moffat, dkk., (2005) parasetamol memiliki serapan maksimum dalam larutan asam pada panjang gelombang 245 nm (A11=668a) dan dalam larutan basa pada panjang gelombang 257 nm (A11=715a). Menurut Farmakope Indonesia edisi III tahun 1979, parasetamol dalam sediaan tablet dapat ditetapkan secara spektrofotometri ultraviolet pada larutan basa pada panjang gelombang 257 nm dan menurut Shrestha dan Pradhananga, tahun 2009, parasetamol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri visibel berdasarkan pembentukan warna setelah direaksikan dengan 1-naftol atau resorsinol kemudian dianalisis pada panjang gelombang 505 nm. 2.5.4. Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV tahun 1995 dan USP XXX tahun 2007, kadar parasetamol dalam sediaan tablet dapat ditetapkan secara KCKT dengan menggunakan fase gerak; campuran air-metanol (3:1). 2.6. Spektrofotometer inframerah Secara umum spektrofotometer inframerah digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik dan untuk mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik jarinya. Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya inframerah tengah (midinfrared) yaitu pada panjang gelombang 4000-200 cm-1 (Dachriyanus, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorbsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk tipe ikatan kimia atau gugus fungsi, metode ini sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik dan organometalik (Dachriyanus, 2004) Vibrasi molekul dapat digolongkan atas dua golongan : 1.
Vibrasi regangan (Streching) Vibrasi regangan (Stretching Vibration), yaitu vibrasi yang mengakibatkan
perubahan panjang ikatan suatu ikatan, vibrasi regangan dibagi menjadi dua macam : a.
Regangan simetri yakni bergerak bersamaan dan searah dalam satu bidang datar
b.
Regangan asimetri yakni bergerak bersamaan dan tidak searah tapi masih dalam satu bidang datar
Gambar 5: Contoh Vibrasi Regangan Simetri Dan Asimetri 2.
Vibrasi tekuk (Bending Vibrations) Vibrasi tekuk (Bending Vibrations), yaitu vibrasi yang mengakibatkan
perubahan sudut ikatan antara dua ikatan, vibrasi ini dibagi menjadi 4 bagian: •
Vibrasi Goyangan (Rocking), unit struktur bergerak mengayun asimetri tetapi masih dalam bidang datar.
Universitas Sumatera Utara
•
Vibrasi Guntingan (Scissoring), unit struktur bergerak mengayun simetri dan masih dalam bidang datar.
•
Vibrasi Kibasan (Wagging), unit struktur bergerak mengibas keluar dari bidang datar.
•
Vibrasi Pelintiran (Twisting), unit struktur berputar mengelilingi ikatan yang menghubungkan dengan molekul induk dan berada di dalam bidang datar ( Susilo, A., 2009 ).
Gambar 6: Contoh Vibrasi Tekuk
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1:
Serapan Khas Beberapa Gugus Fungsi
Gugus OH alkohol H yang terikat Asam NH Amin CH Alkana Alken Aromatik C=C Alkena Aromatik C=O Aldehid Keton Asam Ester NO2 Nitro
Frekuensi, cm-1 3580-3650 3210-3550 2500-2700 3300-3700 2850-2960 3010-3095 ~3030 1620-1680 ~1600 1720-1740 1675-1725 1700-1725 1720-1750 1500-1650
2.7. Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaanya.Validasi metoda menurut United States Pharmacopoeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang digunakan akurat, spesisfik dan reproduksibel serta tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis (Gandjar, G.H., dan Rohman, A., 2007).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis : 1. Kecermatan (accuracy) Merupakan ukuran yang menunjukan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan, tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel placebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obat paten atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit skunder maka dapat dipakai metode adisi. Metode adisi dibuat dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut (Harmita, 2004). Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2. Rentang persen recovery yang diperbolehkan No.
Analit pada matriks sampel (%)
Rata-rata yang diperoleh (%)
1 2 3 4
≥10 ≥1 0.1 - 1 < 0.1
98-102 90-110 80-120 75-125
Universitas Sumatera Utara
2.
Keseksamaan (Precision) Merupakan ukuran yang menunjuakan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Keseksamaan dilakukan dengan cara melakukan analisis, minimal 9 kali perlakuan yaitu tiga konsentrasi dengan tiga replikasi atau minimal 6 replikasi pada konsentrasi 100 %. Rentang presisi yang diperbolehkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Anonim 2, 2007) Tabel 3. Rentang presisi yang diperbolehkan No. 1 2 3 4
3.
Konsentrasi sampel (%) ≥10 1.0 – 10.0 0.1 – 1.0 % < 0.1
Presisi (%) ≤2 ≤5 ≤ 10 ≤ 20
Selektivitas (spesifisitas) Merupakan suatu parameter untuk mengetahui kemampuannya yang hanya
mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matrik sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derjat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainya dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita ,2004; Gandjar, G.H., dan Rohman, A., 2007).
Universitas Sumatera Utara
4.
Linearitas Adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon secara
langsung atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Menurut USP XXX, linieritas dilakukan dengan melakukan analisis, minimal 5 konsentrasi dengan kisaran 80100 % dari konsentrasi perlakuan. 5.
Rentang (Range) Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang
sudah ditunjukan dapat ditetapkan dengan kecermatan dan linieritas yang dapat diterima (Gandjar, G.H., dan Rohman, A., 2007). 6.
Batas Deteksi dan Batas Kuantisi Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko, batas deteksi merupakan uji batas. Batas kuantisi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama ( Harmita, 2004) 7.
Ketangguahan metode Ketangguahan metode merupakan derajat ketertiruan hasil uji yang
diperoleh dari analisis yang sama dalam berbagai kondisi uji normal seperti laboratorium
analisis,
instrument,
bahan
pereaksi,
suhu
dan
lain-lain.
Ketangguhan metode dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi opersi normal antar lab dan antar analis (Gandjar, G.H., dan Rohman, A., 2007; Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara