BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebudayaan Kebudayaan mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan hasil kreativitas manusia yang sangat kompleks. Di dalamnya berisi struktur-struktur yang saling berhubungan, sehingga merupakan kesatuan yang berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan. Artinya, kebudayaan merupakan kesatuan organis dari rangkaian gejala, wujud dan unsur-unsur yang berkaitan satu dengan yang lain. Koentjaraningrat ( 1974:19 ) mendefinisikan kebudayaan sebuah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kata belajar memberi pengertian bahwa amat tidak sedikit tindakan kehidupan manusia ditengah-tengah masyarakat yang tidak dilakukan dengan belajar. Memang “kebudayaan” dan “tindakan kebudayaan” adalah segala perbuatan yang harus dilakukan oleh manusia dengan belajar. Kebudayaan : Cultuur ( Bahasa Belanda ), Cultuure ( Bahasa Inggris ), berasal dari perkataan Latin “Colere” yang berarti mengolah, mengerjakan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti Culture sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengobah dan mengubah alam”. Dilihat dari sudut bahasa Indonesia kebudayaan berasal dari Bahasa Sansekerta “Buddhayah” yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Pendapat lain mengatakan, bahwa kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk : budi daya, yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan antara budaya dengan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa,
6
sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut ( Abu Ahmadi, 2007:58). Klasifikasi
tentang
keberadaan
tari
tidak
akan
pernah
tuntas
tanpa
mengikutsertakan aspek-aspek sosiologisnya. Kehadiran tari merupakan masalah sosial dan hingga kini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat. Kehadiran tari ditengahtengah masyarakat mengandung berbagai macam pertanyaan, karena itu lahirlah pertanyaan tentang bagaimana jenis kegiatan atau perilaku sosial yang cukup berarti (significant symbol) ini harus dipahami. Dasar pemahaman ini menyangkut sosiologi yang berskala besar (makro), yaitu merupakan suatu sistem sosio-kultur yang terdiri dari sekelompok manusia, yang menggunakan berbagai cara untuk beradaptasi dengan lingkungan mereka; bertindak menurut bentuk tindakan sosial yang sudah terpolakan dan menciptakan kesepakatan bersama yang dibuat untuk memberi makna bagi tindakan bersama yang dibuat ( Hadi, 2005:30). Koentjaraningrat (1980:171), berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fungsi kebudayaan adalah kebudayaan untuk memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri manusia yang berhubungan dengan kebutuhannya. Tari adalah bagian dari kebudayaan, dihadirkan manusia karena memiliki fungsi dan tujuan didalam peranan kehidupannya. Berdasarkan konsep tersebut dapat dimengerti bahwa karya seni dalam hal ini tari, merupakan aktivitas budaya yang semula hadir sebagai suatu usaha bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia lahir maupun batin didalam menjalin hubungan dengan lingkungan dan masyarakat. Pada dasarnya kesenian yang berkembang di Indonesia terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kesenian yang lahir di kalangan Istana atau kerajaan dan kesenian yang
7
lahir di kalangan rakyat ( kesenian rakyat ). Sekarang dikenal dua kutub kebudayaan, yaitu kebudayan rakyat di satu pihak dan kebudayaan istana di pihak lain (volkskuns dan hofkuns), maka kesenian rakyat menempati bagian luar (outdoor) Keraton, dan kesenian Istana menempati bagian dalam (indoor) keraton ( Sujana, Anis:2001:132). Dari ungkapan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesenian terbagi menjadi dua di mana terdapat kesenian istana dan rakyat, hal ini dapat dibedakan dari tempat pertunjukannya dimana kesenian rakyat dipentaskan dibagian luar keraton dan kesenian istana dipentaskan dibagian dalam keraton. Hal tersebut diungkap pula oleh Kayam (1981:39) bahwa, sebagai berikut “tradisi agung” dan “tradisi kecil yakni pola kebudayaan dari peradapan kota (agung) dan pola kebudayaan dari komunitas kecil atau masyarakat pertanian (kecil). Hal tersebut diungkap oleh Soedarsono dalam bukunya Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Seni Pertunjukan di Indonesia dijelaskan bahwa. Pada zaman Kerajaan, ketika di Jawa terdapat dua golongan yang sangat berbeda yaitu golongan istana dan golongan rakyat, telah menghadirkan dua gaya seni pertunjukan yang sangat berbeda pola, yaitu seni pertunjukan istana dan seni pertunjukan rakyat. Berdasarkan pemaparan di atas jelas terdapat dua kebudayaan atau tradisi yang terdapat dalam sebuah pertunjukan di masyarakat. Di mana perbedaan tersebut menunjukkan status sosial masyarakat dan kalangan mana dia berada. B. Kesenian Kesenian merupakan unsur kebudayaan selalu mengalami perkembangan dan perubahan dari masa ke masa. Perubahan itu disadari oleh pandangan manusia yang dinamis dan semakin lama semakin berkembang dalam konsep proses dan hasil karya berkesenian.
8
Hal tersebut dapat dimengerti karena kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan dan manusia adalah pencipta sekaligus penikmatnya. Oleh karena itu, sepanjang sejarahnya manusia tidak akan lepas dari seni, karena hal tersebut mengandung nilai estetis (keindahan) sedangkan manusia menyukai keindahan sejalan dengan hal tersebut. Kesenian telah menyertai manusia sejak awal kehidupannya, dan sekaligus juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari seluruh hidup manusia. Semua ini menunjukkan keunikan baik dari umurnya maupun ke universalnya, sebagai salah satu bagian dari kebudayaan ( Rohindi, 2000:3). Berdasarkan paparan diatas, berarti dengan seni, seseorang dapat memperoleh kenikmatan yang dirasakannya tidak hanya fisik saja, melainkan juga secara batiniah. Estetika adalah disiplin terhadap keindahan atau seni. Bahasan seni dalam estetika mencakup masalah filosofis (pengetahuan) dan sains sekaligus. Kemudian secara bertahap berkembanglah berbagai disiplin seni yang lebih mengedepankan aspek rasional dan empiris yang didasari oleh interaksi bangsa-bangsa di dunia ini. Di mulai oleh disiplin antropologi yang kemudian bersentuhan dengan disiplin seni. Kenikmatan itu tumbul apabila kita menangkap simbol-simbol estetika dari penciptanya, sehingga sering orang menyatakan nilai seni merupakan nilai spiritual (kejiwaan). Kesenian adalah sebagai pedoman bagi pemenuhan integrative, yang bertalian dengan keindahan, berfungsi untuk mengintegrasikan berbagai kebutuhan tersebut menjadi suatu satuan sistem yang diterima oleh cita rasa yang langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pembenaran secara moral dari penerimaan akal pikiran warga masyarakat pendukungnya( Rohindi,2000:11).
9
Karena kompleksitas dan kedalamannya, maka orang yang membuat batasanbatasan tentang seni. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam memahami dan menilai seni, sehingga timbul konsep-konsep yang bervariasi sesuai dengan pemahaman, penghayatan, pengalaman dan pandangan seseorang terhadap seni. Berbagai kesenian merupakan petualangan manusia, dan sebagian besar karyakarya tentang estetika pada masa kini, dimulai dari perbedaan-perbedaan umum di antara cabang-cabang seni yang dihasilkan dalam kehidupan kita. Namun demikian, dalam tahapan tertentu berbagai cabang kesenian ini mempunyai satu kesatuan, yang membentuk identitas masyarakat pendukungnya. Kesenian sudah melekat pada tatanan hidup masyarakat. Hal ini tidak dapat kita pungkiri lagi karena kesenian telah ada sejak jaman dulu dalam kehidupan masyarakat. Sifat dari kesenian adalah tidak lepas dari masyarakat penyangganya, dan kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri (Kayam, 1981:38). Bentuk kesenian adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia di zaman dulu yang sering disebut sebagai kesenian tradisional. Kesenian tradisional lahir dari masyarakat, dipelihara oleh masyarakat, serta mendapatkan pengembangannya oleh masyarakat. Oleh karena ini masyarakatlah yang menentukan perubahan pada kesenian tradisional. Kesenian tradisional memiliki memiliki ciri tersendiri yang berpijak kepada adat istiadat atau aturan-aturan yang sudah baku. Predikat tradisional bisa diartikan sebagai segala yang sesuai dengan tradisi sesuai dengan kerangka pola-pola bentuk maupun penerapan yang selalu berulang, sedang yang tidak tradisional adalah yang terikat pada kerangka apapun (Edy Sedyawati, 1981:48).
10
Dari pernyataan diatas, menunjukkan bahwa pandangan masyarakat tentang kesenian tradisi hanya diartikan sebagai warisan budaya yang patut dilestarikan tanpa pengamatan yang lebih dalam, serta mencerminkan makna dan simbol yang terdapat didalamnya. Kesenian tradisional sangat dirasakan masyarakat pendukungnya sebagai sarana untuk mencapai suatu kebutuhan baik moril maupun spiritual. Mereka sangat percaya bahwa keinginannnya akhirnya akan tercapai. Akan tetapi makna yang terkandung dalam kesenian tradisional pada umumnya berhubungan dengan kebutuhan pendukungnya. Dari begitu banyak gaya tari rakyat yang ada, maka dapat dilihat ciri-ciri yang selalu ada pada setiap tari rakyat, hal ini diungkapkan oleh Sedyawati (1986:169) diantaranya sebagai berikut : 1. Fungsi sosial; Tarian yang mempunyai sifat sosial atau kebersamaan atau bisa ditarikan oleh kalangan masyarakat. 2. Ditarikan bersama; Kelompok ataupun massal, bukan pemain penari saja akan tetapi penonton juga dapat ikut andil pada pertunjukan tari rakyat tersebut. 3. Sifatnya spontanitas dan komunikatif; gerakan dilakukan tanpa dipikirkan terlebih dahulu tapi muncul secara spontan, asalkan mendekati suasana hati lingkungan, dapat menjadi unsur berlangsungnya sebuah tari rakyat. 4. Bentuk gerakan sederhana; Bentuk gerak yang diungkapkan bukan gerak yang sukar dan tinggi mutunya dalam arti gaya tari tertentu yang tinggi nilainya, akan tetapi sifat atau bentuk gerak yang sederhana (tidak ada pengolahan), sekedar mengimbangi bentuk gerak dan irama.
11
5. Tata rias dan busana pada umumnya sederhana; Kespontanitasan yang dituntut untuk berpartisipasi dalam tarian rakyat dengan sendirinya menjdikan unsur tata rias dan tata busana penampilan tari rakyat sangat sederhana. 6. Irama iringan dinamis; Iringan musiknya penuh semangat dan tenaga, sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan. Dengan diiringi hentakan-hentakan pukulan kendang lebih kerap yang menyebabkan gending iringan terasa lebih dinamis. 7. Jarang membawakan cerita lakon; Di dalam pertunjukan tari rakyat ini tidak membawa cerita lakon. 8. Jangka waktu pertunjukkan tergantung pada gairah penari tergugah; waktu pertunjukan tari rakyat sangat tergantung dengan banyaknya para apresiator dari penonton yang terlibat. Sebaliknya bila suasana sekeliling termasuk penonton tidak apresiatif, dan tambahan lagi penari-penari yang hadir tidak saling menggugah kegairahan mereka, hal semacam ini dapat menyebabkan pertunjukan patah ditengah jalan. 9. Sifat tari rakyat yang humoristis; Dari segi sifat tari rakyat, dapat dirasakan bahwa humor sangat menonjol mewarnai sifat tari rakyat itu. 10. Tempat pementasan berbentuk arena; tempat penyelenggaraan tari rakyat sangat lumrah diadakan di arena, dimana kemungkinan tontonan itu menyatu dengan para penontonnya (tidak ada batas antara pemain dengan penonton). 11. Bertemakan kehidupan masyarakat; tema tari rakyat mencerminkan kehidupan masyarakat dimana teori itu dilahirkan dan dibina, serta dikembangkan seiring dengan pengaruh suasana lingkungan tempat dan waktu.
12
Pemaparan di atas diungkap pula oleh Dolyana (1981:14) bahwa “Ciri khas sebuah kesenian rakyat yaitu suasana akrab dan kadang-kadang tidak diketahui lagi batas antara pemain dengan penonton”. Hal tersebut sejalan dengan ciri-ciri kesenian Barong yang merupakan kesenian rakyat. Menurut beberapa sumber Barongan lebih banyak diartikan sebagai binatang mitologi berkaki empat. Menurut Tjokrodibroto, kata barong sebenarnya merupakan istilah persenyawaan. Asalnya dari singa atau Singobarong tiruan yang dimaksudkan dengan singa (Felios leo) adalah harimau (Felis tigris) dan barong adalah suri atau gimbal. Jadi Singobarong artinya harimau yang berambut gimbal. Suri dapat diartikan rambut panjang pada leher kuda. Gimbal merupakan rambut yang tebal dan subur, tetapi apabila tidak bersuri akhirnya menjadi kusut. Kesenian Barongan merupakan bentuk tarian kelompok yang menggunakan topeng besar yang berbentuk kepala harimau raksasa yang biasa disebut dengan nama Singabarong. Barongan dipentaskan oleh penari yang sering disebut dengan Pembarong. Barongan biasanya dimainkan oleh dua orang penari, yang masing-masing bertugas di bagian depan sebagai kepala dan di bagian belakang sebagai ekornya. Barongan biasanya di sajikan dalam bentuk pawai atau arak-arakan. Kesenian Barongan adalah suatu bentuk tari rakyat yang sangat terkenal di Blora dan biasanya disajikan dalam bentuk drama tari yang ceritanya mengambil dari cerita Panji, Barongan merupakan sebagai penguasa hutan wengker yang sangat buas. Didalam seni Barongan tercermin sifat-sifat kerakyatan masyarakat Blora seperti sifat kekeluargaan, kesederhanaan, kompak, dan memiliki suatu keberanian yang dilandasi dengan kebenaran. Dalam tokoh Singabarong dalam cerita Barongan juga memiliki nama
13
yang sering disebut dengan Gembong amijoyo yang berarti harimau besar yang berkuasa. Peranan Singabarong secara totalitas penyajian merupakan tokoh yang sangat dominan, disamping ada beberapa tokoh yang tidak dapat dipisahkan yaitu : Bujangganong / Pujonggo Anom, Joko Lodro / Gendruwon, Pasukan berkuda / Jatilan, Nayantaka dan Gainah ( Ensiklopedia Blora Alam, Budaya, dan Manusia, 2010). C. Penelitian Relevan Berikut ini dikemukakan penelitian yang relevan dengan bahasan permasalahan yang sesuai dalam penelitian ini yaitu: Heri Muryanto (2013) dalam skripsi dengan judul “Struktur dan Fungsi Seni Barong Dalam Upacara Ritual Sedekah Bumi Masyarakat Kecamatan Todanan Kabupaten Blora”, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. Membahas secara luas tentang struktur dan fungsi Barongan dalam upacara ritual sedekah bumi pada masyarakat Todanan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sedangkan penelitian yang ditulis Penulis membahas secara luas tentang bagaimana sejarah kesenian Barongan dan bagaimana perkembangan Barongan di Desa Kunden Kecamatan Blora.
14