BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian tentang penggunaan EYD pada surat pribadi untuk saat ini belum ada. Namun, penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini telah banyak dilakukan, yakni yang pertama Penerapan EYD pada Surat Dinas Keluar di Pondok Pesantren Hubulo Kabupaten Bone Bolango oleh Imelda Dala Gobel (2010). Masalah yang dikaji ialah pemakaian huruf kapital, penulisan kata depan, serta pemakaian tanda baca pada surat permohonan, pemberitahuan, dan undangan. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada surat permohonan, pemberitahuan, dan undangan belum mencerminkan ketentuan yang ditetapkan. Kedua adalah Analisis Penggunaan Ejaan dalam Karangan Peserta Didik Kelas XI TMO 1 SMK Tirtayasa Kota Gorontalo oleh Supriyati (2010). Penelitian tersebut mengkaji penggunaan ejaan secara keseluruhan dan dititikberatkan pada karangan peserta didik. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa banyak ditemukan kesalahan yang berhubungan dengan ejaan. Jenis kesalahan tersebut ditinjau dari empat tataran linguistik, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Kesalahan dalam bidang fonologi yang ditemukan oleh peneliti dalam karangan peserta didik berhubungan dengan penggunaan huruf kapital, penulisan kata depan dan penggunaan tanda baca. Kesalahan dalam bidang morfologi terletak pada pilihan kata. Adapun kesalahan dalam bidang sintaksis meliputi penggunaan
alinea, struktur kalimat dan kalimat yang mubazir. Sedangkan kesalahan dalam bidang semantik disebabkan oleh kesalahan dalam bidang fonologi dan morfologi. Kedua kajian di atas berbeda dengan penelitian penulis yang dilihat dari rumusan masalah dan objek yang diteliti. Kajian pertama sama-sama mengkaji masalah EYD pada surat, namun kajiannya pada surat dinas. Sedangkan penulis mengkaji EYD pada surat pribadi. Kajian yang kedua ialah mengkaji penggunaan ejaan secara keseluruhan dalam karangan, Sedangkan penulis mengkaji penggunaan EYD pada surat pribadi peserta didik dan tidak mengkaji ejaan secara keseluruhan. 2.2 Hakikat Surat Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa surat adalah kertas atau kain dan sebagainya yang bertulis berbagai isi dan maksudnya. Oleh karena itu, surat yang berisi berbagai maksud dan tujuan, maka penyusunannya harus dikerjakan berhati-hati dan cermat. Surat yang mestinya disusun dengan hati-hati dan cermat itu bukan hanya surat yang bersifat resmi, tetapi juga surat yang bersifat pribadi. Secara umum, menyusun surat harus benar-benar jelas dan terang. Sebab surat adalah salah satu sarana dalam berkomunikasi. Berkomunikasi melalui surat berarti mengungkapkan semua maksud dan tujuan ke dalam sebuah tulisan yang tersusun rapi dan jelas dengan memperhatikan Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Kemudian dikirimkan kepada orang lain sebagai bentuk pemberitahuan atau berita yang tertullis. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam UU No.6/1984 pasal 1 bahwa surat adalah berita atau pemberitahuan secara tertulis atau terekam yang dikirim dalam sampul tertutup
(Suprapto, 2004:13). Sebagai sarana komunikasi tertulis, surat mencakup lima fungsi, yaitu sarana pemberitahuan, permintaan, buah pikiran atau gagasan, bukti historis, dan sebagai alat pengingat. 2.3 Jenis-jenis Surat Suprapto,(2004:17) mengatakan bahwa ada dua macam jenis surat, yaitu surat dinas dan surat pribadi. Surat dinas adalah surat yang ditulis untuk kepentingan atau menyangkut masalah lembaga, organisasi, instansi, dan sebagainya. Pada umumnya surat dinas bersifat resmi dan dibubuhi stempel. Sedangkan surat pribadi adalah salah satu bentuk surat-menyurat yang ditulis seseorang sebagai pribadi dan tidak berkaitan dengan kedinasan. Surat dinas maupun surat pribadi secara umum mengandung beberapa fungsi sebagaimana yang disebutkan di atas. Namun, perbedaannya adalah jika surat itu adalah surat dinas, maka kepentingannya terletak pada lembaga itu sendiri. Apabila surat itu adalah surat pribadi, maka kepentingannya secara pribadi dan tidak berkaitan dengan suatu lembaga. Ditinjau dari sifatnya, Ali (2009:10) mengemukakan surat pribadi terdiri dari dua sifat yaitu: 1. Surat pribadi yang bersifat kekeluargaan, seperti persahabatan dan perkenalan 2. Surat pribadi yang bersifat resmi, seperti surat lamaran pekerjaan dan surat permohonan. Jadi, surat pribadi yang bersifat kekeluargaan merupakan surat yang dikirimkan kepada sahabat, kenalan, maupun anggota keluarga. Sedangkan surat pribadi yang bersifat resmi merupakan surat yang dikirim kepada suatu lembaga atau
instansi, seperti surat lamaran pekerjaan, permohonan, maupun surat resmi lainnya yang berhubungan dengan kedinasan atas kepentingan pribadi itu sendiri. Sistematika penulisan surat pribadi pun berbeda dengan sistematika penulisan surat resmi. Penulisan surat resmi harus menggunakan kertas surat yang dilengkapi dengan kepala surat dan stempel atas nama instansi/lembaga. Sedangkan sistematika penulisan surat pribadi tidak menggunakan kertas surat yang resmi dan menggunakan kepala surat. Suprapto,(2004:51) mengemukakan sistematika penulisan surat pribadi pada umumnya memiliki enam bagian, yaitu: 1) Tanggal surat; 2) Alamat surat; 3) Salam pembuka; 4) Isi surat, terdiri atas: a. Kata pendahuluan, b. Isi sesungguhnya, c. Kata penutup; 5) Salam penutup; 6) Pengirim, terdiri atas: a. Kedudukan pengirim, b. Tanda tangan, c. Nama terang.
2.4 Ruang Lingkup Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) Pada hakikatnya ejaan itu tidak lain dari konvensi grafis, perjanjian di antara anggota masyarakat pemakai suatu bahasa untuk menuliskan bahasanya. Bunyi bahasa yang seharusnya diucapkan, diganti dengan huruf-huruf dan lambanglambang lainnya (Chaer,2006:36). Apabila seorang peserta didik yang ingin bercerita kepada seorang temannya tentang kehidupannya namun jaraknya sangat berjauhan, maka seorang peserta didik tersebut mengungkapkannnya lewat kata-katanya sendiri dengan menggunakan surat sebagai sarana komunikasi. Surat tersebut ditulis dengan memperhatikan Ejaan bahasa Indonesia Yang disempurnakan.
Sementara itu,
Tarigan (1990:2) mengartikan ejaan adalah cara atau aturan untuk menuliskan katakata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa. Jadi, biasanya ejaan itu bukan hanya soal pelambangan fonem dengan huruf saja, akan tetapi juga mengatur cara penulisan kata, dan tanda bacanya. Oleh sebab itu, seorang peserta didik yang mengungkapkan buah pikirannya ke dalam bentuk surat harus memperhatikan cara penulisannya yang telah dibatasi pada ruang lingkup ejaan. Ruang lingkup ejaan berdasarkan Permendiknas RI No. 46 Tahun 2009 (dalam Waridah) sebagai berikut. 2.4.1 Penggunaan Huruf Kapital a. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Misalnya:
Mereka akan melakukan penelitian di laboratorium.
Kita harus bekerja keras.
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Misalnya:
Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”
“Kemarin engkau terlambat,” katanya.
c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti Tuhan. Misalnya:
Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih
Alkitab, Quran
Tuhan akan menunjukan jalan yang benar kepada hamba-Nya
d. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya:
Sultan Hasanudin
Haji Agus Salim
Imam Syafii, Nabi Ibrahim
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang. Misalnya:
Dia baru saja menjadi sultan.
Tahun ini ia pergi naik haji.
e. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik,
Professor Supomo
Laksamana Muda Udara Husein Sastra
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang atau nama tempat. Misalnya:
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
f. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku dan bahasa. Misalnya:
Bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya:
Mengindonesiakan kata asing
Keinggris-inggrisan
g. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya:
Tahun Hijrah, bulan Agustus, hari Jumat, hari Lebaran, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama. Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya
h. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang. Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
i. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti. Misalnya:
Sudahkah Anda tahu
j. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Misalnya:
Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”
Surat Saudara sudah saya terima
“Silahkan duduk, Dik” kata Ucok
2.4.2 Penulisan Kata a. Kata ulang atau bentuk ulang Bentuk ulang adalah sebuah bentuk sebagaimana hasil dari mengulang sebuah kata dasar atau sebuah bentuk dasar. Kata ulang ditulis secara lengkap atau utuh dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya. Misalnya:
Anak-anak, hati-hati, lauk-pauk, sayur-mayur, berjalan-jalan, dibesarbesarkan.
b. Kata depan Kata depan adalah kata-kata yang biasanya menjadi penghubung antara predikat dengan objek atau keterangan; dan lazimnya berada di depan sebuah kata benda. Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari
Bermalam sajalah di sini
Di mana Siti sekarang?
c. Kata ganti 1) Kata ganti ku Kata ganti ku ditulis serangkai dengan kata yang mengikuti dan mendahului. Misalnya:
Kumakan saja buah apel di atas meja milikku.
Kutampar wajahmu, karena kamu menghina ibuku.
2) Kata ganti mu ditulis serangkai dengan kata yang mendahului. Misalnya:
Wajahmu
kesalahanmu
d. Partikel -lah, -kah Partikel -lah, -kah ditulis serangkai dengan kata yang mendahului. Misalnya:
Pergilah
apakah
2.4.3 Penggunaan Tanda Baca a. Tanda Titik (.) 1) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
2) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu. Misalnya:
Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik).
3) Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda Tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya:
Siregar, Merari, 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Pustaka.
4) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24. 200 orang.
Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukan jumlah. Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1987 di Bandung.
5) Tanda titik tidak dipakai di belakang alamat pengirim surat dan tanggal surat, atau nama dan alamat penerima surat. Misalnya:
Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik) Jakarta (tanpa titik) 1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik) Jalan Arif 43 (tanpa titik) Palembang (tanpa titik)
Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik) Jalan Cikini 71 (tanpa titik) Jakarta (tanpa titik)
b. Tanda Koma (,) 1) Tanda koma dipakai di antara unsure-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Satu, dua,…tiga!
2) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan. Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
4) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi, pula, meskipun begitu, akan tetapi. Misalnya:
… oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
5) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya. Wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya:
O, begitu? Wah, bukan main!
6) Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya:
Kata Ibu, “Saya gembira sekali.”
7) Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Surabaya, 10 Mei 1960
Kuala lumpur, Malaysia
c. Tanda Hubung (-) Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian bentuk ulang dan kata ulang. Misalnya: sia-sia, baik-baik, berjalan-jalan. d. Tanda Elipsis (…) Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya:
Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.
e. Tanda Tanya (?) 1) Tanda Tanya dipakai pada akhir kalimat Tanya. Misalnya:
Kapan ia berangkat?
2) Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?)
f. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya
g. Tanda Petik (“…”) 1) Tanda petik dapat dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris. Misalnya: Kata Ayah, “Saya akan datang” 2) Tanda petik dipakai untuk mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai di dalam kalimat. Misalnya: bacalah cerita “Bola Lampu” dalam buku Gema Tanah Air