5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rokok 2.1.1 Pengertian Rokok Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rokok merupakan suatu gulungan tembakau berukuran kira-kira sebesar kelingking yang dibungkus dengan daun nipah atau kertas. Konsumsi rokok dilakukan dengan cara menghisap rokok di salah satu ujungnya dan membakarnya pada ujung yang lain. Secara umum rokok dikemas dalam kotak dengan isi rata-rata 16-20 batang. Dalam kemasan rokok biasanya terdapat peringan tentang bahaya merokok, yang merupakan suatu program pemerintah untuk menekan jumlah perokok aktif di Indonesia. Di Indonesia rokok dibedakan berdasarkan beberapa karakteristik sebagai berikut. Berdasarkan bahan pembungkusnya rokok dibedakan menjadi: (1) klobot, rokok yang dibungkus dengan daun jagung; (2) kawung, rokok yang dibungkus dengan daun aren; (3) sigaret, rokok yang dibungkus dengan kertas, (4) cerutu, rokok yang dibungkus dengan daun tembakau. Berdasarkan bahan bakunya rokok dibedakan menjadi: (1) rokok putih, isinya daun tembakau yang diberi efek rasa dan aroma tertentu; (2) rokok kretek, isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi efek rasa dan aroma tertentu; (3) rokok klembak, isinya berupa daun tembakau, cengkeh dan kemenyan yang diberi efek rasa dan aroma tertentu. berdasarkan proses pembuatannya rokok dibedakan menjadi: (1) sigaret kretek tangan, proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan 5
6
tangan dan atau alat bantu sederhana; (2) sigaret kretek mesin (SKM), proses pembuatannya menggunakan mesin. Berdasarkan penggunaan filter pada rokok maka rokok dibedakan menjadi: (1) rokok filter, rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus sebagai penyaring asap; (2) rokok nonfilter adalah rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus penyaring asap (Haris dkk, 2012; Syarfa, 2015). 2.1.2 Zat-zat Kimia dalam Rokok Rokok terdiri dari berbagai macam zat kimia, telah dilaporkan bahwa asap rokok mengandung sekitar 7.000 jenis zat kimia dan sebagian besar bersifat toksik (Department of Health and Human Services USA, 2010a). Kandungan zat kimia pada rokok terdiri dari beberapa golongan antara lain golongan alkaloid, nitrosamin, hidrokarbon aromatik polisiklik, senyawa volatil termasuk aldehid, logam berat, amina aromatik, dan amina heterosiklik (Department of Health and Human Services USA, 2010b). Sumber zat kimia golongan alkaloid dalam rokok adalah daun tembakau. Tanaman tembakau memiliki kandungan alkaloid yang tinggi biasanya
memiliki
efek
pertahanan
farmakologis
alami
terhadap
mikroorganisme, serangga, dan vertebrata sehingga digunakan sebagai bahan pembuatan pestisida. Alkaloid yang terkandung dalam tembakau antara lain: anatabin, anabasin, nornicotin, N-metilanabasin, anabasein, nicotin, nicotin N-oksida, myosmi, β-nikotirin, cotinin, dan 2,3-bipiridil (Department of Health and Human Services USA, 2010b).
7
Gambar 2.1 Struktur kandungan alkaloid dalam tembakau Nikotin memiliki jumlah dan efek paling besar dari berbagai jenis alkaloid yang ada pada tembakau. Efek paling penting yang ditimbulkan oleh nikotin adalah adiksi atau ketergantungan. Sedangkan gabungan dari anabasin, anatabin, dan nirkotinin hanya mampu menyamai 5% dari konsentrasi nikotin. Beberapa penelitian pada hewan menemukan bahwa kandungan minor dari alkaloid juga menimbulkan efek pada serat otot halus, tekanan darah, dan inhibisi enzim (Department of Health and Human Services USA, 2010b). Kandungan selanjutnya dalam rokok adalah nitrosamin. Nitrosamin mengandung gugus nitroso yang berikatan pada amina nitrogen (Department of Health and Human Services USA, 2010b). Ada dua tipe nitrosamin yang terkandungan dalam tembakau dan asap tembakau yaitu nitrosamin volatil dan nitrosamin nonvolatil, termasuk TSNA. Yang termasuk nitrosamin volatil yaitu 4-(N-nitroso-N-methylamin) butyric acid, N-nitrosopipecolic acid, Nnitrososarcosine,
3-(N-nitroso-N-methylamino)
propionic
acid,
N-
8
nitrosoproline, dan N-nitrosodiethanolamine. Yang termasuk nonvolatil TSNA antara lain N’-nitrosonornicotine (NNN), 4-(methylnitrosamino)1-(3pyridyl)-1-butanone
(NNK),
N’-nitrosoanatabine
(NATB),
dan
N’-
nitrosoanabasine (NAB). Tembakau mrupakan bahan dengan kandungan nitrosamin tertinggi jika dibandingakan dengan sumber nitrosamin yang lain (Department of Health and Human Services USA, 2010b; IARC, 2007). Kandungan ketiga dalam rokok adalah hidrokarbon aromatik polisiklik atau biasa disingkat dengan PAH. PAH merupakan senyawa kimia dengan 2 atau lebih aromatik yang terkondensasi serta cincin karbon dan hidrogen. PAH merupakan senyawa hidrokarbon yang paling stabil dan biasanya tersusun dalam campuran yang kompleks dan sangat jarang berbentuk senyawa tunggal. PAH dihasilkan dari hasil pembakaran material biologis yang bersifat inkomplit dan asapnya bersifat karsinogenik (Ravindra dkk, 2007), salah satunya pada saat rokok dibakar. Faktor yang mempengaruhi kadar PAH pada rokok adalah tipe dari rokok itu sendiri dan kandungan nitratnya. Kandungan selanjutnya dalam rokok adalah senyawa volatil. Senyawa volatil bersama dengan gas lainnya terdapat dalam asap rokok. Kadar dari senyawa volatil digunakan sebagai parameter dalam menentukan tingkat toksisitas dari asap rokok Department of Health and Human Services USA, 2010b). Rokok juga mengandung zat kimia golongan metal dan metaloid namun tanpa membedakan ukuran massanya, kandungan metal dan metaloid dalam rokok sering disebut logam berat. Logam ini dapat berasal dari partikel yang ada di udara, pestisida saat tanaman belum diolah, dan sebagian besar
9
berasal dari penyerapan di dalam tanah. Jadi kandungan logam berat pada rokok sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perawatan tanaman tembakau sebelum dipanen (Xiao dkk, 2004). Suatu penelitian di United Kingdom menyatakan bahwa kandungan tembakau pada rokok yang dibuat secara manual memiliki kandungan logam berat yang lebih tinggi daripada rokok yang dibuat di pabrik (Stephens dkk, 2005). Kandungan logam tersebut antara lain arsen, kadmium, dan timah (Pappas dkk, 2007). Selain itu penelitian lain juga menemukan kandungan logam lain dalam jumlah yang lebih rendah yaitu: nikel (1.1-78.5 ng), kobalt (0.012-48.0 ng), kromium (1.11.7 ng), antimoni (0.10-0.13 ng), talium (0.6-2.4 ng) dan merkuri (0.46-6.5 ng) (31, Pappas dkk, 2006). Selanjutnya rokok juga mengandung amina aromatik yang biasanya digunakan sebagai bahan pestisida dan plastik. Amina aromatik terdiri dari satu atau lebih cincin hidrokarbon dan sebuah cincin pengganti amina (Department of Health and Human Services USA, 2010b). Kandungan terakhir adalah golongan amina heterosiklik yang terdiri dari satu atau lebih cincin siklik dan sebuah cincin pengganti amina. HCA dapat terbentuk pada saat memanggang daging sapi, daging ayam, dan saat membakar rokok. HCA tidak ditemukan saat rokok belum dibakar. Jenis jenis HCA yang ada pada asap rokok antara lain 2-amino- 9H-pyrido[2,3-b]indole; 2-amino-3-methyl-9H-pyrido[2,
3-b]indole;
pyrido[4,3-b]indole
3-amino-1-methyl-5H-pyrido[4,3-b]indole
(TrpP-2);
(Trp-P-1);
3-amino-1,4-dimethyl-5H-
2-amino-3-methylimidazo[4,5-f]quinoline;
methyldipyrido[1,2-a:3’,2’-d]imidazole
(Glu-P-1);
2-amino6-
2-aminodipyrido[1,2-
10
a:3’,2’-d]imidazole; and 2-amino1-methyl-6-phenylimidazo[4,5-b]pyridine (PhIP) (Department of Health and Human Services USA, 2010b). 2.2 Nikotin 2.2.1 Struktur dan Karakteristik Nikotin Nikotin atau 3-(1-metil-2-pirolidinil) piridin merupakan golongan alkaloid parasimpatomimetik poten dengan rumus molekul C10H14N2. Nikotin merupakan golongan alkaloid dengan konsentrasi tertinggi yang terkandung pada rokok (Department of Health and Human Services USA, 2010b). Konsentrasi nikotin pada produk tembakau yang beredar di pasaran berkisar sekitar 6 hingga 18 mg/g (IARC, 2007; Counts dkk. 2005). Nikotin merupakan suatu basa lemah yang terdiri dari cincin piridin dan sebuah cincin pirolidin. (Chavez dkk, 2011; Benowitz, 2010). Piridin memiliki pKa 3.04 sedangkan pirolidin memiliki pKa 7.84 pada temperatur fisiologis. Dengan karakteristik tersebut dapat diperkirakan 23% nikotin tidak terionisasi pada pH fisiologis sehingga dapat dengan cepat memasuki membran sel pada tubuh manusia (Chavez dkk, 2011).
Gambar 2.2 Stuktur kimia nikotin
11
Nikotin merupakan alkaloid volatil yang memiliki berat molekul 162.23. Absorpsi dan eliminasi nikotin melalui eksresi renal sangat bergantung pada pH lingkungan. Pada pH basa nikotin berada pada fase nonionisasi, dimana nikotin akan lebih mudah melalui membran lipoprotein daripada saat berada dalam fase ionisasi. Dalam keadaan non-ionisasi nikotin dapat langsung diabsorbsi melalui epitel paru-paru, mukosa oral, mukosa nasal, dan melalui kulit. Nikotin dalam asap rokok akan langsung terserap dengan cepat karena permukaan alveolus yang luas dan persebaran nikotin akan melapisi epitel paru-paru (memfasilitasi terjadinya absorpsi karena memiliki pH fisiologis yang basa) (Department of Health and Human Services USA, 2014). 2.2.2 Farmakodinamik Nikotin Farmakodinamik merupakan studi yang menjelaskan tentang aktivitas obat dan zat kimia lainnya terhadap tubuh, dalam hal ini menjelaskan pengaruh nikotin terhadap tubuh manusia. Nikotin mempengaruhi sistem saraf tepi dan sistem saraf pusat serta telah dinyatakan bahwa dapat meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah saat terjadi kontraksi pembuluh darah koroner dan kutan (Schroeder dan Hoffman, 2014). Nikotin bekerja pada suatu area di otak yang bernama area tegmental ventral (VTA) untuk mengaktivasi sistem dopamin mesolimbik (Katzung dkk, 2012). Nikotin merupakan obat simpatomimetik yang melepaskan katekolamin, meningkatkan denyut jantung dan kontraksi jantung, mengkontraksikan pembuluh darah, dan meningkatkan tekanan darah yang bersifat sementara. Nikotin juga mengurangi sensitivitas terhadap insulin dan kemungkinan
12
memperburuk atau meningkatkan risiko diabetes, serta kemungkinan berperan dalam disfungsi endotel. Berbagai efek yang disebabkan oleh nikotin pada sistem kardiovaskular secara teori dapat meningkatkan risiko arterogenesis dan kejadian iskemia akut pada orang yang memiliki penyakit jantung koroner (Benowitz, 2010). Nikotin bukan merupakan penyebab langsung dari keganasan, namun ada kekhawatiran bahwa nikotin merupakan tumor promoter. Nikotin juga memiliki efek terhadap sistem reproduksi, yang paling menonjol adalah efek neurotetatogenik pada fetus. Pada umumnya penggunaan nikotin pada saat kehamilan sangat dilarang karena meningkatkan risiko pre-eklamsia, namun ada juga penelitian yang hasilnya berlawanan menyatakan bahwa merokok dapat menurunkan risiko menderita preeklamsia pada ibu hamil. Pengaruh lain dari nikotin adalah nikotin merupakan vasokonstriktor yang poten padan jaringan kulit sehingg adapat menghambat penyembuhan luka. Sebuah clinical trial menggunakan obat pengganti nikotin untuk membantu pemulihan pada pasien pasca operasi, mengindikasikan bahwa pemulihan pada pasien dengan obat pengganti nikotin jauh lebih cepat daripada pasien yang melanjutkan kebiasaan merokoknya (Benowitz, 2010). 2.2.3 Farmakokinetik Nikotin Farmakokinetik merupakan studi yang menjelaskan mekanisme yang dilakukan tubuh terhadap obat atau zat kimia yang masuk ke dalam tubuh, dalam hal ini menjelaskan mekanisme yang dilakukan oleh tubuh manusia terhadap nikotin yang masuk ke dalam tubuh. Farmakokinetik nikotin dibagi
13
menjadi tiga yaitu proses absorpsi, distribusi ke jaringan tubuh, dan eliminasi dari tubuh. Merokok merupakan cara yang efektif untuk memasukan nikotin ke dalam tubuh. Nikotin memerlukan waktu sekitar 5-15 detik setelah dihisap untuk menimbulkan reaksi dalam tubuh. Absorpsi nikotin melalui membran sel sangat tergantung pada pH dari lingkungan dalam tubuh. Pada lingkungan asam, nikotin mengalami fase ionisasi sehingga tidak bisa memasuki membran sel. Namun, pada kondisi lingkungan basa seperti darah manusia (pH 7,4), 31% dari nikotin tidak terionisasi dan akan menyebar dengan cepat memasuki membran sel (Snel dan Lorist 2013). Selain itu perbedaan metode pada proses pembuatan rokok dan perbedaan cara menghisap rokok kemungkinan menyebabkan perbedaan dalam penyebaran dan tingkat absorpsi nikotin dalam tubuh (Snel dan Lorist 2013; Benowitz, 2010). Pada lingkungan yang bersifat basa, nikotin diabsorpsi melalui mukosa oral atau mukosa nasal karena mukosa tersebut memiliki lapisan epitel yang tipis dan kaya akan aliran darah. Jalur absorpsi ini menyebabkan peningkatan kadar nikotin yang signifikan di dalam darah karena tidak melalui metabolisme di hati. Asap yang berasal dari pipa atau cerutu bersifat basa, hal ini menjelaskan mengapa orang yang menggunakan pipa atau cerutu untuk merokok tidak perlu menghisap tembakau dalam waktu yang lama untuk meningkatkan kadar nikotin dalam darah (Benowitz, 2010). Selain melalui rokok, nikotin juga dapat dikonsumsi dengan cara menelan daun tembakau. Pada awalnya tembakau akan dikunyah lalu ditelan
14
dan masuk ke sistem pencernaan yaitu lambung. Pada lambung nikotin tidak dapat terserap dengan baik karena lingkungan lambung memiliki pH asam. Selanjutnya nikotin akan memasuki usus halus dan terserap dengan baik karena lingkungan yang memiliki pH basa. Selain itu permukaan yang luas dari usus halus juga akan membuat absorpsi menjadi lebih maksimal (Rockville, 2010). Merokok merupakan suatu bentuk yang unik dari penyebaran zat secara sistemik karena dapat mengantarkan nikotin dalam waktu yang sangat singkat menuju ke otak. Nikotin juga terdistribusi secara cepat dan luas pada jaringan lain dalam tubuh dengan volume yang stabil yaitu sekitar 2.6 L/kg. Stimulasi dari konsentrasi nikotin yang dicapai pada berbagai organ setelah menghisap rokok telah dicobakan menggunakan data distribusi jaringan dan dilakukan pada kelinci. Darah pada arteri dan konsentrasi pada otak menigkat tajam setelah diberikan perlakuan dan menurun setelah 20-30 menit karena nikotin telah terdistribusi ke jaringan lainnya termasuk tulang dan otot. Pada menit-menit awal dan segera setelah absorpsi nikotin, kadar nikotin sangat tinggi dalam darah arteri daripada vena. Perbedaan antara kadar nikotin di darah arteri dan vena telah diobservasi pada kelinci yang telah diberikan injeksi nikotin scera intravena dan pada manusia setelah menghisap rokok. Konsentrasi nikotin pada darah vena berkurang sedikit demi sedikit, menandakan bahwa terjadi redistribusi dari jaringan tubuh dan tingkat eliminasi. Rasio konsentrasi nikotin di otak dan pada darah vena menunjukan kadar tertinggi saat dan pada akhir periode stimulasi dan menurun secara bertahap saat memasuki fase eliminasi. Berlawanan dengan absorpsi melalui
15
proses inhalasi, pada rute oral, nasal dan transdermal menghasilkan peningkatan konsentrasi nikotin secara bertahap di otak (Houezec, 2010). Eliminasi nikotin sebagian besar terjadi di hati dan sebagian kecil di paru-paru dan juga ginjal. Eksresi nikotin melalui ginjal tergantung pada pH urin dan aliran urin, biasanya sejumlah 5-10% dari total eliminasi. Eliminasi waktu paruh nikotin rata-rata 2 jam, walaupun ada variasi waktu tertentu pada setiap individu. Metabolit primer dari nikotin adalah kotinin sebanyak 70% dan nikotin-N-oksida sebanyak 4%. Sisanya kemungkinan dimetabolisme dalam bentuk ion isometonium dan nornikotin. Kotinin terbentuk dalam liver melalui 2 tahapan yang melibatkan sitokrom P-450 dan enzim aldehid oksidase. Setelah itu kotinin mengalami metabolisme lebih lanjut dan hanya 17% kotinin diekskresi melalui urin. Metabolit utama dari kotinin adalah trans-3-hidroksikotinin, hasil metabolit lain dalam jumlah kecil berupa kotinin-N-oksida dan 5-hidroksikotinin ditemukan di urin namun diketahui tidak memiliki peran yang terlalu penting. Karena waktu paruh kotinin yang cukup panjang hingga 16 jam, kotinin biasanya digunakan sebagai marker biokimia penggunakan nikotin (Houezec, 2010; Benowitz, 2010). 2.2.4 Mekanisme Ketergantungan Nikotin Rokok memang mengandung banyak zat yang berdampak buruk bagi tubuh, namun para peneliti dan pemerintah telah sepakat bahwa nikotin merupakan penyebab ketergantungan terhadap rokok (D’souza dan Markou, 2011).
Ketergantungan didefinisikan sebagai dorongan penggunaan obat
walaupun pengguna sudah mengetahui efek buruk dari obat yang dipakai.
16
Karakteristik utama dari ketergantungan adalah sifatnya yang sulit dihilangkan dalam jangka waktu yang sangat lama. Walaupun beberapa orang dapat menghilangkan dorongan untuk merokok, namun sebagian besar sangat sulit disembuhkan dan terkadang cenderung mengalami kekambuhan terkait dengan faktor genetik dan non-genetik (Hyman, 2010). Nikotin bekerja sebagai sebuah ligan agonis pada pada sebuah reseptor yang bernama reseptor asetikolin nikotinik (nAChR). Reseptor ini merupakan reseptor pertama yang diteliti secara ekstensif terkait dengan perannya dalam menyababkan ketergantungan terhadap nikotin (Frances dkk, 2012; Dani dkk, 2011; Picciato dan Kenny, 2016). Peran dari nikotin asetikolin reseptor (nAChR) dalam meregulasi aktivitas neuronal dan motivasi perilaku sangat kompleks dan bervariasi pada region otak. Aktivitas neuronal dan pelepasan neurotransmiter pada berbagai region pada otak diregulasi oleh aktivitas kolinergik endogen dan mungkin dipengaruhi oleh nikotin asetikolin reseptor (nAChR) eksogen baik agonis maupun antagonis (Leslie dkk, 2013). nACHR terdiri dari kombinasi 5 sub unit yaitu sub-unit α, β, γ, δ, dan ε. Dari penelitian diketahui bahwa sub unit α memiliki peranan yang sangat penting dalam peran nikotin sebagai ligan agonis karena berfungsi sebagai sisi aktif utama (Offrmanns dan Rosenthal, 2008). Kombinasi sub-unit yang memiliki keterikatan yang tinggi terhadap nikotin salah satunya (α4)3(β2)2 (Rockville, 2010; Katzung dkk, 2012). Jika sisi aktif nACHR yang mengandung kombinasi (α4)3(β2)2 berikatan dengan nikotin maka kanal ion akan terbuka dan terjadi pertukaran antara ion Na+ dan Ca+ dengan ion K+. Peristiwa ini akan menyebabkan terjadinya depolarisasi
17
neuronal serta peningkatan frekuensi potensial aksi lalu akan memicu terjadinya aktivasi sistem dopamin mesolimbik pada VTA. Aktivasi dari sistem ini akan disertai dengan peristiwa modifikasi eksitabilitas intraseluler yang berpengaruh pada perubahan kerja otak dan berujung pada peristiwa pelepasan neurotransmiter, khususnya dopamin (Offrmanns dan Rosenthal, 2008). Dengan dikonsumsinya nikotin secara reguler oleh perokok maka akan semakin meningkatkan kadar nikotin di dalam otak yang akan menyebabkan rusaknya suatu sinyal yang bernama reward pathway. Reward pathway merupakan hasil normal dari aktivitas sistem mesolimbik yang menyebabkan penyesuaian respon tubuh dengan keadaan luar. Contohnya pada saat tubuh kekurangan bahan untuk memproduksi energi otak akan memberi sinyal rasa lapar, namun jika keadaan di luar tidak memungkinkan untuk makan reward pathway akan menyebabkan tubuh bisa menahan rasa lapar dalam kurun waktu tertentu. Fungsi lainnya adalah untuk menekan efek toleransi terhadap nikotin. Jika sinyal tersebut rusak maka tubuh tidak akan dapat menekan toleransi terhadap nikotin dan menyebabkan suatu perilaku yang bersifat kompulsif dan susah dikontrol. Semakin lama tubuh akan memerlukan asupan nikotin dalam jumlah yang lebih banyak. Proses inilah yang menyebabkan suatu keadaan yang bernama ketergantungan nikotin (Katzung dkk, 2012) Ketergantungan terhadap nikotin memiliki tiga karakteristik yang mirip dengan ketergantungan zat lainnya. Karakteristik pertama adalah pemakaian dan pengaturan nikotin. Pada manusia, penggunaan nikotin melalui
merokok menyebabkan efek rasa
senang, euforia
sedang,
meningkatkan gairah, mengurangi kelelahan, dan efek relaksasi. Penguatan
18
efek ini memerankan peran yang penting dalam memulai dan mengatur perilaku merokok (D’souza & Markou, 2011). Karakteristik kedua adalah adanya gejala putus obat jika konsumsi nikotin dihentikan. Penggunaan nikotin dalam waktu yang lama akan menyebabkan neuroadaptasi pada otak dan menyebabkan ketergantungan nikotin. Penggunan nikotin harus melanjutkan mengonsumsi nikotin untuk menghindari gejala somatik dan gejala putus obat. Adapun gejala yang dialami oleh pengguna nikotin pada awal penghentian pemakaian nikotin adalah depresi, ansietas, iritabilitas, sulit berkonsentrasi, craving, bradikardi, insomnia, ketidaknyamanan gastrointestinal, dan penambahan berat badan (D’souza & Markou, 2011). Karakteristik ketiga adalah sangat mudah untuk relaps, pada orang yang berhenti merokok cenderung untuk relaps dalam seminggu, sebulan, bahkan setahun setelah berhenti merokok. Sebuah penelitian di United States menyatakan bahwa dari 40% perokok yang mencoba untuk berhenti merokok, hanya 3-6 % saja yang berhasil berhenti merokok selama 6 sampai 12 bulan dan sebagian besar mulai merokok lagi setelah 8 hari (D’souza & Markou, 2011). 2.3 Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FTND) Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FTND) merupakan sebuah kuisioner self-administered yang digunakan sebagai alat skrining untuk menilai tingkat ketergantungan terhadap nikotin pada perokok. Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FTND) terdiri dari 6 buah pertanyaan mengenai perilaku
19
merokok seperti seberapa banyak konsumsi rokok, seberapa sering mengonsumsi rokok, sejak kapan mulai mengonsumsi rokok dan lain-lain. Pada saat ini sudah dikembangkan banyak modifikasi dari Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FTND) dengan menyesuaikan objek yang akan dites dan mengubah pertanyaan dalam kuisioner, contohnya Fagerstrom Test for Nicotine Dependence on Smokeless Tobacco (FTND-ST) (Ebbert dkk, 2010). No. Pertanyaan 1 Berapakah selang waktu antara jam bangun tidur anda dengan jam pertama kali anda melakukan aktivitas merokok?
Jawaban Nilai ( ) 5 menit setelah bangun tidur 3 ( ) 6 -30 menit setelah bangun tidur 2 ( ) 31-60 menit setelah bangun tidur 1 ( ) > 60 menit setelah bangun tidur 0
2
Apakah Anda sulit untuk ( ) Ya menahan aktivitas merokok di ( ) Tidak tempat-tempat dengan larangan merokok, seperti gereja, perpustakaan dan lainnya?
1 0
3
Aktivitas merokok pada waktu ( ) Rokok pertama di pagi hari manakah yang Anda benci untuk ( ) Semua aktivitas merokok di tidak dilakukan? waktu lainnya
1 0
4
Berapa banyakkah rokok yang ( ) 31 batang atau lebih Anda konsumsi setiap harinya? ( ) 21-30 batang ( ) 11-20 batang ( ) 10 batang atau kurang
3 2 1 0
5
Apakah Anda lebih sering ( ) Ya melakukan aktivitas merokok di ( ) Tidak pagi hari dibandingkan dengan waktu lainnya?
1 0
6
Apakah Anda tetap melakukan ( ) Ya aktivitas merokok walaupun ( ) Tidak sedang tidak sehat hingga beristirahat di tempat tidur sepanjang hari?
1 0