BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga mencakup ruang fisik yang diduduki organisme, dan peran lingkungan tempat tinggalnya, sehingga relung ekologi dapat dikatakan sebagai relung atau ruangan habitat (Kurniati, 2001; dalam Novarino, 2008). Relung ekologi dikatakan sebagai terminologi yang lebih inklusif, yang tidak hanya meliputi ruangan atau tempat yang ditinggali organisme, tetapi juga peranannya dalam komunitas, misalnya kedudukan pada jenjang makanan. Relung ekologi suatu organisme tidak hanya tergantung di mana organisme tadi hidup, tetapi juga pada apa yang dilakukan organisme, bagaimana organisme mengubah energi, bertingkah laku, bereaksi, mengubah lingkungan fisik maupun biologi dan bagaimana organisme dihambat oleh spesies lain (Heddy dan Kurniati 1994; dalam Ngamel 1998). Relung ekologi dikenl istilah lebih inklusif yang meliputi tidak saja ruang secara fisik yang didiami oleh suatu makhluk, tetapi juga peran fungsional dalam komunitas serta kedudukan makhluk itu di dalam kondisi lingkungan yang berbeda (Odum, 1993). Relung ekologi merupakan gabungan khusus antara faktor fisik dan kaitan biotik yang diperlukan oleh suatu jenis untuk aktivitas hidup dan eksistensi yang berkesinambungan dalam komunitas (Soetjipto, 1992). Menurut Odum (1993), Bahwa; “tidak ada dua spesies yang adaptasinya identik sama antara satu dengan yang lainnya, dan spesies yang memperlihatkan
1
adaptasi yang lebih baik dan lebih agresif akan memenangkan persaingan. Spesies yang menang dalam persaingan akan dapat memanfaatkan sumber dayanya secara optimal sehingga mampu mempertahankan eksistensinya dengan baik. Spesies yang kalah dalam persaingan bila tidak berhasil mendapatkan tempat lain yang menyediakan sumber daya yang diperlukannya dapat mengalami kepunahan lokal. Dalam memanfaatkan sumber daya yang sama suatu spesies tidak dapat berkoeksistensi untuk waktu yang tidak terbatas dan bahwa hal ini akan menyebabkan terjadinya pemisahan relung ekologi dalam pemanfaatan sumber daya”. Relung ekologi dikatakan sebagai jumlah dari semua interaksi antara suatu organisme dengan lingkungan biotik dan abiotiknya. Relung ekologi memiliki dua defenisi yaitu relung dasar dan relung nyata. Relung dasar didefinisikan sebagai sekelompok kondisi-kondisi fisik yang memungkinkan populasi masih dapat hidup, tanpa kehadiran pesaing. Relung dasar tidak dapat dengan mudah ditentukan karena dalam suatu komunitas persaingan merupakan proses yang dinamis dan kondisi fisik lingkungan yang beragam mempengaruhi kehidupan suatu organisme. Relung nyata didefinisikan sebagai kondisi-kondisi fisik yang ditempati oleh organisme-organisme tertentu secara bersamaan sehingga terjadi kompetisi. Keterbatasan suatu organisme pada suatu relung tergantung pada adaptasinya terhadap kondisi lingkungan tersebut (Hutchinson, 1957; dalam Rahayuni, 2007). Relung ekologi belalang merupakan status fungsional belalang dalam habitat yang ditempati berdasarkan adaptasi, fisiologi, struktural, maupun perilakunya. Dalam suatu habitat belalang berperan dalam memanfaatkan sumber daya untuk kebutuhan hidupnya. Belalang jika memiliki aktivitas yang sama dengan spesies lain akan terjadi kompetisi didalam habitat tersebut (Kramadibrata, 1996).
2
Menurut Mc Arthur (1968); dalam Budiharsanto (2006), menyarankan penelitian tentang perbedaan antara relung ekologi dibatasi dalam satu atau dua dimensi saja, seperti hanya diamati perbedaan relung makan saja atau perbedaan relung waktu saja. Relung makan merupakan kebiasaan makan spesies belalang terhadap satu atau beberapa jenis makanan yang mengindikasikan adanya perbedaan sumber daya makanan yang dimanfaatkan oleh suatu organisme. Relung aktivitas meliputi status fungsional belalang berdasarkan waktu aktif pada pagi atau sore hari untuk memanfaatkan sumber daya. Biasanya belalang dalam memanfaatkan sumber daya, mempunyai relung aktivitas yang berbeda. Jenis-jenis populasi yang berkerabat dekat akan memiliki kepentingan serupa pada dimensi-dimensi relung sehingga mempunyai relung yang saling tumpang tindih. Jika relung suatu jenis bertumpang tindih sepenuhnya dengan jenis lain maka salah satu jenis akan tersingkir sesuai dengan prinsip penyingkiran kompetitif. Jika relung-relung itu bertumpang tindih maka salah satu jenis sepenuhnya menduduki relung dasarnya sendiri dan menyingkirkan jenis kedua dari bagian relung dasar tersebut dan membiarkannya menduduki relung nyata yang lebih kecil, atau kedua jenis itu mempunyai relung nyata terbatas dan masing-masing memanfaatkan kisaran yang lebih kecil dari dimensi relung yang dapat mereka peroleh seandainya tidak ada jenis lain (Desmukh, 1992). 2.2. Tinjauan Tentang Belalang 2.2.1 Morfologi Belalang Ciri-ciri
dari belalang yaitu memiliki
antena pendek, pronotum tidak
memanjang ke belakang, tarsi beruas 3 buah, femur kaki belakang membesar, ovipositor pendek. Ukuran tubuh betina lebih besar dibandingkan yang jantan.
3
Sebagian besar berwarna abu-abu atau kecoklatan dan beberapa mempunyai warna cerah pada sayap belakang, mempunyai alat suara berupa membran timpani yang terletak di ruas abdomen pertama (Subiyanto, 1991; dalam Budiharsanto, 2006). 2.2.2 Siklus Hidup dan Perilaku Belalang Bentuk mulut belalang adalah penggigit dan pengunyah. Belalang selama hidupnya dapat menghasilkan telur sampai 350 butir. Telur menetas dalam waktu 5-8 hari. Dari telur sampai menjadi belalang dewasa (dapat kawin dan bertelur) mengalami lima stadia nimfa rata-rata 2 hari. Umur belalang dewasa dapat mencapai 48 hari setelah itu akan mati. Belalang memakan bagian daun tanaman jagung sehingga daun bentuknya buruk. Bila jumlah belalang terlalu banyak, tanaman jagung akan gundul tidak berdaun. Gejala serangan belalang tidak spesfik tergantung pada tipe tanaman yang diserang dan tingkat populasi dari spesies ini. Biasanya bagian tanaman pertama yang diserang adalah daun dan termakan hampir keseluruhan daun termasuk tulang daun jika serangannya berat. Selain itu, spesies ini dapat pula memakan batang dan tongkol jagung jika populasinya sangat tinggi dengan sumber makanan terbatas (Adnan, 2009). Serangan belalang biasanya banyak terjadi pada pertanaman jagung yang ditanam berdekatan dengan hutan jati dan hutan tumbuhan lain. Pada siang hari belalang dapat merusak tanaman jagung yang ada di ladang, dan pada malam hari kembali ke dalam hutan (Widodo, 1986).
4
2.2.3 Kehidupan dan Perkembangan Belalang Menurut
Rukmana
dan
Sugandi
(1997),
bahwa;
Kehidupan
dan
perkembangan belalang pada tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor, meliputi faktor dalam yang dimiliki belalang dan faktor luar yaitu kondisi lingkungan tempat belalang melakukan aktivitasnya. 1. Faktor Dalam Belalang Faktor dalam yang mempengaruhi perkembangan belalang pada tanaman meliputi: a. Kemampuan berkembang biak Tinggi rendahnya kemampuan berkembang biak dipengaruhi oleh kecepatan berkembang biak dan perbandingan kelamin. Semakin banyak jumlah kelamin betina
maka
perkembangan
kecepatan belalang
berkembang umumnya
biaknya
relatif
semakin
pendek
tinggi.
sehingga
Waktu
kemampuan
berkembang biaknya juga tinggi. b. Sifat mempertahankan diri Belalang pada tanaman mempunyai alat kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap gangguan lain di sekitarnya dan terhadap kondisi lingkungan. c. Umur imago Umur imago mempengaruhi peningkatan populasi belalang, semakin lama umur imago betina semakin banyak pula kesempatan untuk bertelur. Bila kondisi lingkungan mendukung imago bisa mencapai umur maksimal.
5
2. Faktor Luar atau Kondisi lingkungan Populasi belalang bersifat dinamis, jumlah populasi tersebut bisa naik, bisa turun, atau tatap seimbang, tergantung pada kondisi lingkungan. Bila kondisi lingkungan sesuai, maka populasi serangga hama akan berkembang pesat, begitu pula sebaliknya bila kondisi lingkungan tidak sesuai maka populasi serangga hama akan menurun. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan belalang meliputi: a. Iklim 1) Suhu Belalang umumnya bersifat poikilotermal, suhu tubuh belalang amat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Belalang memiliki kisaran suhu tertentu, kisaran suhu yang ideal belalang akan mati kedinginan dan kepanasan. Suhu optimal bagi belalang untuk beraktivitas kebanyakan adalah 260C, pada suhu optimum kemampuan berkembang sangat besar. 2) Kelembaban Kelembaban besar pengaruhnya terhadap belalang, bila kelembaban sesuai dengan kebutuhan hidup, belalang tersebut akan dapat beraktivitas secara maksimal. 3) Cahaya Cahaya merupakan salah satu faktor ekologi yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan belalang. Cahaya matahari membantu belalang untuk bergerak aktif dalam memanfaatkan sumber daya.
6
4) Curah hujan Air merupakan kebutuhan primer bagi setiap makhluk hidup, begitu pula bagi belalang, tetapi bila air berlebihan akan berakibat tidak baik terhadap perkembangbiakan dan pertumbuhan tersebut. Perkembangbiakan populasi belalang terjadi akibat dari perubahan iklim dengan curah hujan yang sesuai dengan perkembangan populasi belalang. Curah hujan bisa mempengaruhi aktivitas dari belalang, biasanya dimulai pada awal musim hujan
setelah melewati musim kemarau yang cukup kering dibawah normal. Lokasi tersebut biasanya mempunyai lahan yang terbuka atau banyak rerumputan, tanahnya gembur berpasir, dekat sumber air sungai, danau, rawa, sehingga kondisi tanahnya cukup lembab (Sudarsono, 2008). 2.3 Pertumbuhan Tanaman Jagung Jagung atau zea mays merupakan tanaman semusim yang berasal dari family poaceae. Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari, namun terkadang dapat lebih cepat atau lebih pendek tergantung lama penyinaran dan suhu (Pursegloves, 1975; dalam Bahar, 2009). Menurut Subekti (2002), Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval waktu antar tahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: a. Fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama.
7
b. Fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah daun yang terbentuk. c. Fase generatif, yaitu fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis Menurut Muhadjir, (1988); dalam Bahar (2009), bahwa; Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: a. Fase perkecambahan, 1-5 hari setelah bakal tanam muncul dipermukaan tanah. b. Fase vegetatif, 5-40 hari setelah tanam, dimana fase ini mulai muncul nya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina. c. Fase generaitif, 41-80 hari setelah tanam, diawali dengan munculnya bakal tongkol . Menurut Muhadjir, (1988); dalam Bahar (2009), Tanaman jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan pada kondisi tanah yang
agak
kering.
Tetapi
untuk
pertumbuhan
optimalnya,
jagung
menghendaki beberapa persyaratan. a. Iklim Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-500 LU hingga 0-400 LS.
8
b. Curah Hujan Kebutuhan air terbanyak dibutuhkan pada fase pembungaan dan pengisian biji. Dalam hal ini distribusi curah hujan lebih penting daripada total curah hujan. Menurut penelitian diketahui bahwa penurunan hasil akibat kekeringan mencapai 15 %. c. Penyinaran Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/ merana, dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah. d. Suhu Suhu minimum untuk pertumbuhan jagung sekitar 8 – 100C sedangkan suhu maksimum yang dapat ditoleransi mencapai 400C. Untuk pertumbuhan optimal, jagung membutuhkan suhu rata-rata 240C selama periode pertumbuhan.
9