8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Kesehatan 1.1.1
Definisi Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri
keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat sebagai perawat pendidik (Suliha,dkk,2002). Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakantindakan untuk memelihara, dan meningkatkan taraf kesehatannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk kegiatan dengan menyampaikan materi tentang kesehatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku sasaran. 2.1.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan Tujuan utama pendidikan kesehatan (Mubarak dan Chayati, 2009) yaitu : a.
Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.
b.
Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar.
c.
Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat 8
9
2.1.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan Menurut Notoadmojo (2003) sasaran pendidikan kesehatan dibagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu : a.
Sasaran Primer (Primary Target) Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya
pendidikan atau promosi kesehatan. Sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dapat dikelompokkan menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil dan menyusui untuk masalah KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), anak sekolah untuk kesehatan remaja, dan juga sebagainya. b. Sasaran Sekunder (Secondary Target) Yang termasuk dalam sasaran ini adalah para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya. Disebut sasaran sekunder, karena dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok ini diharapkan untuk nantinya kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat di sekitarnya. c.
Sasaran Tersier (Tertiary Target) Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat pusat,
maupun daerah. Dengan kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok ini akan mempunyai dampak langsung terhadap perilaku tokoh masyarakat dan kepada masyarakat umum.
10
2.1.4
Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari 3 dimensi menurut
Fitriani ( 2011) yaitu; 1) Dimensi sasaran a.
Pendidikan kesehatan individu dengan sasarannya adalah individu.
b.
Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasarannya adalah kelompok masyarakat tertentu.
c.
Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasarannya adalah masyarakat luas.
2) Dimensi tempat pelaksanaan a.
Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasarannya adalah pasien dan keluarga
b.
Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasarannya adalah pelajar.
c.
Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasarannya adalah masyarakat atau pekerja.
3) Dimensi tingkat pelayanan kesehatan a.
Pendidikan kesehatan untuk promosi kesehatan (Health Promotion), misal: peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan sebagainya.
b.
Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection) misal : imunisasi
11
c.
Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.
d.
Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.
2.1.5
Langkah-langkah dalam Penyuluhan Kesehatan Menurut Effendy (1998) ada beberapa langkah yang harus ditempuh
dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan masyarakat, yaitu : 1) Mengkaji kebutuhan kesehatan masyarakat 2) Menetapkan masalah kesehatan masyarakat 3)Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu untuk ditangani melalui penyuluhan kesehatan masyarakat 4) Menyusun perencanaan penyuluhan, seperti : a) Menetapkan tujuan b) Penentuan sasaran c) Menyusun materi atau isi penyuluhan d) Memilih metoda yang tepat e) Menentukan jenis alat peraga yang akan digunakan 5) Pelaksanaan penyuluhan
12
6) Penilaian hasil penyuluhan 7) Tindak lanjut dari penyuluhan 2.1.6
Faktor-faktor Keberhasilan dalam Penyuluhan Faktor-faktor
yang
perlu
diperhatikan
terhadap
sasaran
dalam
keberhasilan penyuluhan kesehatan menurut Notoatmojo (2007) yaitu : 1) Faktor penyuluh yang meliputi kurangnya persiapan, kurangnya penguasaan materi yang akan dijelaskan oleh pemberi materi, penampilam yang kurang meyakinkan sasaran, bahasa yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran, suara pemberi materi yang terlalu kecil, dan penampilan materi yang monoton sehingga membosankan. 2) Faktor sasaran yang meliputi tingkat pendidikan sasaran yg terlalu rendah, tingkat sosial ekonomi sasaran yg terlalu rendah, kepercayaan dan adat istiadat yang telah lama tertanam sehingga sulit untuk mengubahnya, dan kondisi tempat tinggal sasaran yang tidak memungkinkan terjadinya perubahan perilaku. 3) Faktor proses penyuluhan yang meliputi waktu penyuluhan tidak sesuai dengan waktu yang diinginkan sasaran, tempat penyuluhan yang dilakukan di tempat yang dekat keramaian sehingga menggangu proses penyuluhan, jumlah sasaran yang terlalu banyak, alat peraga dalam penyuluhan kesehatan kurang, metode yang digunakan kurang tepat, dan bahasa yang digunakan sulit dimengerti oleh sasaran.
13
2.1.7 Metode Pendidikan Kesehatan Menurut Notoadmojo (2003) agar mencapai suatu hasil yang optimal, materi juga harus disesuaikan dengan sasaran. Demikian juga alat bantu pendidikan. Untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Ada 3 macam metode pendidikan kesehatan, yaitu : 1.
Metode Pendidikan Individual (perorangan) Metode ini digunakan untuk membina perubahan perilaku baru, atau
membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku. Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan perilaku tersebut. Bentuk pendekatan ini, antara lain : a.
Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counceling) Dengan cara ini kontak antara klien dan petugas lebih jadi lebih efektif.
b. Interview (wawancara) Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan. 2.
Metode Pendidikan Kelompok Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus diingat besarnya
kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Ada beberapa macam metode kelompok tersebut, yaitu:
14
1) Kelompok besar Apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang, antara lain ceramah dan seminar. a. Ceramah Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun berpendidikan rendah. b. Seminar Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu bentuk penyajian dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat. 2) Kelompok Kecil Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya disebut kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil ini antara lain : a. Diskusi Kelompok Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi harus memberikan pancinganpancingan yang berupa pertanyaan sehubungan dengan topik yang dibahas. Sehingga terciptalah diskusi kelompok. b. Curah Pendapat (brain stroming) Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu masalah,
kemudian
peserta
memberikan
jawaban/tanggapan.
Tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart/papan tulis, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar
15
dari siapa pun. Setelah semuanya mengemukaan pendapat, baru tiap anggota boleh berkomentar dan akhirnya terbentuklah diskusi. c. Bola Salju (snow balling) Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) dan kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah. Setelah kurang lebih 5 menit maka tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya sehingga akhimya akan terjadi diskusi dari seluruh anggota kelompok. d. Kelompok-kelompok kecil (buzz group) Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang kemudian akan diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak dengan kelompok lain dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut didiskusikan kembali dan dicari kesimpulannya. e. Memainkan Peran (role play) Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peran tertentu. Setelah mendapatkan peran mereka masing-masing, mereka kemudian memainkan peran tersebut. f. Permainan Simulasi (simulation game) Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam bentuk permainan.
16
3.
Metode Pendidikan Massa Metode ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang
ditujukan kepada masyarakat. Berikut ini ada beberapa contoh metode untuk pendekatan massa, yaitu : a. Ceramah Umum (public speaking). b. Pidato-pidato/ diskusi tentang kesehatan dapat dilakukan melalui media elektronik, baik televisi maupun radio. c. Simulasi contohnya seperti dialog antara pasien dengan perawat. d. Billboard biasanya dipasang di tempat-tempat umum dan diisi dengan pesanpesan atau informasi – informasi kesehatan. 2.1.8
Media Pendidikan Kesehatan Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat
merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Tujuan penggunaan media adalah untuk mempermudah sasaran memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Kehadiran media mempunyai arti yang sangat penting, sebab ketidakjelasan bahan yang akan disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara (Mubarak dkk, 2006). Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Media Cetak, Media Elektronik, dan Media Papan (Bill board).
17
1) Media Cetak
a. Booklet : digunakan untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar. b. Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan ataupun keduanya. c. Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan. d. Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut. e. Rubrik/tulisan-tulisan : pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan. f. Poster : merupakan suatu bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum. g. Foto : digunakan untuk mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
2) Media Elektronik
a. Televisi : dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV, quiz, atau cerdas cermat. b. Radio : bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, ceramah. c. Video Compact Disc (VCD) d. Slide : digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan.
18
e. Film strip : digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.
3) Media Papan (Bill Board)
Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi dengan pesan-pesan atau informasi – informasi kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus/taksi).
1.2
Kecemasan
1.2.1 Definisi Kecemasan Ansietas atau kecemasan adalah suatu perasaan tidak tenang , perasaan takut , khawatir dan gelisah (Brooker, 2001). Kecemasan adalah suatu perasaan yang timbul ketika seseorang terlalu mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya peristiwa yang menakutkan yang akan terjadi dimasa depan (Sivalitar, 2007). Ansietas atau kecemasan berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Kondisi ini dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, karena rasa takut merupakan tingkah laku spesifik untuk menghindar dan menjauh dari stimulus yang tidak menyenangkan. Sedangkan kecemasan merupakan akibat dari ancaman yang tidak jelas, tidak bisa dikontrol dan tidak bisa dihindari.
19
1.2.2 Faktor- Faktor Mempengaruhi Kecemasan Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Stuart (2006), adalah: 1) Faktor Predisposisi a. Teori Psikoanalitis Menurut pandangan psikoanalisis, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen tersebut. b. Teori Interpersonal Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap penolakan saat berhubungan dengan orang lain. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh orang lain atau masyarakat akan menyebabkan
individu
yang
bersangkutan
menjadi
cemas.
Namun,
bila
keberadaannya diterima oleh orang lain, maka individu tersebut akan merasa tenang dan tidak cemas.
c. Faktor Perilaku Ketidakmampuan atau kegagalan dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan akan menimbulkan frustasi atau keputusasaan. Keputusasaan inilah yang menyebabkan seseorang menjadi cemas.
20
2) Faktor Presipitasi Ada 2 faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu : a.
Faktor eksternal :
1) Ancaman integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan dilakukan). 2) Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas diri, harga diri dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan status/peran (Stuart dan Sundeen, 1998). b. Faktor internal: Menurut Stuart dan Sundeen (1998) kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab kecemasan ditentukan oleh : 1) Potensi stressor Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi. 2) Maturitas Individu Seseorang yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu yang matur memiliki daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan. 3) Pendidikan dan Status Ekonomi Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat
21
pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah seseorang tersebut berpikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru. 4) Keadaan fisik Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cidera, operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami kecemasan. 5) Tipe kepribadian Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Adapun ciri-ciri orang dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa diburu-buru waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah tersinggung, otot-otot mudah tegang. Sedangkan orang dengan kepribadian B mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan tipe kepribadian A. Karena orang dengan tipe kepribadian B adalah orang yang penyabar, tenang, teliti, dan rutinitas. 6) Lingkungan dan situasi Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada dilingkungan yang biasa dia tempati. 7) Umur Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan dari pada seseorang yang lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya.
22
Selain itu, ada juga faktor- faktor lain yang mempengaruhi kecemasan seperti: a.
Budaya Diketahui bahwa budaya mempengaruhi nilai yang dimiliki oleh individu dan karenanya latar belakang budaya juga berkaitan dengan sumber kecemasan dan respon individu terhadap kecemasan.
b.
Aspek positif individu May mengatakan dalam Stuard dan Laraia (2001) bahwa aspek positif diri individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan (Suliswati,2005).
c.
Pengetahuan Dimana pengetahuan digunakan untuk mengatasi adanya kecemasan yang dialami seseorang serta mengetahui ketidakpahaman tentang perubahan yang terjadi. Seseorang akan mengalami kecemasan yang ringan apabila pengetahuannya luas, sedangkan seseorang akan mengalami kecemasan berat apabila pengetahuannya sempit (Johnson, 1999).
2.2.3
Manifestasi Klinis Kecemasan National Health Committee (1990 dalam Wangmuba (2009), menyebutkan
beberapa manifestasi kecemasan secara umum yang dapat muncul berupa : a.
Respon fisik seperti sulit tidur, dada berdebar-debar, tubuh berkeringat meskipun tidak gerah, tubuh panas atau dingin, sakit kepala , otot tegang atau kaku, sakit perut, terengah-engah atau sesak nafas.
23
b.
Respon perasaan seperti merasa diri berada dalam khayalan, merasa tidak berdaya, dan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi.
c.
Respon pikiran seperti mengira hal yang paling buruk akan terjadi dan sering memikirkan bahaya.
d.
Respon tingkah laku seperti menjauhi situasi yang menakutkan, mudah terkejut, dan mengurangi rutinitas.
2.2.4 Tingkat-Tingkat Kecemasan Menurut Stuart dan Sundeen membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkatan yaitu : 1) Kecemasan Ringan Berhubungan
dengan
ketegangan
dalam
kehidupan
sehari-hari
dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Pada kecemasan ringan terdapat respon-respon sebagai berikut : a.
Respon Fisiologis Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar.
b. Respon Kognitif Lapang persegi meluas, mampu menerima ransangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif.
24
c.
Respon perilaku dan Emosi Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan dan suara kadangkadang meninggi.
2) Kecemasan Sedang Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting pada saat itu dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Pada kecemasan sedang terdapat respon-respon sebagai berikut : a. Respon Fisiologis Sering nafas pendek, tekanan darah naik, mulut kering, anorexia, diare atau konstipasi, dan gelisah. b. Respon Kognitif Lapang persepsi menyempit, rangsang luar tidak mampu diterima, dan berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya c. Respon Prilaku dan Emosi Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), bicara banyak dan lebih cepat, dan perasaan tidak nyaman 3) Kecemasan Berat Pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Individu tidak
mampu
berfikir
berat
lagi
dan
membutuhkan
banyak
pengarahan/tuntutan. Pada kecemasan berat terdapat respon-respon sebagai berikut :
25
a.
Respon Fisiologis Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala dan penglihatan kabur
b. Respon Kognitif Lapang persepsi sangat menyempit, dan tidak mampu menyelesaikan masalah. c.
Respon Prilaku dan Emosi Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat dan blocking.
4) Panik Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan. Pada keadaan panik terdapat respon-respon sebagai berikut : a.
Respon Fisiologis Nafas pendek, rasa tercekik dan berdebar, sakit dada, pucat, dan hipotensi
b.
Respon Kognitif Lapang persepsi menyempit, dan tidak dapat berfikir lagi
c.
Respon Prilaku dan Emosi Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, blocking, dan persepsi kacau.
d. Respon Fisiologis 1) Kardiovaskuler : Palpitasi berdebar, tekanan darah meningkat/menurun, nadi meningkat/menurun.
26
2) Saluran Pernafasan : Nafas cepat dangkal, rasa tertekan di dada, rasa seperti tercekik. 3) Gastrointestinal : Hilang nafsu makan, mual, rasa tak enak pada epigastrium, diare. 4) Neuromuskuler : Peningkatan refleks, wajah tegang, insomnia, gelisah, kelelahan secara umum, ketakutan, tremor. 5) Saluran Kemih : Tak dapat menahan buang air kecil. 6) Sistem Kulit : Muka pucat, perasaan panas/dingin pada kulit, rasa terbakar pada muka, berkeringat setempat atau seluruh tubuh dan gatal-gatal. 7) Respon Kognitif : konsentrasi menurun, pelupa, raung persepsi berkurang atau menyempit, takut kehilangan kontrol, obyektifitas hilang. 8) Respon emosional : Kewaspadaan meningkat, tidak sadar, takut, gelisah, pelupa, cepat marah, kecewa, menangis dan rasa tidak berdaya.
2.3 2.3.1
Menarche Definisi Menarche Menarche merupakan saat haid/menstruasi yang datang pertama kali pada
seorang wanita yang akan menginjak masa pubertas. Usia remaja putri pada waktu mengalami menarche berbeda-beda, sebab hal itu tergantung kepada faktor genetik (keturunan), bentuk tubuh, serta gizi seseorang. Umumnya menarche terjadi pada usia 10 – 15 tahun, tetapi rata-rata terjadi pada usia 12,5 tahun. Namun, ada juga yang mengalami lebih cepat/dibawah usia tersebut. Menarche
27
yang terjadi pada saat sebelum menginjak usia 8 tahun disebut menstruasi precox (Sarwono, 2007). 2.3.2
Manifestasi Klinis Menarche Gejala yang dirasakan ketika akan mengalami menarche yaitu sakit
kepala, pegal-pegal di kaki dan pinggang, kram perut dan sakit perut. Sebelum periode ini terjadi, biasanya ada beberapa perubahan emosional seperti perasaan suntuk, marah, dan sedih yang disebabkan karena adanya pelepasan beberapa hormon (Proverawati dan Misaroh, 2009). 2.3.3
Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Menarche
a. Faktor nutrisi Lusiana (2008) meneliti tentang status gizi, konsumsi pangan dan usia menarche anak perempuan Sekolah Dasar di Bogor. Hasil penelitiannya tersebut mengatakan bahwa semakin baik status gizi seseorang maka akan mengalami menstruasi lebih awal. Anak-anak dengan asupan gizi yang baik akan lebih cepat waktu menarche dibandingkan dengan anak yang termasuk dalam kategori kurus. b. Faktor lingkungan social dan keturunan Menurut Proverawati dan Misaroh (2009) anak yang tinggal dalam keluarga dengan tingkat stress yang tinggi seperti keluarga yang mengalami konflik dan kekerasan seksual dapat mengakibatkan menstruasi lebih awal. Sedangkan anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga besar yang harmonis dan tingkat stress rendah akan lebih lambat waktu menstruasinya. Usia menarche seorang anak memiliki kecenderungan memiliki waktu yang sama seperti ibunya. Begitu juga siklus menstruasi, semakin teratur menstruasi ibu maka menstruasi anaknya
28
memiliki kecenderungan untuk mengalami siklus yang juga teratur (Potter dan Perry, 2005). c. Faktor biologi Ketika
otak
telah
memproduksi
hormon
yang
dibutuhkan
untuk
mempersiapkan organ reproduksi maka anak perempuan akan mengalami menstruasinya yang pertama kali atau menarche (Hurlock, 2006). d. Rangsangan audiovisual Rangsangan audiovisual baik berasal dari percakapan maupun tontonan dari film-film atau internet yang berlabel dewasa, akan merangsang sistem reproduksi untuk lebih cepat matang. Hal inilah yang dapat menyebabkan timbulnya menarche lebih cepat pada anak (Proverawati dan Misaroh, 2009).. 2.3.4 Siklus Menarche Produksi berulang dari estrogen dan progesteron oleh ovarium mempunyai kaitan dengan siklus endometrium pada lapisan uterus yang bekerja melalui tahapan berikut ini: (1) proliferasi endometrium uterus; (2) perubahan sekretoris pada endometrium, dan (3) deskuamasi endometrium, yang dikenal sebagai menstruasi. (Guyton, 2008) a. Fase Proliferasi (Fase Estrogen) Siklus Endometrium, yang terjadi sebelum ovulasi. 1) Pada permulaan setiap siklus seksual bulanan, sebagian besar endometrium telah berdeskuamasi akibat menstruasi. Sesudah menstruasi, hanya selapis tipis stroma endometrium yang tertinggal, dan sel-sel epitel yang tertinggal adalah yang terletak di bagian lebih dalam dari kelenjar yang tersisa serta pada kripta
29
endometrium. Di bawah pengaruh estrogen, yang disekresi dalam jumlah lebih banyak oleh ovarium selama bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan sel epitel berproliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium akan mengalami epitelisasi kembali dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah terjadinya menstruasi. 2) Kemudian, selama satu setengah minggu berikutnya yaitu, sebelum terjadi ovulasi ketebalan endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma bertambah banyak dan karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta pembuluh darah baru yang progresif ke dalam endometrium. Pada saat ovulasi, endometrium mempunyai ketebalan 3 sampai 5 milimeter. 3) Kelenjar endometrium, khususnya dari daerah serviks, akan menyekresi mukus yang encer mirip benang. Benang mukus akan tersusun di sepanjang kanalis servikalis, membentuk saluran yang membantu mengarahkan sperma ke arah yang tepat dari vagina menuju ke dalam uterus. (Guyton, 2008) b. Fase Sekretorik (Fase Progestasional) Siklus Endometrium, yang terjadi setelah ovulasi. 1) Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan, setelah ovulasi terjadi, progesteron dan estrogen bersama-sama disekresi dalam jumlah yang besar oleh korpus luteum. Estrogen menyebabkan sedikit proliferasi sel tambahan pada endometrium selama fase siklus ini, sedangkan progesteron menyebabkan pembengkakan yang nyata dan perkembangan sekretorik dari endometrium. Kelenjar makin berkelok-kelok; kelebihan substansi sekresinya bertumpuk di dalam sel epitel kelenjar. Selain itu, sitoplasma dari sel stroma bertambah
30
banyak, simpanan lipid dan glikogen sangat meningkat dalam sel stroma, dan suplai darah ke dalam endometrium lebih lanjut akan meningkat sebanding dengan perkembangan aktivitas sekresi, dengan pembuluh darah yang menjadi sangat berkelok-kelok. Pada puncak fase sekretorik, sekitar 1 minggu setelah ovulasi, ketebalan endometrium sudah menjadi 5 sampai 6 milimeter. 2) Maksud keseluruhan dari semua perubahan endometrium ini adalah untuk menghasilkan endometrium yang sangat sekretorik, yang mengandung sejumlah besar cadangan nutrien yang membentuk kondisi yang cocok untuk implantasi ovum yang sudah dibuahi selama separuh akhir siklus bulanan. Dari saat sebuah ovum yang sudah dibuahi memasuki kavum uteri dari tuba fallopii (yang terjadi 3 sampai 4 hari setelah ovulasi) sampai waktu ovum berimplantasi (7 sampai 9 hari setelah ovulasi), sekret uterus, yang disebut "susu uterus," menyediakan makanan bagi pembelahan awal ovum. Kemudian, sekali ovum berimplantasi di dalam endometrium, sel-sel trofoblas pada permukaan blastokis yang berimplantasi mulai mencerna endometrium dan mengabsorbsi substansi yang disimpan endometrium, jadi menyediakan jumlah persediaan nutrisi yang semakin besar untuk embrio yang berimplantasi. (Guyton, 2008) c. Fase Menstruasi 1) Jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus bulanan, korpus luteum di ovarium tiba-tiba berinvolusi, dan hormon-hormon ovarium (estrogen dan progesteron) menurun dengan tajam sampai kadar sekresi yang rendah terjadilah menstruasi.
31
2) Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesteron, terutama progesteron, pada akhir siklus ovarium bulanan. Efek pertama adalah penurunan rang-sangan terhadap sel-sel, endometrium oleh kedua hormon ini, yang diikuti dengan cepat oleh involusi endometrium sendiri menjadi kira-kira 65 persen dari ketebalan semula. Kemudian, selama 24 jam sebelum terjadinya menstruasi, pembuluh darah yang berkelok-kelok, yang mengarah ke lapisan mukosa endometrium, akan menjadi vasospastik, mungkin disebabkan oleh efek involusi, seperti pelepasan bahan vasokonstriktor mungkin salah satu tipe vasokonstriktor prostaglandin yang terdapat dalam jumlah sangat banyak pada saat ini. 3) Vasospasme, penurunan zast nutrisi endometrium, dan hilangnya rangsangan hormonal menyebabkan dimulainya proses nekrosis pada endometrium, khususnya dari pembuluh darah. Sebagai akibatnya, darah akan merembes ke lapisan vaskular endometrium, dan daerah perdarahan akan bertambah besar dengan cepat dalam waktu 24 sampai 36 jam. Perlahan-lahan, lapisan nekrotik bagian luar dari endometrium terlepas dari uterus pada daerah perdarahan tersebut, sampai kira-kira 48 jam setelah terjadinya menstruasi, semua lapisan superficial endometrium sudah berdeskuamasi. Massa jaringan deskuamasi dan darah di dalam kavum uteri, ditambah efek kontraksi dari prostaglandin atau zatzat lain di dalam lapisan yang terdeskuamasi, seluruhnya bersama-sama akan merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan dikeluarkannya isi uterus. 4) Selama menstruasi normal, kira-kira 40 mililiter darah dan tambahan 35 ml cairan serosa dikeluarkan. Cairan menstruasi ini normalnya tidak membentuk
32
bekuan, karena fibrinolisin dilepaskan bersama dengan bahan nekrotik endometrium. Bila terjadi perdarahan yang berlebihan dari permukaan uterus, jumlah fibrinolisin mungkin tidak cukup untuk mencegah pembekuan. Adanya bekuan darah selama menstruasi sering merupakan bukti klinis adanya kelainan patologi dari uterus. 5) Dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah dimulainya menstruasi, pengeluaran darah akan berhenti, karena pada saat ini endometrium sudah mengalami epitelisasi kembali. (Guyton, 2008) 2.3.5
Reaksi Psikis Terhadap Menarche Kecemasan merupakan gejala yang sering terjadi dan sangat dominan
muncul pada saat peristiwa menarche yang kemudian diperkuat oleh keinginan untuk menolak proses fisiologis tersebut (Kartono, 2006). Sekalipun sebelumnya mereka sudah mengerti, namun menstruasi seringkali merupakan pengalaman yang traumatis, terutama bila disertai dengan muntah-muntah dan organ-organ tubuh kejang. Banyak anak perempuan mempertanyakan apakah mereka akan ‘mati’ karena mengeluarkan darah. Banyak anak perempuan bertanya-tanya apakah kejang-kejang, sakit kepala, dan sakit punggung yang sering mereka alami selama masa menstruasi merupakan hal yang normal (Harlock, 2006). Menurut Dariyo (2004) terdapat 2 jenis reaksi remaja putri terhadap datangnya menarche yaitu : a) Reaksi negatif yaitu suatu pandangan yang kurang baik dari seorang remaja putri ketika dirinya memandang terhadap munculnya menstruasi. Ketika muncul menarche seorang individu akan merasakan adanya keluhan-keluhan
33
fisiologis (sakit kepala, sakit pinggang, mual, muntah) maupun kondisi psikologis yang tak stabil (bingung, sedih, stres, cemas, mudah, tersinggung, marah, emosional). Hal ini kemungkinan karena ketidaktahuan remaja tentang perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada awal kehidupan seorang remaja wanita. b) Reaksi positif yaitu remaja putri yang mampu memahami, menghargai dan menerima adanya menarche sebagai tanda kedewasaan seorang wanita. 2.3.6 Cara Mengatasi Kecemasan Terhadap Menarche a)
Komunikasi, karena dengan adanya komunikasi remaja putri dapat mengutarakan kecemasannya kepada orang lain sehingga dapat memperoleh pandangan baru dan lebih baik (Hurlock, 2006).
c) Keterbukaan antara teman, keluarga dan orang tua dalam membicarakan kecemasannya menghadapi menarche (BKKBN, 2006). d)
Pemberian informasi kesehatan
khususnya tentang menstruasi melalui
penyuluhan (Depkes, 2000). 2.4 Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Mengenai Menarche
Terhadap
Penurunan Kecemasan Siswi Kelas VII Menjelang Menarche Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan suatu pesan kesehatan kepada kelompok atau individu. Pesan kesehatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kelompok atau individu tentang kesehatan. Pendidikan kesehatan yang diperoleh oleh responden berdampak pada peningkatan pengetahuan responden. Menurut Bloom dan Skinner, pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang
34
diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan. Pengetahuan manusia diperoleh melalui persepsinya terhadap stimulus dengan menggunakan alat indra. Hasil persepsi tersebut berupa informasi yang akan disimpan dalam sistem memori untuk diolah dan diberikan makna, selanjutnya informasi tersebut akan digunakan pada saat diperlukan. Pengetahuan tentang menarche perlu dimiliki remaja putri sejak dini, karena pengetahuan ini nantinya akan berpengaruh terhadap kesiapan remaja putri menghadapi menarche. Kurangnya pengetahuan tentang menarche akan menimbulkan perasaan cemas pada remaja putri. Berdasarkan penelitian Fitri (2012) yang berjudul “Deskripsi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Anak Dalam Menghadapi Menarche Di SD Negeri 1 Kretek Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes” dan melibatkan 52 responden mengungkapkan bahwa sebagian besar anak-anak tidak siap menghadapi menarche disebabkan kurangnya pengetahuan yang diterima oleh anak tentang menarche. Pemberian pendidikan kesehatan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan mereka. Berdasarkan penelitian Henny (2012) yang berjudul “Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Peningkatan Tingkat Pengetahuan Tentang Menarche Pada Siswi Smpn 2 Tutur Pasuruan” yang melibatkan 43 responden mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara penyuluhan kesehatan terhadap peningkatan tingkat pengetahuan tentang menarche. Jadi, dengan meningkatnya pengetahuan remaja putri diharapkan nantinya dapat menurunkan kecemasan remaja putri menghadapi menarche.
dalam