Bab II : Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetian Umum Beton Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu, diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentu dari semen, pasir, kerikil atau agregat lainnya, dan air untuk membuat campuran tersebut menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi struktur yang diinginkan. Beton berasal dari bahasa latin yaitu “concretus” yang berarti tumbuh bersama, untuk kelebihan dan kekurangan beton menurut (Mindess,Young). Adapun kelebihannya adalah mudah dicetak, ekonomis, tahan lama, effisien, dapat diproduksi ditempat, mempunyai estetika, dan mempunyai kuat desak yang tinggi. Sedangkan kekurangannya adalah kekuatan regangan rendah, volumenya tidak stabil, kekuatan rendah dibanding beratnya dan mempunyai kuta tarik desak yang rendah. Sedangkan beton ringan (light weight concrete) merupakan salah satu material ringan pembentuk strukutur pada setiap bangunan, biasanya untuk dipergunakan untuk dinding ataupun atap bangunan rumah maupun gedung pekerjaan. Dalam pembuatan beton ringan (light weight concrete) alternatif material bahan yang digunakan yaitu dengan penambahan
bahan campuran
berupa zat aditif MEYCO FIX SLF 20, dan material semen, agregat kasar, agregat halus dan abu terbang (fly ash). Dimana zat aditif MEYCO FIX SLF 20 digunakan sebagai bahan tambahan untuk pembuatan beton ringan, dengan maksud untuk mengetahui seberapa pengaruhnya terhadap kuat tekan beton ringan dengan II-1
Bab II : Tinjauan Pustaka
campuran zat aditif tersebut. Beton menurut (Universitas Semarang,1999) merupakan bahan dari campuran antara semen, agregat halus dan kasar, serta air dengan adanya rongga-rongga udara. Bahan-bahan pembentuk beton harus ditetapkan sedemikian rupa. Pada Umumnya komposisi material pembentuk beton dan kemampuan beton normal seperti pada tabel 2.1 dan 2.2: Tabel 2.1 Unsur Beton Agregat Kasar+Halus
Semen
Udara
Air
60 – 80 %
7 – 15 %
1–8%
14 – 21%
Sumber : (Universitas Semarang, 1999)
Tabel 2.2 Rancangan Spesifikasi Beton Normal Semen
Pasir
Kerikil
Berat
σ Tekan
375 kg
764.5 kg
951.9 kg
2315 kg
20.45 Mpa
Sumber : (Ika Bali, Agus Prakoso.2002)
2.1.1 Beton Ringan (Light Weight Concrete) Menurut Yudith Abdullah (Universitas Indonesia, 2008) berdasarkan beratnya, beton diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu normal weight concrete, light weight concrete dan heavy weight concret. Beton yang termasuk normal weight concrete umumnya adalah beton dengan berat sekitar 2400 kg/m3, untuk light weight concrete dengan berat kurang dari 1850 kg/m3, dan untuk heavy weight concret dengan berat lebih besar dari 3200 kg/m3. Aplikasi penggunaan light weight concrete umumnya dipergunakan untuk dinding ataupun atap bangunan rumah maupun gedung. Salah satu varian light weight concrete adalah beton teraerasi (Aerated Concrete). Pada beton ini terdapat poriII-2
Bab II : Tinjauan Pustaka
pori layaknya batu apung sehingga beton akan memiliki densitas yang rendah tetapi tetap memiliki kekuatan tekan yang relatif tinggi. Pada proses pembuatannya, beton ringan teraerasi ini harus melewati proses pemberian tekanan uap panas / steam selama 12 jam dengan temperature mencapai 374oF atau 190oC dan tekanan mencapai 12 bar / 1,2 Mpa. Light weight concrete merupakan salah satu alternatif material pracetak untuk bangunan residensial, baik sebagai pengganti batu bata, dinding partisi, pelat lantai ataupun atap (pada pelat beton ringan dapat didesain dengan atau tanpa tulangan). Hal ini karena sifat daripada beton ringan yang mudah dicetak ataupun dipotong menjadi ukuran-ukuran yang diinginkan menggunakan gergaji kayu / gergaji mesin serta kemudahan pada saat instalasi beratnya yang ringan, kemudian umur beton ringan yang lebih cepat matang dibandingkan dengan beton biasa menjadikannya nilai jual yang lebih. Kemudian limbah yang dihasilkan lebih sedikit bila dibandingkan penggunaan beton biasa. Menurut Andi Saidah, 2007. Beton ringan yang dibuat dari bermacam-macam agregat ringan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu: a. Beton insulasi ( Insulating Concrete) Beton ini merupakan beton non struktural dan mempunyai berat (density) yang sangat ringan, dengan berat isi kurang dari 300 kg/m3 - 800 kg/m3, konduktifitas panas rendah, dan kekuatan tekan antara 0,69 - 6,89 Mpa, beton ini digunakan untuk keperluan insulasi dan peredam suara antara lantai, agregat ringan yang sering digunakan adalah perlite dan vermuculite.
II-3
Bab II : Tinjauan Pustaka
b. Beton ringan struktural ( Struktural Concrete) Beton ringan struktural adalah beton yang menggunakan agregat ringan atau campuran agregat kasar ringan dan pasir alam sebagai pengganti agregat halus ringan. Pada umur 28 hari beton ini mempunyai kekuatan tekan lebih dari 24,8 Mpa bahkan ada beberapa yang menghasilkan kekuatan tekan lebih dari 41,3 Mpa. Beton ini digunakan untuk membuat bagian-bagian yang bersifat struktural, memiliki insulasi yang lebih rendah dibandingkan dengan beton insulasi, tetapi lebih baik dari beton normal, agregat ringan yang digunakan adalah : Expanded shale, Clays, Slag, Pumice, dan Scoria. c. Beton kekuatan sedang (Moderat Strength Concrete) Beton jenis ini berada di tengah-tengah antara beton insulasi dan beton struktur. Pada umur 28 hari mempunyai kekuatan tekan antara 6,89 - 17,24 Mpa dan berat isi 800 - 1920 kg/m3.
2.1.2 Sifat - Sifat Mekanis Beton Ringan 1. Berat isi Keuntungan dari pemakaian beton ringan adalah mengurangi beban yang diakibatkan oleh berat sendiri dari beton. Berat isi beton ringan struktural berkisar antara 1440 - 1850 kg/m³, tergantung dari jenis agregat ringan yang dipergunakan. (SNI 3402-2008). 2. Workability Sifat mudah dikerjakan (Workability) adalah faktor tertentu pada beton segar (press concrete), tanpa workability yang cukup, maka beton akan sulit dikerjakan,
II-4
Bab II : Tinjauan Pustaka
kecuali jika diinginkan beton mutu tinggi. Metode yang digunakan untuk mengetahuinya dengan mengadakan test slump.
2.1.3 Komposisi Beton Ringan Komposisi beton ringan terdiri dari portland cement agregat halus dan kasar dengan ukuran agregat 2,35 – 10 mm, dan MEYCO FIX SLF 20 sebagai zat aditif dan abu terbang sebagai bahan tambahan. Menurut SNI 03-2461-2002 spesifikasi agregat ringan untuk beton ringan struktural: Agregat ringan dalam standar ini terdiri dari 2 macam,yaitu: 1. Agregat ringan buatan yang merupakan hasil proses pengembangan, pemanasan atau sintering dari bahan terak tanur tinggi, lempung, diatome, abu terbang, batu sabak, batu obsidian. 2. Agregat ringan alami diperoleh secara alami, seperti batu apung dan scoria, batu letusan gunung atau batuan lahar. Komposisi kimia agregat ringan tidak boleh mengandung bahan kimia yang merusak dengan batasan sebagai berikut : 1. Kotoran organis hasil pengujian tidak boleh memperlihatkan warna yang lebih gelap dari warna pembanding (standard), kecuali kalau dapat dibuktikan bahwa perubahan warna itu mengakibatkan turunnya kekuatan tekan beton (lebih dari 5%) 2. Noda warna kandungan besi oksida yang menyebabkan noda (Fe2O3) pada agregat tidak lebih dari 1,5 mg/200 gr. 3. Hilang pijar pada pembakaran tidak melebihi 5%.
II-5
Bab II : Tinjauan Pustaka
Sifat-sifat fisis dan mekanis meliputi : 1. Gradasi agregat ringan yang diuji harus memenuhi persyaratan gradasi . 2. Keseragaman gradasi ditentukan berdasarkan besarnya modulus kehalusan yang harus diuji secara periodik tidak boleh berbeda lebih dari 7% terhadap nilai modulus kehalusan yang ditentukan. 3. Sifat fisis harus memenuhi persyaratan. Persyaratan beton ringan meliputi kuat tekan dan kuat tarik, serta penyusutan akibat pengeringan contoh benda uji tidak boleh melebihi 0,7%. Sumber : (www.pu.go.id).
2.1.4 Kelebihan dan Kelemahan Beton Ringan Kelebihan beton ringan: 1. Memiliki nilai tahanan panas (thermal insulation) yang baik 2. Memiliki tahanan suara (peredaman) yang baik 3. Tahan api (fire resistant) 4. Transportasi mudah 5. Dapat mengurangi kebutuhan bekisting (formwok) dan perancah (scaffolding). Kelemahan beton ringan adalah nilai kuat tekannya (compressive strength) terbatas, sehingga sangat tidak dianjurkan penggunaan untuk perkuatan (struktural). Sumber : (www.google.com).
II-6
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.2 Material Pembentuk Beton Sebagai material komposit, beton merupakan salah satu bahan yang selalu berkaitan dengan semen, karena beton terdiri dari campuran semen, agregat halus (pasir), agregat kasar, dan air. Untuk mendapatkan beton yang berkualitas, perbandingan campuran bahan harus sesuai standar yang telah ditetapkan. Penggunaan air juga tidak boleh berlebihan dan keseimbangan perbandingan agregat kasar dan halus harus tepat sehingga campuran beton tidak telalu kasar atau halus. Perhatikan juga proses pengadukannya harus homogeny dengan memastikan campuran semen dengan pasir atau batu kerikil tercampur secara merata terlebih dahulu sebelum dicampur atau dituangkan air. Dan sebagai pengikat biasannya ditambahkan campuran (admixture) bila diperlukan.
2.2.1 Semen Bahan baku pembuatan semen adalah bahan-bahan yang mengandung kapur, silica, alumina, oksida besi, dan oksida-oksida lain. Semen merupakan material utama untuk membangun sebuah bangunan. Fungsinya tidak lain sebagai bahan pengikat campuran, mulai dari campuran beton, plesteran / acian dinding, sampai campuran untuk memasang bata / batako. Sumber : (www.indocementawards.com). Dengan ragam fungsinya ini maka pemakaiannya harus diperhatikan. Jika tidak, hasil akhir aplikasi semen menjadi tidak sempurna. Semen yang digunakan harus mencapai tingkat kehalusan yang baik, semen memenuhi syarat kehalusan apabila: Tertahan saringan no.100 : 0 %
II-7
Bab II : Tinjauan Pustaka
Tertahan saringan no.200 : maksimum 22 % Pada umumnya semen untuk bahan bangunan adalah tipe semen portland. Semen ini dibuat sebagai bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker (bahan ini terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis), dengan dicampur bahan gips sebagai bahan tambah. Beberapa tipe semen yang diproduksi di Indonesia, antara lain semen portland tipe I, II, III, IV, dan V. Beberapa tipe semen portland dapat dibedakan menjadi 5 (lima) tipe, menurut Standar Industri Indonesia (SII) no. 0031-81 antara lain: a. Semen Tipe I
: Semua semen tipe portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara umum, dapat dikatakan yang paling banyak dimanfaatkan untuk bangunan perumahan, dan tidak memerlukan sifat-sifat khusus sebagaimana jenis lainnya, biasanya membutuhkan waktu 28 hari.
b. Semen Tipe II
: Semen portland jenis umum dengan perubahan-perubahan. Semen ini memiliki panas hidrasai lebih rendah dan keluar panasnya lebih lambat dari pada semen portland jenis I. Semen jenis ini terutama dimanfaatkan untuk bangunan yang terletak di daerah dengan tanah berkadar sulfat rendah.
c. Semen Tipe III
: Semen portland dengan kekuatan awal tinggi. Semen tipe ini memiliki kemampuan untuk mengeras dengan cepat serta
memiliki
kekuatan
awal
yang
tinggi
hanya
membutuhkan waktu hanya satu minggu atau 7 hari dalam II-8
Bab II : Tinjauan Pustaka
proses pengeringan / pengerasaan (hardening). Umumnya dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus cepat dipakai. d. Semen Tipe IV : Semen portland dengan panas hidrasi yang rendah. Semen jenis ini khusus untuk penggunaan yang memerlukan panas hidrasi serendah-rendahnya dengan menghasilkan panas hidrasi yang sangat rendah berkisar antara 60 - 65⁰c. e. Semen Tipe V : Semen portland tahan sulfat. Semen jenis ini khusus untuk penggunaan pada bangunan-bangunan yang kena sulfat, umumnya memberikan ketahanan terhadap bahaya korosi akibat pengaruh air laut, air tanah maupun pengaruh asam sulfat yang sangat tinggi, biasanya untuk pembangunan darmaga / pelabuhan. Sedangkan untuk susunan oxida dari semen portland seperti pada tabel 2.3: Tabel 2.3 Susunan Oxida Semen Portland Oksida Kapur (CaO) Silika (SiO²) Alumunia (Al₂O₃) Besi (Fe₂0₃) Magnesia (MgO) Sulfur (SO₃)
% Rata-rata 63 22 7 3 2 2
Sumber : Fandhi Hernando, 2009
Tipe semen ditentukan oleh komposisi kimianya. Sifat-sifat kimia dari bahan pembentuk ini mempengaruhi kualitas semen yang dihasilkan, sebagaimana hasil susunan kimia yang terjadi diperoleh senyawa dari semen portland seperti pada tabel 2.4. II-9
Bab II : Tinjauan Pustaka
Tabel 2.4 Empat Senyawa Dari Semen Portland Nama Senyawa
Rumus Oksida
Notasi
Kadar Rata-rata
Tricalcium-silicate
3CaO.SiO₂
C3S
50
Dicalcium-silicate
2CaO.SiO₂
C2S
25
3CaO.Al2O₃
C3A
12
4CaO.Al.₂O₃ FeO₃
C 4 Af
8
Tricalcium-aluminate Tetracalcium -aluminoferrite Sumber : Fandhi Hernando, 2009
Senyawa-senyawa kimia dari semen portland adalah tidak stabil secara termodinamis, sehingga sangat cenderung untuk bereaksi dengan air. Untuk membentuk produk hidrasi dan kecepatan bereaksi dengan air dari setiap komponen adalah berbeda-beda, maka sifat-sifat hidrasi masing-masing komponen perlu dipelajari. 1. Tricalcium-Silicate (C 3 S) = 3CaO.SiO2 Senyawa ini mengalami hidrasi yang sangat cepat yang menyebabkan pengerasan awal, menunjukkan perpecahan (desintegrasi) oleh sulfat air tanah, oleh perubahan volume kemungkinan mengalami retak-retak. 2. Dicalcium-Silicate (C 2 S) = 2CaO.SiO2 Senyawa ini mengeras dalam beberapa jam dan dapat melepaskan panas, kualitas yang terbentuk dalam ikatan menentukan pengaruh terhadap kekuatan beton pada awal umurnya, terutama pada 14 hari pertama. 3. Tricalcium-Aluminate (C 3 A) = 3CaO.Al2O3 Formasi senyawa ini berlansung perlahan dengan pelepasan panas yang lambat, senyawa ini berpengaruh terhadap proses peningkatan kekuatan yang terjadi dari 14 hari sampai 28 hari, memiliki ketahanan agresi kimia yang relatif tinggi, dan penyusutan yang relatif rendah.
II-10
Bab II : Tinjauan Pustaka
4. Tetracalcium - Aluminoferrite (C 4 Af) = 4CaO.Al2O3 FeO3 Adanya senyawa Aluminoferit kurang penting karena tidak tampak banyak pengaruh terhadap kekuatan dan sifat semen. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan semen PPC Gresik (Portland Pozzolan Cement).
2.2.2 Agregat Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi dalam campuran mortar dan beton. Butiran mineral yang merupakan hasil disintegrasi alami batu-batuan atau juga berupa hasil mesin pemecah batu dengan memecah batu alami. Agregat merupakan salah satu bahan pengisi pada beton, namun demikian peranan agregat pada beton sangatlah penting. Kandungan agregat dalam beton kira-kira mencapai 50 - 80% dari volume beton, sehingga sifat-sifat dan mutu agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat dan mutu beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan beton. Agregat dibedakan menjadi dua macam yaitu agregat halus dan agregat kasar yang didapat secara alami atau buatan. Dalam praktek di lapangan agregat dapat digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu : a). Batu, dengan ukuran agregat lebih besar dari 40 mm b). Kerikil, agregat dengan ukuran antara 5 mm sampai 40 mm c). Pasir, agregat dengan ukuran antara 0,15 mm sampai 5 mm. Adapun ditinjau dari berat jenisnya, agregat menurut (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1992), dibedakan atas tiga macam:
II-11
Bab II : Tinjauan Pustaka
1. Agregat Ringan Agregat ringan, yaitu agregat yang memiliki berat jenis kurang dari 2,0 dan bisanya digunakan untuk beton non struktural. Agregat ini dapat juga digunakan untu beton struktural atau blok dinding tembok. Agregat ini mempunyai kelebihan yaitu memiliki berat sendiri yang rendah, sehingga strukturnya ringan dan pondasinya dapat lebih kecil. 2. Agregat Normal Agregat normal adalah agregat yang memiliki berat jenis antara 2,5 – 2,7. Agregat biasanya berasal dari batuan granit, basalt, kuarsa, dan sebagainya. Beton yang menggunakan agregat normal biasanya memiliki berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat desak antara 15 MPa – 40 MPa. 3. Agregat Berat Agreagat berat memiliki berat jenis lebih dari 2,8. Contoh agregat berat, misalnya magnetic (Fe 3 O 4 ) dan barites (BaSO 4 ), atau serbuk besi. Beton yang dihasilkan memiliki berat jenis yang tinggi juga dapat mencapai 5,0. Penggunaannya dipakai sebagai pelindung dari radiasi.
2.2.2.1 Agregat Halus (Pasir) Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya menembus ayakan dengan lubang 4.8 mm. Agregat halus adalah berupa pasir alam sebagai disintegrasi alami dari batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu. Karakteristik kualitas agregat halus yang digunakan sebagai komponen struktural beton memegang peranan penting dalam menentukan karakteristik kualitas struktur beton yang dihasilkan, sebab agregat halus mengisi sebagian besar volume beton.
II-12
Bab II : Tinjauan Pustaka
Menurut peraturan SK-SNI-T-15-1993-03 kekasaran pasir dibagi menjadi empat kelompok menurut gradasinya, yaitu pasir halus, agak halus, agak kasar dan kasar. Pasir yang digunakan dalam adukan beton harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Pasir harus terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Hal ini dikarenakan dengan adanya bentuk pasir yang tajam, maka kaitan antar agregat akan lebih baik, sedangkan sifat keras untuk menghasilkan beton yang keras pula. 2. Butirnya harus bersifat kekal. Sifat kekal ini berarti pasir tidak mudah hancur oleh pengaruh cuaca, sehingga beton yang dihasilkan juga tahan terhadap pengaruh cuaca. 3. Pasir tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat kering pasir, lumpur yang ada akan menghalangi ikatan antara pasir dan pasta semen, jika konsentrasi lumpur tinggi maka beton yang dihasilkan akan berkualitas rendah. 4. Pasir tidak boleh mengandung bahan organik terlalu banyak. Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilhat pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Persyaratan Gradasi Agregat Halus Diameter Ayakan (mm)
Grading Zona 1 yang lolos (%)
Grading Zona 2 yang lolos (%)
Grading Zona 3 yang lolos (%)
Grading Zona 4 yang lolos (%)
9.5 4.75 2.36 1.18 0.6 0.3 0.15
100 90-100 60-95 30-70 15-34 5-20 0-10
100 90-100 75-100 55-90 39-59 8-30 0-10
100 90-100 85-100 75-100 60-79 12-40 0-10
100 95-100 95-100 90-100 80-100 15-50 0-15
Sumber : SNI 03-2834-1993
Keterangan : Zone 1 = Pasir Kasar, Zone 2 = Pasir Agak Kasar, Zone 3 = Pasir Halus, dan Zone 4 = Pasir Agak Halus. II-13
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.2.2.2 Agregat Kasar Agregat kasar adalah agregat dengan butiran-butiran tertinggal di atas ayakan dengan lubang 4,8 mm. Berupa pecahan batu, pecahan kerikil atau kerikil alami dengan ukuran butiran minimal 5 mm dan ukuran butiran maksimal 40 mm. Cara yang paling banyak dilakukan untuk membedakan jenis agregat adalah dengan didasarkan atas butira-butirannya. Jadi yang umum digunakan adalah agregat kasar dan agregat halus. Adapun istilah batu pada umumnya digunakan pada batuan yang bukan berbentuk berfungsi sebagai agregat. Untuk Persyaratan gradasi agregat kasar dapat dilihat pada tabel 2.6. Tabel 2.6 Persyaratan Gradasi Agregat Kasar Diameter Ayakan (mm) 75 37.5 26.5 19 12.5 9.5 4.75 2.36
Presentase Yang Lolos (%) Gradasi Agregat 40 mm 30 mm 20 mm 10 mm 100 90-100 100 90-100 100 30-70 90-100 100 25-60 90-100 10-35 25-55 40-85 0-5 0-10 0-10 0-10 0-2 0-5 0-5 0-5
Sumber : SNI 03-2834-1993
2.2.3 Abu Terbang (Fly Ash) Salah satu usaha untuk membuat beton ringan adalah dengan cara merekayasa material beton melalui penggunaan abu terbang (fly ash). Fly ash merupakan salah
satu jenis partikulat yang dapat diklasifikasikan dalam debu. Abu terbang (fly ash) sebagai limbah PLTU berbahan bakar batu bara dikategorikan oleh Bapedal sebagai limbah berbahaya (B3). Sehubungan dengan meningkatnya jumlah pembangunan PLTU berbahan bakar batubara di Indonesia, maka jumlah limbah
II-14
Bab II : Tinjauan Pustaka
abu terbang juga akan meningkat yaitu jumlah limbah PLTU pada tahun 2000 sebanyak 1,66 juta ton, sedangkan pada tahun 2006 diperkirakan akan mencapai sekitar 2 juta ton. Abu terbang adalah bagian dari abu bakar yang berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari campuran gas tungku pembakaran yang menggunakan bahan batubara. Abu terbang yang ringan dan abu relatif berat yang timbul dari suatu proses pembakaran suatu bahan yang lazimnya menghasilkan abu. Abu terbang diambil secara mekanik dengan sistem pengendapan electrostatik. Sumber : (Hidayat,1993). Abu terbang (Fly ash) umumnya diperoleh dari sisa pembakaran Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau sisa pembakaran dari boiler kayu, yang mempergunakan batubara sebagai sumber energi. Sisa pembakaran berupa partikel halus dan berkisar 75% - 90% limbah batubara akan keluar melalui cerobong asap, serta hanya sebagian kecil tersisa ditungku api. Limbah batu bara sebelum keluar ditangkap dengan Electrostatic Precipitator sehingga limbah batubara masih berupa butiran padat. Abu terbang mempunyai butiran yang lebih halus daripada semen portland, dan mempunyai sifat hidrolik seperti pozzolon. Dengan sifat pozzolon, maka dapat mengubah kapur bebas (Ca(OH)2) sebagai mortar udara menjadi mortar hidrolik. Menurut P.Khumar Mehta kadar abu terbang sebagai pengganti sebagian semen portland dapat dibedakan sesuai kebutuhannya. •
Abu Terbang kelas F 15-20% berat semen portland.
•
Abu Terbang kelas C 25-35% berat semen portland.
Menurut SK-SNI S-15-1990-F, spesifikasi abu terbang (fly ash) sebagai bahan tambahan untuk campuran beton, abu terbang (fly ash) hasil pembakaran batu bara II-15
Bab II : Tinjauan Pustaka
digolongkan menjadi 3 jenis abu terbang, yaitu : 1. Kelas F : Abu terbang (fly ash) yang dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous. 2. Kelas C : Abu terbang (fly ash) yang dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis lignite dan subbituminous. 3. Kelas N : Pozzolan alam, seperti halnya tanah diatome, shale, tufa, abu gunung berapi atau batu apung (pumice).
2.2.3.1 Persyaratan Abu Terbang 1. Komposisi kimia abu terbang Menurut balai besar penelitian dan pengembangan industri bahan dan barang teknik dan analisa contoh kering fly ash PLTU Suralaya (% berat) adalah : 1. Silikonoksida (SiO2 ) = 52,92 2. Ferioksida (Fe2 O3 ) = 1,50 3. Alumuniumoksida ( Al 2 O3 ) = 35,40 4. Kalsiumoksida (CaO ) = 0,8 5. Magensiumoksida (MgO ) = 0,49 6. Sulfat (SO3 ) = 0,19 7. Kaliumoksida (K 2 O ) = 0,43 8. natriumoksida (Na 2 O3 ) = 0,95 2.Persyaratan fisik abu terbang Pengujian sifat-sifat fisik meliputi: 1. Kehalusan II-16
Bab II : Tinjauan Pustaka
Pengaruh kehalusan abu terbang pada kekuatan beton bukan fungsi dari luas permukaan spesifikasi yang di ukur dengan perembesan udara, tetapi dari besarnya butiran yang lewat ayakan 45 µm (325 mesh) makin besar pengaruhnya pada kekuatan beton. 2. Bentuk partikel Abu terbang sebagian besar memiliki bentuk bulat. Abu terbang dalam fraksi yang lebih besar dari 300 µm kebanyakan butirannya poros dan berwarna hitam. Butiran yang menyerupai pasir ini biasanya mempunyai hilang pijar 3 sampai 10 kali lebih besar dari pada butiran yang lewat saringan no 325 mesh (45 µm) ini menunjukkan prosentase batu bara yang terbakar sebagian. 3. Kerapatan Kerapatan (density) abu terbang bervariasi tergantung pada besar butir dan besar hilang pijarnya. Persyaratan untuk fisika abu terbang (fly ash) menurut SK-SNI S-15-1990-F dapat dilihat pada tabel 2.7 dibawah ini: Tabel 2.7 Persyaratan Fisik Abu Terbang
No 1 2 3
Sifat Fisika
Data 1,99-2,40 gr/cm2 163,25-227,19 m2/kg 0,55-4,6%
Berat jenis Kehalusan butir Kadar air
Pada penelitian ini fly ash akan digunakan sebagai bahan pengganti yang berfungsi sebagai bahan pengisi adukan beton sehingga dapat memperkecil poripori yang ada dan memanfaatkan sifat pozzolan dari fly ash untuk memperbaiki mutu beton dan menaikkan kuat tekan. Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina, dan bahan pozzolan tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen. Kehawatiran akan waktu pemadatan yang terlalu lama, kekuatan II-17
Bab II : Tinjauan Pustaka
akan berkurang, dan penyelesaiannya akan sangat sulit karena besarnya jumlah abu terbang ternyata tak terbukti. Waktu pemadatan tidak terlampau bervariasi dari desain campuran langsung dari kantong, kekuatannya lebih tinggi daripada yang diperkirakan, dan penyelesaian serta perlakuan tak ada masalah. Kekuatan perkiraan adalah 5000 psi pada 28 hari. Kekuatan sebenarnya ternyata lebih dari 7000 psi pada 28 hari, jauh melebihi kekuatan yang diperkirakan. Dari penelitian Hidayat (1993) tentang Penelitian Mutu Beton Abu terbang Pada Lingkungan yang Agresif (Pantai dan Laut) dengan variasi penambahan abu terbang 0 %, 10 %, 20%, 25%, 30%, dan 40% terhadap berat semen menunjukkan bahwa : a. Kuat beton abu terbang pada umur muda (kurang dari 28 hari) lebih rendah dari pada kuat tekan beton normal. b. Kubus beton yang disimpan di laboratorium baik beton normal maupun beton abu terbang menunujukkan penambahan kekuatan tekan sampai dengan umur 3 tahun, dan setelah itu kekuatannya konstan. Sedangkan untuk beton yang disimpan di tepi pantai dan yang direndam di laut, kuat tekan pada umur 3 tahun lebih rendah daripada sebelumnya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena proses perusakan oleh lingkungan (air laut dan pantai) lebih kuat daripada daya tahan betonnya yang tidak direncanakan dahulu untuk lingkungan yang agresif. Sumber : (www.digilib.unnes.ac.id). Untuk abu terbang (fly ash) yang digunakan untuk penelitian ini sebagai bahan tambah untuk campuran beton ringan berasal dari PLTU Suralaya dengan ketentuan pemakaian yaitu kadar 16%.
II-18
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.2.3.2 Pengaruh Abu Terbang Pada Beton Di beberapa Negara maju, abu terbang telah digunakan sebagai bahan campuran beton. Berdasarkan penelitian para ahli dari Negara maju penggunaan abu terbang ini dapat menghemat biaya, mengurangi bleeding, mengurangi slump yang hilang karena waktu, mengurangi panas yang timbul, menambah kekuatan. Sumber : (Fadilah A.Abdat, 2003). Menurut (Zeta Eridani, 2004). Pengaruh abu terbang pada beton untuk menghemat penggunaan semen dan menambah kekedapan beton terhadap air pada beton, misalnya untuk struktur bangunan yang tidak membutuhkan kuat tekan beton yang tinggi tetapi memerlukan kekedapan air yang cukup baik, antara lain dam, atap gedung, tandon air, dinding basement, pilar jembatan, dan bangunan penahan gelombang.
2.2.4 Air Air merupakan bahan dasar pembuatan beton yang penting namun harganya paling murah. Dalam pembuatan beton air merupakan salah satu faktor yang sangat penting, Karena air dapat bereaksi dengan semen. Air berfungsi untuk mengikat semen dengan pasir atau batu kerikil. Jika air yang dicampurkan terlalu banyak maka campuran akan menjadi encer. Demikian juga jika airnya terlalu sedikit maka campurannya akan menjadi kental. Air pada campuran beton akan berpengaruh terhadap : 1. Sifat workability adukan beton. 2. Besar kecilnya nilai susut beton 3. Kelangsungan reaksi dengan semen portland, sehingga dihasilkan dan kekuatan
II-19
Bab II : Tinjauan Pustaka
selang beberapa waktu. 4. Perawatan keras adukan beton guna menjamin pengerasan yang baik. Sumber : (Fandhi Hernando, 2009). Air untuk pembuatan beton minimal memenuhi syarat (SK SNI-S - 04 - 1989-F) : 1. Air harus bersih 2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 2 gram /liter. 3. Tidak mengandung lumpur minyak dan benda terapan lain yang bisa dilihat secara visual. 4. Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton (asam organik) lebih dari 15 gram / liter. 5. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram / liter. 6. Tidak mengandung chlorida (cl) lebih dari 0,5 gram / liter.
2.3 Bahan Additif Penggunaan bahan additif untuk campuran pembuatan beton harus disesuaikan dengan kegunaan dan kebutuhannya sesuai dengan fungsi dan pengaruhnya terhadap beton yang akan dibuat. Dalam penelitian ini, bahan additif yang dimaksud adalah MEYCO FIX SLF 20, untuk penjelasan selengkapnya dapat dilihat pada uraian 2.3.1 dibawah ini.
2.3.1 Additif MEYCO FIX SLF 20 Zat additif MEYCO FIX SLF 20 adalah zat additif yang di produksi oleh PT.BASF The Chemical Company yang bergerak di bidang chemical, zat ini berfungsi sebagai pengisi rongga dalam beton sehingga bobot beton dapat ringan.
II-20
Bab II : Tinjauan Pustaka
Komponen yang utama dari additif ini yaitu Alcohol dan Sulfuric Ester, zat additif ini berupa bahan tambah kimia yang berbentuk seperti cairan berwarna kuning pucat dan berbusa. Zat additif ini sangat baik untuk pembuatan beton ringan, dan telah dikembangkan untuk pembuatan bata ringan, kolom dan sloof untuk rumah tinggal sederhana. Dimana untuk perbandingan pemakaian airnya 1:20 s/d 1: 40, untuk proses pengadukannya berikan tekanan konstan sebesar 5 – 6 Bar, setelah itu timbang untuk mendapatkan kepadatan busa (density foam) yang berkisar antara 80 – 90 gram/liter, timbang berat foaming tersebut untuk mendapatkan density yang direncanakan, dan tambahkan 10% dari volume foaming yang terjadi sebagai pertimbangan kehilangan foaming selama proses pembuatan light weight concrete. Sehingga penulis ingin melakukan penelitian pada beton ringan, dimana dengan variasi prosentase yang bermacam-macam dengan tujuan untuk mendapatkan kuat tekan beton ringan yang diinginkan. Keunggulan dari zat additif MEYCO FIX SLF 20: - Cair berbusa - Ramah lingkungan - Menghasilkan kinerja busa yang unggul tidak hanya untuk semen tetapi juga untuk mortar dan beton. - Meningkatkan kekentalan dan mencegah pemisahan bahan (segregasi). Sumber : (www.BASF.com).
2.3.2 Superplasticizer (Sika Viscocrete-10) Superplasticizer (Sika Viscocrete-10) adalah bahan tambah kimia (chemical admixture) yang melarutkan gumpalan-gumpalan dengan cara melapisi pasta
II-21
Bab II : Tinjauan Pustaka
semen sehingga semen dapat tersebar dengan merata pada adukan beton dan mempunyai pengaruh dalam meningkatkan workability beton sampai pada tingkat yang cukup besar. Bahan ini digunakan dalam jumlah yang relatif sedikit karena sangat mudah mengakibatkan terjadinya bleeding. Superplasticizer dapat mereduksi air sampai 40% dari campuran awal. Sumber : (Fandi Hernando, 2009).
2.3.3 Aditif Ligno GI 07 Aditif Ligno GI 07 merupakan salah satu bahan tambahan yang dirumuskan atau diformulasikan dari Sodium Naphthalene Sulfonat, dengan mematuhi ASTM C 494-92 Type F. Aditif Ligno GI 07 merupakan suatu cairan yang berwarna coklat dapat larut dalam air, isi yang tidak dapat larut adalah rendah. Aditif Ligno GI 07 mengandung Naphthalene Sulfonat (30%), Sodium Sulphate (5%), Defoamer (0,1%), Preservative (Anti Bakteri) 0,2%, Water (air) 65%. Dan bahan ini termasuk Superplasticizer untuk concrete admixture. Sumber : (Hasan Tri Yunianto, 2009).
2.3.4 Sikament-NN Sikament-NN merupakan zat aditif yang sangat efektif untuk memproduksi beton encer dengan cairan superplasticizer yang berfungsi ganda sebagai pengurangan kadar air dan untuk membantu tegangan awal. Bebas dari chlorida (complies with A.S.T.M C 494 -92 Type F) . Sikament-NN adalah suatu campuran terpadu yang dirancang untuk mengurangi tingkat transmisi moisture melalui beton. Sikament-NN tidak berisi reduktor air,
II-22
Bab II : Tinjauan Pustaka
akselarator, entraining udara atau bahan kimia surfactant yang dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan ketika digunakan bersama dengan campuran secara normal yang digunakan pada beton. Sikament–NN dapat digunakan untuk beton kedap air seperti dinding landasan dan lantai, tangki, pipa, terowongan dan kolam, blok beton dan batu bata, panel bersemen tipis dan cladding, dan dinding dan pondasi tangki rendering Sumber : (Sika Indonesia, 2003).
2.4 Hasil Penelitian yang Pernah Dilakukan 2.4.1 Leonardi (2010) Dalam penelitian ini, pembuatan beton ringan menggunakan campuran semen portland, abu terbang / pulverised fly ash (PFA), dan sponge rubber (SR). Komposisi mortar dan beton yang digunakan adalah 70% semen + 30% PFA (uji kuat tekan dan modulus elastisitas) dan 50% semen + 50% PFA (uji kuat tarik dan kuat lentur). Diawali dengan penelitian material meliputi semen, PFA, dan sponge rubber, diketahui telah memenuhi ASTM C150-02, ASTM C618-03, dan ASTM C29/C29M-97. Dilanjutkan dengan penelitian mortar campuran semen + PFA dengan 10%, 15%, 20% serbuk SR didapat nilai kuat tekan semakin menurun seiring penambahan serbuk SR. Sedangkan untuk nilai kuat tarik dan kuat lentur mortar, campuran terbaik berada pada penambahan 10% serbuk SR. Kemudian dilakukan penelitian beton ringan memakai agregat 4%, 5%, 6% potongan SR yang membandingkan campuran semen + PFA dengan semen + PFA + 10% serbuk SR. Baik kuat tekan, kuat tarik, kuat lentur, maupun modulus elastisitas
II-23
Bab II : Tinjauan Pustaka
beton ringan mengalami penurunan seiring penambahan potongan SR. Kuat tarik dan kuat lentur beton ringan campuran terbaik berada pada semen + PFA + 10% serbuk SR + 4% potongan SR. Kuat tekan dan modulus elastisitas tertinggi berada pada beton dengan campuran semen + PFA + 4% potongan SR dan bisa digunakan sebagai beton ringan untuk elemen-elemen struktur. 2.4.2 Pratikto (2010) Dalam penelitian ini digunakan agregat ringan berasal dari limbah botol plastik yang mempunyai logo PET, dengan perbandingan setiap campuran m3 beton ringan adalah semen 263 kg, pasir 420 kg, agregat PET 559 kg, dan air 279 kg, pada pemakaian aditif admixture sebanyak 50 ml. Tujuan dari penelitian ini menentukan perbandingan campuran semen, agregat kasar dari limbah botol plastik, agregat halus, dan banyaknya air sesuai pembuatan beton ringan. Dari penelitian ini kekuatan tekan yang dihasilkan adalah 17,49 Mpa dengan kuat tarik belah 1,15 Mpa.
2.4.3 Fandhi Hernando (2009) Dalam penelitian ini, kuat desak beton mutu tinggi dengan mutu beton yang direncanakan 65 MPa pada umur 28 hari. Komposisi campuran Supeplasticizer yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,6% untuk semua variasi dan penggantian abu terbang sebanyak 0%, 20%, 25%, 30% dan 35% dari berat semen. Dari penelitian diperoleh bahwa kuat desak beton yang tertinggi terdapat pada campuran beton penggantian Fly Ash 20% yaitu sebesar 59,095 MPa dan kuat desak beton yang terendah terdapat pada campuran beton penggantian Fly Ash 30% yaitu sebesar 42,927 MPa. II-24
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.4.4 Ramos.P Pasarribu (2007) Dalam penelitian ini, pembuatan beton ringan menggunakan campuran semen portland, abu sekam padi. Berdasarkan kenaikkan dan penurunan kuat tekan beton terhadap kuat tekan beton 0% abu sekam padi akibat pengurangan dan penambahan jumlah semen+abu sekam padi dalam beton. Kemampuan B3AS sebesar 0.09 Mpa/kg semen lebih besar 40% dibanding beton normal kemampuannya 20.45/375= 0.054 Mpa/kg semen di mana jumlah semen di beton normal hanya lebih sedikit 12 % dari jumlah semen di campuran B3AS. Terjadi kenaikkan kuat tekan pada B3AS (pada kuat tekan 39.41 Mpa) atau sebesar 15.9 % dari kuat tekan 0% abu sekam padi yang berarti penambahan abu sekam padi sebesar 15% mampu meningkatkan kuat tekan terbesar yaitu 1.06 %.
2.5 Per encanaan C ampur an ( M ix Design) Pada pembuatan beton diperlukan suatu perencanaan campuran atau lebih dikenal dengan nama mixed design. Tujuan dari perencanaan campuran beton adalah untuk menentukan proporsi semen, agregat halus, agregat kasar, serta air yang memenuhi persyaratan berikut: 1. Kekuatan tekan. Kuat tekan yang dicapai pada 28 hari (atau umur yang ditentukan) harus memenuhi persyaratan yang diberikan oleh perencanaan konstruksinya. 2. Penyelesaian akhir dari permukaan beton, dan untuk lebih jelasnya untuk penjelasan mix design ada di bab III.
II-25
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.5.1 Teori M ix Design Untuk perencanaan campuran (mix design) yang digunakan adalah perhitungan mix design menurut metode A.C.1 (American Concrete Institute) Method. Untuk merencanakan campuran beton, ada 4 faktor yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Water Cement Ratio (w/c), yaitu jumlah air yang dipakai dalam adukan berbanding dengan jumlah semen (kg) yang dipakai. 2. Cement Agregat Ratio, yaitu perbandingan jumlah pemakaian semen dan agregat ( pasir + agregat kasar). 3. Gradasi (dari agregat). 4. Konsistensi adukan, berguna agar penempatan adukan beton lebih mudah. Langkah-langkah pokok perancangan campuran dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Penetapan Kuat Desak Beton Kuat desak beton yang disyaratkan atau yang ditetapkan dengan kuat desak beton umur 28 hari (fc’). Dalam penelitian ini kuat desak beton umur 28 hari direncanakan adalah fc’25 Mpa. 2. Penetapan Nilai Deviasi Standar (S) Deviasi Standar ditetapkan berdasarkan atas tingkat mutu pengendalian pelaksanaan pencampuran betonnya. Semakin baik mutu pelaksanaan semakin kecil nilai deviasi standarnya. Dalam penelitian ini nilai deviasi standar Deviasi Standar = 50 kg/cm2 ditentukan dengan melihat volume beton yang dibuat, yang dibedakan atas volume kecil, sedang dan atas dasar mutu pelaksanaannya yang dibedakan atas mutu baik sekali, baik, dan cukup, seperti disajikan pada tabel 2.8.
II-26
Bab II : Tinjauan Pustaka
Tabel 2.8 Nilai Deviasi Standar Isi Pekerjaan Sebutan Jumlah beton Kecil < 1000 Sedang 1000-3000 Besar >3000
Deviasi Standar (kg/cm2) Baik sekali Baik Dapat diterima 45< s 55 55< s 65 65< s 85 35< s 45 45< s 55 55< s 75 25< s 35 35< s 45 45< s 65
Sumber: (Modul Perkuliahan Teknologi Bahan Konstruksi Unversitas Mercu Buana)
3. Perhitungan Nilai Tambah (Margin) M Nilai tambah dihitung berdasarkan nilai standar deviasi (Sd), maka didapat rumus sebagai berikut: M = K x Sd Keterangan: M = Nilai tambah (Mpa) Sd = Standar Deviasi K= Koefisien
Nb: K = 2.23 Jika kemungkinan gagal 1 % K = 1.96 Jika kemungkinan gagal 2.5 % K = 1.64 Jika kemungkinan gagal 5.0 % K= 1.28 Jika kemungkinan gagal 10.0 %
4. Menetapkan Kuat Desak Rata-rata yang Direncanakan Kuat desak beton rata-rata yang hendak dicapai (direncanakan) diperoleh dari rumus: f’ cr = fc’ + M Keterangan: f’ cr = Kuat desak rata-rata dalam Mpa fc’ = Kuat desak disyaratkan/direncanakan dalam Mpa M = Nilai tambah (margin), Mpa. 5. Penetapan Jenis Semen Dalam penelitian ini jenis semen sudah ditetapkan yaitu semen portland
II-27
Bab II : Tinjauan Pustaka
pozzolan cement merek Gresik. 6. Penetapan Jenis Agregat Jenis agregat yang akan digunakan harus ditetapkan apakah akan menggunakan pasir alam dan kerikil alam, ataukah pasir alam dan batu pecah (crushed aggregate). Untuk menentukan volume agregat kasar per satuan volume beton dari ukuran maksimum agregat kasar dan modulus kehalusan agregat halus, dapat dilihat pada tabel 2.9. Tabel 2.9 : Volume Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton
Ukuran Maksimum Agregat Kasar (mm)
Volume Total Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton untuk Harga Fineness Modulus Pasir
10
2.40 0.5
2.60 0.48
2.80 0.46
3.00 0.44
12.5
0.59
0.57
0.55
0.53
20
0.66
0.64
0.62
0.6
25
0.71
0.69
0.67
0.65
40
0.75
0.73
0.71
0.69
50
0.78
0.76
0.74
0.72
70
0.82
0.8
0.78
0.76
150
0.87
0.85
0.83
0.81
Sumber: (Modul Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi Unversitas Mercu Buana, 1998)
7. Penetapan Faktor Air Semen Untuk menetapkan faktor air semen ditentukan hubungan antara kuat tekan beton dan faktor air semen dengan menggunakan tabel 2.10, dimana terdapat pilihan ada udara terperangkap dan tidak ada udara terperangkap dalam beton.
II-28
Bab II : Tinjauan Pustaka
Tabel 2.10 Rasio Air Semen dan Kuat Tekan Beton Kekuatan Tekan Pada Umur 28 Hari Satuan Mpa
Satuan kg/cm2
48 41 34 28 21 14
487 415.9 344.9 284.1 213 142
Water/ Cemen Ratio Untuk beton yang tak ada udara didalamnya 0.33 0.41 0.48 0.57 0.68 0.82
Untuk beton yang ada udara didalamnya 0.32 0.4 0.48 0.59 0.74
Sumber: (Modul Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi Unversitas Mercu Buana, 1998)
8. Susunan Butir Agregat Halus 9. Menentukan slump Slump ditetapkan sesuai dengan kondisi pelaksanaan pekerjaan agar diperoleh beton yang mudah dituangkan, dipadatkan dan diratakan, seperti pada tabel 2.11. Tabel 2.11 Kebutuhan Air Pencampuran (kg/m3) dan Kandungan Udara untuk Berbagai Nilai Slump dan Ukuran Maksimum Agregat
Jenis Beton
Tidak Ada Udara Terperangkap
Ada Udara Terperangkap
Slump (mm) 25-50 75-100 150-175 Udara yang tersekap (%) 25-50 75-100 150-175 Udara yang disarankan (%)
Ukuran Maksimum Agregat 10 12,5 20 25 40 50 mm mm mm mm mm mm 205 200 185 180 160 155 225 215 200 190 175 170 240 230 210 200 185 175 3 2.5 2 1.5 1 0.5
75 mm 140 155 170 0.3
180 200 215 8
135 150 160 3.5
II-29
175 190 205 7
165 180 190 6
160 175 180 5
150 160 170 4.5
140 155 165 4
Bab II : Tinjauan Pustaka
10. Menetapkan Ukuran Agregat Maksimum Besar butir agregat maksimum tidak boleh melebihi: 1. Seperlima jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan. 2. Sepertiga dari tebal plat. 3. Tiga perempat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang tulangan. Untuk menentukan agregat maksimum dapat dilihat pada tabel 2.12. 11. Menentukan Kadar Air Bebas atau Banyaknya Air yang Diperlukan Per Meter3 Beton. Berdasarkan ukuran agregat maksimum agregat (batu pecah) dan slump yang di minta, dapat ditentukan perkiraan air yang dipergunakan, lihat tabel 2.11. Table 2.12 Diambil dari Tabel 10,16 Buku Reverensi "Properties of Concrete" by AM Neville. Ukuran Maksimum Agregat (mm) 10 12,5 20 25 40 50 70 150
Jumlah Air Yang Diperlukan (Tak ada udara dalam beton) 225 215 200 195 175 170 160 140
% Udara Dalam Beton 3 2,5 2 2,5 1 0,5 0,3 0,2
Jumlah Air Yang Diperlukan (Ada udara dalam beton) 200 190 180 175 160 155 150 135
Sumber: (Modul Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi Unversitas Mercu Buana, 1998)
12. Menentukan Berat Semen yang Diperlukan Untuk menentukan kadar semen yang diperlukan dengan membagi kadar air bebas yang telah ditentukan dengan faktor air semen yang dipilih. 13. Kadar Semen Maksimum II-30
Bab II : Tinjauan Pustaka
Jika kadar semen maksimum tidak ditetapkan, dapat diabaikan. 14. Menentukan Volume Semen yang Diperlukan 15. Menentukan Volume Agregat Kasar 16. Menentukan Volume Agregat Halus Untuk perhitungan perencanaan campuran (mix design) selengkapnya dan formulir rancangan campuran beton dapat dilihat pada lampiran I.
II-31