BABII: DASAR-DASAR BETON BERTULANG
BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG
2.1 Umum Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentudari semen, pasir, dan koral atau agregrat lainnya, dan air untuk membuat campuran tersebut menjadi kerasdalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi yang diinginkan. Beton mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi, seperti juga kekuatan pada batu alam, yang membuat beton cocok untuk dipakai sebagai elemen utama memikul gaya tekan, seperti kolom. Sebaliknya seperti juga batu alam, beton relatif merupakan material yang mudah retak yang tegangan tariknya kecil bila dibandingkan dengan tegangan tekannya, hal ini menyebabkan penggunaan beton tidak ekonomis. Untuk mengatasi keterbatasan ini, pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas, telah didapatkan kemungkinan, untuk memakai baja dengan kekuatan tariknya yang tinggi untuk memperkuat beton, terutama sekali pada tempat-tempat dimana kekuatan tarik beton yang kecil akan membatasi kapasitas penyangga dari batang. Struktur beton bertulang merupakan sistem struktur statis tak tentu, dimana dimensi penampang elemen harus ditetapkan terlebih dahulu bagi analisis sebelum dilakukan desain akhir. Pada beton bertulang unsur beton mempunyai kekuatan tekan yang besar, tetapi tidak mampu menerima tegangan tarik , sehingga tulangan baja yang ditanam dalam beton menjadi unsur kekuatan yang memikul tegangan tarik. Namun tulangan baja juga bisa digunakan untuk II - 1
BABII: DASAR-DASAR BETON BERTULANG
menerima tegangan tekan, karena baja sanggup menahan kekuatan tekan seperti kekuatan tarik, sehingga pemasangan tulangan pada daerah tekan dinamakan tulangan tekan. Kombinasi kerja antara beton dan baja berdasarkan beberapa hal : a. lekatan antara tulangan baja dengan beton yang mencegah slip tulangan terhadap beton (sifat monolit) bahan. b. sifat kedap beton yang mencegah proses korosi tulangan. c. Derajat pemuaian akibat panas yang sama antara baja dan beton yang meniadakan beda tegangan antara dua permukaan bahan.
2.2 Elemen Struktur Elemen struktur dapat dibedakan dari fungsi dan beban yang dipikul. Kolom adalah komponen struktur komponen dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil sama dengan tiga atau lebih digunakan untuk mendukung beban aksial tekan. Pelat dan balok merupakan komponen struktrur lentur dan dinding geser adalah komponen struktur yang berfungsi untuk meningkatkan kekakuan struktur menahan gaya-gaya lateral. Tulangan adalah batang baja berbentuk polos atau ulir atau pipa yang berfungsi untuk menahan gaya tarik maupun gaya tekan pada struktur. Jenis tulangan dibedakan sebagai berikut : tulangan polos berupa batang baja yang permukaan sisi luarnya rata tidak bersirip atau berulir; tulangan deform yaitu batang yang sisi luarnya bersirip dan berulir. II - 2
BABII: DASAR-DASAR BETON BERTULANG
Tulangan sengkang adalah tulangan yang digunakan untuk menahan tegangan geser dan torsi dalam suatu komponen struktur. Sengkang dibuat dari batang tulangan, kawat baja atau jaring kawat baja las polos atau deform, berbentuk kaki tunggal atau dibengkokkan dalam bentuk L, U atau persegi dan dipasang tegak lurus atau membentuk sudut terhada tulangan utama komponen struktur lentur, balok atau kolom . Pada kolom dan balok umumnya yang menerima puntir dipasang sengkang ikat, yaitu sengkang tertutup penuh.
2.3 Gaya-Gaya Dalam Dari analisis struktur akan didapat berbagai gaya-gaya dalam, ialah momen lentur, gaya lintang, gaya normal dan momen puntir. Momen lentur merupakan gaya dalam pada elemen balok, dimana balok harus mampu menahan momen lentur akibat pembebanan atau berat sendiri. Sedangkan gaya lintang adalah gaya geser yang bekerja baik pada balok maupun pada kolom, khususnya kolom yang merupakan elemen yang selain menahan momen lentur, juga menerima gaya aksial. Gaya aksial ini dapat berupa gaya aksial tekan maupun gaya aksial tarik. Pada kasus-kasus tertentu, sebuah balok selain menerima momen lentur dan gaya geser, juga ada kemungkinan menerima momen puntir. Momen lentur pada pelat yang terjepit oleh balok pada salah satu sisinya menjadi momen puntir. Perjanjian tanda momen pada mekanika rekayasa dengan metode kekakuan tidaklah sama dengan struktur beton. Momen positif pada balok dengan metode kekakuan berarti momen tadi berputar berlawanan arah dengan jarum jam. Sedang
II - 3
BABII: DASAR-DASAR BETON BERTULANG
kan pada struktur beton momen positif berarti serat bawah tarik dan serat tepi atas tertekan. Hal ini dijelaskan pada gambar 2.1
Y +
-
X Z Gambar 2.1 (a) Arah momen positif pada metode kekakuan (b) Arah momen positif pada balok beton © Arah momen negative pada balok beton
2.4Tegangan Lentur Pada Penampang Lentur pada balok merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar. Apabila beban bertambah, maka pada balok terjadi deformasi dan regangan tambahan yang menghasilkan timbulnya ( atau tambahan ) retak lentur disepanjang bentang balok. Bila bebannya semakin bertambah, pada akhirnya dapat terjadi keruntuhan elemen struktur, yaitu pada saat beban luarnya mencapai kepasitas elemen taraf pembebanan demikian disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur. Karena itulah perencana harus mendesain penampang balok sedemikian rupa sehingga tidak terjadi retak yang berlebihan pada saat beban kerja, dan masih mempunyai keamanan yang cukup dan kekuatan cadangan untuk menahan beban dan tegangan tanpa mengalami keruntuhan. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam menetapkan prilaku penampang adalah berikut: II - 4
BABII: DASAR-DASAR BETON BERTULANG
a. Distribusi regangan dianggap linier, asumsi ini didasarkan hipotesis Bernouli yaitu penampang yang datar sebelum mengalami lentur akan tetap datar dan tegak lurus terhadap sumbu netral setelah mengalami lentur. b. Regangan pada baja dan beton di sekitarnya sama sebelum terjadi retak pada beton atau leleh pada baja. c. Beton lemah terhadap tarik. Beton akan retak pada taraf pembebanan kecil, yaitu 10% dari kekuatan tekannya. Akibat bagian beton yang mengalami tarik pada penampang diabaikan dalam perhitungan analisis dan desain, juga tulangan tarik yang ada dianggap memikul gaya tarik. Agar keseimbangan gaya horizontal terpenuhi, gaya tekan C pada beton dan gaya tarik T pada tulangan harus saling mengimbangi, jadi haruslah : C=T
(2.1)
Simbol-sibol yang ada pada gambar 2.1 didefinisikan sebagai berikut b = lebar balok yang tertekan. d = tinggi balok yang diukur dari tepi serat yang tertekan ketitik berat luas beton h = Tinggi total balok As = Luas tulangan tarik
c = regangan pada tepi serat yang tertekan s = regangan pada taraf tulangan baja tertarik fc = kekuatan tekan beton fs = tegangan pada tulangan baja yang tertarik fy = kekuatan leleh tulangan tarik C = jarak garis netral diukur dari tepi serat yang tertekan
II - 5
c
h
0.85 fc
0.85 fc
garis
sisi tertekan
netra l
BABII: DASAR-DASAR BETON BERTULANG
C c
d
a 1c
As
d T As f s
a 2
T
S
b
Sisi tertarik (a )
(c)
(b)
(c)
Gambar 2.2 Distribusi tegangan dan regangan pada penampang balok: (a) penampang balok; (b) regangan: (c) blok regangan ekuivalen yang diasumsikan Dengan menggunakan asumsi diatas diagram distribusi tegangan yang diperlihatkan pada gambar 2.2 (c) dapat digambar ulang seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.2(d). Dengan mudah kita dapat menghitung gaya tekan C sebesar 0.85 fc.ba yaitu volume blok tekan pada atau dekat keadaan batas, yaitu bila baja
tarik telah leleh ( s y ) . Gaya tarik T dapat ditulis sebagai As.fy. jadi persamaan keseimbangan dapat ditulis sebagai :
a
As fy 0.85 fcb
(2.2)
Momen tahapan penampang yaitu kekuatan nominal : M n ( As f y ) jd atau M n (0.85 fc.ba ) jd
(2.3a)
Dimana jd adalah lengan momen, yaitu jarak antara gaya tarik dan tekan yang membentuk kopel. Dengan menggunakan blok tegangan segiempat ekuivalen dari gambar 2.2(d) maka dengan momennya adalah ; jd d
a 2
II - 6
BABII: DASAR-DASAR BETON BERTULANG
Jadi momen tahanan nominalnya adalah a M n As fy d 2
(2.3b)
Karena C=T , maka persamaan momen dapat ditulis sebagai : a M n 0.85. fc.ba d 2
(2.3c)
Jika fc, fy, b, d, dan A diberikan untuk penampang segiempat dan baloknya direncanakan sedemikian rupa sehingga keruntuhan terjadi secara simultan, yaitu lelehnya tulangan tarik dan hancurnya tulangan beton yang tertekan, maka kekuatan momen tahanan dapat diperoleh dengan persamaan 2.3 atau 2.4 dimana As dan a pada rumus ini diganti dengan Asb (luas tulangan baja belanced) dan ab ( tinggi blok segiempat balanced). Berdasarkan jenis keruntuhan yang dialami – apakah akan terjadi leleh tulangan tarik ataukah hancurnya beton yang tertekan – balok dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok sebagai berikut : a. Penampang balanced adalah tulangan tarik mulai leleh tepat pada saat beton mencapai regangan batasnya dan akan hancur karena tekan. b. Penampang over-reinforced adalah keruntuhan ditandai dengan hancurnya. Pada saat awal keruntuhan, regangan baja s yang terjadi masih lebih kecil dari pada tegangan lelehnya y . c. Penampang under-reinforced adalah keruntuhan ditandai dengan terjadinya lelehnya pada tulangan baja. Keruntuhan pada beton mendadak karena beton adalah material yang getas. Dengan demikian hampir semua peraturan perencanaan merekomondasikan
II - 7
BABII: DASAR-DASAR BETON BERTULANG
perencanaan balok dengan tulangan yang bersifat under-reinforced untuk memberikan peringatan yang cukup, seperti defleksi yang berlebihan, sebelum terjadi keruntuhan. Jadi untuk balok, peraturan ACI membatasi tulangan maksimum baja sampai 75% dari yang diperlukan pada penampang balanced. Akan tetapi untuk tujuan praktis, angka tulangan As/bd diharapkan tidak melebihi 0.5 b untuk menghitung dari tulangan yang terlalu rapat, juga agar beton dapat dengan mudah dicor. Jika angka penulangan yang adalah dan angka penulangan pada keadaan balanced adalah b , maka harus dipenuhi ;
0.75b
(2.5a)
Peraturan ACI ini juga menuliskan tulangan minimum sebesar
200 fy
(2.5b)
Dimana fy dinyatakan dalam psi, untuk memperhitungkan adanya tegangantegangan akibat perubahan temperatur, juga untuk menjamin keruntuhan daktail pada kondisi tarik.
2.4.1 Tulangan Rangkap Penampang tulangan rangkap mempunyai tulangan tarik dan tulangan tekan. Penampang yang demikian biasanya adalah penampang pada perletakan. Pada tengah bentang bisa juga digunakan apabila ada batasan arsitektural mengenai tinggi balok atau tinggi ditengah bentang tidak mampu menahan momen negatif perletakan meskipun tulangan tarik pada perletakan sudah ditambah. Dalam hal demikian hampir semua tulangan tarik diteruskan keperletakan sehingga berfungsi sebagai tulangan tekan. Pangjang penyaluaran tulangan harus cukup diberikan,
II - 8
BABII: DASAR-DASAR BETON BERTULANG
juga tulangan-tulangan tarik dan tekan harus terikat baik dengan sengkang tertutup untuk mencegah terjadinya tekuk tulangan tekan. Dalam analisis dan desain balok yang mempunyai tulangan tekan
As
penampangnya secara teoritis dibagi menjadi dua bagian sebagai mana yang
sisi tertekan
As1
h
garis netra l
terlihat 2.3 c 0.003
As1 c2
0.85 fc
0.85 fc
C c
d
a 1c
As
d T As f s
T
T2
S
b
AS 2
Sisi tertarik (a )
a 2
(c)
(b)
Gambar 2.3 Desain tulangan rangkap Terlihat pada gambar 2.3 bahwa momen tahanan nominal total = Mn 1 Mn2 Yaitu jumblah dari momen bagian solusi. Bagian 1 Gaya
tarik
T1 As1 fy C1
akan
tetapi
As1 As A1 s
karena
syarat
keseimbangan mengharuskan As 2 yang tertarik harus diimbangi oleh As pada sisi yang tertekan. Dengan demikian momen tahanan nominalnya adalah;
a a Mn1 As1 fy d atau Mn1 As As' fy d 2 2
(2.6a)
Dimana
a
As1 fy As A' s fy 0.85 fcb 0.85 fcb
II - 9
BABII: DASAR-DASAR BETON BERTULANG
Bagian 2
A' s As 2 ( As As 2 ) Ts C 2
As 2 fy
Dengan mengambil momen terhadap tulangan tarik kita peroleh Mn 2 As 2 fy ( d d ' )
(2.6b)
Dengan menjumblahkan momen untuk bagian 1 dan2 diperoleh
a Mn Mn1 Mn2 As As' fy d As 2 fy (d d ' ) 2
(2.7)
Kekuatan momen rencana Mn harus lebih besar atau sama dengan momen luar rencana Mu jadi ; a Mu As As' fy d aAs 2 fy (d d ' ) 2
(2.8)
Persamaan ini benar apanila As leleh. Bila belumleleh, baloknya harus dianggap balok bertulang tunggal dengan menabaikan adanya tulangan tekan atau harus dicari tegangan actual f’s pada tulangan tekan As’ dan menggunakan gaya actual untuk keseimbangan momen.
II - 10