BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. BERMAIN 1. Pengertian Bermain Bermain
merupakan
seluruh
aktivitas
anak
termasuk
bekerja
kesenangannya dan merupakan metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti hanya makanan, cinta kasih (Soetjiningsih, 1995). Tentang bermain, Hurlock (1999) menyatakan setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kategori bermain dibagi menjadi dua yaitu bermain aktif dan pasif (Hurlock, 1999): a. Bermain aktif Dalam bermain aktif, anak memperoleh kesenangan dari apa yang dilakukannya. Misalnya berlari atau membuat sesuatu dari lilin.
b. Bermain pasif
Kesenangan yang diperoleh anak dalam bermain egosentris. Sedikit demi sedikit anak akan dilatih untuk mempertimbangkan perasaan orang lain, bekerja sama, saling membagi dan menghargai. Melalui bermain anak dilatih bersabar, menunggu giliran dan terkadang bisa kecewa karena in pasif berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh orang lain. Misalnya menikmati temannya bermain, melihat hewan. Bermain jenis ini membutuhkan sedikit energi dibandingkan bermain aktif. 2. Manfaat bermain Beberapa manfaat yang bisa diperoleh seorang anak melalui bermain antara lain (Zaviera, 2008): a. Aspek fisik, dengan mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan yang banyak melibatkan gerakan – gerakan tubuh, akan membuat tubuh anak menjadi sehat. b. Aspek perkembangan motor kasar dan halus, hal ini untuk meningkatkan ketrampilan anak. c. Aspek sosial, anak belajar berpisah dengan ibu dan pengasuh. Anak belajar menjalin
hubungan
dengan
teman
sebaya,
belajar
berbagi
hak,
mempertahankan hubungan, perkembangan bahasa, dan bermain peran sosial. d. Aspek bahasa, anak akan memperoleh kesempatan yang luas untuk berani bicara. Hal ini penting bagi kemampuan anak dalam berkomunikasi dan memperluas pergaulannya.
e. Aspek emosi dan kepribadian. Melalui bermain, anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya. Dengan bermain berkelompok, anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya tentang kelebihan yang dimiliki sehingga dapat membantu perbentukan konsep diri yang positif, mempunyai rasa percaya diri dan harga diri. f. Aspek kognisi. Pengetahuan yang didapat akan bertambah luas dan daya nalar juga bertambah luas, dengan mempunyai kreativitas, kemampuan berbahasa, dan peningkatan daya ingat anak. g. Aspek ketajaman panca indra. Dengan bermain, anak dapat lebih peka pada hal – hal yang berlangsung dilingkungan sekitarnya. h. Aspek perkembangan kreativitas. kegiatan ini menyangkut kemampuan melihat sebanyak mungkin alternatif jawaban. Kemampuan divergen ini yang mendasari kemampuan kreativitas seseorang. i. Terapi. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengubah emosi negatif menjadi positif dan lebih menyenangkan. 3. Jenis permainan Menurut Suherman (2000) yang dikutip dari Hetzer macam-macam permainan anak dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu: a. Permainan fungsi Permainan dengan menggunakan gerakan-gerakan tubuh atau anggota tubuh. b. Permainan konstruktif Membuat suatu permainan, contohnya membuat kereta.
c.
Permainan reseptif Sambil mendengarkan cerita atau membaca buku cerita anak berfantasi dan menerima kesan-kesan yang membuat jiwanya aktif.
d. Permainan peranan Dalam permainan ini akan bermain peran, sebagai contoh berperan sebagai guru. e. Permainan sukses Yang diutamakan dalam permainan ini adalah prestasi sehingga diperlukan keberanian.
4. Faktor - faktor yang mempengaruhi permainan anak (Hurlock,1999): a. Kesehatan Semakin sehat anak semakin banyak energinya untuk bermain aktif, seperti permainan dan olahraga. Anak yang kekurangan tenaga lebih menyukai hiburan. b. Perkembangan motorik Permainan anak pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Apa saja yang akan dilakukan dan waktu bermainnya tergantung pada perkembangan motorik mereka. Pengendalian motorik yang baik memungkinkan anak terlibat dalam permainan aktif.
c. Intelegensi Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif ketimbang yang kurang pandai, dan permainan mereka lebih menunjukan kecerdikan. Dengan bertambahnya usia, mereka lebih menunjukan perhatian dalam permaian kecerdasan, dramatik, konstruksi, dan membaca. Anak yang pandai menunjukan keseimbangan perhatian bermain yang lebih besar., termasuk upaya menyeimbangkan faktor fisik dan intelektual yang nyata. d. Jenis kelamin Anak laki-laki bermain lebih kasar ketimbang anak perempuan dan lebih menyukai permainan dan olahraga ketimbang berbagai jenis permainan yang lain. pada awal kanak-kanak, anak laki-;aki menunjukan perhatian pada berbagai jenis permainan yang lebih banyak ketimbang anak perempuan tetapi sebaliknya terjadi pada akhir masa kanak-kanak. e. Lingkungan Anak dari lingkungan yang buruk, kurang bermain ketimbang anak lainnya disebabkan karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan, dan ruang. Anak yang berasal dari lingkungan desa kurang bermain ketimbang mereka yang berasal dari lingkungan kota. Hal ini karena kurangnya teman bermain serta kurangnya peralatan dan waktu bebas. Ibu yang mempunyai pengetahuan yang baik akan lebih cenderung memperhatikan kebutuhan bermain bagi anak. Dan akan memfasilitasi anak dalam bermain karena dengan bermain secara psikologis kepuasan fisik, emosi, sosial dan
perkembangan mental anak terpenuhi sehingga anak dapat mengekspresikan perasaannya dan menunjukan kreativitasnya (Suherman, 2000).
f. Status sosioekonomi Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi lebih menyukai kegiatan yang mahal, seperti lomba atletik, bermain sepatu roda, sedangkan mereka dari kalangan bawah terlihat dalam kegiatan yang tidak mahal sepertu bermain bola dan berenang. Kelas sosial mempengaruhi buku yang dibaca dan film yang ditonton anak, jenis kelompok rekreasi yang dimilikinya dan supervisi terhadap mereka. g. Jumlah waktu bebas Jumlah waktu bermain terutama tergantung pada ststus ekonomi keluarga. Apabila tugas rumah tangga atau pekerjaan menghabiskan waktu luang mereka, anak terlalu lelah untuk melakukan kegiatan yang membutukan tenaga yang lebih. h. Peralatan Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainannya. Misalnya dominasi boneka dan binatang buatan mendukung permainan purapura, banyaknya balok, kayu, cat air, dan lilin mendukung permainan yang sifatnya konstruktif. 5. Tujuan permainan yaitu (Soetjiningsih, 1995) :
Mengembangkan
kemampuan
menyamakan
dan
membedakan,
mengembangkan kemampuan berbahasa, mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah, mengurangi, merangsang daya imajinasi dengan berbagai cara bermain pura-pura (Sandiwara), membedakan benda dengan perabaan, menumbuhkan sportivitas, mengembangkan kepercayaan diri, mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang dirumahnya.
6. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aktivitas bermain (Soetjiningsih, 1995) : a. Ekstra energi Untuk bermain diperlukan ekstra energi. Bemain memerlukan energi yang cukup, sehingga anak memerlukan nutrisi yang memadai. Anak yang sehat memerlukan aktivitas bermain yang bervariasi, baik bermain aktif maupun bermain pasif, untuk menghindari rasa bosan atau jenih. (Nursalam, dkk, 2005). b. Waktu Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain sehingga stimulus yang diberikan dapat optimal. Selain itu, anak akan mempunyai kesempatan yang cukup untuk mengenal alat-alat permainannya. (Nursalam, dkk, 2005). c. Alat permainan
Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan perkembangann anak. Orang tua hendaknya memperhatikan hal ini, sehingga alat permainan yang diberikan dapat berfungsi dengan benar. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa alat permainan tersebut harus aman dan mempunyai unsure edukatif bagi anak. (Nursalam, dkk, 2005) d. Ruangan untuk bermain Ruangan tidak usah terlalu lebar dan tidak perlu ruangan khusus untuk bermain. Anak bisa bermain di ruang tamu, halaman, bahkan di ruang tidurnya. e. Pengetahuan cara bermain Anak belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru temantemannya atau diberitahu caranya oleh orang tuanya . cara yang terakhir adalah yang terbaik, karena anak tidak terbatas pengetahuannya dalam menggunakan
alat
permainannya
dan
anak-anak
akan
mendapat
keuntungan lebih banyak. f. Teman bermain Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman bermain kalau ia memerlukan, apakah itu saudaranya, orang tuannya atau temannya. Karena kalau anak bermain sendiri, maka akan kehilangan kesempatan belajar dari teman-temannya. Sebaliknya kalau terlalu banyak bermain dengan anak lain, maka dapat mengakibatkan anak tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk menghibur diri sendiri dan menemukan kebutuhannya sendiri.
Bila kegiatan bermain dilakukan bersama orang tuanya, maka hubungan orang tua dengan anak menjadi akrab, dan ibu/ayah akan segera mengetahui setiap kelainan yang terjadi pada anak mereka secara dini.
7. Alat permainan anak usia 4-5 tahun (Soetjiningsih, 1995) : a. Pertumbuhan fisik / motorik kasar : sepeda roda tiga / dua, bola, mainan yang ditarik dan didorong, tali. b. Motorik halus : gunting, pensil, lilin. c. Kecerdasan / kognitif : buku bergambar, buku cerita, puzzle, boneka, pensil warna, radio. d. Bahasa : buku bergambar, buku cerita, majalah, radio, tape, radio. e. Menolong diri sendiri : gelas / piring plastik, sendok, baju, sepatu, kaos kaki. f. Tingkah laku sosial : alat permainan yang dapat dipakai bersama,. Misalnya congklak, kotak pasir, bola, tali.
B.
PENGETAHUAN 1. Pengertian pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Proses adopsi perilaku dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan.
2.
Tingkatan pengetahuan Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai
enam tingkatan (Notoatmodjo, 2003), yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan, tingkatan ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, mendefinisikan, dan sebagainya. Misalnya ibu–ibu dapat mendefinisikan tentang arti permainan. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang belum paham terhadap obyek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan tentang jenis–jenis alat permainan pada anak. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan kaidah, metode, prinsip, dan sebagainya sesuai konteks dan situasi tertentu. d. Analisis (Analysis) Analysis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu obyek ke dalam komponen–komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
tersebut,
dan
masih
ada
kaitannya
satu
dengan
yang
lain.kemampuan abstrakini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan atau membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya. e. Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau mengabungkan bagian–bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkasnya dan menyelesaikan terhadap suatu teori atau rumusan–rumusan yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria–kriteria yang telah ada.
2. Faktor–faktor yang mempengaruhi pengetahuan(Notoatmodjo, 2003): a. Tingkat pendidikan Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang sangat pokok. Sudah barang tentu tingkat pendidikan dapat menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan orang tua. b. Informasi Dengan kurangnya informasi tentang cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit dan akan menurunkan tingkat pengetahuan orang tua tentang hal itu. c. Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahauan seseorang, karena informasi–informasi baru akan disaring kira–kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang di anut.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur, dengan tingkat pendidikan seseorang, maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan lebih luas sedang umur semakin bertambah terhadap lingkungan.
C. SIKAP 1. Pengertian sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari–hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulua sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksu tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek (Notoatmodjo, 2003). Newcomb menurut (Notoatmodjo, 2003), salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksu tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. 2. Tingkatan Sikap Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, menurut Notoatmodjo (2003): a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (obyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap ibu terhadap jenis permainan pada anak yana ibu ketahui dan dampak baik buruknya yang dilakukan pada anak. b. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena itu suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (Valuing) Menghargai orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi bersikap. d. Bertanggung Jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
3. Faktor–faktor mempengaruhi pembentukan sikap (Azwar, 1998): a. Pengalaman pribadi Apa yang dialami seseorang akan mempengaruhi penghayatan dalam stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar dalam pembentukan sikap, untuk dapat memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang, memiliki pengamatan yang berkaitan dengan obyek psikologis. b. Orang lain Seseorang cenderung akan memiliki sikap yang disesuaikan atau sejalan dengan sikap yang dimiliki orang yang dianggap berpengaruh. c. Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup akan mempengaruhi sikap seseorang. d. Media Massa Sebagai sarana komunikasi berbagai media massa seperti televisi, radio, surat
kabar,
mempunyai
pengaruh
yang
cukup
besar
terhadap
pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam membawa pesan– pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarah pada opini yang kemudian dapat mengakibatkan adanya landasan kognisi sehingga mampu membentuk sikap. e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan
dasar dan pengertuan dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagaman serta ajaran–ajarannya. f. Faktor Emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang–kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu. Begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap lebih persisten dan bertahan lama.
D. KERANGKA TEORI
Faktor yang mempengaruhi anak bermain: • Kesehatan • Perkembangan motorik Penerapan bermain anak
• Intelegensi • Jenis kelamin • Lingkungan sikap ibu)
(pengetahuan
dan
• Status sosioekonomi • Jumlah waktu bebas • Peralatan bermain
Bagan 1 Kerangka Teori (Azwar, 1998; Hurlock, 1999; Notoatmodjo, 2003)
E. KERANGKA KONSEP Pengetahuan ibu Sikap ibu
Penerapanbermain k Bagan 2 Kerangka Konsep
F. VARIABEL 1. Variabel bebas (independen): a. Pengetahuan ibu b. Sikap ibu 2. Variabel terikat (dependen): Penerapan bermain anak
G. HIPOTESIS Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu terhadap penerapan bermain pada anak.