BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spiritualitas 2.1.1 Pengertian Spiritualitas Spiritualitas mencakup seluruh aspek pribadi manusia dan merupakan sarana menjalani hidup. Istilah “Spiritualitas” diturunkan dari kata latin “spiritus”, yang berarti nafas. Istilah ini juga berkaitan erat dengan kata Yunani, “pneuma”, atau nafas, yang mengacu pada nafas hidup atau jiwa. Spiritualitas merupakan hakikat dari siapa dan bagaimana manusia hidup di dunia dan seperti nafas, spiritualitas amat penting bagi keberadaan manusia (Dossey, 2000). Sementara itu Stoll (1989 dalam Kozier 1995) menyatakan bahwa spiritualitas merupakan suatu konsep dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal merupakan hubungan individu dengan Tuhan Yang Maha Esa yang menuntun kehidupan seseorang sedangkan dimensi horizontal merupakan hubungan seseorang dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Spiritualitas juga dapat diartikan sebagai kepercayaan akan adanya kekuatan nonfisik yang lebih besar dari kekuatan diri sendiri dan merupakan suatu kesadaran yang menghubungkan individu langsung kepada Tuhan atau apapun yang disebut sebagai sumber keberadaan individu (Montahar, 2010).
4
Universitas Sumatera Utara
5 Selain itu, spiritualitas dapat diartikan sebagai salah satu kebutuhan bawaan manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri manusia. Istilah “sesuatu yang lebih besar dari manusia” adalah sesuatu yang berada diluar diri manusia dan menguasai perasaan akan diri orang tersebut. Jadi, dukungan spiritualitas merupakan sesuatu yang diberikan oleh orang lain berupa dorongan semangat, keyakinan, harapan yang dapat dijadikan sebagai sumber kekuatan untuk membuat hidup seseorang lebih berarti. Seperti yang diungkapkan oleh Pulchaski (2004), bahwa spiritualitas merupakan sumber koping bagi individu karena dengan spiritualitas individu memiliki keyakinan dan harapan terhadap kesembuhan penyakitnya, mampu menerima kondisinya, sumber kekuatan dan dapat membuat hidup individu menjadi lebih berarti (Montahar, 2010). 2.1.2 Fungsi Spiritualitas Spiritualitas mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan hidup pada individu. Spiritualitas berperan sebagai sumber dukungan dan kekuatan bagi individu. Pada saat stress, individu akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk menerima keadaan sakit yang dialaminya, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses penyembuhan yang lama dan hasilnya belum pasti. Melaksanakan ibadah, berdoa, membaca kitab suci dan praktek keagamaan lainnya sering membantu memenuhi kebutuhan spiritualitas dan merupakan sesuatu perlindungan bagi individu (Taylor, 1997).
Universitas Sumatera Utara
6 Menurut Benson, efek spiritualitas terhadap kesehatan sekitar 70-90 persen dari keseluruhan dari efek pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang berdasarkan perkiraan medis memiliki harapan sembuh 30 persen atau bahkan 10 persen ternyata bisa sembuh total. Dalam hal ini bahwa spiritualitas berperan penting dalam penyembuhan (Young, 2007). 2.1.3 Karakteristik Spiritualitas Menurut Dyson (1997 dalam Young 2007) ada beberapa faktor yang berhubungan dengan spiritualitas diantaranya : 1.
Diri sendiri Jiwa seseorang dan daya jiwa merupakan hal yang fundamental dalam
eksplorasi atau penyelidikan spiritualitas. Untuk itu seseorang harus memiliki pengetahuan mengenai siapa dirinya dan apa yang dapat dilakukannya. Selain itu, harus memiliki sikap untuk dapat percaya pada diri sendiri, percaya kepada kehidupan/masa depan, ketenangan pikiran, harmoni/keselarasan dengan diri sendiri. 2.
Sesama Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri.
Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah lama diakui sebagai bagian pokok pengalaman manusiawi. Untuk itu membangun hubungan yang harmonis/suportif seseorang harus mampu berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik. Dan mampu mengasuh anak, orangtua, anggota keluarga yang sakit serta memiliki keyakinan akan kehidupan
Universitas Sumatera Utara
7 dan kematian dengan mengunjungi tetangga ataupun saudara yang sakit atau melayat. 3.
Tuhan Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara
tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan. Akan tetapi, dewasa ini telah dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami sebagai daya yang menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup. Kodrat Tuhan mungkin mengambil berbagai macam bentuk dan mempunyai makna yang berbeda bagi satu orang dengan orang lain. Adapun cara yang dapat dilakukan seseorang untuk hubungannya dengan Tuhan seperti sembahyang/berdoa/meditasi, memiliki perlengkapan keagaman untuk dapat dipakai dalam menjalankan kegiatan keagamaannya dan bersatu dengan alam. 4.
Lingkungan/alam Lingkungan merupakan segala sesuatu yang berada disekitar seseorang.
Young (2007) menjelaskan bahwa proses penuaan adalah suatu langkah yang penting dalam perjalanan spiritual dan pertumbuhan spiritual seseorang. Orangorang yang memiliki spiritualitas berjuang mentransendensikan beberapa perubahan dan berusaha mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang hidup mereka dan maknanya. Agar hubungan dengan lingkungan/alam dapat harmoni maka seseorang harus mampu mengetahui dan peka tentang tanaman, pohon, margasatwa dan iklim. Juga mampu berkomunikasi dengan alam dan mengabdi pada alam.
Universitas Sumatera Utara
8
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas Menurut Taylor (1997 dalam Potter & Perry 2005), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang yaitu : 1.
Perkembangan Semakin bertambah usia, individu akan memeriksa dan membenarkan
keyakinan spiritualitasnya. 2.
Budaya Setiap budaya memiliki bentuk pemenuhan spiritualitas yang berbeda-
beda. Budaya dan spiritualitas menjadi dasar seseorang dalam melakukan sesuatu dan menjalani cobaan atau masalah dalam hidup dengan seimbang. 3.
Keluarga Keluarga sangat berperan dalam perkembangan spiritualitas individu.
Hidayat (2006) menjelaskan bahwa keluarga merupakan tempat pertama kali individu memperoleh pengalaman dan pandangan hidup. Dari keluarga, individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri. Keluarga memilki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dala kehidupan sehari-hari dengan individu. Dalam proses persalinan keluarga khususnya suami memiliki peran besar untuk membantu lancarnya persalinan. Berbagai dukungan yang dapat diberikan suami berupa memberi perhatian penuh, mendampingi, memberi rasa aman dan menunjukkan kasih sayangnya. Karena hal itu dapat membuat isteri lebih percaya diri. Lebih dari itu, perhatian suami akan membuat isteri merasa damai. Isteri akan merasakan
Universitas Sumatera Utara
9 keteduhan karena ia mencintai orang yang tepat, orang yang mencintainya dengan sepenuh hati. Kehadiran suami dalam proses persalinan sangat membantu isteri. Kelembutan dan dukungan dari suami yang tulus, dapat menghindari isteri dari kemungkinan mengalami distosia fungsional. Dengan adanya kehadiran suami ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya persalinan yang terhenti karena isteri kehabisan tenaga (Fauzil, 2008). 4.
Agama Agama sangat mempengaruhi spiritualitas individu. Agama merupakan
suatu sistem keyakinan dan ibadah yang dipraktikkan individu dalam pemenuhan kebutuhan spiritualitasnya. Agama merupakan cara dalam pemeliharaan hidup terhadap segala aspek kehidupan. Agama berperan sebagai sumber kekuatan dan kesejahteraan pada individu. 5.
Pengalaman Hidup Pengalaman hidup baik positif maupun negatif mempengaruhi spiritualitas
seseorang. Pengalaman hidup mempengaruhi seseorang dalam mengartikan secara spiritual
terhadap
kejadian
yang
dialaminya.
Pengalaman
hidup
yang
menyenangkan dapat menyebabkan seseorang bersyukur atau tidak bersyukur. Sebagian
besar
individu
bersyukur
terhadap
pengalaman
hidup
yang
menyenangkan. 6.
Krisis dan Perubahan Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritualitas pada seseorang.
Krisis sering dialami seseorang ketika menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang
Universitas Sumatera Utara
10 dialami seseorang merupakan pengalaman spiritualitas yang bersifat fisikal dan emosional. 2.1.5 Kebutuhan Spiritual Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Kozier, 2004). Adapun 10 butir dari kebutuhan dasar spiritual manusia (Clinebal dalam Hawari, 2002), yaitu : 1.
Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust) Kebutuhan ini secara terus menerus diulang guna membangkitkan
kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah. 2.
Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup Kebutuhan akan untuk menemukan makna hidup dalam membangun
hubungan yang selaras dengan Tuhannya (vertical) dan sesama manusia (horizontal) serta alam sekitarnya. 3.
Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian Pengalaman agama integrative antara ritual peribadatan dan pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari. 4.
Kebutuhan akan pengisian keimanan Hal ini dilakukan secara teratur dengan mengadakan hubungan dengan
Tuhan yang tujuannya agar keimanan seseorang tidak melemah.
Universitas Sumatera Utara
11 5.
Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa Rasa bersalah dan berdosa ini merupakan beban mental bagi seseorang dan
tidak baik bagi kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu pertama secara vertikal adalah kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan berdosa kepada Tuhan. Kedua secara horizontal yaitu bebas dari rasa bersalah kepada orang lain. 6.
Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri Setiap orang ingin dihargai, diterima dan diakui oleh lingkungannya.
7.
Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di
dunia) dan jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara yang merupakan persiapan bagi kehidupan yang kekal di akhirat nanti. 8.
Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang semakin tinggi sebagai pribadi yang utuh Apabila seseorang ingin derajatnya lebih tinggi dihadapan Tuhan maka
dia senantiasa menjaga dan meningkatkan keimananya. 9.
Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama manusia Manusia hidup saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu,
hubungan dengan orang disekitarnya senantiasa dijaga. Manusia juga tidak dapat dipisahkan dari lingkungan alamnya sebagai tempat hidupnya. Oleh karena itu, manusia mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melestarikan alam ini.
Universitas Sumatera Utara
12 10. Kehidupan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilai religius Komunitas keagamaan diperlukan oleh seseorang denga sering berkumpul dengan orang yang beriman.
2.2 Kecemasan 2.2.1 Pengertian Kecemasan Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya (Wiramiharjo, 2005). Kecemasan yang terjadi pada individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup. Kecemasan terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap harga diri yang mendasar bagi keberadaan individu. Kecemasan dikomunikasikan secara interpersonal dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, menghasilkan peringatan yang berharga dan penting untuk memelihara keseimbangan diri dan melindungi diri (Purba, 2012). Menurut (Kaplan, Sadock dan Grebb 1972 dalam Fauziah, 2007) bahwa kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Lubis (2009) menjelaskan bahwa kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun khayal. Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang.
Universitas Sumatera Utara
13
2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Kecemasan Menurut (Stuart dan Sundeen 1998 dalam Purba 2012) penyebab kecemasan dapat dibagi menjadi: 1.
Teori Psikoanalitik Menurut Freud adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian Id dan Super ego-Id yang mewakili dorongan insting dan impuls primitive seseorang sedangkan super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikembangkan oleh norma-norma budaya seseorang. 2.
Teori Interpersonal Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap adanya penerimaan dan
penolakan interpersonal. Kecemasan berhubungan dengan trauma masa pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. 3.
Teori Perilaku Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan . 4.
Teori Biologi Menunjukkan
bahwa
otak
mengandung
reseptor
khusus
untuk
benzodiazepine. Reseptor ini mungkin mengatur kecemasan. 5.
Kajian Keluarga Menunjukkan bahwa kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam
suatu keluarga.
Universitas Sumatera Utara
14
2.2.3 Jenis-Jenis Kecemasan Berdasarkan tingkatannya (Stuart, 2006), menggolongkan kecemasan sebagai berikut: 1.
Kecemasan Ringan Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Pada tingkatan ini lahan terdorong untuk belajar dan akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. A. Respon Fisiologis meliputi : Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung , muka berkerut dan bergetar. B. Respon Kognitif meliputi : Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif. C. Respon Perilaku dan Emosi meliputi : Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan dan suara kadang-kadang meninggi. 2.
Kecemasan Sedang Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
Universitas Sumatera Utara
15 A. Respon Fisiologis meliputi: Sering nafas pendek, nadi ekstra systole, tekanan darah naik, mulut kering, anorexia, diare/konstipasi dan gelisah. B. Respon Kognitif meliputi: Lapang persepsi menyempit, rangsang luar tidak diterima dan berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. C. Respon Prilaku dan Emosi meliputi: Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), bicara banyak dan lebih cepat dan perasaan tidak nyaman. 3.
Kecemasan Berat Sangat mengurangi lahan persepsi individu. Individu cenderung untuk
memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada area lain. A. Respon Fisiologis meliputi: Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala dan penglihatan kabur. B. Respon Kognitif meliputi: Lapang persepsi sangat menyempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah. C. Respon Prilaku dan Emosi meliputi: Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat dan blocking. 4.
Tingkat Panik Tingkat ini persepsi terganggu. Individu sangat kacau, hilang kontrol,
tidak dapat berfikir secara sistematik dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan.
Universitas Sumatera Utara
16 A. Respon Fisiologis meliputi: Nafas pendek, rasa tercekik dan berdebar, saki dada, pucat serta hipotensi. B. Respon Kognitif meliputi: Lapang persepsi menyempit dan tidak dapat berpikir lagi C. Respon Prilaku dan Emosi meliputi : Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, blocking serta persepsi kacau Adapun beberapa pembagian kecemasan lain yaitu : 1.
Berdasarkan sumber timbulnya, Freud (1993) membedakan kecemasan menjadi tiga macam, yaitu: a.
Kecemasan Neurotik (Neurotic Anxiety) Kecemasan yang berhubungan erat dengan mekanisme pembelaan diri
dan juga disebabkan oleh perasaan bersalah atau berdosa, konflik-konflik emosional yang serius, frustasi serta ketegangan-ketegangan batin. b.
Kecemasan Moral (Ansiety of moral conscience/super ego) Rasa takut akan suara hati, dimasa lampau pribadi pernah melanggar
norma moral dan bisa dihukum lagi, misalnya takut untuk melakukan perbuatan yang melanggar ajaran agama. c.
Kecemasan Realistik (Realistic anxiety) Rasa takut akan bahaya-bahaya nyata di dunia luar, misalnya takut
pada ular berbisa.
Universitas Sumatera Utara
17 2.
Berdasarkan penyebabnya, Pedak (2009) membagi kecemasan menjadi tiga jenis yaitu : a.
Kecemasan Rasional Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang
mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian. Ketakutan ini dianggap sebagai suatu unsur pokok normal dari mekanisme pertahanan dasariah kita. b.
Kecemasan Irrasional Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini dibawah keadaan-
keadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang mengancam. c.
Kecemasan Fundamental Merupakan suatu pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa
hidupnya dan akan kemanakah kelak hidupnya berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran fundamental bagi kehidupan manusia. Adapun beberapa respon yang dapat timbul terhadap kecemasan menurut Stuart (2006) yaitu : 1.
Respon fisiologis a.
Sistem kardiovaskuler : Palpitasi, menigkatnya tekanan darah, rasa mau pingsan, nadi menurun.
b.
Sistem pernafasan
: Nafas cepat dan pendek, rasa tertekan pada dada,
nafas
dangkal,
perasaan
tercekik,
terengah-engah.
Universitas Sumatera Utara
18 c.
Sistem neuromuscular : Refleks
meningkat,
berkedip-kedip,
reaksi terkejut,
insomnia,
tremor,
mata gelisah,
wajah tegang dan kelemahan secara umum. d.
Sistem gastrointestinal : Kehilangan nafsu makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, diare, menolak makan.
e.
Sistem Urinari
: Tidak dapat menahan kencing, sering kencing.
f.
Sistem Integumen
: Wajah kemerahan, rasa dingin pada kulit, wajah pucat,berkeringat seluruh tubuh.
2.
Respon perilaku Kelelahan, ketegangan fisik, tremor, bicara cepat, kurang koordinasi,
cenderung mendapat cedera, melarikan diri dari masalah, gelisah, reaksi terkejut, menarik diri dari hubungan interpersonal, menghindar, hiperventilasi dan sangat waspada. 3.
Respon kognitif Gangguan perhatian, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan
penilaian, penurunan lapang persepsi, penurunan kreativitas, kebingungan, takut cedera atau kematian, bingung, kesadaran diri, takut kehilangan kendali, kehilangan objektivitas, preokupasi, mimpi buruk dan takut cidera atau kematian. 4.
Respon afektif Gelisah, tidak sabar, tegang, waspada, mudah terganggu, katakutan,
mudah tersinggung, gugup, malu, rasa bersalah, kengerian, kekhawatiran, kecemasan dan mati rasa.
Universitas Sumatera Utara
19
2.3 Persalinan 2.3.1 Pengertian Persalinan Persalinan merupakan suatu proses yang di mulai dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks secara progresif dan di akhiri dengan kelahiran plasenta (Sulistyawati, 2010). Persalinan merupakan proses untuk mendorong keluar (ekspulsi) hasil pembuahan yaitu janin yang viable (lahir), plasenta dan ketuban dari dalam uterus lewat vagina ke dunia luar (Farerr, 2001). Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang mampu hidup dari dalam uterus melalaui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro, 2008). Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin, plasenta dan cairan ketuban) dari uterus ke dunia luar melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau dengan kekuatan ibu sendiri (Emma, 2013). 2.3.2 Jenis-Jenis Persalinan Berdasarkan cara persalinan, Mochtar (1998) membedakan persalinan menjadi : 1.
Persalinan normal (spontan) Adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala (LBK) dengan
tenaga ibu sendiri, lahir spontan/tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam dengan usia kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin. 2.
Persalinan buatan Adalah proses persalinan dengan bantuan dari tenaga luar.
Universitas Sumatera Utara
20 3.
Persalinan anjuran Adalah bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari
luar dengan jalan rangsangan. Berdasarkan usia kehamilan, Purnawingsih (2010) membagi persalinan menjadi : 1.
Abortus Menurut Rustam, 1998 (tidak mampu hidup diluar, <28 minggu, berat
badan <1000 gram), menurut Sarwono, 1994 (pengeluaran dengan berat badan <500 gram atau umur kehamilan <20 minggu. 2.
Persalinan Prematuritas Yaitu pengeluaran konsepsi dengan umur kehamilan 28-36 minggu dan
berat badan <2499 gram. 3.
Persalinan aterm (cukup bulan) Yaitu persalinan yang terjadi pada umur kehamilan 37-42 minggu dan
berat badan <2500 gram. 4.
Persalinan Serotinus atau postmatur Yaitu persalinan yang terjadi pada umur kehamilan 42 minggu dan
terdapat tanda posmaturitas. 5.
Persalinan imatur Yaitu pengeluaran konsepsi dengan berat 500-1000 gram pada umur
kehamilan 20-28 minggu.
Universitas Sumatera Utara
21 6.
Persalinan persipitus Yaitu partus yang berlangsung cepat, mungkin di kamar mandi, di atas
becak dan sebagainya yang biasanya cepat <3 jam. Berdasarkan riwayat kehamilan dan persalinan (Purwaningsih, 2010) membedakan persalinan menjadi beberapa yaitu : 1.
Gravida
: sedang hamil; Primigravida : kehamilan yang pertama;
multigravida : kehamilan yang kedua atau lebih 2.
Inpartu
: sedang dalam persalinan
3.
Para
: pernah melahirkan hidup (vable)
4.
Nullipara
: belum pernah, melahirkan yang pertama
5.
Primipara, Multipara (2-5 kali), Grandemultipara (6 kali)
2.3.3 Tahapan Persalinan Persalinan dapat dibagi menjadi beberapa tahapan (Sulistyawati, 2010) sebagai berikut: 1.
Kala I (Pembukaan) Dimulai dengan adanya pembukaan serviks dan kontraksi terjadi teratur
minimal 2 kali dalam 10 menit selama 40 detik. Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap). Proses ini terbagi menjadi dua fase, yaitu fase laten (8 jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) dimana serviks membuka dari 3-10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering terjadi selama fase aktif. Pada pemulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturient (ibu yang sedang bersalin) masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I
Universitas Sumatera Utara
22 untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada multrigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurve friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm per jam dan pembukaan multigravida 2 cm per jam. Dengan perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan. 2.
Kala II (Pengeluaran Bayi) Dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir. Uterus dengan
kekuatan hisnya ditambah kekuatan meneran akan mendorong bayi hingga lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Diagnosis persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap dan kepala janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm. 3.
Kala III (Pelepasan Plasenta) Merupakan waktu untuk pelepasan dan pengeluaran plasenta. Setelah kala
II yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit, kontraksi uterus berhenti sekitar 510 menit. Dengan lahirnya bayi dan proses retraksi, maka plasenta lepas dari lapisan Nitabusch. Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara crede pada fundus uterus. 4.
Kala IV (Observasi) Dimulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada kala IV dilakukan
observasi terhadap perdarahan pascapersalinan, paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Universitas Sumatera Utara