BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja juga sering disebut sebagai masa dimana seseorang menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat nampak dalam berbagai aspek dari anak-anak menuju dewasa (Hurlock, 2004). Untuk batasan usia remaja sangat bervariasi, banyak sumber yang dapat diperhatikan diantaranya : a. Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), batasan usia remaja adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun b. Menurut Wong (2008), masa remaja dibagi kedalam tiga tahap yaitu : 1) Tahapan masa remaja awal dengan rentang usia 11 sampai 14 tahun 2) Tahapan masa remaja pertengahan dengan rentang usia 15 sampai 17 tahun 3) Tahapan masa remaja akhir dengan rentang usia 18 sampai 20 tahun
11
12 Untuk itu dapat disimpulkan bahwa remaja adalah suatu tahap peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa dengan ditandai dengan beberapa perubahan pada aspek fisik, psikis maupun sosial seorang remaja dengan batasan usia 10 atau 12 tahun – 18 atau 20 tahun dan belum menikah. 2.1.2 Karakteristik Perkembangan Remaja a. Perkembangan Biologis Perkembangan biologis pada tahap ini dapat dilihat melalui perubahan khusus yang terjadi ketika pubertas yaitu, perubahan pada tinggi badan, organ seks sekunder, perkembangan pada organ-organ reproduksi, perubahan komposisi tubuh dan perubahan sistem sirkulasi serta sistem respirasi yang berhubungan dengan aktivitas serta kebutuhan tubuh seseorang. Dalam tahap perkembangan biologis banyak anak-anak merasa kurang puas sehingga kadang
tercipta
konsep
diri
yang
kurang
baik
(Hurlock,2004). b. Perkembangan Psikososial (pengembangan identitas diri) Erikson
melalui
teori
perkembangan
psikososialnya
menyebutkan bahwa remaja akan menghadapi krisis yang mengakibatkan terbentuknya identitas (Wong, 2008). Tahapan
remaja
awal
dimulai
dengan
tanda-tanda
pubertas, berkembangnya kesiapan mengontrol emosi dan
13 perubahan fisik. Selanjutnya remaja dihadapkan pada identitas versus kebingungan identitas. Remaja pada tahap awal harus mampu menyelesaikan masalah tentang hubungan dengan teman seumuran sebelum mereka akan mampu untuk menyesuaikan dengan pertanyaan tentang diri mereka dan peran dalam keluarga serta lingkungan sekitar mereka. c. Perkembangan Kognitif Teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget menyebutkan bahwa remaja ada pada tahap operasional formal dimana mereka mulai berpikir secara abstrak, logis dan dapat membuat suatu kesimpulan akhir berdasarkan informasi yang tersedia (Wong, 2008). Pada tahap ini mereka mulai berpikir tentang diri sendiri serta apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka. d. Perkembangan Moral Menurut Kohlberg dalam teori perkembangan moral menyebutkan bahwa remaja pada tingkat ini dapat memahami
tugas
dan
tanggung
jawab,
memahami
perbuatan itu benar atau salah, konsekuensi atas setiap tindakan (Wong, 2008). Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan
14 sekitarnya, namun demikian kadang mereka tidak patuh terhadap aturan tersebut. e. Perkembangan Spiritual Pada tahap ini remaja mulai mempertanyakan nilai dan keyakinan yang berlaku dalam keluarga mereka. Mereka mungkin
memerlukan
pendalaman
terhadap
konsep
keberadaan Tuhan dan pada akhirnya menghasilkan suatu keyakinan
yang
akan
mempengaruhi
kehidupan
spritualitas mereka. f. Perkembangan Sosial Dalam tahap perkembangan sosial, seorang remaja untuk memperoleh kematangan penuh harus membiasakan diri tidak terlalu didominasi keluarga dan menjadi pribadi yang mandiri dari pengawasan orang tua. Namun, proses remaja yang ingin mandiri, dewasa dan tidak bergantung pada orang tua ini kadang disertai rasa takut untuk memahami konsekuensi yang akan dihadapi. 2.2
Konsep Dasar Keputihan 2.2.1 Definisi Keputihan Keputihan
adalah
keluarnya
cairan
selain
darah
berlebihan dari biasanya, dapat berbau atau pun tidak, dan kadang disertai rasa gatal atau pun tidak (Eny, 2011). Keputihan merupakan gejala yang umum sering terjadi
15 dengan banyak penyebab. Keputihan bukan suatu penyakit sendiri, tetapi merupakan tanda dan gejala gejala dari hampir semua penyakit kandungan (Winkjosastro, 2009). 2.2.2 Etiologi Keputihan Etiologi keputihan atau flour albus sangat beragam jenisnya. Dalam keadaan normal terdapat sejumlah sekret yang memiliki fungsi untuk menjaga kelembaban vagina, dan berfungsi melindungi vagina dari berbagai macam infeksi. Etiologi keputihan tergantung dari jenisnya, yang bersifat fisiologis memiliki etiologi yang berbeda dengan keputihan yang
bersifat
patologis
(Winkjosastro,
2009).
Menurut
Ayuningsih,et al (2010) berikut adalah perbedaan keduannya : a. Keputihan Fisiologis Keputihan fisiologis dapat ditemukan pada keadaan seperti berikut ini : 1) Ketika haid pertama kali (menarche) keputihan juga dapat terjadi. Ini disebabkan adanya pengaruh hormon estrogen. Akan tetapi keputihan ini dapat menghilang dengan sendirinya. 2) Ketika wanita mengalami masa ovulasi yaitu kurang lebih 12-14 hari, respon tubuh normal yang biasa keluar
16 selama periode siklus haid dan dalam keadaan stres atau emosional. b. Keputihan Patologis Keputihan patologis dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang datang dari luar maupun dari dalam individu tersebut seperti : 1) Infeksi a) Infeksi Jamur (Candida Albicans) Infeksi yang disebabkan oleh jamur ini secara alamiah terdapat dalam vagina (liang sanggama) dan usus, bersama dengan berbagai bakteri dan jamur lainnya. Keasaman pH dalam vagina berfungsi melindungi vagina dari
organisme
yang
dapat
membahayakan
jika
ditemukan dalam jumlah berlebihan. Ketika asam basa vagina (pH Vagina) terganggu maka akan membuat jamur berpotensi menjadi infeksi. Kehangatan dan kelembaban merupakan tempat ideal bagi pertumbuhan jamur ini (Sibagariang, 2010). b) Parasit (Trichomonas Vaginalis) Seperti
Candida
Albicans,
Trichomonas
Vaginalis
merupakan salah satu penyebab keputihan dan sering terdapat pada vagina tanpa menimbulkan gejala. Akan tetapi bila terdapat Trichomonas vaginalis dalam jumlah
17 berlebihan maka suatu infeksi akan menyerang. Biasanya akan
keluar
pergetahan
iritatif,
berwarna
hijau
kekuningan atau abu-abuan (Clayton,2008). c) Bakteri Jenis - jenis bakteri yang dapat menyebabkan keputihan adalah, Clamidia trakomatis, Gonokokus, Grandnerella, dan Treponema pallidum (Jawetz, 2004). d) Virus Sering disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV) dan Herpes Simpleks (VHS). Keluhan yang timbul pada infeksi VHS berupa
rasa
terbakar,
nyeri,
tersebut
sedangkan HPV ditandai dengan kondiloma akuminata (kutil yang terdapat di dalam atau di sekitar vagina), cairan berbau dan tanpa rasa gatal (Jawetz, 2004). Selain infeksi di atas ada juga etiologi lainnya yang menyebabkan terjadinya keputihan menurut Clayton (2008) antara lain: 2) Penggunaan Bubuk pencucidan Sabun Obat Bubuk pencuci mengandung zat kimia yang keras sehingga zat ini akan mengiritasi daerah-daerah lunak seperti
vagina.
Zat
ini
juga
dapat
mematikan
keseimbangan ekologi alamiah yang menguntungkan pada daerah vagina sehingga bakteri-bakteri yang merugikan
18 akan berkembang dalam jumlah banyak, demikian juga sabun obat. Sebenarnya kita tidak perlu menggunakan sabun obat untuk membersihkan vagina, sebab vagina sudah mempunyai cairan tersendiri atau mekanisme tersendiri dalam pembersihan vagina, cukup dengan air mengalir saja. 3) Penggunaan Cairan Antiseptik untuk Vagina. Penggunaan cairan antiseptik dapat mematikan bakteri alamiah yang ada di vagina. Hal ini dapat menyebabkan keseimbangan mikroorganisme terganggu. Bakteri yang seharusnya
menjaga
keseimbangan
vagina
justru
mengakibatkan infeksi yang tidak di inginkan. 4)
Penggunaan Celana Dalam dan Penggunaan Celana Panjang yang Ketat
Celana dalam yang digunakan sebaiknya yang berbahan katun sehingga dapat menyerap keringat. Ketika kita menggunakan celana dalam yang terbuat dari bahan seperti nilon maka akan menyebabkan kelembaban di bagian vagina karena bahan ini tidak menyerap keringat. Selain celana dalam, celana panjang ketat juga dapat menyebabkan keputihan. Pasalnya celana yang ketat menganggu sirkulasi udara di sekitar vulva (genital luar). Campuran sekresi alamiah vagina serta keringat yang
19 bertumpukan akan membuat lingkungan vagina terasa lembab sehingga cocok untuk pertumbuhan jamur. 5) Penggunaan Pembalut wanita Penggunaan pembalut wanita ketika wanita dalam masa menstruasi sebaiknya jangan digunakan terlalu lama karena sangat tidak baik bagi organ kewanitaan mengingat darah bersifat alkali sehingga membuat vagina peka terhadap candida. Ketika haid pembalut ayng digunakan sebaiknya diganti minimal 1 hari 3 kali. 6) Kebersihan Vagina yang Kurang Terjaga Kebersihan daerah vagina harus selalu dalam keadaan bersih,
sehingga
tidak
akan
menciptakan
masalah-
masalah berkaitan dengan kesehatan seperti keputihan. Yang paling sering disepelekan adalah ketika menyentuh vagina tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. 2.2.3 Jenis – Jenis Keputihan Berdasarkan jenis-jenis keputihan, maka keputihan dibagi menjadi dua bagian yaitu keputihan yang bersifat fisiologis dan keputihan yang bersifat patologis. a. Keputihan Fisiologis Menurut Eny (2011), keputihan fisiologis adalah keputihan dengan cairan berwarna putih, tidak menimbulkan bau dan jika dilakukan pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
20 adanya kelainan. Keputihan fisiologis merupakan respon normal tubuh yang biasanya keluar sebelum, saat dan sesudah masa siklus haid. Keputihan yang bersifat fisiologis merupakan salah satu proses normal dari tubuh yang menjaga keasaman pH wanita. Penyebab keputihan dapat secara normal dipengaruhi oleh hormon tertentu (Clayton,2008). b. Keputihan Patologis Keputihan yang patologis biasanya menunjukan terjadi sesuatu hal yang harus diwaspadai, biasanya disebabkaan oleh
ketidakseimbangan
flora
normal
dalam
organ
kewanitaan. Semestinya ada mikroorganisme baik yang melindungi organ kewanitaan namun berganti dengan kuman-kuman yang disebabkan oleh infeksi, keganasan atau perilaku vulva hygiene yang tidak baik, oleh sebab itu muncullah keputihan patologis berupa cairan berwarna seperti susu atau hijau, kuning, cairan yang keluar berbau, sangat gatal dan kadang disertai nyeri (Wijayanti, 2009). 2.2.4 Gejala Keputihan Menurut Wijayanti (2009)
gejala keputihan adalah
sebagai berikut : a. Keputihan normal : 1) Cairan yang keluar encer, tidak lengket
21 2) Berwarna bening, kadang agak putih dan tidak berbau atau tidak menyengat 3) Tidak gatal dan hadir dalam jumlah yang sedikit. b. Keputihan tidak normal Keputihan tidak normal biasanya merupakan tanda atau gejala adanya infeksi pada organ kewanitaan, gejalanya seperti berikut : 1) Cairan yang keluar bersifat sangat kental, lengket 2) Berwarna putih susu, kuning, hijau, atau keabu-abuan 3) Terasa gatal disertai bau tidak sedap 4) Jumlah banyak dan meninggalkan bercak pada celana dalam. 2.2.5 Penatalaksanaan Keputihan Dalam penatalaksanaan keputihan ada beberapa hal yang bisa dilakukan diantaranya melalui pencegahan dan pengobatan yang diharapkan dapat mencegah terjadinya infeksi berulang pada penderita keputihan (Eny, 2011). Apabila keputihan yang dialami adalah yang fisiologik maka tidak perlu pengobatan, cukup hanya dengan meningkatkan kebersihan bagian organ kewanitaan. Beda halnya jika yang terjadi adalah keputihan yang patologik, sebaiknya segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat, tujuannya menentukan
letak
bagian
yang
sakit,
apa
penyebab
22 spesifiknya dan dari mana keputihan itu berasal. Pemeriksaan dengan menggunakan anamnesis yang tepat, pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan fisik genetalia akan sangat membantu dalam memperjelas dan menentukan kebijakan penatalaksanaan
berdasarkan
gejala
tersebut.
Terapi
farmakologi dan terapi nonfarmakologi sangat baik untuk pencegahan keputihan. Terapi umumnya
farmakologi diberikan
berupa
untuk
pemberian
menimalisir
obat-obat,
keluhan
terkait
keputihan sesuai dengan penyebabnya. Sedangkan menurut Koronek dan Muhammad dalam Putriani (2012) terapi non farmakologi lebih dituntut pada perilaku hidup sehat dari individu tersebut, seperti: a. Menerapkan
pola
hidup
sehat
yaitu
mengkonsumsi
makanan bergizi, olahraga yang rutin, serta istirahat yang cukup. b. Selalu menjaga kebersihan organ kewanitaan, dapat dilakukan dengan menjaga agar vagina tetap kering, tidak lembab,
biasakan
membersihkan
tangan
sebelum
meyentuh vagina, dan biasakan untuk membilas dengan menggunakan pembersih yang tidak menganggu pH pada daerah vagina.
23 c. Biasakan membasuh vagina dengan cara yang benar setiap BAK dan BAB. Ditekankan pada kebiasaan setelah BAB yaitu bersihkan dengan air dengan arah yang benar untuk mencegah penyebaran bakteri dari anus masuk ke vagina. d. Ketika menggunakan pembalut atau pantyliner sebaiknya tidak digunakan untuk waktu yang lama supaya tidak ada mikroorganisme yang tidak baik berkembang disana. e. Memperhatikan penggunaan
pakaian
celana
yang
dalam
digunakan,
serta
terutama
celana
panjang.
Gunakanlah celana yang memiliki bahan menyerap keringat dan sebisa mungkin mengurangi pemakaian celana yang ketat. f. Kurangi untuk kegiatan yang membuat kita letih dan berkeringat berlebihan atau jika sudah melakukan kegiatan tersebut atau pakaian dalam kondisi basah, segera mandi dan bersihkan tubuh khususnya daerah kemaluan. 2.2.6 Konsep Dasar Vulva Hygiene Pengetahuan dan sikap yang baik terkait personal hygiene sangat penting bagi kehidupan setiap individu. Manfaat yang bisa didapatkan kemudian tentunya berdampak pada kesehatan seseorang, misalnya vulva hygiene dan hubungannya dengan keputihan (IBI, 2006). Vulva hygiene
24 merupakan suatu langkah untuk tetap menjaga kesehatan organ reproduksi. Memperhatikan vulva hygiene memiliki banyak tujuan yang baik diantaranya menjaga kebersihan diri, mencegah infeksi berlanjut pada vagina serta meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Menurut Wijayanti (2009), tindakan vulva hygiene yang baik dan benar : a. Mencuci tangan sebelum menyentuh vagina. b. Membasuh
vagina
dengan
air
bersih.
Ketika
membersihkan vagina sebaiknya diperhatikan air yang kita gunakan, sebaiknya gunakan air yang mengalir, jangan menggunakan air yang ditampung apalagi di tempattempat umum. c. Apabila
membersihkan
vagina
sebaiknya
jangan
menggunakan sabun yang memiliki efek wewangian yang berlebih, cukup bersihkan bagian luar dan basuh dengan air sampai bersih. Selain itu ketika mengeringkan cukup dikeringkan jangan sampai digosok-gosok. Usahakan tidak menggunakan handuk orang lain (tidak berganti-gantian). d. Apabila menggunakan WC umum, sebaiknya sebelum menggunakan WC duduk sebaiknya dipastikan bersih terlebih dahulu (di-flushing) baru kemudian digunakan. e. Apabila
sedang
haid
dan
dipermukaan
pembalut
ditemukan gumpalan darah sebaiknya sesegera mungkin
25 mengganti
pembalut,
karena
dapat
menjadi
tempat
perkembangan bagi bakteri dan jamur. Penggunaan pembalut sebaiknya diganti minimal 1 hari sebanyak 3 kali. f. Mencukur rambut pubis secara berkala untuk mencegah kelembaban yang berlebihan di daerah vagina. Keseluruhan
tindakan
vulva
hygiene
ini
dapat
dilaksanakan dengan baik apabila diimbangi dengan adanya kesadaran atau perhatian dari seorang remaja, tentunya dengan dibekali dengan pengetahuan yang baik. 2.3 Pengetahuan 2.3.1
Definisi Pengetahuan
Bloom (1956) dalam Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari pembelajaran terhadap objek tertentu. Tindakan yang didasari dengan pengetahuan yang baik akan lebih baik daripada tindakan yang tidak disertai dengan pengetahuan yang baik (Notoatmodjo,2003). 2.3.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan
seseorang
tentunya
dipengaruhi
oleh
beberapa faktor (Notoatmodjo, 2003), yaitu : a. Sosial Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan yang ada dalam keluarga, status ekonomi dengan kategori baik akan lebih mudah tercukupi dibandingkan status ekonomi rendah. Semakin
26 tinggi status ekonomi semakin baik pengetahuan yang didapat dengan beberapa pilihan, sehingga hidup akan lebih berkualitas. b. Kultur atau Budaya Manusia secara tidak langsung mempelajari apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya, baik apa yang dipikirkan, apa yang dilihat, didengar, dirasakan, kebiasaan semua dipelajari dari lingkungan sosial budayanya yang kemudian dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilakunya. c. Pendidikan Tingkat pendidikan juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi lain
semakin
pengetahuan tinggi
seseorang. Dengan kata
pendidikan
seseorang
otomatis
semakin banyak yang dipelajari sehingga akan berdampak pengaruh pada pengetahuan yang dimilikinya. d. Pengalaman Pengalaman cukup mempengaruhi bagi pola pengetahuan seseorang, akan tetapi tidak semua pengalaman teratur dan
bertujuan.
Pengalaman
yang
diperoleh
dalam
lingkungan kehidupan sehari-hari baik pengalaman sendiri maupun yang diperoleh dari orang lain akan membantu individu dalam meningkatkan pengetahuan yang dimiliki.
27 e. Umur Umur
juga
merupakan
salah
satu
unsur
yang
mempengaruhi pengetahuan. Dengan kata lain semakin bertambah umur seseorang semakin bertambah pula ilmu pengetahuan
yang
dimiliki
terkait
pengalaman
dan
pembelajaran yang telah dilewatinya. f. Paparan Media Massa Peran media massa dalam era globalisasi ini tidak perlu diragukan lagi. Semua akses terhadap media massa dalam bentuk media cetak atau elektronik sangat mudah untuk
dijumpai
dikalangan
masyarakat,
sehingga
seseorang yang lebih dekat dengan media massa dapat memperoleh informasi yang lebih dan dapat berpengaruh pada tingkat pengetahuan yang dimiliki. 2.3.3 Kriteria Tingkat Pengetahuan Arikunto
(2002)
menyebutkan
bahwa
tingkat
pengetahuan dapat dikelompokan dalam tiga kategori yaitu: a. Tingkat pengetahuan baik Tingkat pengetahuan baik dapat diasumsikan sebagai tingkat dimana seseorang mengetahui, paham dan dapat menganalisis, suatu objek.
mengaplikasikan
bahkan
mengevaluasi
28 b. Tingkat pengetahuan cukup Tingkat pengetahuan cukup dapat diasumsikan sebagai tingkat dimana seseorang mengetahui, paham tetapi belumdapat
menganalisis,
mengaplikasikan
bahkan
mengevaluasi suatu objek. c. Tingkat pengetahuan kurang Tingkat pengetahuan baik dapat diasumsikan sebagai tingkat dimana seseorang mengetahui akan tetapi belum mampu
memahami,
melakukan
analisis
kemudian
mengaplikasikan bahkan mengevaluasi suatu objek. 2.4 Konsep Sikap 2.4.1 Pengertian Sikap Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu pemahan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003). Menurut Eagle dan Chaiken (1993) dalam buku A. Wawan dan Dewi M. (2010) berpendapat bahwa sikap dapat kita lihat sebagai hasil akhir terhadap objek atau rangsangan yang kemudian diaplikasikan dalam komponen sikap itu sendiri (proses kognitif, perilaku dan emosional).
29 2.4.2 Komponen yang Membentuk Struktur Sikap Sikap merupakan respon tertutup berupa suatu konsep yang dibentuk oleh tiga komponen (Azwar,2012), yaitu: a. Komponen Kognitif Berisi semua pemikiran serta ide-ide yang berhubungan dengan objek sikap. Pemikiran tersebut dapat berupa pendapat pribadi dan kesan terhadap objek tersebut. b. Komponen Afektif Komponen afektif dari sikap meliputi perasaan seseorang terhadap terhadap objek sikap. Komponen afektif dari sikap seseorang dapat diamati melalui ketertarikannya terhadap suatu objek. Pendapat pribadi dan kesan terhadap objek akan berperan dalam pembentukan sikap terhadap objek. c. Komponen Perilaku Komponen perilaku dapat dilihat berdasarkan respon subjek dalam bentuk tindakan yang tertarik dengan objek. Jika seseorang mengenali atau memiliki pengetahuan yang baik dan luas tentang objek dan disertai perasaan positif terhadap objek tersebut maka orang tersebut akan “mendekati” subjek tersebut atau sebaliknya.
30 2.4.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi sikap Sikap seseorang tentunya dipengaruhi dan didukung oleh beberapa faktor (Azwar, 2012), yaitu : a. Pengalaman Pribadi Sikap yang terbentuk melalui pengalaman langsung akan membekas dalam ingatan kita apalagi pengalaman pribadi itu melibatkan faktor emosional maka akan mudah kita ingat ketika kita berhadapan dengan objek sikap atau peristiwa yang serupa. b. Orang Lain Pembentukan sikap seseorang juga dapat dipengaruhi oleh orang disekitar individu tersebut, terutama orang yang penting dan memiliki pengaruh dalam kehidupan individu tersebut. Sikap yang kita miliki kadang dapat selaras dengan orang yang kita anggap penting dengan alas an menyenagkan orang tersebut. c. Kebudayaan Menurut Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar (2012) mengatakan bahwa pengaruh lingkungan dalam hal ini budaya kehidupan sehari-hari memiliki kontribusi dalam membentuk kepribadian seseorang. Kebudayaan yang ada di sekitar lingkungan kita telah memberikan
berbagai
macam
pengalaman
pada
31 masyarakat dalam menghadapi masalah, sehingga tanpa disadari
budaya
mempunyai
peran
besar
dalam
pembentukan sikap. d. Media Massa Media massa memberikan sugesti yang mengarahkan opini seseorang, sehingga dapat membentuk landasan kognitif bagi terbentuknya sikap seseorang terhadap hal tersebut. 2.5 Kerangka Konseptual Berdasarkan kerang teori yang telah sebelumnya,
maka
kerangka
konsep
dari
dipaparkan hubungan
pengetahuan dan sikap mengenai vulva hygiene dengan kejadian keputihan dapat dilihat pada kerangka dibawah ini :
PengetahuanVulva Hygiene Kejadian Keputihan ( Fisiologis dan Patologis ) Sikap Vulva Hygiene
Keterangan : a. Variabel Independen : 1) Pengetahuan Vulva Hygiene 2) Sikap Vulva Hygiene
32 b. Variabel Dependen : Kejadian Keputihan (Fisiologis dan Patologis) 2.6
Hipotesis
H1 : a) Ada hubungan antara pengetahuan mengenai vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada siswi kelas X di SMK Tarunatama Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. b) Ada hubungan antara sikap mengenai vulva hygiene dengan kejadian keputihan pada siswi kelas X di SMK Tarunatama Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.