BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Usia Remaja Masa remaja atau adolesen merupakan masa pertumbuhan anak menjadi dewasa, yaitu masa terjadinya perkembangan seksuil atau masa dalam kehidupan yang dimulai dengan timbulnya sifat- sifat seksuil sekunder yang pertama sampai pada akhir pertumbuhan somatik. Masa ini berlangsung bertahun- tahun dan baru berakhir bila seseorang telah mencapai puncak kematangan dan pertumbuhan badan serta telah mempunyai kapasitas memperbanyak jenisnya atau berkembangbiak ( Ruseno Hassan, dkk, 1985 ). Pengertian pubertas adalah saat tercapainya kematangan seksuil atau saat terjadinya kemungkinan untuk berkembangbiak. Hal ini biasanya ditandai dengan menarhe pada wanita dan timbulnya polusi ( ejakulasi yang pertama kali, biasanya terjadi pada malam hari ) pada pria. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pubertas merupakan suatu titik dalam masa remaja ( Ruseno Hassan, dkk, 1985 ). Pertumbuhan dari saat lahir sampai menuju dewasa tidak terjadi secara teratur dan tidak tetap, akan tetapi dibedakan menjadi tiga masa, yaitu masa pertumbuhan yang cepat sekali dan masa istirahat fisiologis diantaranya. Pada 2 tahun pertama, terjadi penambahan berat badan sampai 4 kali lipat, kemudian terjadi masa pertumbuhan agak lambat yaitu antara umur 2- 6 tahun, yang disertai berkurangnya kebutuhan akan makanan. Sekitar umur 6- 7 tahun terjadi pertumbuhan cepat yang kedua yaitu saat anak mulai masuk sekolah dan nafsu makan cenderung bertambah. Selanjutnya disusul masa
4
istirahat sekitar umur 8- 10 tahun sampai mereka mulai remaja. Kemudian ke dalam masa pertumbuhan yang cepat sehingga anak bertambah tinggi dan aktifitas metaboliknya juga bertambah ( Russeno Hasan, dkk, 1985 ). Selama masa pubertas terjadi pertumbuhan yang cepat sekali dalam tinggi badan, terutama pertambahan panjang lengan dan tungkai. Setelah melalui masa pubertas dan memasuki masa remaja beberapa epifise akan menutup, sehingga tungkai tidak bertambah panjang lagi. Akan tetapi masih tejadi pertumbuhan tetapi melalui bertambah panjangnya tulang belakang.Tulang dan otot bertambah besar sehingga berat badan pun bertambah ( Ruseno Hassan, dkk, 1985 ). Pada golongan remaja dimana terjadi pertumbuhan sangat cepat hal ini menyebabkan kebutuhan gizi untuk pertumbuhan dan aktifitas yang meningkat. Oleh karena itu pengetahuan tentang kebutuhan gizi sangat diperlukan agar mereka dapat makan dengan cara yang baik serta memperoleh cukup zat- zat gizi untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya ( Cipto Mangunkusumo, 1988 ). Retensi nitrogen pada anak remaja, dimana retensi nitrogen ini tidak terlepas dari peran kalsium, akan tinggi apabila pemasukan makanan cukup. Untuk kesehatan organisme yang sedang tumbuh dengan cepat maka diperlukan retensi nitrogen dalam jumlah yang banyak. Jumlah makanan yang diperlukan ditentukan oleh metabolisme basal, kecepatan tumbuh dan aktifitas jasmani ditambah dengan dynamic action dari makanan dan kehilangan melalui ekskresi (Ruseno Hassan, dkk, 1985). Apabila seorang remaja minum susu sejak masih kanak- kanak, maka rangka yang terbentuk dari tulang- tulangnya akan mengalami pertumbuhan dengan baik dan sehat. Hal itu akan sangat baik ketika remaja sedang mengalami pertambahan usia maupun
pertumbuhan tubuh, karena seorang remaja akan sangat memerlukan kalsium ( Duog Dollemore, dkk, 2001 ). Konsumsi kalsium yang cukup, akan membantu memperlambat bahkan mencegah terjadinya osteoporosis. Osteoporosis empat kali lebih banyak menyerang kaum wanita dan kira- kira 10 % menyerang kaum pria. Hal itu terkait dengan gaya hidup dan faktor penyebab paling besar adalah asupan kalsium terlalu rendah, padahal mineral ini vital bagi bangunan tulang pada usia remaja. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kalsium sangat penting sekali untuk kesehatan tulang, maka apabila remaja tidak mendapatkan kalsium dalam jumlah yang cukup, maka tubuh tidak akan dapat melakukan rekonstruksi tulang ( Duog Dollemore, dkk, 2001 ). Tidak kalah pentingnya peranan kalsium bagi remaja putri, melihat bahwa kepadatan tulang anak laki- laki 30% lebih tinggi dari pada anak perempuan. Setelah mencapai puncaknya, kepadatan tulang ini menurun dalam sepanjang kehidupan oleh sebab ketidakseimbangan dalam pembentukan kembali tulang tersebut ( Katheleen Liwijaya Kuntaraf, dkk, 1992 ). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa resiko osteoporosis lebih besar pada: wanita yang sangat kurus, wanita yang mencapai menopouse dini, perokok, pria yang mempunyai kebiasaan olah raga yang tidak tepat, orang yang kurang melakukan gerak badan, wanita yang tidak mengeluarkan haid lagi oleh sebab terlalu banyak olah raga, mereka yang makan terlalu banyak protein hewan dan fosfor tetapi sedikit sekali konsumsi kalsium. Untuk mengatasinya pada remaja yang merupakan usia potensial dalam pertumbuhan tulang maka diperlukan adanya konsumsi kalsium yang cukup (Kathleen Liwijaya Kuntaraf, dkk, 1992 ).
Penelitian yang dilakukan dengan kalsium radioaktif menunjukkan bahwa tulang secara terus- menerus dibentuk dan dirombak secara simultan, diperkirakan sekitar 20% kalsium tulang remaja diserap dan diganti lagi setiap tahun ( FG. Winarno, 2004 ). Kalsium bagi remaja memiliki peran dalam pembentukan trombin, proses penggumpalan darah, penyerapan vitamin B12 serta bermanfaat dalam struktur dan fungsi dari sel membran ( FG. Winarno, 2004 ).
B. Kalsium Darah Kalsium merupakan unsur terbanyak kelima dan kation terbanyak di dalam tubuh manusia, terdapat dalam jumlah 1,5- 2 persen dari keseluruhan berat tubuh. Lebih dari 99 persen kalsium terdapat dalam tulang. Dalam tulang, kalsium selalu mempunyai perbandingan yang lebih tinggi dibanding mineral yang lain ( Robert E. Olson, 1988 ). Kalsium fosfat tulang disimpan dalam matriks organik yang berserat lunak dan terdiri atas serat- serat kolagen serta sedikit gel mukopolisakarida. Matrik organikya dapat mengeras karena kapur. Mineral tulang terdiri atas dua sumber kalsium fosfat yang secara fisik dan kimiawi berbeda fase amorf atau non kristal dan fase kristal minimal. Fase amorf adalah suatu fase campuran yang mengandung trikalsium fosfat terhidrasi dan juga kalsium fosfat sekunder ( Robert E. Olson,dkk, 1988). Kadar kalsium serum sangat konstan pada konsentrasi kurang lebih 10 mg/dl. Kontrol kalsium serum berlangsung pada dua tingkat. Konsentrasi dasar kalsium serum yang kurang lebih 7 mg/dl bergantung pada sifat- sifat fisikokimiawi tulang dan pada aktivitas minimal sel tulang ( Robert E. Olson, dkk, 1988 ).
Usaha mempertahankan kadar kalsium darah dalam keadaan normal tergantung pada keseimbangan antara masukan dan pengeluaran kalsium dari aliran darah. Sumber kalsium dari aliran darah adalah diperoleh dengan diet yang mengandung garam kalsium. Kalsium diabsorpsi dari saluran cerna dan pengeluaran kalsium terjadi melalui saluran cerna, ginjal dan tulang, absorpsi kalsium terutama terjadi di dalam bagian atas usus halus yang ditingkatkan oleh kerja hormon parathiroidea yang sinergis serta metabolit aktif dari vitamin D ( D. N. Baron, 1990 ). 1. Kebutuhan kalsium dalam darah Kalsium serum, pada keadaan normal 9- 11 mg/dl atau 4,5- 5,5 meq/l. Kadar kalsium dalam serum diatur oleh hormon kelenjar parathyroid ( PTH ) melalui pengaruh atas tulang dan eksresi urin dan juga oleh metabolit- metabolit vitamin D yang mengatur absorpsi oleh usus dan tulang. Pada masa remaja terjadi peningkatan PTH yang dapat meningkatkan resorpsi kalsium dari tulang, sedangkan ekskresi kalsium lewat ginjal ditekan maka kadar kalsium dalam serum meningkat ( Frances K. Widman, 1989 ). Peran kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu membantu membentuk tulang dan gigi dan mengukur proses biologis dalam tubuh. Keperluan kalsium terbesar pada waktu pertumbuhan, tetapi keperluan- keperluan kalsium juga masih diteruskan meskipun sudah mencapai usia dewasa. Pada pembentukan tulang bila tulang baru dibentuk, maka tulang yang tua dihancurkan secara simultan ( FG. Winarno, 2004 ). Pada masa petumbuhan, tubuh membutuhkan sekitar 50%- 70% kalsium dalam tubuh biasanya sama dengan keseimbangan kalsium, kira- kira sama dengan yang digunakan untuk menghitung keseimbangan nitrogen. Remaja memerlukan 700 mg ( 0, 7
g ) kalsium per hari. Menurut Widya Karya Nasional Pangan Dan Gizi (1978 ) konsumsi yang dianjurkan untuk remaja- dewasa adalah 0,5- 0,7 gr per orang per hari ( FG. Winarno, 2004 ). Kalsium diekskresikan lewat urin dan feses, dan untuk mengimbangi kehilangan ini diperlukan masukan kalsium melalui makanan. Kalsium tambahan diperlukan dalam keadaan tertentu, seperti pada masa pertumbuhan mulai dari anak- anak hingga usia remaja, dan selama laktasi karena ASI memberikan kalsium yang diperlukan oleh bayi ( E. Mary Back, 1995 ). Susu mempunyai kandungan kalsium yang tinggi, dan cukup disukai remaja. Demikian pula hasil olahan susu, seperti keju mengandung cukup banyak kalsium. Susu bubuk merupakan sumber kalsium yang terkonsentrasi. Makanan lainnya seperti ikan kecil- kecil yang dimakan bersama tulangnya ( ikan teri ), udang kering ( ebi ), sardencis juga kaya akan kalsium. Dari golongan sayuran, beberapa diantaranya mempunyai kandungan kalsium yang cukup tinggi seperti bayam, daun melinjo, sawi dan daun katuk. Kalsium dapat diperoleh dalam jumlah yang cukup dari air mineral yang dapat mengandung sampai 50 mg kalsium per liter ( E. Mary Back, 1995 ). 2. Proses metabolisme kalsium Pada masa remaja ditemukan metabolisme basal bertambah tinggi, kemudian pasca remaja menurun. Menurut Nelson perubahan ini masih dalam batas- batas fisiologis ( Ruseno Hassan, dkk, 1985 ). Vitamin D terlibat baik dalam penyerapan kalsium dari usus maupun pengendapannya di dalam tulang. Pada keadaan difisiensi vitamin D, proses penyerapan dan pengendapan kalsium akan mengalami gangguan serius ( E. Mary Back,1995 ).
Pengendapan kalsium juga dipengaruhi oleh konstituen diet yang lain. Protein memberikan efek yang menguntungkan terhadap penyerapan kalsium karena garamgaramnya dapat mudah diabsorpsi, dibentuk antara kalsium dan asam- asam amino. Produk sereal utuh dan sebagian buah serta sayuran dapat mengurangi penyerapan kalsium. Asam fitat ( pythic acid ) yang terdapat dalam sereal dan asam askorbat di dalam sayuran serta buah dapat bergabung dengan kalsium sehingga terbentuk garam- garam tak larut yang tidak dapat diserap oleh usus. Ragi mengandung enzim phitase. Karena itu biji- bijian yang menjalani proses peragian seperti tempe, tidak cenderung menimbulkan defisiensi kalsium, sebaliknya, makanan yang hanya mengandung sereal utuh atau bijibijian utuh kemungkinan besar akan mengakibatkan defisiensi kalsium apabila sereal tersebut dimakan bukan dalam bentuk fermentasi seperti chapitis ( E. Mary Back, 1995 ). Proses absorpsi kalsium, yang terutama terjadi di dalam bagian atas usus halus, ditingkatkan oleh 1,25- dehidroksikolekalsiferol ( dan metabolit aktif lain dari vitamin D ) disertai kerja hormon paratiroidea yang sinergis. Adanya metabolit aktif di dalam sirkulasi umum, dan bukan di dalam lumen usus dapat meningkatkan sintese protein pengikat kalsium dalam enterosit. Absorpsi kalsium dapat dikurangi dengan memberikan fitat per oral atau pun asam lemak atau fospat yang berlebihan ( DN. Baron, 1990 ). Kalsium di dalam feses terkandung dari diet yang tak diabsorsi, juga kalsium yang keluar dari plasma ke dalam usus. Dari masukan sehari- hari 25 mmol ( 1 kg ) kalsium, 2,5- 7,5 ( 0,1- 0,3 g ) diekskresikan ke dalam urina dan sisanya ditemukan di dalam feses. Hampir semua kalsium yang difiltrasi akan diabsorpsi kembali. Kalsium berlaku sebagai zat ambang dan bila kadar kaslium turun maka eksresinya ke dalam urina berhenti. Pada fungsi ginjal yang normal jumlah kalsium yang dieksresikan ke dalam
urina meningkat karena kadar kalsium serum meningkat. Sekitar 2,5 mmol ( 0,1 g ) kalsium hilang setiap hari pada kulit dan keringat ( D. N. Baron, 1990 ). 3. Gangguan metabolisme kalsium Adapun kelainan yang disebabkan oleh gangguan kadar kalsium tubuh diantaranya yaitu: a. Steatorea Steatorea terjadi akibat dari peningkatan hebat ekskresi kalsium feses, ditemukan bila absorpsi kalsium berkurang ( D. N. Baron, 1990 ).
b. Hipokalsemia Disebabkan oleh defisiensi masukan dan atau absorpsi kalsium karena hipoparatiroidisme atau karena kehilangan kalsium yang berlebihan melalui ginjal pada kerusakan tubulus atau asidosis. Sering hipokalsemia merupakan sindroma kegagalan ginjal kronika. Kadang- kadang juga terlihat pada pankreatitis akuta. Pada neonatus, hal ini mungkin disebabkan oleh makan yang tinggi fosfat, sehingga meningkatkan kalsium di dalam usus ( D. N. Baron, 1990 ). Hipokalsemia menyebabkan hiperekstabilitas sistem syaraf, yang secara klinis dapat dipresentasikan sebagai konvulsi, serta sebagai rasa baal dan parestesia. Efek lain dari hipokalsmia jangka lama adalah katarak, waktu koagulasi yang memanjang dan depresi mental ( D. N. Baron, 1990 ). c. Hiperkalsemia Hiperkalsemia biasanya karena kelebihan pemecahan tulang, baik karena hiperparathiroidisme, maupun karena keganasan, termasuk mielomatosis atau kadangkadang karena imobilisasasi. Penyebaran tersering adalah metastasis- metastasis osteolitik di dalam tulang. Hal ini hanya akibat absorpsi berlebihan bila terdapat kelebihan dosis atau hipersensitivitas terhadap vitamin D atau kelebihan masukan alkali beserta kalsium di dalam diet. Hiperkalsemia menyebabkan kelemahan otot, gejalagejala gastrointestinalis, giddiness, haus hebat dan kelemahan yang nyata serta kerusakan ginjal disertai poliuria (D. N. Baron, 1990). Jika serum fosfat normal atau meningkat, mungkin ada pengendapan kalsium fosfat pada berbagai tempat sebagai kalsifikasi metastatik. Gejala permukaaan kalsifikasi ginjal adalah poliuria karena kerusakan tubulus dan kegagalan ginjal timbul jika hiperkalsemia memanjang. Hiperkalsemia menyebabkan hiperkalsiuria dan sering
menyebabkan kalkulus renalis. Hiperkalsemia berat membawa resiko bagi berhentinya jantung ( cardiac arrest ) ( D. N. Baron, 1990 ). d. Osteomalasia Yaitu lemahnya tulang yang disebabkan oleh menurunnya konsumsi kalsium sehingga kadar kalsium turun, yang menimbulkan lunaknya tulang disebabkan matriksnya kekurangan kalsium ( FG. Winarno, 2004 ). e. Osteoporosis Pada osteoporosis, terdapat pengurangan masa tulang yang normal, matriks dan kalsium. Osteoporosis timbul jika pembentukan matriks tidak sempurna, walaupun konsentrasi kalsium adekuat untuk kalsifikasi, ini terlihat jika ada cacat fungsi osteoblast atau pada gangguan metabolisme protein tertentu. Bila ada efek kalsium yang memanjang, destruksi tulang mungkin meningkat dan gangguan tulang akibatnya dapat menyerupai osteoporosis. Pada osteoporosis kronika, umumnya kadar kalsium ke dalam urina dapat meningkat ( D. N. Baron, 1990 ).
C. Pemeriksaan Kadar Kalsium Darah Pemeriksaan kalsium dapat dilakukan dengan menggunakan plasma atau serum. Dalam pemeriksaan kadar kalsium dikenal bermacam- macam metode. Beberapa metode pemeriksaan kalsium diantaranya yaitu:
a. Metode Clark dan Collip Prinsip: Kalsium diendapkan sebagai kalsium oksalat. Penambahan asam akan menghasilkan ion oksalat yang kemudian dititrasi dengan KMNO4 titik akhir titrasi berwarna ungu merah muda. Yang harus diperhatikan dalam metode Clark dan Collip adalah: 1. Serum harus secepat mungkin dipisahkan dari bekuan darah ( karena tidak ada Ca di dalam sel- sel, maka Ca cenderung untuk berdifusi, sehingga konsentrasinya dalam serum menurun ). 2. Tidak dibenarkan adanya endapan di dalam larutan amonium oksalat yang digunakan untuk mengendapkan Ca. Mungkin kristal- kristal amoniak tidak tercuci amonium hidroksida, sehingga hasilnya lebih tinggi. 3. Suhu pada waktu titrasi harus di atas 700 C, sebab bila tidak demikian maka reaksi antara oksalat dan permanganat tidak stochiometrik dan hasilnya lebih rendah. 4. pH pada waktu presipitasi harus antara 2,7- 7,0 jika pH kurang dari 2,7 maka pengendapan Ca- oksalat tidak sempurna. Jika pH lebih dari 7,0 maka mungkin terjadi korpresipitasi dari Mg ( OH )2 dan Mg ( NH4 ) PO4. 5. Air yang digunakan untuk pemeriksaan elektrolit termasuk kalsium adalah air demineralisata. 6. Jika tidak ada air demineralisata maka dapat digunakan “aqua bidest”. b. Metode chlorinat Prinsip: Kalsium dalam serum diendapkan sebagai kalsium chloranirat dengan menambahkan larutan jenuh natrium chloranirat. Endapan dicuci dengan isopropyl alkohol untuk menghilangkan sisa- sisa asam chloranirat. Seterusnya diekskresikan
dengan EDTA basa, membentuk ikatan komplek kalsium EDTA, dengan akibat, terbentuknya asam chloranilat bebas yang berwarna merah ungu dan diukur secara photometri. c. Dengan metoda Titrasi EDTA Prinsip: kalsium dalam serum dalam suasana basa ( untuk mencegah gangguan magnesium ) dititer dengan larutan EDTA dengan petunjuk Cal- Red. Perubahan warna dari ungu merah ke biru. d. Cara O- Cresolphthalein Complexon Prinsip: 1. Protein dari plasma atau serum diendapkan dahulu dengan buffer asam acetat dalam suasana panas. 2. Kalsium yang bebas direaksikan dengan pereaksi warna dalam suasana basa, maka terbentuklah ikatan kompleks Ca2+- O- cressolphthalein komplekson yang berwarna ungu. 3. Gangguan dari magnesium tercegah karena adanya 8- hydroksyquinoline.