BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dana Perimbangan 2.1.1. Pengertian Dana Perimbangan Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (Widjaja, 2002). Menurut Elmi (2002), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan transfer dana kepada pemerintah daerah adalah: 1. Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian "kue nasional", baik vertikal maupun horisontal. 2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan negara dan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Namun selama ini sumber dana pembangunan daerah di Indonesia mencerminkan ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat (Sumiyarti dan Imamy, 2005). Sejalan dengan itu, Elmi (2002) juga menyatakan bahwa ketidakseimbangan fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah selama ini telah menyebabkan ketergantungan keuangan
Universitas Sumatera Utara
pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70 persen kecuali Propinsi DKI Jakarta. Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut hanyalah untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan pendapatan asli daerahnya, yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan daerah, bukan menjadikannya sebagai prioritas utama dalam penerimaan daerah. 2.1.2. Pembagian Dana Perimbangan 1. Bagian Daerah, yaitu Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) Sumber-sumber penerimaan perpajakan yang dibagihasilkan meliputi Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 dan pasal 25/29 orang pribadi, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bagian Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sementara itu, sumber-sumber penerimaan SDA yang dibagihasilkan adalah minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 115 Tahun 2000, bagian daerah dari PPh, baik PPh pasal 21 maupun PPh pasal 25/29 orang pribadi, ditetapkan masing-masing sebesar 20 persen dari penerimaannya. Dua puluh persen bagian daerah tersebut terdiri dari 8 persen bagian Propinsi dan 12 persen bagian Kabupaten/Kota. Pengalokasian bagian penerimaan pemerintah daerah kepada masing-masing daerah Kabupaten/Kota diatur berdasarkan usulan gubernur dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah penduduk, luas wilayah, serta faktor lainnya yang relevan dalam rangka pemerataan.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000, bagian daerah dari PBB ditetapkan 90 persen, sedangkan sisanya sebesar 10 persen yang merupakan bagian pemerintah pusat, juga seluruhnya sudah dikembalikan kepada daerah. Dari bagian daerah sebesar 90 persen tersebut, 10 persennya merupakan upah pungut, yang sebagian merupakan bagian pemerintah pusat. Sementara itu, bagian daerah dari penerimaan BPHTB berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 ditetapkan sebesar 80 persen, sedangkan sisanya 20 persen merupakan bagian pemerintah pusat. Dalam UU tersebut juga diatur mengenai besarnya bagian daerah dari penerimaan SDA minyak bumi dan gas alam (migas), yang masing-masing ditetapkan 15 persen dan 30 persen. Sementara itu, penerimaan SDA pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan, ditetapkan masing-masing sebesar 80 persen. 2. Dana Alokasi Umum (DAU) Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang dimaksud dengan dana alokasi umum yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pada Pasal 7 UU No. 33 Tahun 2004, besarnya DAU ditetapkan sekurangkurangnya 25 persen dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk daerah Propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masingmasing 10 persen dan 90 persen dari DAU.
Universitas Sumatera Utara
3. Dana Alokasi Khusus (DAK) Pengertian dana alokasi khusus menurut UU No. 33 Tahun 2004 adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, termasuklah yang berasal dari dana reboisasi. Kebutuhan khusus yang dimaksud yaitu: 1. Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, dan/atau 2. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Penerimaan negara yang berasal dari dana reboisasi sebesar 40 persen disediakan kepada daerah penghasil sebagai DAK.
2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain penerimaan asli daerah yang sah (NN, 2003). Pendapatan asli daerah diartikan sebagai pendapatan daerah yang tergantung keadaan perekonomian pada umumnya dan potensi dari sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri. Sutrisno (1984: 200).
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan asli daerah adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensipotensi
sumber-sumber
keuangan
untuk
membiayai
tugas-tugas
dan
tanggungjawabnya. Menurut pasal 6 Undang-undang No. 32 tahun 2004 pendapatan asli daerah berasal dari : 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Penerimaan dari dinas dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pasal 6 Undang-undang tahun 2004 tentang pendapatan asli daerah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pajak Daerah Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk. Pada pokoknya pajak memiliki dua peranan utama yaitu sebagai sumber penerimaan negara (fungsi budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsi regulator) (Suparmoko, 2002). Mardiasmo (1997) mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga daerah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000 pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Terdapat banyak batasan tentang pajak yang dikemukakan para ahli, tetapi pada dasarnya isinya hampir sama yaitu pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan jasa yang secara langsung dapat ditunjuk (Suparmoko, 1997). Dari batasan atau definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah : 1. Iuran masyarakat kepada negara 2. Berdasarkan undang-undang 3. Tanpa balas jasa secara langsung 4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah Berdasarkan kewenangan memungutnya pajak digolongkan menjadi dua yaitu pajak negara dan pajak daerah. Pengertian pajak daerah adalah sama dengan pajak negara, perbedaannya terletak pada : a. Pajak negara ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah pusat (dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak) b. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dengan peraturan daerah atau pajak negara yang pengelolaan dan penggunaannya diserahkan kepada daerah (Sutrisno, 1984).
Universitas Sumatera Utara
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik. 2. Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat karena seseorang atau badan hukum menggunakan jasa dan barang pemerintah yang langsung dapat ditunjuk (Sutrisno, 1984). Peraturan pemerintah No. 66 tahun 2002 tentang retribusi daerah pasal satu menyebutkan bahwa retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000 retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Pada dasarnya retribusi adalah pajak, tetapi merupakan jenis pajak khusus, karena ciri-ciri dan atau syarat-syarat tertentu masih dapat dipenuhi (Sutrisno, 1984). Syarat-syarat tertentu tersebut antara lain : berdasarkan undang-undang atau peraturan yang sederajat harus disetor ke kas negara atau daerah dan tidak dapat dipaksakan. Batasan pengertian retribusi ini sendiri merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah karena seseorang dan atau badan hukum menggunakan barang dan jasa
Universitas Sumatera Utara
pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Dari definisi di atas terlihat bahwa ciri-ciri mendasar dari retribusi daerah adalah : a. Retribusi dipungut oleh daerah b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat di tunjuk c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan barang atau jasa yang disediakan oleh daerah Lapangan retribusi daerah adalah seluruh lapangan pungutan yang diadakan untuk keperluan keuangan daerah sebagai pengganti jasa yang diberikan oleh daerah. 3. Bagian Laba Perusahaan Daerah Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dalam memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum, atau dengan perkataan lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi ekonomi (Kaho, 1998). Pemerintah daerah mendirikan perusahaan daerah atas dasar berbagai pertimbangan : menjalankan ideologi yang dianutnya bahwa sarana produksi milik masyarakat; untuk melindungi konsumen dalam hal ada monopoli alami, seperti angkutan umum atau telepon; dalam rangka mengambil alih perusahaan asing; untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah; dianggap cara yang “efisien” unutk menyediakan layanan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, dan/atau menebus biaya, serta untuk menghasilkan penerimaan untuk pemerintah daerah (Devas, 1989). Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu adalah laba dari perusahaan daerah. Karena berbentuk perusahaan maka prinsip pengelolaannya berdasarkan atas asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus mencari keuntungan dan selanjutnya sebagian dari keuntungan tersebut diserahkan ke kas daerah. Fungsi pokok dari perusahaan daerah adalah : 1. Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan daerah harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya perekonomian daerah. 2. Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu memberikan manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang dapat diserahkan ke kas daerah. Berdasarkan uraian di atas, maka perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan mampu memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah. Sifat utama perusahaan daerah berorientasi pada keuntungan, dapat memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum atau dengan kata lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Artinya pemenuhan fungsi sosial perusahaan daerah dapat berjalan seiring dengan pemenuhan fungsi ekonomi sebagai badan hukum yang bertujuan mendapatkan laba. Sedangkan lapangan hasil perusahaan
Universitas Sumatera Utara
daerah adalah sebagian dari perusahaan daerah yang bergerak di bidang produksi jasa dan perdagangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 4. Penerimaan Dinas-dinas dan Pendapatan Lain-lain yang disahkan Penerimaan dinas-dinas merupakan penerimaan yang berasal dari usaha dinasdinas daerah yang bersangkutan yang bukan merupakan penerimaan pajak, retribusi ataupun laba perusahaan daerah. Fungsi pokok dari penerimaan dinas-dinas daerah (kecuali dinas pendapatan daerah) pada umumnya adalah bukan mencari pendapatan daerah, tetapi melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah yang bersifat pembinaan atau bimbingan kepada masyarakat. Penerimaan lain-lain, di lain pihak adalah penerimaan pemerintah daerah di luar penerimaan-penerimaan dinas, pajak, retribusi dan bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari sewa rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barang-barang (bekas) milik daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan majalah daerah (Hirawan, 1987). Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya, tetapi dalam batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai organisasi ekonomi yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa. Penerimaan lain-lain membuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa materi dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal kegiatan tersebut untuk
Universitas Sumatera Utara
menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu. Jadi di satu pihak dapat menghimpun dana sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, di lain pihak lebih mengarah kepada publik service dan bersifat penyuluhan yaitu tidak mengambil keuntungan, melainkan hanya sekedar untuk menutup resiko biaya administrasi yang dikeluarkan.
2.3. Jumlah Penduduk Penduduk merupakan bagian penting dalam kegiatan ekonomi dan dalam usaha untuk membangun suatu perekonomian. Karena penduduk sebagai Sumber Daya Manusia dapat menyediakan tenaga kerja atau tenaga ahli dalam menciptakan kegiatan perekonomian. Salah satu masalah besar dalam pembangunan ekonomi di LDCs (Less Development Countries) adalah gejala pertumbuhan penduduk yang tinggi (Hakim, 2004). Pertambahan penduduk yang sangat cepat nampaknya makin menambah kerumitan dalam usaha-usaha pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang. Karena disatu pihak perkembangan penduduk yang cepat akan menambah jumlah tenaga kerja yang sama cepatnya, dilain pihak negara-negara yang sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat terbatas untuk menciptakan kesempatan kerja baru. Akibatnya timbul lah pengangguran yang sangat serius baik di kota maupun di desa dan masalah urbanisasi (Suryana, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang juga memiliki problematika yang sama, yaitu memiliki jumlah penduduk yang besar yang tersebar disetiap daerahnya. Sedangkan lapangan usaha masih sangat terbatas yang menimbulkan tingginya tingkat pengangguran. Selain itu, masalah pendidikan juga belum teratasi. Tidak semua penduduk di masing-masing daerah di Indonesia mendapatkan kesempatan pendidikan yang baik dikarenakan kurangnya biaya. Sehingga masih banyak terdapat penduduk dengan kualitas yang rendah. Sebagai akibatnya adalah dapat menghambat kegiatan pembangunan yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Seperti studi yang dilakukan oleh Siregar (2007), bahwa kurangnya kualitas pertumbuhan ekonomi di Indonesia diindikasikan oleh laju pengangguran yang masih relatif tinggi dan sulit/lambat penurunannya (persistent), dan juga oleh angka kemiskinan (terutama kemiskinan di kawasan pedesaan) yang juga relatif persistent.
2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan penjumlahan dari semua harga dan jasa akhir atau semua nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu tertentu (1 tahun). Untuk menghitung nilai seluruh produksi yang dihasilkan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu dapat digunakan 3 cara penghitungan. Ketiga cara tersebut adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Cara Pengeluaran. Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlah pengeluaran ke atas barang-barang dan jasa yang diproduksikan dalam negara tersebut. Menurut cara ini pendapatan nasional adalah jumlah nilai pengeluaran rumah tangga konsumsi, rumah tangga produksi dan pengeluaran pemerintah serta pendapatan ekspor dikurangi dengan pengeluaran untuk barang-barang impor. 2. Cara Produksi atau cara produk netto. Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi barang atau jasa yang diwujudkan oleh berbagai sektor (lapangan usaha) dalam perekonomian. Dalam menghitung pendapatan nasional dengan cara produksi yang dijumlahkan hanyalah nilai produksi tambahan atau value added yang diciptakan. 3. Cara Pendapatan. Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional. (Sukirno, 1994). Adapun manfaat penghitungan nilai PDRB adalah : 1. Mengetahui dan menelaah struktur atau susunan perekonomian. Dari perhitungan PDRB dapat diketahui apakah suatu daerah termasuk daerah industri, pertanian atau jasa dan berapakah besar sumbangan masing-masing sektornya.
Universitas Sumatera Utara
2. Membandingkan perekonomian dari waktu ke waktu. Oleh karena nilai PDRB dicatat tiap tahun, maka akan di dapat catatan angka dari tahun ke tahun. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh keterangan kenaikan atau penurunan apaka ada perubahan atau pengurangan kemakmuran material atau tidak.
2.5. Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Dalam teori makro mengenai perkembangan pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu : 1
Teori Rostow dan Musgrev Model
ini
dikembangkan
oleh
Rostow
dan
Musgrave
yang
menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meingkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut,Rostow mengatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas social seperti halnya, program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya. Dalam model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave bahwa pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi sangat besar. Hal ini disebabkan oleh karena pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar. 2. Teori Wagner Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam pendapatan per kapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Dengan bertumbuhnya perekonomian, peranan pemerintah menjadi semakin besar karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat. Wagner menerangkan mengapa peran pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemrintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. Formulasi hukum Wagner ialah sebagai berikut :
Pk PP1 Pk PP2 P PP < < ... < k n ................................................................ (1) PPK1 PPK 2 PPK n Dimana : P k PP
= Pengeluaran pemerintah per kapita
PPK
= Pendapatan per kapita, yaitu GDP atau jumlah penduduk
1, 2, ..., n = Jangka waktu (tahun) 3. Teori Peacock dan Wiseman Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha memperbesar pengeluaran, sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Peacock dan Wiseman menyebutkan bahwa perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berobah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemrintah semakin meningkat pula. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar. Peacock dan Wiseman menjelaskan bahwa
Universitas Sumatera Utara
perkembangan pengeluaran pemerintah tidak berbentuk garis tetapi berbentuk seperti tangga seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah ini: Pengeluaran Pemerintah Wagner, Solow, Musgrev
Peacook – Wiseman
0
Tahun
Gambar 2.1. Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Dari ketiga teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengeluaran pemerintah akan memberikan pengaruh yang positif terhadap pendapatn daerah
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Dengan kata lain, peningkatan pengeluaran pemerintah akan ikut meningkatkan pendapatan asli daerah itu sendiri.
2.6. Penelitian Terdahulu 1. Jan Waner Saragih (2006), menganalisis pengaruh keuangan daerah terhadap pertumbuhan
ekonomi
Kabupaten
Simalungun.
Dengan
teknik
analisis
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) mengemukakan bahwa variabel PAD, DBH dan DAU berpengaruh signifikan terhadap PDRB Kabupaten Simalungun. 2. Hidayat dkk (2007), menganalisis penelitian yang berjudul Analysis Of Financial Performance Of Newly Created Regencies/Cities In North Sumatera, yang bertujuan
untuk menganalisis kinerja keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara hasil pemekaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagaian besar Kabupaten/kota hasil pemekaran memiliki ketergantungan yang bersar terhadap dana perimbangan khususnya DAU dan DAK. 3. Lia Nazliana Nasution (2008), menganalisis pengaruh dana perimbangan dan PAD terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Sumatera Utara di era otonomi daerah. Dengan teknik analisis menggunakan metode data panel mengemukakan bahwa variabel dana perimbangan berpengaruh positif tetapi tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sedangkan variabel PAD dan jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
4. Marjudin
(2011),
menganalisis
kemampuan
keuangan
daerah
terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simelue dalam rangka otonomi khusus Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemampuan keuangan daerah Kabupaten Simelue masuk kategori sangat kurang, dimana penerapan otonomi khusus telah meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk mendorong pertumbuhan daerah Kabupaten Simelue.
2.7 Kerangka Konseptual Pendapatan
Domestik
Regional
Bruto
(PDRB)
merupakan
sumber
pembiayaan berbagai kegiatan Pemerintah Daerah untuk dapat tumbuh dan berkembang. Dimana pembiayaan tersebut diperoleh dari berbagai penerimaan daerah baik yang diperoleh dari daerah itu sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat. Sedangkan berbagai sumber penerimaan tersebut akan digunakan untuk pembiayaan berbagai kegiatan pemerintah daerah baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian singkat diatas, dapat digambarkan kerangka konseptual dari penelitian ini sebagai berikut : DAU
DBH Pajak Pengeluaran Daerah DBH SDA
PDRB Jumlah Penduduk
PAD
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Analisis Pengaruh Pengeluaran dan Jumlah Penduduk Terhadap PDRB Propinsi Aceh
2.8 Hipotesis Penelitian 3. Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Sumber Daya Alam serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh, ceteris paribus. 4. Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Aceh, ceteris paribus.
Universitas Sumatera Utara