BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Auditing
2.1.1 Pengertian Auditing Auditing adalah Pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas informasi untuk menemukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan Arens, Elder, dan Beasley (2008:4). Sedangkan menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses yang sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai berkepentingan. Berdasarkan pengertian-pengertian auditing di atas, beberapa kata kunci yang terkait dengan pengertian auditing adalah sebagai berikut: 1. Proses yang sistematis (Systematical Process) Proses audit terdiri dari serangkaian langkah atau prosedur yang logis, terstruktur, dan terorganisasi dengan baik. 2. Asersi (Assertion) dan kriteria yang ditetapkan (Established Criteria) Proses Auditing membutuhkan suatu informasi. Asersi dapat dikatakan sebagai informasi mengenai sesuatu yang akan dievaluasi. Selain itu,
11
12
proses auditing harus didukung oleh standar atau kriteria yang ditetapkan yang menunjukkan kondisi seharusnya. 3. Pegumpulan dan evaluasi bukti (Evidence) Bukti adalah suatu informasi yang dikumpulkan dan digunakan oleh auditor untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang ditetapkan. Bukti dapat diperoleh dari hasil
wawancara,
observasi,
dokumen
perusahaan,
dan
hasil
pengamatan fisik. 4. Kompeten, Independen, dan Objektif Untuk melaksanakan tugas audit, seorang auditor harus memiliki kompetensi untuk memahami standar atau kriteria yang digunakan selama penugasan. Selain itu auditor harus memiliki sifat independen yang mampu membebaskan diri dari berbagai kepentingan pihak yang berkaitan dengan penugasan audit, sehingga akan menimbulkan perilaku yang objektif, dalam arti auditor tidak akan memihak dan tidak bias dalam mengemukakan pendapat. 5. Laporan kepada pihak yang berkepentingan (Reporting) Laporan audit merupakan hasil akhir dari proses auditing. Isi laporan audit adalah pernyataan pendapat atau simpulan mengenai kesesuain antara informasi dengan kriteria yang ditetapkan
13
2.1.2 Standar Auditing yang Berlaku umum Berdasarkan Standard Profesional Akuntan Publik (SPAP) (PSA No. 1 SA Seksi 150,2011), standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Standar Umum a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2. Standar Pekerjaan Lapangan a. Pekerjaan
harus
direncanakan
sebaik-baiknya
dan
jika
digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
14
3. Standar Pelaporan a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan
penerapan
prinsip
akuntansi
dalam
penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
15
2.1.3 Laporan Auditor Laporan audit merupakan tahap terakhir dalam proses audit. Menurut Mulyadi (2002:10) laporan audit merupakan media yang digunakan oleh auditor dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Laporan audit merupakan hal yang sangat penting dalam penugasan audit karena laporan tersebut sebagai sarana auditor dalam mengkomunikasikan temuan-temuan audit. Dalam laporan tersebut auditor menyatakan pendapatnya tentang kewajaran laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan sangat mengandalkan laporan auditor untuk pengambilan keputusan. Menurut SPAP (PSA No. 2 SA Seksi 110,2011), tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah : “Untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia”.
Terdapat lima tipe opini audit menurut SPAP (PSA No. 29 SA Seksi 508,2011) : 1. Pendapat Wajar tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. laporan audit wajar tanpa pengecualian diterbitkan bila kondisi-kondisi berikut terpenuhi : a. Semua laporan neraca, laporan laba rugi, laporan laba ditahan, dan laporan arus kas sudah termasuk dalam laporan keuangan.
16
b. Ketiga standar umum telah dipatuhi dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan. c. Bukti audit yang cukup memadai telah terkumpul, dan auditor telah melaksanakan penugasan audit ini dengan cara yang memungkinkannya untuk menyimpulkan bahwa ketiga standar pekerjaan lapangan telah dipenuhi. d. Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. e. Tidak terdapat situasi yang membuat auditor merasa perlu untuk menambahkan sebuah paragraf penjelasan atau modifikasi katakata dalam laporan audit. 2. Pendapat Wajar tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelas atau modifikasi kata-kata (Unqualified Opinion Report with Explanatory Language). Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan auditnya. Penyebab penambahan paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata pada laporan wajar tanpa pengecualian adalah sebagai berikut: a. Tidak adanya aplikasi yang konsisten dari prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. b. Keraguan yang substansial mengenai going concern.
17
c. Auditor setuju dengan penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dirumuskan. d. Penekanan pada suatu hal atau masalah. e. Laporan yang melibatkan auditor lain. 3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. 4. Pendapat tidak Wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. 5. Pernyataan tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion) Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Pernyataan tidak memberikan pendapat diterbitkan apabila auditor tidak dapat menyakinkan dirinya sendiri bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar.
18
Menurut SPAP (PSA No. 29 SA seksi 508,2011), laporan auditor bentuk baku yang meliputi satu periode akuntansi disajikan sebagai berikut: Laporan Auditor Independen
[Pihak yang dituju oleh auditor] Kami telah mengaudit laporan posisi keuangan (neraca) perusahaan KXT tanggal 31 Desember 20X2 serta laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit kami. Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Suatu audit meliputi pemeriksaan, atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Audit juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh manajemen, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Kami yakin bahwa audit kami memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat. Menurut pendapat kami, laporan keuangan yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan perusahaan KXT tanggal 31 Desember 20X2, dan hasil usaha, serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. [Tanda tangan, nama rekan, nomor izin akuntan publik, nomor izin kantor akuntan publik]
[Tanggal]
19
Tabel 2.1 Tabel Opini Audit No 1
2
3
Tingkat Keraguan Tidak terdapat keraguan atau terdapat keraguan kecil (dibawah 20%) Keraguan signifikan (antara 20% hingga 49%)
Laporan Keuangan Tidak perlu dilakukan pengungkapan
Perlu dipertimbangkan pengungkapan akan adanya keraguan, penyebab adanya keraguan, rencana manajemen dan potensi penyesuaian Keraguan besar (antara Perlu adanya 50% hingga 70%) pengungkapan akan keraguan, rencana manajemen dan potensi penyesuaian
4
Keraguan sangat besar (dari 70% hingga 95%)
Perlu adanya pengungkapan informasi mengenai adanya keraguan, akrual atas kerugian yang dapat diprediksi jika dapat diestimasi dan jika tidak dapat diestimasi, perlu diungkapkan informasi terkait dengan adanya potensi penyesuaian
5
Ketidakpercayaan atas asumsi going concern yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan (diatas 95%)
Apabila asumsi going concern yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan tidak berlaku, maka laporan keuangan harus disusun berdasarkan basis lain
Opini Audit Tidak berpengaruh
Tidak dilakukan modifikasi atas laporan audit, sepanjang dilakukan pengungkapan yang memadai Paragraf penjelas pada laporan audit, walaupun pengungkapan pada laporan keuangan telah memadai Paragraf penjelas pada laporan audit, walaupun pengungkapan pada laporan keuangan telah memadai
Jika laporan keuangan disusun masih dengan menggunakan asumsi going concern, auditor wajib memberikam opini tidak wajar walaupun laporan keuangan mengungkapkan bahwa asumsi going concern tidak berlaku
20
2.2
Laporan Keuangan
2.2.1 Pengertian Laporan keuangan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (2012) pengertian Laporan Keuangan dapat dijelaskan sebagai berikut: “Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.” Laporan keuangan merupakan alat untuk memperoleh informasi mengenai posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan. Laporan keuangan dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan aktivitas perusahaan.
2.2.2 Tujuan Laporan Keuangan Tujuan laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 1,2012), adalah : “Memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.” Laporan keuangan merupakan salah satu sumber utama informasi keuangan yang penting bagi sejumlah pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Menurut Hendriksen dan Breda (2000:140) informasi keuangan akan
21
bermanfaat bagi para pemakainya bila memenuhi karakteristik kualitatif sebagai berikut: 1.
Manfaat dan Biaya Informasi akuntansi keuangan akan diupayakan untuk disajikan dalam
laporan keuangan, selama manfaat yang diperoleh dari penyajian informasi tersebut melebihi biaya yang diperlukan untuk menghasilkannya. Oleh karena itu, sebelum menyajikan informasi, manfaat yang akan diperoleh dari informasi tersebut harus dibandingkan dengan biaya yang akan timbul.
2.
Relevansi Informasi yang relevan adalah informasi yang mempunyai hubungan
dengan masalah yang dihadapi. Informasi akuntansi dikatakan relevan apabila informasi tersebut mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi keputusan manajer atau pemakai laporan keuangan lainnya. Informasi akuntansi yang relevan akan bermanfaat bagi investor, kreditor, dan pemakai lainnya, apabila; (1) informasi tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa sekarang dan masa mendatang (predictive value), (2) menegaskan atau memperbaiki harapan yang dibuat sebelumnya (feedback value), dan (3) informasi harus tersedia tepat waktu dan bagi pengambil keputusan sebelum mereka kehilangan kesempatan atau kemampuan untuk mempengaruhi keputusan yang diambil (timeliness).
22
3.
Keandalan Informasi dapat dikatakan andal apabila informasi tersebut; (1) dapat
menggambarkan secara wajar keadaan atau peristiwa sesuai dengan kondisi yang sebenarnya (representatif faithfulness), (2) informasi harus dapat diuji kebenarannya dengan metode pengujian yang sama tetapi oleh orang yang berbeda (verifiable), dan (3) informasi bebas dari unsur bias (neutrality).
4.
Daya Banding Informasi dalam laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat
dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya dari perusahaan yang sama, maupun dengan laporan keuangan perusahaan-perusahaan lainnya pada periode yang sama. Informasi dalam laporan keuangan dapat dibandingkan jika laporan keuangan dibuat dengan prinsip keseragaman (uniformity) dan konsistensi. Hendriksen dan Breda (2000:250) menyatakan bahwa keseragaman merupakan sebagai “penetapan suatu metode untuk transaksi yang umum serupa, sekalipun mungkin ada situasi-situasi yang relevan.”
5.
Materialitas Menurut SFAC 2 dalam Hendriksen dan Breda (2000), sifat dasar
materialitas sebagai berikut: “adalah mungkin bahwa penilaian dari orang rasional yang mengandalkan pada laporan itu akan diubah atau dipengaruhi oleh pemasukan atau koreksi dari pos itu.” Informasi dipandang material jika kelalaian untuk mencantumkan atau
23
kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dalam mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan keuangan. Materialitas bergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan (omission) atau kesalahan dalam mencatat (misstatement).
2.2.3 Pemakai Laporan Keuangan Beberapa pihak yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan menurut Fahmi (2011) adalah sebagai berikut : a. Investor Investor memerlukan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan untuk membantu dalam menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga membutuhkan informasi untuk menilai kemampuan perusahaan dalam membayar deviden. b. Karyawan Karyawan membutuhkan informasi untuk dapat menilai mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.
24
c. Pemberi pinjaman Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan
yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo. d. Pemasok dan kreditur usaha lainnya Pemasok dan kreditur usaha lainnya menggunakan laporan keuangan untuk memungkinkan mereka menilai apakah jumlah yang terhutang dapat dibayar pada saat jatuh tempo. e. Pelanggan Para
pelanggan
berkepentingan
dengan
informasi
mengenai
kelangsungan hidup perusahaan, terutama jika mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan perusahaan. f. Pemerintah Pemerintah berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan aktivitas perusahaan. Mereka juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya. g. Masyarakat Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi
kecenderungan
(trend)
dan
perkembangan
kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.
terakhir
25
2.2.4 Komponen Laporan Keuangan Menurut PSAK No. 1 (2012) laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini: 1.
Laporan Posisi Keuangan Menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Laporan Keuangan (BAPEPAM-LK) Nomor: Kep-06/PM/2000 laporan posisi keuangan (neraca) didefinisikan sebagai berikut: “Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan, yang menunjukkan aktiva, kewajiban dan ekuitas dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu. Dalam neraca, aktiva lancar disajikan terpisah dari aktiva tidak lancar dan kewajiban lancar terpisah dari kewajiban tidak lancar, kecuali untuk industri tertentu yang diatur secara khusus. Aktiva lancar disajikan menurut ukuran likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh temponya.” Laporan posisi keuangan disajikan berdasarkan likuiditas dan fleksibilitas finansial perusahaan, yang dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat prediksi terhadap keadaan-keadaan keuangan perusahaan dimasa yang akan datang. Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo. Sedangkan fleksibilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh dana.
2.
Laporan Laba Rugi Komprehensif Laporan laba rugi komprehensif merupakan ringkasan aktivitas usaha
perusahaan untuk periode tertentu yang melaporkan hasil usaha bersih atau kerugian yang timbul dari kegiatan usaha dan aktivitas lainnya. Laporan laba
26
rugi mencerminkan aktivitas operasional perusahaan dan aktivitas lainya. Laporan ini menyadiakan rincian pendapatan, beban, untung dan rugi perusahaan pada suatu periode tertentu.
3.
Laporan Perubahan Ekuitas Laporan perubahan ekuitas adalah laporan keuangan yang secara
sistematis menyajikan informasi mengenai perubahan ekuitas perusahaan akibat operasi perusahaan dan transaksi dengan pemilik pada suatu periode akuntansi
tertentu.
Laporan
perubahan
ekuitas
bermanfaat
untuk
mengidentifikasi alasan perubahan klaim pemegang ekuitas atas aktiva perusahaan.
4.
Laporan Arus Kas Laporan arus kas merupakan laporan yang dapat memberikan
informasi tentang kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas selama satu periode tertentu. Laporan arus kas menyajikan sacara sistematis informasi tentang penerimaan dan pengeluaran kas selama satu periode tertentu berdasarkan aktivitas operasi, investasi dan pendanaan. Informasi arus kas memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai kemampuan entitas dalam menghasilkan kas dan setara kas dan kebutuhan entitas dalam menggunakan arus kas tersebut.
27
5.
Catatan atas Laporan Keuangan Menurut Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep-06/PM/2000,
catatan atas laporan keuangan merupakan laporan yang memberikan penjelasan mengenai gambaran umum perusahaan, ikhtisar kebijakan akuntansi, penjelasan pos-pos laporan keuangan dan informasi penting lainnya. Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas harus berkaitan dengan informasi yang ada dalam catatan atas laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan juga mengungkapkan informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
6.
Laporan Posisi Keuangan pada Awal Periode Komparatif Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1
(2012), laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
28
2.3
Teori Agensi Menurut Jensen dan Meckling (1976) menggambarkan hubungan agensi
sebagai suatu kontrak di bawah satu atau lebih prinsipal yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Kontrak yang efisien merupakan kontrak yang memenuhi dua asumsi, yaitu sebagai berikut : (1) Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri. (2) Resiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya. Namun pada kenyataannya agen sebagai pengelola perusahaan umumnya memiliki informasi yang lebih banyak mengenai kondisi perusahaan dibandingkan dengan prinsipal sebagai pemilik perusahaan sehingga menimbulkan terjadinya asimetri informasi. Ketimpangan informasi ini biasa disebut asymetri information. Manajemen biasanya menyembunyikan informasi yang tidak diharapkan oleh pemilik, sehingga terdapat kecenderungan dalam memanipulasi laporan keuangan perusahaan. Hal ini dapat memicu terjadinya konflik keagenan. Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen dalam hal ini adalah akuntan publik (auditor).
29
Auditor sebagai pihak ketiga yang independen diperlukan untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal melalui laporan keuangan. Dalam hal ini auditor memberikan opini atas kewajaran dari laporan keuangan perusahaan dan mengungkap permasalahan going concern yang dihadapi perusahaan apabila auditor meragukan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya menurut Rudyawan dan Badera (2009).
2.4
Tenure Tenure adalah lamanya hubungan auditor-klien diukur dengan jumlah
tahun menurut Geigher dan Raghunandan (2002). Ketika auditor mempunyai jangka waktu hubungan yang lama dengan kliennya, hal ini akan mendorong pemahaman yang lebih atas kondisi keuangan klian dan oleh karena itu maka akan cenderung untuk mendeteksi masalah going concern. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik disebutkan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama enam tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama tiga tahun buku berturut-turut. KAP dan akuntan publik tersebut dapat menerima kembali jasa audit umum setelah satu tahun tidak mengaudit klien tersebut . Semakin lama hubungan penugasan KAP oleh perusahaan, dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap tingkat independensi dari KAP tersebut.
30
Dalam Securities
laporan
yang
dikeluarkan
oleh
Bagian
Praktek
of Exchange Commission (SEC) Komite Eksekutif American
Institute of Certified Public Accountants (AICPA) 1992 dalam Sinason et al. (2001)
dinyatakan beberapa
argumen
yang dibuat tentang audit
tenure. Argumen ini menyatakan bahwa dalam jangka panjang hubungan antara auditor dan perusahaan klien akan menyebabkan masalah sebagai berikut ini: (1) Auditor
mempunyai
hubungan
manajemen klien yang menyebabkan
yang
semakin
dekat
dengan
auditor untuk mengidentifikasi
masalah manajemen dan kehilangan skeptisisme profesional. (2)
Auditor mungkin menganggap pengujian yang dilakukan sebagai
pengulangan dari perikatan sebelumnya sehingga auditor merasa sudah mengetahui lebih dulu hasil dari pengujian tersebut. Hal ini menyebabkan auditor kurang mampu untuk mengevaluasi perubahan penting dalam kondisi klien. (3) Auditor
mungkin
berkeinginan
untuk
menyelesaikan
masalah
perusahaan klien dalam rangka mempertahankan hubungannya dengan klien. Memenuhi keinginan manajemen klien mungkin menjadi prioritas auditor, dibandingkan mengikuti standar profesional. Penelitian yang berkaitan dengan faktor lamanya hubungan penugasan antara kantor akuntan publik dengan klien (Tenure) telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya diantaranya: Sinason et al. (2001), Geiger dan Raghunandan (2002), serta Juniarti dan Fitrianasari (2008).
31
Sinason et al. (2001) menguji tentang lamanya hubungan audit dengan satu klien dan faktor yang mempengaruhi auditor tenure. Variabel penelitian yang digunakan adalah: ukuran KAP, ukuran perusahaan klien client growth, resiko perusahaan, opini audit
unqualified dan auditor switching.
Penelitiannya menyebutkan bahwa auditor tenure tidak berpengaruh terhadap opini going concern. Geiger dan raghunandan (2002) meneliti mengenai auditor tenure dan kegagalan pelaporan audit. Dalam penelitiannya, mereka menggunakan analisis multivariate untuk menguji hubungan antara opini audit yang dikeluarkan ketika sebelum kebangkrutan dan lamanya hubungan audit. Penelitiannya menunjukan bahwa, secara signifikan kegagalan pelaporan audit terjadi pada tahun-tahun awal auditor berhubungan dengan klien dibanding ketika auditor telah memberikan pelayanannya untuk masa jabatan yang lama.
2.5
Reputasi Auditor Reputasi auditor menunjukkan prestasi dan kepercayaan publik yang
disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor. Reputasi kantor akuntan publik didasarkan pada kepercayaan pemakai jasa auditor bahwa auditor memiliki kekuatan monitoring yang secara umum tidak dapat diamati. Auditor yang memiliki reputasi dari nama besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik, termasuk dalam masalah pengungkapan going concern
32
demi menjaga reputasi mereka dari kesalahan-kesalahan dan kekeliruankekeliruan dalam memberikan opini auditnya. Hal tersebut dapat terjadi karena auditor berskala besar memiliki teknologi yang lebih canggih, karyawan yang lebih berbakat dan telah memperoleh pengakuan secara internasional. Kantor Akuntan Publik (KAP) bertanggung jawab pada audit atas laporan keuangan historis yang dipublikasikan oleh semua perusahaan terbuka, kebanyakan perusahaan lain yang cukup besar, dan banyak perusahaan serta organisasi non komersial yang lebih kecil. Disebabkan oleh luasnya penggunaan laporan keuangan yang telah diaudit, maka suatu hal yang umum untuk men-sinonim-kan istilah auditor dengan Kantor Akuntan Publik, walaupun terdapat beberapa tipe auditor lainnya (auditor kantor pemerintah, auditor pajak, serta auditor intern). Kantor Akuntan Publikpun seringkali dinamakan sebagai auditor eksternal atau auditor independen untuk membedakan mereka dengan auditor internal. Ukuran KAP membedakan KAP menjadi KAP besar (the big four auditor) dan KAP ukuran kecil (non the big four auditor). Pembedaan tersebut dilakukan berdasarkan jumlah klien yang dilayani oleh suatu KAP, jumlah rekan atau anggota yang bergabung, serta total pendapatan yang diperoleh dalam satu periode. Ukuran skala Kantor Akuntan Publik diukur dari jumlah klien dan prosentase dari audit fees dalam usaha mempertahankan kliennya untuk tidak berpindah pada Kantor Akuntan Publik yang lain. Auditor yang mempunyai
33
kekayaan atau asset yang lebih besar mempunyai dorongan untuk menghasilkan laporan audit yang lebih akurat dibandingkan dengan auditor dengan kekayaan yang lebih sedikit. Auditor yang memiliki kekayaan lebih besar digolongkan dalam KAP skala besar. Craswell et. al. (1995) dalam Fanny dan Saputra (2005) menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik besar dan yang memiliki afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik internasionallah yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review. Johnstone (1991) menunjukkan bahwa kualitas auditor meningkat sejalan dengan besarnya Kantor Akuntan Publik tersebut. DeAngelo (1981) mengatakan bahwa peningkatan kualitas audit akan mempertinggi skala Kantor Akuntan Publik yang juga akan berpengaruh pada klien dalam memilih Kantor Akuntan Publik. Ukuran auditor berhubungan positif dengan kualitas auditor. Economies of scale KAP yang besar akan memberikan insentif yang kuat untuk mematuhi aturan SEC sebagai cara pengembangan dan pemasaran keahlian KAP tersebut. Fanny dan Saputra (2005) menggolongkan reputasi Kantor Akuntan Publik ke dalam skala big six firms dan non big six firms untuk melihat tingkat independensi serta kecenderungan sebuah Kantor Akuntan Publik terhadap besarnya biaya audit yang diterimanya. Mutchler (1986) menggunakan proksi skala Kantor Akuntan Publik untuk variabel reputasi Kantor Akuntan Publik untuk melihat
34
kecenderungan opini audit yang diberikan kepada perusahaan yang bermasalah. Mutchler et al. (1997) menemukan bukti univariant bahwa auditor big 6 lebih cenderung menerbitkan opini audit going concern pada perusahaan yang mengalami financial distress dibandingkan dengan auditor non big 6 auditor skala besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik dibanding auditor skala kecil, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern. Semakin besar skala auditor, akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini going concern.
2.6
Disclosure
2.6.1 Pengertian Disclosure Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statement keuangan. Suwardjono (2005) mengartikan pengungkapan sebagai berikut : “Disclosure means supplying information in the financial statement, including the statement themselves, the notes to the statement, and the supplementary disclosures asociated with the statements. It does not extend to public or private statement made by management or information providedoutside the financial statement.” Suwadjono (2005) menyebutkan bahwa dalam membatasi pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan. Pengungkapan sering juga dimaknai sebagai penyediaan informasi lebih dari
35
apa yang dapat disampaikan dalam bentuk statement keuangan formal.
2.6.2 Tujuan Disclosure Disclosure dibutuhkan oleh para pengguna untuk lebih memahami informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang memungkinkan pihak pengguna untuk mengetahui kondisi suatu perusahaan. Informasi yang didapat dari suatu laporan keuangan perusahaan tergantung pada tingkat pengungkapan (disclosure) dari laporan keuangan yang bersangkutan. Secara umum, tujuan disclosure adalah menyajikan informasi yang dipandang
perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk
melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda (Suwardjono,2005), diantaranya: 1.Tujuan Melindungi Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup canggih sehingga pemakai yang perlu dilindungi dengan mengungkapkan informasi yang mereka tidak mungkin memperolehnya atau tidak mungkin mengolah informasi untuk menangkap substansi ekonomik yang melandasi suatu pos statement keuangan. Tujuan melindungi biasanya menjadi pertimbangan badan pengawas yang mendapat otoritas untuk melakukan pengawasan terhadap pasar modal (BAPEPAM).
36
2.Tujuan Informatif Tujuan informatif dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah jelas dengan tingkat kecanggihan tertentu. Dengan demikian, pengungkapan diarahkan untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan keputusan pemakai tersebut. Tujuan ini biasanya melandasi penyusunan standar akuntansi untuk menentukan tingkat pengungkapan. 3.Tujuan Kebutuhan Khusus Tujuan ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan publik dan tujuan informatif. Apa yang harus diungkapkan kepada publik dibatasi dengan apa yang dipandang bermanfaat bagi pemakai yang dituju sementara
untuk
tujuan
pengawasan,
informasi
tertentu
harus
disampaikan kepada badan pengawas berdasarkan peraturan melalui formulir-formulir yang menuntut pengungkapan secara rinci. Sedangkan menurut Hendriksen (2002:433) tujuan pengungkapan adalah untuk menyediakan informasi yang signifikan dan relevan kepada para pemakai laporan keuangan untuk membantu mereka mengambil keputusan dengan cara terbaik yang mungkin dengan pembatasan bahwa manfaatnya harus melebihi biayanya. Hal ini agar penyajian mempunyai arti yang dapat dimengerti. Bagi pihak perusahaan, laporan keuangan merupakan salah satu media utama penyampaian informasi yang mengkomunikasikan kondisi keuangan kepada pemegang saham, kreditur, stakeholders atau calon stakeholders
37
lainnya dan menjadi alat utama bagi para manajer untuk menunjukkan efektifitas pencapaian tugas dan pelaksanaan fungsi pertanggungjawaban dalam organisasi.
2.6.3 Tingkat Disclosure Tingkat disclosure menurut Hendriksen (2002:432) dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Pengungkapan memadai atau cukup (Adequate). Pengungkapan memadai adalah tingkat minimum yang harus dipenuhi agar statement keuangan secara keseluruhan tidak menyesatkan untuk kepentingan pengambian keputusan yang terarah. Pengungkapan ini merupakan pengungkapan yang diwajibkan oleh standard akuntansi yang berlaku. 2. Pengungkapan Wajar (Fair). Pengungkapan yang wajar selalu menyiratkan etika yaitu memberikan perlakuan yang sama kepada semua pembaca. Pengungkapan wajar merupakan pengungkapan cukup atau memadai ditambah dengan informasi yang dapat berpengaruh pada kewajaran laporan keuangan. 3. Pengungkapan Penuh (Full). Pengungkapan penuh mengacu pada seluruh informasi yang diberikan oleh perusahaan, baik informasi keuangan maupun non keuangan. Pengungkapan penuh tidak hanya meliputi laporan keuangan tapi juga mencakup informasi-informasi lainnya yang diberikan oleh manajemen. Pengungkapan penuh
38
menyiratkan penyajian seluruh informasi yang relevan. Pengungkapan yang layak mengenai informasi yang signifikan bagi para investor dan pihak lainnya hendaknya cukup, wajar dan lengkap. Tidak ada perbedaan yang nyata diantara konsep-konsep ini jika semuanya dipergunakan dalam konteks yang layak. Suatu tujuan positif adalah memberikan informasi yang signifikan dan relevan kepada para pemakai laporan keuangan dan membantu mereka dalam pengambilan keputusan dalam cara terbaik yang mungkin bisa dilakukan dengan syarat bahwa manfaatnya harus melebihi biayanya. Hal ini menyiratkan bahwa informasi yang tidak material atau relevan bisa diabaikan agar penyajiannya ada manfaatnya dan dapat dipahami.
2.6.4 Tipe Disclosure Disclosure merupakan sumber informasi untuk pengambilan keputusan investasi. Informasi yang diungkapkan dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu: 1. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure), merupakan pengungkapan yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam hal ini adalah peraturan yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang. 2. Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure), adalah pengungkapan yang melebihi dari yang diwajibkan oleh PSAK no. 1. Selain itu pemerintah melalui peraturan BAPEPAM SE-02/PM/2002 juga mengatur mengenai pengungkapan informasi dalam laporan keuangan tahunan
39
perusahaan-perusahaan di Indonesia. Pengungkapan informasi yang diatur oleh pemerintah maupun lembaga profesional lainnya (Ikatam Akuntan Indonesia)
merupakan
pengungkapan
yang
wajib
dipatuhi
oleh
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi perusahaan publik telah diatur oleh pemerintah dalam Keputusan Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor : KEP-134/BL/2006 Peraturan Nomor X.K.6 yang berisi tentang: (1) Kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten atau perusahaan
publik.
(2)
Bentuk
dan
isi
laporan
tahunan.
Penentuan indeks dilakukan dengan menggunakan. disclosure item pada lampiran
A
digunakan untuk menentukan disclosure yang disajikan oleh
perusahaan. Opini auditor independen atas wajar atau tidak wajarnya pengungkapan laporan keuangan sesuai dengan PSAK dan peraturan BAPEPAM SE02/PM/2002. Untuk pengukuran disclosure menggunakan dummy yaitu dengan memberikan nilai satu untuk perusahaan yang mendapatkan opini wajar, sedangkan untuk perusahaan yang mendapatan opini tidak wajar diberi nilai 0.
2.6.5 Kriteria Disclosure Laporan Keuangan 1. Umum, antara lain: a. Laporan keuangan yang diungkapkan disajikan dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar dan disajikan juga dalam bahasa Inggris. b. Menyajikan laporan keuangan dengan jelas dan mudah dibaca.
40
2. Profil Perusahaan, antara lain: a. Nama perusahaan, riwayat singkat perusahaan, bidang usaha, struktur organisasi, visi dan misi perusahaan, identitas dan riwayat hidup singkat anggota direksi, jumlah karyawan, komposisi pemegang saham, daftar anak perusahaan dan atau perusahaan asosiasi, kronologis pencatatan efek lainnya, nama dan alamat lembaga dan atau profesi penunjang pasar modal, akuntan perseroan, penghargaan atau sertifikasi yang diterima perusahaan, nama dan alamat anak perusahaan atau cabang. 3. Ikhtisar Data Keuangan, antara lain: a. Informasi posisi keuangan dalam bentuk perbandingan selama lima tahun buku atau sejak memadai usahanya jika perusahaan tersebut menjalankan kegiatan usahanya selama kurang dari lima tahun. Diantaranya memuat tentang modal kerja bersih, jumlah investasi, jumlah asset, jumlah kewajiban, jumlah ekuitas. b. Informasi hasil usaha perusahaan dalam bentuk perbandingan selama lima tahun buku atau sejak memulai usahanya jika perusahaan tersebut menjalankan kegiatan usahanya selama kurang dari lima tahun. Diantaranya memuat tentang penjualan atau pendapat usaha, laba (rugi) kotor, laba (rugi) usaha, laba (rugi) bersih, laba (rugi) bersih per saham. c. Rasio keuangan dalam bentuk perbandingan selama lima tahun buku atau sejak memulai usahanya jika perusahaan tersebut menjalankan kegiatan selama kurang dari lima tahun.
41
4. Laporan Dewan Komisaris dan Direksi, antara lain: a. Laporan Dewan Komisaris diantaranya meliputi, penilaian kerja direksi mengenai pengelolaan perusahaan, pandangan atas prosfek usaha perusahaan yang disusun oleh direksi, komite-komite yang berada dibawah pengawasan dewan komisaris, perubahan komposisi dewan komisaris (jika ada). b. Laporan Direksi diantaranya meliputi kinerja perusahaan yang mancakup kebijakan strategis, perbandingan antara hasil yang dicapai dengan yang ditargetkan, dan kendala-kendala yang dihadapi oleh perusahaan, prospek usaha, penerapan tata kelola perusahaan yang baik yang telah dilaksanakan oleh perusahaan, perubahan komposisi dewan direksi (jika ada). 5. Analisis dan pembahasan manajemen atas kinerja perusahaan, antara lain: a. Tinjauan operasi per segmen usaha, meliputi produksi atau kegiatan usaha, penjualan atau pendapatan usaha, profitabilitas, peningkatan atau penurunan kapasitas produksi. b. Uraian atas kinerja keuangan perusahaan yaitu analisis kinerja keuangan yang mencakup perbandingan antara kinerja keuangan tahun yang bersangkutan dengan tahun sebelumnya (dalam bentuk narasi dan tabel), antara lain mengenai: 1. Asset lancar, asset tidak lancar, dan jumlah asset. 2. Kewajiban lancar, kewajiban tidak lancar, dan jumlah kewajiban. 3. Penjualan atau pendapatan usaha.
42
4. Beban usaha. 5. Laba atau rugi bersih. c. Bahasan tentang struktur modal, kebijakan manajemen atas struktur modal, dan tingkat solvabilitas perusahaan. d. Uraian tentang komponen-komponen substantial dari pendapatan dan beban lainnya, untuk dapat mengetahui hasil usaha perusahaan. e. Uraian tentang prospek usaha perusahaan yaitu uraian mengenai prospek perusahaan sehubungan dengan industri, ekonomi secara umum dan pasar international serta dapat disertai data pendukung kuantitatif jika ada sumber data yang dapat dipercaya. f. Uraian mengenai perubahan kebijakan akuntansi yaitu uraian mengenai perubahan kebijakan akuntansi, alasan dan dampaknya terhadap laporan keuangan. 6.
Informasi Keuangan, antara lain: a. Adanya laporan auditor independen atas laporan keuangan. b. Memuat laporan keuangan yang lengkap: 1. Neraca 2. Laporan laba rugi 3. Laporan perubahan ekuitas 4. Laporan arus kas 5. Catatan atas laporan keuangan 6. Neraca pada awal periode komparatif
43
c. Penyajian arus kas, meliputi: 1. Pengelompokkan dalam tiga aktivitas, mencakup aktivitas operasi, investasi dan pendanaan. 2. Penggunaan metode langsung (direct method) untuk melaporkan arus kas dari aktivitas operasi. 3. Pengungkapan aktivitas yang tidak mempengaruhi arus kas. 4. Pemisahan penyajian antara penerimaan kas dan atau pengeluaran kas kepada pelanggan (customer), karyawan, pemasok dan pembayaran pajak selama tahun berjalan pada aktivitas operasi. 5. Penyajian penambahan dan pembayaran utang jangka panjang serta dividen pada aktivitas pendanaan. d. Pengungkapan yang berhubungan dengan properti investasi, antara lain: 1. Uraian menganai kebijakan akuntansi yang dipilih antara model nilai wajar dan model biaya. 2. Metode dan asumsi signifikan yang diterapkan dalam menentukan nilai wajar dari properti investasi. 3. Apakah penilaian nilai wajar properti investasi didasarkan atas penilaian oleh penilaian independen. Apabila tidak ada penilaian seperti itu, hal tersebut harus diungkapkan. 4. Rekonsiliasi nilai tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode.
44
5. Jumlah yang diakui dalam laporan laba rugi yang berasal dari properti investasi (penghasilan rental, beban operasi langsung, perubahan kumulatif dalam nilai wajar). e. Pengungkapan yang berhubungan dengan perpajakan. Hal-hal yang harus diungkapkan selain jenis dan jumlah utang pajak, antara lain: 1. Rekonsiliasi antara beban (penghasilan) pajak degan hasil perkalian laba akuntansi dengan tarif yang berlaku dengan mengungkapkan dasar perhitungan tarif pajak yang berlaku. 2. Rekonsiliasi fiskal dan perhitungan beban pajak kini. 3. Pernyataan bahwa Laba Kena Pajak (LKP) hasil rekonsiliasi menjadi dasar dalam pengisian SPT Tahunan PPh Badan. 4. Rincian asset dan kewajiban pajak tangguhan yang disajikan pada neraca untuk setiap periode penyajian, dan jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui pada laporan laba rugi apabila jumlah tersebut tidak terlihat dari jumlah asset atau kewajiban pajak tangguhan yang diakui pada neraca. f. Pengungkapan yang berhubungan dengan instrumen keuangan, meliputi: 1. Persyaratan, kondisi dan kebijakan akuntansi untuk setiap kelompok instrumen keuangan. 2. Klasifikasi instrumen keuangan. 3. Nilai wajar tiap kelompok instrumen keuangan.
45
4. Penjelasan risiko yang terkait dengan istrumen keuangan: risiko pasar, risiko kredit dan risiko likuiditas. 5. Tujuan dan kebijkan manajemen risiko keuangannya.
2.7
Kondisi Keuangan Perusahaan Kondisi keuangan perusahaan adalah suatu tampilan secara utuh atas
keuangan perusahaan selama periode atau kurun waktu tertentu. Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan kesehatan perusahaan sesungguhnya. Masalah
going concern
banyak ditemukan pada perusahaan yang sakit.
McKeown et. al. (1991) menyatakan semakin buruk kondisi perusahaan maka semakin besar kemungkinan pengungkapan opini audit going concern, begitu pula sebaliknya. Mengacu pada penelitian yang dilakukan Santosa dan Wedari (2007) yang menggunakan model prediksi kebangkrutan untuk mengukur kondisi keuangan perusahaan menggunakan rasio – rasio keuangan model prediksi kebangkrutan The Zmijeski Model 1984. The Zmijeski Model 1984 menggunakan analisis rasio yang mengukur kondisi keuangan perusahaan dengan menggunakan rasio leverage dan likuiditas untuk model prediksinya. Model yang dikembangkannya adalah sebagai berikut:
46
Z = -4.3 – 4.5 Z1 + 5.7 Z2 – 0.004 Z3 Dimana:
Z1 = ROA (Return on Asset) Z2 = Leverage (debt to equity ratio) Z3 = Likuiditas (current ratio)
2.8
Going Concern
2.8.1 Pengertian Going Concern Going concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Ketika suatu entitas bisnis dinyatakan going concern, artinya entitas tersebut dinyatakan mampu untuk mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka waktu yang panjang dan tidak mengalami likuidasi dalam jangka waktu yang pendek (Setyarno et al.,2006). Arens et. al. (2010:52) menyatakan bahwa : “The existence of one or more of the following factors causes uncertainly about the ability of a company to continue as going concern: 1. Significant recurring operation losses or working capital deficiencies. 2. Inability of the company to pay its obligations as they come due. 3. Loss of major customers, the occurrence of uninsured catastrophes such as an earthquake or flood, or unusual labor difficulties. 4. Legal proceedings, legislation, or similar matters that have occurred that might jeopardize the entity’s ability to operate.” Pernyataan tersebut menyatakan mengenai faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan adalah (1) usaha
yang besar secara berulang atau kekurangan modal
kerugian kerja, (2)
ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo
47
dalam jangka pendek, (3) kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan seperti gempa bumi dan banjir atau masalah perburuhan yang tidak biasa, serta (4) perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang sering terjadi. Menurut SPAP (PSA No. 30 SA Seksi 341, 2011) going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya, informasi yang secara signifikan berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup entitas adalah berhubungan dengan ketidakmampuan entitas dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aset kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, dan kegiatan serupa lain.
2.8.2 Opini Going Concern Opini going concern merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh auditor untuk mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2011). SPAP (PSA No.30 SA Seksi 341, 2011) menyatakan bahwa auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak laporan keuangan yang sedang diaudit. Opini going concern dapat diberikan jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian yang besar pada sebuah perusahaan dalam mempertahankan
48
kelangsungan usahanya. Auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai situasi atau peristiwa tertentu yang jika dipertimbangkan secara menyeluruh dapat menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Signifikan atau tidaknya kondisi atau peristiwa tersebut akan tergantung atas keadaan, dan beberapa diantaranya kemungkinan hanya menjadi signifikan jika ditinjau bersama-sama dengan kondisi atau peristiwa yang lain. Berikut ini beberapa kondisi yang dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pemberian opini going concern (SPAP PSA No. 30 SA Seksi 341,2011) : 1. Trend negatif Sebagai contoh, kerugian operasi yang berulang kali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang buruk. 2. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan Sebagai contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aset. 3. Masalah intern Sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses proyek tertentu, komitmen
49
jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi. 4. Masalah luar yang telah terjadi Sebagai contoh, pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undangundang atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi, kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan, namun dengan pertanggungan yang tidak memadai. Contoh paragraf penjelas tentang kelangsungan hidup usaha menurut SPAP (PSA No. 30 SA Seksi 341,2011) : “Menurut pendapat kami, laporan keuangan yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan PT KXT tanggal 31 Desember 20x2, dan hasil usaha serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada taanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Lampiran keuangan terlampir telah disusun dengan anggapan perusahaan akan melanjutkan usahanya secara berkelanjutan. Seperti yang diuraikan dalam catatan X atas laporan keuangan, perusahaan telah mengalami kerugian yang berulangkali dari usahanya dan mengakibatkan saldo ekuitas negatif serta pada tanggal 31 Desember 20x2, jumlah liabilitas lancar perusahaan melebihi jumlah asset sebesar Rp YYY. Rencana manajemen untuk mengatasi masalah ini juga telah diungkapkan dalam catatan X. laporan keuangan terlampir tidak mencakup penyesuaian yang berasal dari masalah tersebut”.
50
2.9
Kerangka Pemikiran Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai
suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (prinsipal) meminta pihak lainnya (agen) untuk melaksanakan sejumlah pekerjaan atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Jika kedua pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka maka ada kemungkinan bahwa agen tidak akan selalu bertindak untuk kepentingan terbaik prinsipal. Dengan tujuan memotivasi agen maka prinsipal merancang kontrak sedemikan rupa sehingga mampu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien merupakan kontrak yang memenuhi dua asumsi, yaitu sebagai berikut ini: (1) Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri. (2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya. Namun, pada kenyataannya agen sebagai pengelola perusahaan umumnya memiliki
informasi
dibandingkan
dengan
yang
lebih
prinsipal
banyak
mengenai
sebagai
pemilik
kondisi perusahaan
perusahaan sehingga
menimbulkan terjadinya asimetri informasi. Eisenhardt (1989) menyatakan ada
51
tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan, yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia
tersebut
manajer
akan
cenderung
bertindak
oportunis,
yaitu
mengutamakan kepentingan pribadi dan hal ini memicu terjadinya konflik keagenan sehingga diperlukan peran pihak ketiga yaitu auditor independen untuk mengevaluasi pertanggungjawaban keuangan manajemen dan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Auditor sebagai pihak ketiga yang independen bertugas untuk melaksanakan pengawasan terhadap kinerja agen atau manajemen perusahaan melalui laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Auditor bertugas untuk menilai dan memeriksa apakah laporan keuangan yang dibuat manajemen telah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum atau Tidak. Seperti yang dikatakan oleh Menon dan Williams, 1991: “Auditors have unique training and expertise in audits, not in assessing the firm’s future financial prospects. Further, investors are able to form their own assessments of the likelihood thet the firm will be a going concern using a variety of information sources, including, financial statements. At the same time, auditors have access to insider information that could allow them to form superior judgments to those formed by investors who do not have access to similiar information. “ Selain melakukan pengawasan terhadap laporan keuangan dan memastikan laporan keuangan terbebas dari salah saji material, auditor juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan opini kelangsungan hidup perusahaan bukan untuk menilai keuangan perusahaan dimasa yang akan datang. Hal tersebut sesuai
52
dengan persyaratan (Arens,2008:66) yang mengemukakan bahwa sekalipun tujuan adanya auditor bukan untuk mengevaluasi kesehatan keuangan perusahaan, auditor memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi apakah perusahaan mempunyai kemungkinan untuk bertahan lama atau tidak (going concern). Dalam SA Seksi 341 disebutkan juga bahwa auditor bertanggung jawab untuk menilai mengenai kemampuan perusahaan untuk mempertahankan
kelangsungan
hidupnya dalam perioda waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit (IAI, 2001). Oleh karena itu berdasarkan laporan auditor independen, pemegang saham dan pengguna laporan keuangan lainnya juga dapat memperoleh informasi
mengenai
kemampuan
perusahaan
untuk
melanjutkan usahanya. Laporan audit yang berhubungan dengan going concern dapat memberikan peringatan awal bagi pemegang saham dan pengguna laporan keuangan lainnya guna menghindari kesalahan dalam pembuatan keputusan (Mutchler,1984). Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha dan merupakan asumsi dalam laporan keuangan suatu entitas sehingga jika suatu entitas mengalami kondisi yang sebaliknya, entitas tersebut menjadi bermasalah (Petronela,2004) dalam Santosa dan Wedari (2007). Going concern disebut juga kontinuitas yang merupakan asumsi akuntansi yang memperkirakan suatu bisnis akan berlanjut dalam jangka waktu yang tidak terbatas (Syahrul,2000) dalam Santosa dan Wedari (2007). Dengan adanya opini audit going concern, membantu para investor dalam mengambil keputusan berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat kondisi ekonomi menjadi sesuatu yang tidak pasti.
53
Seperti yang dikatakan oleh Menon dan Williams, 1991 : “One reason a going concern audit report may elicit a reaction from investors is that it can provide new information on the status of the client’s negotiations with lenders and the client’s plans to raise financing. “ Hal tersebut menunjukkan bahwa laporan audit going concern menambah informasi baru kepada investor untuk mempertimbangkan kembali dalam mengambil keputusan. Penelitian tersebut menyatakan bahwa pada saat auditor mengeluarkan opini going concern pada perusahaan tertentu maka reaksi investor adalah negatif maksudnya adalah perusahaan tersebut akan kesulitan mendapatkan pinjaman atau para investor akan mempertimbangkan kembali. Maka pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas harus diterbitkan tanpa memperhatikan pengungkapan dalam laporan keuangan (Arens, 2008 : 63). Opini going concern bukanlah merupakan sebuah opini yang mudah dikeluarkan oleh seorang auditor. Bagaimanapaun juga hampir tidak ada panduan yang jelas atau penelitian yang sudah ada yang dapat dijadikan acuan pemilihan tipe opini going concern yang harus dipilih. Tenure adalah lamanya hubungan auditor klien diukur dengan jumlah tahun (Geigher Raghunandan,2002). Ketika auditor mempunyai jangka waktu hubungan yang lama dengan kliennya, hal ini akan mendorong pemahaman yang lebih atas kondisi keuangan klien dan oleh karena itu mereka akan cenderung untuk mendeteksi masalah going concern. Reputasi auditor menunjukkan prestasi dan kepercayaan publik yang disandang auditor atas nama besar yang dimilikinya. Auditor yang memiliki reputasi dan nama besar diharapkan dapat menyediakan kualitas audit yang lebih
54
baik, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern demi menjaga reputasi mereka. Hal tersebut dapat terjadi karena auditor berskala besar memiliki teknologi yang lebih canggih, karyawan yang lebih berbakat dan telah memperoleh pengakuan secara internasional. Disclosure adalah pengungkapan atau penjelasan, pemberian informasi oleh perusahaan, baik yang positif maupun yang negatif, yang mungkin berpengaruh atas suatu keputusan investasi. Disclosure dibutuhkan oleh para pengguna untuk lebih memahami informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Kondisi
keuangan
perusahaan
menggambarkan
tingkat
kesehatan
perusahaan yang sebenarnya. Rudyawan dan Badera (2009) menyatakan bahwa semakin baik kondisi keuangan perusahaan semakin kecil kemungkinan auditor memberikan Opini going concern. Auditor hanya memberikan Opini going concern jika perusahaan mengalami kesulitan melanjutkan kelangsungan usahanya.
2.10
Pengaruh Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen
2.10.1 Pengaruh Tenure terhadap Opini Going Concern Tenure yang merupakan lamanya hubungan yang terjalin antara KAP dengan klien dianggap akan memberi pengaruh terhadap dikeluarkannya opini going concern karena auditor sudah memahami kondisi keuangan klien.
55
Januarti dan Fitrianasari (2008) hasil penelitiannya menyatakan bahwa independensi auditor dalam memberikan opini going concern tidak terganggu dengan terjadinya perikatan yang lama antara auditee dengan KAP. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Junaidi dan Hartono (2010) menunjukkan bahwa tenure berpengaruh pada opini going concern dimana semakin lama hubungan antara auditor dengan klien maka akan semakin memperkecil kemungkinan perusahaan akan mendapat opini going concern. Hubungan antara tenure dengan dikeluarkannya opini going concern akan menjadi hipotesis pertama dalam penelitian ini.
2.10.2 Pengaruh Reputasi Auditor terhadap Opini Going Concern Dengan tugasnya untuk bisa menyediakan informasi yang berkualitas maka auditor bertanggung jawab atas opini yang dikeluarkannya atas suatu laporan keuangan. Lennox (1999) mengatakan: “Large auditors are significantly more likely to give going-concern qualifications to failing companies and clean opinions to non-failing companies. However, even after controlling for differences between large and small auditors’ clients, large auditors give significantly more accurate reports compared to small auditors.” Dari pernyataan tersebut bisa disimpulkan bahwa KAP besar dengan reputasi yang baik secara signifikan lebih memungkinkan memberikan opini going concern terhadap perusahaan yang gagal. Serta KAP besar secara signifikan bisa memberikan opini yang lebih akurat jika dibandingkan dengan KAP kecil. Januarti dan Fitrianasari (2008) mengatakan bahwa hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa reputasi auditor atau dalam hal ini reputasi KAP
56
tidak berpengaruh terhadap pemberian going concern opinion. Hal ini disebabkan KAP yang sudah memiliki reputasi yang bagus akan bertindak objektif dalam memberikan opininya guna menjaga reputasinya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Junaidi dan Hartono (2010) menunjukkan bahwa reputasi auditor berpengaruh pada opini going concern. Semakin besar reputasi Kantor Akuntan Publik maka semakin besar kualitas audit yang diberikannya. Moradi, Salehi, dan Shirdel (2011) dalam penelitiannya mengatakan : “Result of this research show that larger audit firms always don’t provide higher quality audit than the smaller audit firms.” Hal tersebut menunjukkan bahwa KAP yang besar (denga reputasi yang bagus) tidak selalu memberikan kualitas audit yang lebih baik dari KAP kecil (dengan reputasi yang kurang bagus). Hubungan antara reputasi auditor dengan dikeluarkannya opini going concern akan menjadi hipotesis kedua dalam penelitian ini.
2.10.3 Pengaruh Disclosure terhadap Opini Going Concern Dalam penelitian yang dilakukan oleh Haron et. al. (2009) disebutkan bahwa: “That disclosure has a significant effect on the issuance of a going concern opinion.” Dari pernyataan tersebut bisa dilihat bahwa disclosure memiliki pengaruh signifikan terhadap diberikannya Opini going concern oleh auditor. Sehingga perlu diperhatikan apakah laporan keuangan yang diaudit telah disusun sesuai
57
dengan PSAK yang berlaku. Sedangkan dalam penelitian Junaidi dan Hartono (2010) juga menunjukkan bahwa disclosure berpengaruh secara signifikan terhadap going concern opinion yang dikeluarkan oleh auditor. Hubungan antara disclosure dengan dikeluarkannya opini going concren akan menjadi hipotesis ketiga dalam penelitian ini.
2.10.4 Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan terhadap Opini Going Concern Kondisi keuangan perusahaan adalah suatu tampilan secara utuh atas keuangan perusahaan selama periode atau kurun waktu tertentu. Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan perusahaan yang sebenarnya. Rudyawan dan Badera (2009) menyatakan bahwa semakin baik kondisi keuangan perusahaan semakin kecil kemungkinan auditor memberikan Opini going concern. Auditor hanya memberikan Opini going concern jika perusahaan mengalami kesulitan melanjutkan kelangsungan usahanya. Hubungan antara kondisi keuangan perusahaan dengan dikeluarkannya opini going concern akan menjadi hipotesis keempat dalam penelitian ini.
2.10.5 Pengaruh Tenure Reputasi Auditor, Disclosure dan Kondisi Keuangan Perusahaan terhadap Opini Going Concern Penelitian ini berusaha menjelaskan pengaruh tenure, reputasi auditor, disclosure, dan kondisi keuangan perusahaan terhadap opini going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia
58
tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Penelitian yang berhubungan dengan tenure, reputasi auditor, disclosure, dan kondisi keuangan perusahaan terhadap Opini going concern dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Januarti dan Fitrianasari (2008) Tentang analisis rasio keuangan dan rasio non keuangan yang mempengaruhi auditor dalam memberikan opini audit going concern pada auditee dengan menggunakan regresi logistik memberikan bukti empiris bahwa rasio likuiditas, opini audit tahun sebelumnya, dan audit lag berpengaruh signifikan. Sedangkan rasio profitabilitas, rasio aktivitas, rasio leverage, rasio pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan, reputasi KAP, dan audit client tenure tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern. 2. Rudyawan dan Badera (2009) Tentang opini audit going concern kajian berdasarkan model prediksi kebangkrutan, pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor dengan menggunakan regresi logistik memberikan bukti empiris bahwa variabel model prediksi kebangkrutan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Sedangkan pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hubungan antara tenure, reputasi auditor, disclosure dan kondisi keuangan perusahaan terhadap opini going concern akan menjadi hipotesis kelima dalam penelitian ini.
59
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka hubungan antar variabel dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
H1 Tenure
H2 Reputasi Auditor H5 Opini Going Concern Disclosure
H3
H4 Kondisi Keuangan Perusahaan
Keterangan :
= Variabel diteliti secara simultan = Variabel diteliti secara parsial
60
2.11 Hipotesis Penelitian Sugiyono (2009:93) menyatakan Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang dikemukakan baru berdasarkan pada teori yang peneliti peroleh, belum berdasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh melalui pengumpulan dan analisis data. Maka dari itu, berdasarkan teori dan kerangka pikiran yang telah peneliti kemukakan sebelumnya maka hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Tenure mempengaruhi dikeluarkannya Going Concern Opinion oleh auditor. H2 : Reputasi Auditor mempengaruhi dikeluarkannya Going Concern Opinion oleh auditor. H3 : Disclosure mempengaruhi dikeluarkannya Going Concern Opinion oleh auditor. H4 : Kondisi Keuangan Perusahaan mempengaruhi dikeluarkannya Going Concern Opinion oleh auditor. H5 : Tenure, Reputasi Auditor, Disclosure, dan Kondisi Keuangan Perusahaan mempengaruhi dikeluarkannya Going Concern Opinion oleh auditor.