10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal Otonomi implementasi
daerah dari
dan
sistem
desentralisasi desentralisasi.
fiskal
merupakan
Otonomi
daerah
diimplementasikan melalui UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Desentralisasi fiskal diimplemetasikan melalui UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Sahrul, 2011:113). Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem NKRI [UU No.23/2014, Pasal 1]. Desentralisasi fiskal adalah kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur alokasi penerimaan dan alokasi pengeluarannya (APBD) sesuai kebutuhan daerah. Berdasarkan konsep money follows function, Pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah harus diikuti dengan pemberian sumber-sumber pendanaan. Hal tersebut dilakukan untuk mendukung terlaksanannya otonomi daerah. Pernyataan diatas telah dijelaskan dalam UU No.33/2004, bahwa penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah.
11
Tujuan utama diberlakukannya otonomi daerah adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Desentralisasi
fiskal
merupakan salah satu instrumen yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan dari otonomi daerah melalui mekanisme hubungan keuangan
(Rochjadi,
2006:6-7
dalam
Badrudin,
2012:39).
Desentralisasi fiskal menjadikan daerah memiliki sumber-sumber pendanaan yang nantinya dialokasikan untuk memberikan layanan publik. Pelayanan publik dapat berupa penyediaan infrastruktur, sarana, dan prasarana seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan transportasi. Penyediaan pelayanan publik ini yang nantinya akan mendorong perekonomian
daerah
dan
meningkatkan
kesejahteraan
dalam
masyarakat. Membaiknya kondisi perekonomian dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat dalam menghasilkan barang dan jasa atau Produk Domestik Bruto suatu daerah (PDRB). B. Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi. Pembangunanan ekonomi memiliki cakupan yang lebih luas tidak hanya membahas aspek ekonomi namun aspek-aspek lainnya seperti aspek sosial, budaya, politik, dan agama (Arsyad, 2010:11). Berdasarkan pengertian tersebut, maka pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu faktor penting dalam mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi melalui aspek ekonomi. Teori pertumbuhan ekonomi dibedakan atas beberapa mashab. Penelitian ini tidak membahas semua teori ekonomi tetapi hanya beberapa teori yang diaggap representatif.
12
1. Teori pertumbuhan Harrod-Domar Teori pertumbuhan Harrod-Domar mengatakan bahwa syarat agar perekonomian bisa terus tumbuh dan berkembang adalah pembentukan modal yang produktif dan tabungan sebagai sumber investasi. Produktivitas investasi adalah banyaknya output yang dihasilkan dari satu unit investasi (Arsyad, 2010:83-86). Rasio tabungan memiliki hubungan yang positif, sedangkan rasio modal memiliki hubungan negatif dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat tabungan yang diinvestasikan, maka output yang dihasilkan akan meningkat dan berdampak pada naiknya pertumbuhan ekonomi. Modal yang tidak produktif akan menyebabkan turunnya tingkat pertumbuhan output (Smith dan Todaro, 2006:129). Harrod-Dommar mengatakan bahwa pembentukan modal merupakan faktor terpenting dalam menentukan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena pembentukan modal merupakan pengeluaran perekonomian
yang
mampu
dalam
meningkatkan
menghasilkan
kemampuan
barang
dan
jasa
suatu dan
meningkatkan permintaan barang/jasa oleh masyarakat (Mukhklis dan Frisdiantara, 2016:55-56).
13
2. Teori pertumbuhan Endogen Teori pertumbuhan endogen mengatakan bahwa faktor penentu cepat atau lambatnya tingkat pertumbuhan ekonomi adalah faktorfaktor yang berasal dari dalam sistem itu sendiri, yaitu teknologi dan akumulasi modal (Arsyad, 2010:92). Kenaikan pada faktor produksi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Modal terdiri dari modal fisik dan sumber daya manusia (Idris, 2016:60). Peningkatan modal sumber daya manusia dapat diperoleh melalui investasi publik dalam meyediakan pelayanan publik, seperti pelayanan dibidang kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur (Ristek, 2009:192). Pelayanan publik tersebut akan meningkatkan tenaga kerja yang produktif sehingga berdampak pada peningkatan output yang dihasilkan. Teori pertumbuhan endogen menganggap bahwa investasi pada modal fisik dan sumber daya manusia akan menciptakan pertumbuhan
ekonomi
yang
berkesinambungan.
Hal
tersebut
disebabkan karena pada modal pertumbuhan endogen tidak terjadi diminishing marginal of capital melainkan terjadi increasing return to scale (Smith dan Todaro, 2006:172). Teori pertumbuhan endogen sejalan dengan teori pertumbuhan Harrod-Domar yang menyatakan bahwa modal yang produktif adalah faktor penentu yang sebenarnya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Arsyad, 2010:86).
14
C. Teori Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan suatu kebijakan (Mangkoesoebroto, 1995:169). Strategi yang disarankan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan kebijakan publik yang ditujukan untuk menyediakan pelayanan publik disegala bidang (Case dan Fair, 2007:322). Pembangunan
nasional tahun 2016 difokuskan untuk
meningkatkan pembangunan infrastruktur yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hal tersebut belanja pembangunan ditahun 2016 mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun anggaran 2015. Anggaran untuk belanja pembangunan infrastruktur tahun 2016 mencapai 313,5 triliun miliar atau 15% dari total RAPBN TA 2016 yang sebesar 2.095,72 triliun miliar. Anggaran infrastruktur tahun 2015 mencapai 290,3 triliun miliar atau 14% dari total APBNP TA 2015 yang sebesar 1.984,1 triliun miliar (Mangeswur, 2015:18). Berikut ini teori yang menjadi dasar pengeluaran pemerintah. 1. Teori Rostow dan Musgrave Rostow membagi tahap pembangunan ekonomi menjadi 5 yaitu tahap masyarakat tradisional, tahap prasyarat lepas landas, tahap lepas landas, tahap kematangan, dan tahap penggunaan masa yang tinggi (Mukhklis dan Frisdiantara, 2016:55). Tahapan pembangunan ekonomi menurut Rostow dijelaskan dalam bentuk kurva yang eksponensial, seperti kurva dibawah ini.
15
Gambar 2.1 : Perkembangan pengeluaran pemerintah menurut Rostow-Musgrave dan Peacock-Wiseman Sumber : (Dumairy, 1997:164) Rostow
bersama
Musgrave
mengembangkan
model
pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah. Model ini menghubungkan antara pengeluaran pemerintah dengan tahapan pembangunan yang dikembangkan oleh Rostow. Model pembangunan oleh Rostow dan Musgrave membagi pengeluaran pemerintah dalam 3 tahapan, yaitu tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut pembangunan (Dumairy, 1997:163). Tahap awal perkembangan ekonomi suatu daerah, investasi publik oleh pemerintah akan lebih besar dibandingkan investasi swasta. Investasi pemerintah terfokus kepada pengeluaran publik dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran publik tersebut berupa
penyediaan sarana dan prasarana seperti pendidikan,
kesehatan, dan transportasi (Prasetya, 2012:6)
16
Tahap menengah pembangunan ekonomi, peran investasi pemerintah masih dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas. Peran investasi sudah mulai masuk dan porsinya cukup besar, namun tidak mengurangi besarnya peran pemerintah. Hal ini disebabkan karena pemerintah harus mengatasi kegagalan pasar yang diakibatkan besarnya peran swasta (Idris, 2016: 33). Tahap ekonomi yang lebih lanjut, investasi swasta menggantikan peran pengeluaran pemerintah dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi
(Mangkoesoebroto,
1995:170).
Peran
pengeluaran pemerintah akan beralih menjadi penyedia saran prasarana sosial, seperti program kesejahteraan hari tua, pelayanan kesehatan, dan sebagainya. 2. Hukum Wagner Wagner yakin tentang
munculnya kegagalan pasar dan
eksternalitas. Wagner mengemukakan bahwa jika pendapatan perkapita mengalami kenaikan maka secara relatif pengeluaran pemerintah juga akan mengalami kenaikan (Dumairy, 1997:161). Tumbuhnya perekonomian akan menyebabkan rumitnya hubungan industri
dengan
sebagainya.
industri,
Berdasarkan
industri hal
dengan
tersebut
masyarakat,
kenaikan
dan
pengeluaran
pemerintah disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, dan sebagainya (Mangkoesoebroto, 1995:171).
17
3. Teori Peacock dan Wiseman Teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah akan selalu berusaha memperbesar pengeluaran pemerintah melalui peningkatan
pendapatan
pemerintah
berupa
pajak.
Hal
ini
menunjukan bahwa naiknya pendapatan pemerintah akan diikuti naiknya
pengeluaran
pemerintah.
Masyarakat
akan
bersedia
membayar pajak pada tingkatan tertentu. Hal ini disebabkan karena masyarakat sadar perlunya pemungutan pajak untuk membiayai pengeluaran pemerintah (Idris, 2016: 37). Toleransi pajak oleh masyarakat
sebesar
25%
dari
pendapatan
nasional/GNP
(Mangkoesoebroto, 1995:176). Pada kondisi normal, ketika GNP mengalami kenaikan akan menyebabkan kenaikan pada pendapatan pemerintah yang diikuti naiknya pengeluaran pemerintah. Terganggunya kondisi normal tersebut, misal karena adanya gangguan sosial maka aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Pajak tidak akan cukup untuk mengatasi gangguan sosial sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Selanjutnya, muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Berdasarkan penjelasan diatas, diketahui bahwa
hal
yang menyebabkan
kenaikan
pada
pengeluaran
pemerintah tidak hanya naiknya GNP tetapi juga utang dan bunga (Prasetya, 2012:8).
18
D. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi PAD merupakan salah satu komponen dari sumber pendapatan daerah yang berasal dalam daerahnya sendiri. Berdasarkan teori pertumbuhan endogen, faktor penentu pertumbuhan ekonomi adalah faktor-faktor produksi yang berasal dari daerah itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut PAD memiliki peranan yang penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang diproksikan sebagai modal. PAD akan menjadi modal pemerintah dalam membiayai kegiatan yang dapat meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi,
seperti
pembangunan
infrastruktur, sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, dan peyediaan pelayanan publik lainnya. Pajak dan retribusi merupakan kompenen dengan kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan PAD. Berdasarkan hal tersebut naiknya PAD harus diikuti dengan naiknya pengalokasian dana tersebut. Hal ini disebabkan karena realisasi penerimaan PAD yang lebih besar dibandingkan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan penurunan PDRB (Lucky, 2011:36). Penurunan PDRB disebabkan karena kenaikan pajak akan menurunkan pendapatan yang diterima masyarakat, sehingga konsumsi masyarakat turun. Penurunan konsumsi tersebut akan menyebabkan permintaan masyarakat akan barang dan jasa berkurang, sehingga mengurangi pendapatan yang diterima pelaku usaha (Case dan Fair, 2007: 104).
19
Begitu pula sebaliknya, pengeluaran pemerintah yang lebih besar atau sama dengan realisasi pendapatan dari pajak akan meningkatkan PDRB. Kenaikan PDRB disebabkan karena realisasi belanja daerah dapat meningkatkan output dan pendapatan (Case and Fair, 2007:102). Pengeluaran pemerintah mampu mengembalikan pajak kepada
masyarakat
berupa
penyediaan
pelayanan
publik
dan
menstimulus sektor-sektor potensial yang mampu mengembangkan dan menumbuhkan perekonomian daerah. Berdasarkan pernyataan diatas, disimpulkan bahwa PAD dapat menimbulkan pengaruh yang positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi disuatu daerah. Hal tersebut didukung oleh penemuan pada beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan. Penelitian Putri, Gunantoro, Saimul (2013) menunjukan bahwa pertumbuhan PAD secara
statistik
berpengaruh
negatif
dan
signifikan
terhadap
pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung tahun 2010-2013. Efek negatif PAD disebabkan karena penarikan pajak berakibat pada PDRB yang dihasilkan berbagai sektor pendapatan di Provinsi Lampung tidak berjalan secara maksimal. Penelitian oleh Anis Setiyawati (2007) menemukan bahwa PAD berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena pajak dan retribusi daerah dikembalikan kepada
masyarakat
perekonomian daerah.
untuk
mengembangkan
dan
menumbuhkan
20
E. Pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Pertumbuhan ekonomi DBH merupakan dana transfer dari pemeritah pusat yang dibagikan berdasarkan prinsip by origin, artinya daerah penghasil akan mendapatkan porsi yang lebih besar dibandingkan Kabupaten/Kota lain dalam satu Provinsi. DBH disusun atas DBH pajak dan SDA. DBH bersifat unconditional grant sehingga pemerintah daerah memiliki keleluasaan
dalam
pengelolaannya.
Besarnya
penerimaan
dan
kebebasan pengelolaan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus bijaksana dalam pengalokasiannya karena berdasarkan penelitian terdahulu dan efek pengganda, DBH dapat berpengaruh positif ataupun negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika pendapatan daerah dari DBH mengalami kenaikan maka pemerintah
juga
harus
memperbesar
pengeluarannya.
Hal
ini
disebabkan karena DBH yang berasal dari pungutan pajak akan menurunkan pendapatan masyarakat. Turunnya pendapatan masyarakat berdampak pada turunnya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa. Penurunan permintaan atas barang dan jasa inilah yang dapat menurunkan
kegiatan
ekonomi.
Pengeluaran
pemerintah
akan
menyebabkan bertambahnya output dan pendapatan (Case dan Fair, 2007:102). Hal ini disebabkan karena pengeluaran pemerintah digunakan untuk menstimulus sektor-sektor potensial yang mampu mengembangkan dan menumbuhkan perekonomian daerah.
21
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa DBH dapat memberikan efek negatif dan positif bagi pertumbuhan ekonomi. Pernyataan diatas juga dijelaskan dalam efek angka pengganda baik pengganda belanja pemerintah, pajak, dan anggaran berimbang. Besarnya pengeluaran pemerintah dibandingkan realisasi pendapatan dari pajak akan meningkatkan PDRB. Realisasi penerimaan yang lebih besar dibandingkan realisasi pengeluaran pemerintah akan menurunkan PDRB. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan penerimaan dari pajak harus diikuti peningkatan pada pengeluaran pemerintah secara berimbang (Case and Fair, 2007:102-106). Pernyataan diatas juga diperkuat oleh penelitian-penelitian terdahulu, seperti penelitian oleh Guntur Hendriwiyanto (2014) menemukan bahwa DBH berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Guntur (2014) meningkatnya DBH akan meningkatkan pula semua jenis alokasi anggaran pengeluaran daerah termasuk salah satunya adalah pengeluaran modal. Hasil penelitian Putri, Gunantoro, Saimul (2013) didukung oleh temuan dari Dihan Lucky (2011) yang menemukan bahwa pajak daerah memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Efek negatif disebabkan karena kenaikan pajak daerah membawa efek negatif pada belanja tidak langsung, sehingga membawa dampak negatif pada pertumbuhan ekonominya
22
F. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pertumbuhan ekonomi DAU merupakan sumber pendapatan daerah yang selalu memiliki porsi terbesar dibandingkan sumber-sumber pendapatan lainnya dengan jumlah yang terus meningkat setiap tahunnya (DJPK, 2013:179). Porsi yang besar menjadikan DAU sebagai sumber dana yang potensial untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini disebabkan oleh besarnya dana akan diikuti dengan besarnya pengalokasi dana tersebut. Besarnya belanja pemerintah untuk membiayai
belanja
gaji
pegawai
menimbulkan
kekhawatiran
pemerintah pusat akan defisit anggaran pemerintah daerah. Berdasarkan hal tersebut pemerintah pusat memberikan bantuan dana yang cukup besar berupa DAU dan keleluasaan pengelolaannya. Pemerintah daerah bisa mengalokasikan DAU untuk menutup defisit, sehingga pemerintah daerah mampu melaksanakan rencana-rencana pembangunan daerah lainnya. Pegalokasian dana untuk membayar gaji pegawai akan meningkatkan pendapatan yang diterima masyarakat yang diikuti peningkatan konsumsi. Peningkatan konsumsi masyarakat akan meningkatkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang dan jasa. Meningkatnya produksi barang dan jasa yang dihasilkan produsen sebagai respon dari naiknya permintaan konsumen. Meningkatnya pendapatan
masyarakat
akan
daya
beli
masyarakat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Badrudin, 2012:20).
sehingga
23
Penelitian oleh Dedi Tri Haryanto (2013) menyatakan bahwa DAU memberikan stimulus positif bagi perbaikan kinerja ekonomi di Provinsi Jambi pasca desentralisasi fiskal. Hal ini disebabkan karena besarnya DAU dan keleluasaan pengelolaan memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan partisipasi daerah dalam kegiatan ekonomi. Partisipasi tersebut berupa penyusunan kebijakan dan program pembangunan daerah yang dapat memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian Dedi didukung oleh penelitian
Ni Komang Ayuk Sumartini (2015) bahwa DAU
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan pemberian DAU kepada daerah dapat menciptakan nilai tambah yang baru diberbagai sektor sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. G. Pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi DAK memiliki porsi yang paling sedikit dibandingkan DAU dan DBH dalam dana perimbangan, tetapi memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena sifat DAK yang specific matching grant menjadikan DAK sebagai sumber pendanaan
pemerintah
daerah
untuk
membiayai
pembangunan
infrastruktur dan pelayanan publik. Infrastruktur berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi karena dengan infrastruktur akan memperlancar distribusi barang/jasa.
24
Lancarnya aktivitas ekonomi inilah yang mampu menarik minat investor swasta untuk menanamkan modalnya. Pernyataan ini didukung oleh Mudrajad Kuncoro (2004:88) bahwa kualitas infrastruktur mampu menarik minat investor swasta. DAK yang dialokasikan untuk penyediaan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, dan pelayanan dasar akan menciptakan tenaga kerja yang produktif dan berkualitas yang akan meningkatkan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat. Penelitian oleh Yuliana Rinawaty Taaha (2011) menemukan bahwa DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena DAK dialokasikan untuk pembangunan sarana prasarana penunjang kegiatan ekonomi. H. Pengaruh Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah (LLPS) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Penggunaan LLPS harus memenuhi beberapa ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan, seperti penggunaan dana hibah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.2/2012 tentang Dana Hibah. LLPS digunakan sebagai sumber pendanaan untuk pengeluaran yang tujuannya mendukung penyediaan pelayanan publik dan peningkatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan di daerah [PP No.2/2012, Pasal 6, ayat (3)]. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dana hibah diprioritaskan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kualitas pelayanan publik.
25
Pelayanan publik bisa berupa penyediaan saran dan prasarana yang mendukung aktivitas ekonomi, kemudahan pemerintah dalam perizinan usaha akan menciptakan iklim investasi yang baik. Dana darurat digunakan untuk menjaga kestabilan perekonomian karena bencana alam, peristiwa luar biasa, dan krisis solvabilitas
dapat
menganggu kegiatan perekonomian dan sosial [UU No.33/2004, Pasal 46, ayat (1)]. I. Pendapatan Daerah Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan [UU No.23/2014]. Sumber-sumber pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Berikut ini penjelasan dari masing-masing komponen pendapatan daerah : 1. Pendapatan asli daerah (PAD) PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan Peraturan PerundangUndangan. Pungutan tersebut terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah [UU No.33/2004]. Berikut ini penjelasan dari masing-masing komponen pendapatan asli daerah :
26
1) Pajak Daerah Pajak adalah iuran wajib oleh individu maupun badan kepada pemerintah daerah yang digunakan sepenuhnya untuk keperluan daerah demi kesejahteraan rakyat. Pemungutan pajak diatur dalam undang-undang sehingga sifatnya wajib dan memaksa [UU No.28/2009, Pasal 1]. Undang-undang yang mengatur pajak daerah adalah UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemerintah daerah dituntut untuk memiliki kemandirian fiskal, dimana daerah mampu membiayai kegiatan pemerintahannya dengan pendapatan yang berasal dari daerahnya sendiri. Berdasarkan hal tersebut pajak dan retribusi daerah diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota [PP No.69/2010]. Pemerintah pusat melakukan penambahan dan pengalihan jenis pajak serta retribusi daerah dalam rangka mendukung kemandirian fiskal. Penambahan dan pengalihan jenis pajak daerah
diatur dalam
UU No.28/2009.
Pemerintah
pusat
menambah 5 jenis pajak baru yaitu pajak rokok yang merupakan jenis pajak baru yang diterapkan di Provinsi, sedangkan jenis pajak baru di Kabupaten/Kota adalah pajak PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB, Pajak air tanah, dan Pajak Sarang Burung Walet. Jenis pajak PBB Perdesaan dan perkotaan, BPHTB merupakan dua jenis pajak yang dialihkan dari pusat ke Kabupaten/Kota.
27
Jenis pajak air tanah merupakan pengalihan dari Provinsi ke Kabupaten/Kota. Berdasarkan uraian diatas, jenis pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak Provinsi dan pajak Kabupaten/Kota. Sebagian besar pemerintah daerah masih bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat untuk membiayai kegiatan daerahnya. Peranan yang masih relatif kecil dan ketergantungan yang besar mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pungutan-pungutan baru untuk menambah pendapatan asli daerahnya. Berdasarkan hal tersebut
pemungutan jenis pajak
diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan. Pemerintah daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang UU No.28/2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah. 2) Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah kepada pribadi atau badan atas penyediaan jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus oleh pemerintah daerah [UU No.28/2009]. Jenis-jenis retribusi daerah diatur dengan Peraturan Perundang-Undangan. Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan baru diluar jenis retribusi yang telah diatur dalam UU No.28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Objek atau golongan retribusi menurut UU No.28/2009 adalah sebagai berikut :
28
a. Retribusi jasa umum Menurut UU No.28/2009, retribusi jasa umum adalah pelayanan yang diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan [UU No.28/2009, Pasal 109]. Pemeritah daerah dilarang melakukan pemungutan retribusi terhadap jenis retribusi yang memiliki
potensi penerimaan
kecil, pelayanan yang bersifat publik, umum, sosial, dan pelayanan yang dikelola oleh perusahaan daerah dan swasta (UU No.28/2009). b. Retribusi Jasa Usaha Pungutan
atas
pelayanan
yang
disediakan
oleh
pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh swasta (Mulyanto, 2007:51). c. Retribusi Perizinan Tertentu Menurut UU No.28/2009 objek retribusi perizinan tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
29
Terdapat 4 jenis retribusi baru menurut UU No.28/2009 yatu Retribusi Tera/Tera Ulang, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Berdasarkan hal tersebut total jenis retribusi daerah menjadi 30 jenis retribusi daerah. Tarif dan tata cara pemungutan retribusi daerah ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Mulyanto, 2007: 52). 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan yag dipisahkan berupa bagian laba dari BUMD dan hasil kerja sama dengan pihak ketiga [UU No.23/2014, Pasal 285]. Perusahaan daerah adalah suatu badan usaha yang didirikan oleh pemerintah daerah dengan modal berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan [Kemendagri No.43/2000]. Pemerintah daerah melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan kontribusi perusahaan daerah terhadap PAD. Pihak ketiga yang dimaksud adalah Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, Perusahaan Daerah, Instansi/Lembaga Pemerintah, dan Badan Usaha lain baik perorangan, nasional atau asing yang telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan (Kemendagri No.43/2000).
30
Menurut Permendagri No.21/2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan terdiri dari Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada Perusahaan Milik Daerah/BUMD, Milik Negara (BUMN), dan Perusahaan Patungan/Milik Swasta. 4) Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Lain-lain PAD yang sah adalah semua jenis pendapatan asli daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan yag dipisahkan (UU No.23 tahun 2014 Pasal 285). Menurut permendagri No.21 tahun 2011 Lain-lain PAD yang sah terdiri atas : a. Hasil Penjualan Aset Daerah Yang Tidak Dipisahkan, b. Jasa Giro, Pendapatan bunga, Tuntutan Ganti Rugi (TGR), c. Komisi, Potongan dan Keuntungan Selisih Nilai Tukar Rupiah, d. Pendapatan Denda Atas Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan, e. Pendapatan denda pajak, Pendapatan denda retribusi, f. Pendapatan Hasil Eksekusi Atas Jaminan, Pendapatan Dari Pengembalian, Fasilitas sosial dan fasilitas umum g. Pendapatan dari Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan, h. Pendapatan dari Angsuran/Cicilan Penjualan, dan hasil pengelolaan dana bergilir.
31
2. Dana Perimbangan Penerapan otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dapat mengelola potensi sumbersumber pendapatannya
untuk
membiayai
kebutuhan
daerah.
Kenyataanya tidak semua daerah memiliki potensi sumber pendapatan yang besar sehingga muncul ketidakmerataan fiskal baik vertikal maupun horisontal. Ketidakmerataan akan berdampak pada ketimpangan pembangunan daerah. Pemerintah memberikan bantuan dana kepada pemerintah daerah setiap tahunnya melalui mekanisme transfer ke daerah yang disebut dana perimbangan. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pemerintah pusat dalam mengatasi masalah ketimpangan pembangunan antar daerah. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi [UU No.33/2004]. Dana perimbangan tidak hanya bertujuan untuk pemerataan fiskal, tetapi juga menciptakan kesejahteraan rakyat di daerah melalui terjaminnya pelayanan publik yang berkualitas oleh pemerintah daerah [UU No.23/2014]. Komponen dana perimbangan memiliki tujuan yang sama, namun setiap komponen memiliki fokus capaian yang berbeda-beda. Dana perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Alokasi Khusus [UU No.23/2014, Pasal 10]. Berikut ini penjelasan dari masing-masing komponen dana perimbangan :
32
1) Dana Bagi Hasil (DBH) DBH adalah pendapatan pemerintah daerah yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi [UU No.33 tahun 2004, Pasal 1]. Fokus dari DBH adalah mengatasi ketimpangan vertikal dan horisontal (DJPK, 2013:183). Ketimpangan horisontal adalah ketimpangan
potensi
sumber
pendapatan
antar
daerah.
Ketimpangan vertikal adalah ketimpangan antara pendapatan pusat dengan pemerintah daerah. Pengalokasi DBH berdasarkan prinsip by origin, artinya daerah
penghasil
akan
mendapatkan
bagian
lebih
besar
dibandingkan daerah lainnya dalam satu Provinsi (DJPK, 2014:16). Penyaluran DBH dilakukan berdasarkan prinsip by actual, artinya DBH disalurkan kepada pemerintah daerah didasarkan atas realisasi penyetoran DBH tahun anggaran berjalan oleh pemerintah daerah kepada pemerintah pusat (DJPK, 2014:16). DBH merupakan dana transfer yang tergolong Unconditional grant, artinya pemerintah daerah diberikan kebebasan dalam pengalokasian dana tersebut sesuai kebutuhan daerah (DJPK, 2013:215). DBH dibedakan menjadi dua yaitu DBH yang berasal dari pajak dan DBH yang berasal dari penghasilan SDA.
33
Berikut penjelasan dari masing-masing jenis
DBH
berdasarkan UU No.33/2004 Pasal 11. a. Dana Bagi Hasil Pajak Berikut ini sumber-sumber pajak penyusun DBH Pajak menurut PP No.55/2005 tentang dana perimbangan : a) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Berdasarkan PP No.55/2005 Pasal 5 tentang Dana Perimbangan, prosentase pembagian penerimaan negara dari PBB yaitu pemerintah pusat sebesar 10%, yang akan dialokasikan
secara
merata
kepada
seluruh
Kabupaten/Kota. Pemerintah daerah akan mendapatkan bagian 90% yang akan dibagikan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota yang bersangkutan. b)
Bagian Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Berdasarkan PP No.55/2005 Pasal 7 tentang Dana Perimbangan, prosentase pembagian penerimaan negara dari DBH BPHTB yaitu pemerintah pusat sebesar 20%, yang selanjutnya akan dialokasikan secara merata kepada seluruh
Kabupaten/Kota
yang
pemerintah daerah mendapatkan 80%.
bersangkutan
dan
34
c) DBH PPh WPOPDN (Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri) Dan PPh (Pajak Penghasilan) Pasal 21 Berdasarkan PP No.55/2005, Penerimaan negara dari DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 akan diberikan kepada pemerintah pusat sebesar 80%. Pemerintah daerah sebesar 20%, yang nantinya akan dibagikan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota yang bersangkutan. b. Dana Bagi Hasil Daya Alam (SDA) Berikut ini sumber-sumber pajak penyusun DBH SDA berdasarkan PP No.55/2005 tentang Dana Perimbangan. a) DBH Kehutanan DBH Kehutanan berasal dari yang pertama Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Dana Reboisasi (DR). Dana reboisasi digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
b) DBH Pertambagan Umum DBH Pertambangan umum berasal dari yang iuran tetap (land-rent), iuran eksplorasi, dan iuran eksploitasi (royalty). c) DBH Sumber Daya Alam Perikanan DBH
SDA
Perikanan
berasal
dari
pungutan
pengusahaan perikanan dan pungutan hasil perikanan.
35
d) DBH SDA Pertambangan Minyak Bumi Penerimaan negara dari DBH SDA pertambangan minyak bumi yang telah dikurangi pajak dan pungutan lainnya akan dimiliki pemerintah pusat sebsar 84,5% dan pemerintah daerah akan diberikan sebesar 15,5%. e) DBH SDA Pertambangan Gas Bumi Penerimaan negara dari DBH SDA pertambangan gas bumi setelah dikurangi pajak dan pungutan lainnya akan dimiliki pemerintah pusat sebesar 69,5% dan 30,5% akan diberikan kepada pemerintah daerah. f)
DBH SDA Pertambangan Panas Bumi Penerimaan negara dari DBH SDA pertambangan panas bumi berasal dari setoran bagian pemerintah, iuran tetap, dan iuran produksi. Penerimaan ini akan dibagikan dengan
porsi
yang
sama
besar
untuk
semua
Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang bersangkutan. Penyaluran DBH Pajak dan SDA dilaksanakan secara triwulanan dalam bentuk tunai dan non-tunai. Penyaluran DBH dalam bentuk non-tunai berupa Surat Berharga Negara (SBN) diberlakukan tahun 2015. Diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.235/PMK.07/2015 tentang Konversi Penyaluran DBH dan DAU Bentuk Nontunai.
36
Konversi penyaluran DBH akan dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu pada akhir triwulan I dan akhir triwulan II (PMK No.235/PMK.07/2015, Pasal 4). Penerapan peraturan baru diatas dilatar belakangi oleh ketidakmampuan pemerintah daerah dalam menyerap dana bagi hasil secara optimal. Hal tersebut akan menimbulkan simpanan dana pemerintah daerah di perbankan cenderung meningkat dalam jumlah yang besar atau tidak wajar. Harapan pemerintah pusat adalah pemeritah daerah mampu menyerap DBH secara optimal untuk kegiatan sesuai kebutuhan daerah (PMK No.235/PMK.07/2015, Pasal 5). DAU akan diberikan kepada daerah yang DBH dan PAD tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah daerahnya. 2) Dana Alokasi Umum (DAU) DAU adalah dana transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN untuk mendanai
kebutuhan
daerah
dalam
rangka
pelaksanaan
desentralisasi [UU No.3/2004]. Tujuan diberikannya DAU adalah untuk mengatasi ketimpangan horisontal, artinya mengatasi ketimpangan kemampuan keuangan fiskal antar-daerah [PP No.55/2005]. Proporsi DAU untuk setiap daerah berbeda-beda karena kebutuhan dan potensi setiap daerah tidak sama.
37
Berdasarkan hal tersebut besaran DAU harus dihitung berdasarkan formula yang telah ditetapkan dalan peraturan perundang-undangan. Berikut
ini formula untuk perhitungan
DAU menurut PP No.55/2005, Pasal 40 : DAU = Celah Fiskal + Alokasi Dasar......................................(2.2) Dimana: Celah fiskal : Kebutuhan Fiskal (KbF) - Kapasitas Fiskal (KpF) Kebutuhan fiskal diukur berdasarkan perkalian antara total belanja daerah rata-rata dengan penjumlahan dari perkalian masing-masing bobot variabel. Bobot variabel yaitu jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, PDRB per kapita, dan IPM. Kebutuhan fiskal menggambarkan besaran dana yang dibutuhkan daerah untuk dapat melaksanakan fungsi pelayanan dasar umum. Kapasitas fiskal diukur berdasarkan PAD dan DBH Pajak & SDA. Kapasitas fiskal menggambarkan kemampuan fiskal daerah dalam mendanai pelaksanaan layanan dasar umum. Alokasi Dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah. DAU juga tergolong sebagai Unconditional grant, artinya
pemerintah
daerah
diberikan
kebebasan
dalam
pengalokasian dana tersebut sesuai kebutuhan daerah (DJPK, 2013:215). Penyaluran DAU dilakukan setiap bulan karena DAU bagi sebagaian besar pemerintah daerah digunakan untuk belanja operasional.
38
Penyaluran DAU oleh Kementrian Keuangan diupayakan untuk selalu tepat waktu supaya tidak menganggu jalannya fungsi pemerintahan daerah. Penyaluran DAU dan DBH berbentuk tunai dan non-tunai mulai tahun anggaran 2015. Penyaluran DAU dalam bentuk non-tunai berupa Surat Berharga Negara (SBN) melalui
Peraturan
Menteri
Keuangan
(PMK)
No.235/PMK.07/2015 tentang Konversi Penyaluran DAU dalam Bentuk Nontunai. Konversi penyaluran DAU akan dilakukan dua kali dalam satu tahun, yaitu pada awal triwulan II dan awal triwulan III (PMK No.235/PMK.07/2015, Pasal 4). Harapan pemerintah pusat adalah pemeritah daerah mampu menyerap DAU secara optimal untuk
kegiatan
sesuai
kebutuhan
daerah
(PMK
No.235/PMK.07/2015, Pasal 5. 3) Dana Alokasi Khusus (DAK) Pengertian dana alokasi khusus menurut PP No.55/2005, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Tujuan yang ingin dicapai dari alokasi DAK tidak hanya untuk pencapaian prioritas nasional tetapi juga mendukung
pemerintah
daerah
dalam
mencapai
Standar
Pelayanan Minimun (SPM) di bidang yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah, serta untuk tujuan lainnya (DJPK, 2013:44).
39
DAK tergolong dana spesifik grand, artinya DAK hanya boleh digunakan untuk kegiatan yang memang sudah ditentukan pemerintah pusat. Cakupan bidang DAK terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Perluasan cakupan bidang DAK oleh Bappenas merupakan salah satu upaya pemerintah pusat dalam memperbaiki kinerja DAK. DAK diharapkan lebih efektif dalam meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
daerah
melalui
penyediaan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Tahun 2003 DAK terdiri dari 3 cakupan bidang, selanjutnya terus mengalami perluasan setiap tahunnya hingga 19 bidang DAK di tahun 2011-2014. Pemerintah kembali melakukan penyederhanaan pada cakupan bidang DAK. Berdasarkan hal tersebut maka sejak tahun 2016 DAK memiliki 11 cakupan bidang (DJPK, 2015: 4). Perkembangan rincian cakupan bidang DAK dapat dilihat pada lampiran 9 dan 10. Sebelum tahun 2016, perencanaan dan pengambilan
keputusan
pengalokasian
DAK
dilakukan
menggunakan pendekatan top-down (Bappenas, 2011:92). DAK disusun berdasarkan pendekatan top-down, artinya program yang dibiayai DAK telah ditentukan oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat melakukan perubahan pada pendekatan DAK menjadi bottom-up (Proposal based) di tahun 2016 (DJPK, 2015:4). Makna dari pendekatan bottom-up (Proposal based adalah program DAK susun oleh pemerintah daerah sesuai kebutuhan.
40
Program DAK usulan pemerintah daerah diajukan kepada pemerintah pusat dalam bentuk proposal untuk mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat melalui Kementrian Keuangan (Bappenas, 2016:7). Mulai tahun 2016, DAK akan disalurkan kepada pemerintah daerah dalam bentuk fisik dan non-fisik. DAK fisik terdiri dari DAK reguler, DAK infrastruktur publik Daerah dan DAK affirmasi. Besaran DAK yang diterima setiap daerah berbeda-beda karena penetapan dana DAK menggunakan beberapa kriteria tertentu. Berikut ini kriteria yang ditetapkan dalam pengalokasian DAK sebelum tahun Tahun Anggaran 2016 (PP No.55/2005, Pasal 54) adalah sebagai berikut: a. Kriteria umum, dihitung menggunakan indeks fiskal netto untuk melihat kemampuan keuangan daerah. b. Kritera khusus, dihitung menggunakan indeks kewilayahan. c. Kriteria teknis, berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus melalui indeks teknis. 3. Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Adalah pendapatan daerah yang tidak tergolong dalam pendapatan asli daerah dan dana perimbangan (Mulyanto, 2007:68). Komponen penyusun lain-lain pendapatan daerah yang sah menurut UU No.33/ 2000 adalah sebagai berikut :
41
1) Pendapatan hibah Pendapatan pemerintah
hibah
daerah
berasal
lainnya,
dari
organisasi
pemerintah swasta,
pusat,
kelompok
masyarakat, dan luar negeri. Pengertian hibah daerah menurut PP No.2/2012 adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari pemerintah atau pihak lain kepada pemerintah daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian. Hibah bertujuan untuk menunjang
penyelenggaraan
urusan
pemerintah
daerah
(Kemendagri, 2016:5). Pegalokasian dana hibah diprioritaskan untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan publik [PP No.2/2012]. Pelayanan publik berupa peningkatan fungsi pemerintahan, peningkatan layanan dasar umum, dan pemberdayaan aparatur pemerintah (DJPK, 2014). Dana hibah harus dialokasikan oleh pemerintah daerah berdasarkan kriteria kegiatan yang telah ditentukan. Berikut ini kriteria kegiatan yang harus dipenuhi dalam pemberian hibah dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menurut PMK Nomor 168/PMK.07/2008, Pasal 8 Tentang Hibah Daerah adalah sebagai berikut : a. Kegiatan peningkatan fungsi pemerintahan, layanan dasar umum, dan pemberdayaan aparatur pemerintah daerah, b. Kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah,
42
c. Kegiatan lainnya sebagai akibat kebijakan pemerintah yang mengakibatkan penambahan beban pada APBD, d. Kegiatan tertentu yang diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan. Berikut ini arah kebijakan pemanfaatan hibah menurut Kementrian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko adalah sebagai berikut : a. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya, b. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia, menunjang penyediaan pelayanan dasar umum, dan endukung penanggulangan bencana alam dan bantuan kemanusiaan, c. Mendukung pencapaian prioritas pembangunan yaitu dimensi pembangunan manusia, pembangunan sektor unggulan, dan dimensi pemerataan dan kewilayahan. 2) Dana Darurat Pengertian dana darurat menurut UU No.33/ 2004 adalah dana yang dialokasi oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan krisis solvabilitas. Pentingnya penanganan bencana alam, peristiwa luar biasa, dan krisis solvabilitas karena hal tersebut dapat menganggu kegiatan perekonomian dan sosial [PMK 81/2013].
43
J. Penelitian Terdahulu Berikut ini beberapa penelitian terdahulu terkait pengaruh pendapatan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi. Tabel 2.1. Penelitian terdahulu No Nama penulis, tahun, Metode judul penelitian
Hasil
1
Putri, Gunantoro, Saimul (2013) judul penelitian, Pengaruh PAD dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Perkembangan Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2000-2013.
Analisis Regresi linear berganda, dengan bantuan software eviews 6.
Hasil penelitian menunjukan PAD memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung. Pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2000-2013.
2
Dihan lucky(2013) dengan judul penelitian, Pengaruh Penerimaan Derah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Karesidenan Malang Tahun 2004-2009
Analisis Regresi Data Panel dengan bantuan software eviews 6.
Hasil penelitian menunjukan DAU, DAK, dan DBH bukan pajak berpengaruh positif yang signifikan, sedangkan pajak berpengaruh negatif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Karesidenan Malang Tahun 2004-2009.
3
Anis Setiyawati (2007) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh PAD, DAU, DAK, Dan Pengeluaran Pembangunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, Dan Pengangguran
Statistik Deskriptif, Regresi Linier Berganda dan Pendekata n Analisis Jalur
Hasil menunjukan PAD berpengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, DAU berpengaruh negatif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif yang signifikan terhadap kemiskinan dan berpengaruh positif terhadap pengangguran.
44
4
Guntur Hendriwiyanto (2014) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pendapatan Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Mediasi.
Penelitian Kuantitatif dengan Metode Analisa Regresi Berganda
Secara parsial PAD, DAU, dan DBH berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sementara DAK berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil pengujian lebih lanjut menunjukkan bahwa belanja modal tidak memediasi hubungan antara PAD, DAU, DAK, ataupun DBH terhadap pertumbuhan ekonomi.
5
Ni Komang Ayuk Sumartini dan I.G.W. Murjana Yasa (2015) dengan judul penelitian Pengaruh Pad Dan Dau Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Melalui Belanja Modal Di Provinsi Bali
data panel dengan teknik analisis path, dengan bantuan aplikasi SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, DAU dan belanja modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, serta PAD dan DAU berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
6
Yuliana Rinawaty Taaha, Nursini dan Agussalim (2011) dengan judul penelitian Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sulawesi Tengah
Analisis Regresi Berganda dengan bantuan aplikasi SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa DBH, DAU, dan DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta, DBH, DAU, dan DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. DBH, DAU, dan DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui investasi swasta.
45
7
Asmaul Husna dan Myrna Sofia (2013) dengan judul penelitian Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Perimbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau
Model regresi linier berganda dengan metode kudrat terkecil (Ordinary least square/OL S)
Hasil Penelitian menunjukan bahwa bahwa retribusi daerah dan DAU berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Bintan, sedangkan lain-lain pendapatan yang sah, DAK, dan DBH tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Bintan
8
Yois Nelsari Malau (2013) dengan judul penelitian pengaruh PAD DAU, dan DAK Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Moderating Pada Kabupaten Dan Kota Di Propinsi Sumatera Utara
Metode analisisi regresi linier berganda dan uji residual dengan mengguna kan SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD, DAU dan DAK secara simultan berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Secara parsial PAD, DAU dan DAK berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Belanja modal bukan variabel pemoderasi memperkuat atau memperlemah hubungan PAD, DAU, DAK dengan pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.
46
K. Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran Teoritis penelitian ini, disajikan sebagai berikut.
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan skema diatas penelitian akan difokuskan pada pengaruh realisasi pendapatan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sumber pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, transfer dari pemerintah pusat, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan daerah akan dikembalikan kepada masyarakat atau dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui penyediaan pelayanan publik dibidang ekonomi, sosial, dan bidang lainnya. Penyediaan pelayanan publik dibidang ekonomi bisa berupa penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi, kemudahan administrasi usaha, penyediaan iklim usaha yang kondusif, dan kegiatan ekonomi lain yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
47
L. Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan tujuan penelitian, maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah PAD, DBH, DAU, DAK, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah diduga secara simultan berpengaruh dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2014. Secara parsial pengaruh variabel-variabel tersebut dihipotesiskan sebagai berikut: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) diduga berpengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2014 2. Dana Bagi Hasil (DBH) diduga berpengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2014 3. Dana Alokasi Umum (DAU) diduga berpengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2014 4. Dana Alokasi Khusus (DAK) diduga berpengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2014 5. Lain-lain pendapatan daerah yang sah (LLPS) diduga berpengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2014.