BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemampuan Konsentrasi Belajar Konsentrasi atau perhatian, merupakan hal yang sangat penting dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Saat kita mendengarkan teman berbicara, maka kita hanya harus memusatkan perhatian pada pembicaraan tersebut dan menghalau berbagai distraksi yang muncul. Perhatian adalah sebuah proses dimana seseorang meningkatkan penerimaan informasi tertentu (yang kemudian akan diproses lebih lanjut) dan menghambat informasi lainnya (Goldstein, 2010). Konsentrasi dapat diterapkan pada berbagai aktivitas, salah satunya adalah saat belajar. Menurut Surya (2009), konsentrasi belajar adalah pemusatan daya pikiran dan perbuatan pada suatu objek yang dipelajari dengan menghalau atau menyisihkan segala hal yang tidak ada hubungannya dengan objek yang dipelajari. Menurut Olivia (2010), konsentrasi belajar adalah pemusatan perhatian dan kesadaran sepenuhnya kepada bahan pelajaran yang sedang dipelajari, mengenyampingkan semua hal yang sama sekali tidak berhubungan dengan kegiatan tersebut. Pada saat konsentrasi terjadi proses pengenalan dan pengolahan informasi, sebagai berikut: Memasukkan, menyimpan, dan memanggil kembali informasi. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006), konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi belajar merupakan kemampuan pemusatan pikiran pada bahan pelajaran dengan mengenyampingkan hal-hal lain yang tidak berkaitan. 11
12
1. Penyebab Sulitnya Konsentrasi dalam Belajar Penyebab-penyebab timbulnya kesulitan konsentrasi belajar menurut Surya (2009), antara lain: 1. Lemahnya minat dan motivasi pada pelajaran Kurangnya minat dan motivasi belajar, yang akan menyebabkan anak mudah terpengaruh pada hal-hal lain yang lebih menarik perhatian ketika proses belajar berlangsung. 2. Timbulnya perasaan negatif, seperti gelisah, tertekan, marah, khawatir, takut, benci dan dendam. Perasaan tidak enak yang ditimbulkan oleh adanya konflik dengan pihak lain atau rasa khawatir karena suatu hal sehingga menyita sebagian besar perhatian. Perhatian yang terpecah ini, tentu menyulitkan anak mengikuti pelajaran dengan baik. Dengan kata lain, anak mudah sekali kehilangan konsentrasi belajar. 3. Suasana lingkungan belajar yang berisik dan berantakan Suara hiruk-pikuk kendaraan, suara musik yang keras, suara TV, suara orang yang sedang bertengkar dan lain-lain dapat memecahkan perhatian kita saat ingin berkonsentrasi belajar. Selain itu keadaan ruang kelas atau ruang belajar yang berantakan juga membuat tidak nyaman belajar sehingga menjadi tidak berkonsentrasi. 4. Gangguan kesehatan jasmani Ketika anak sedang belajar dalam keadaan tidak sehat jasmani, hal ini akan mengganggu konsentrasinya. Keadaan yang tidak nyaman karena merasa pusing, mual, atau demam akan mengganggu pemusatan perhatian anak pada pelajaran yang sedang berlangsung.
13
5. Bersifat pasif dalam belajar Anak yang tidak dilibatkan secara langsung dalam proses belajar mengajar disebut sebagai bersifat pasif dalam belajar. Bersifat pasif akan membawa anak pada perilaku-perilaku impulsif serta menurunnya konsentrasi karena mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses belajar mengajar tersebut. 6. Tidak memiliki kecakapan dalam cara-cara belajar yang baik. Konsentrasi belajar dibutuhkan pada anak ketika ingin mendapatkan prestasi yang baik, hal ini banyak ditemukan pada anak-anak yang mampu menciptakan caracara belajar yang baik dan efektif. Namun, apabila anak tidak mampu menciptakan cara belajar yang efektif, konsentrasi belajar sulit untuk dimunculkan. Penyebab-penyebab tersebut sangat mudah ditemui pada saat anak sedang berusaha belajar (Surya, 2009). Berbagai penyebab tersebut dapat diminimalisir namun tidak dapat dihilangkan karena anak tidak dapat mengontrol seluruh hal tersebut. Oleh karena itu, diperlukan
berbagai
metode
baru
untuk
meningkatkan
konsentrasi
belajar
anak.
2. Meningkatkan Konsentrasi Belajar Cara meningkatkan konsentrasi belajar menurut Surya (2009), adalah sebagai berikut. 1. Kesiapan belajar Masalah konflik kejiwaan atau perasaan negatif harus diselesaikan terlebih dahulu. Pikiran harus benar-benar jernih, jika hendak melakukan kegiatan belajar. Pikiran yang jernih dapat dicapai dengan cara relaksasi atau memusatkan pikiran untuk sementara.
14
2. Lingkungan belajar harus kondusif Belajar membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk memperoleh hasil belajar secara optimal. Harus diupayakan tempat dan ruangan yang nyaman untuk belajar. 3. Menanamkan minat dan motivasi belajar dengan cara mengembangkan “Imajinasi Berpikir” dan “Aktif Bertanya” Untuk meningkatkan motivasi, harus diketahui terlebih dahulu apa yang dipelajari, untuk apa mempelajarinya, apa hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, serta bagaimana cara mempelajarinya. 4. Cara belajar yang baik Cara belajar yang baik tentu harus memuat tujuan yang hendak dicapai dan caracara menghidupkan dan mengembangkan rasa ingin tahu. 5. Belajar aktif Anak dituntut untuk aktif belajar dan berani mengungkapkan ketidaktahuan pada guru atau teman. Anak yang belajar proaktif akan menghalau timbulnya roses pengembaraan pikiran. 6. Perlu disediakan waktu untuk menyegarkan pikiran (refreshing) saat menghadapi kejemuan belajar Jika terjadi kebosanan, jangan paksakan diri untuk terus belajar. Berhenti dan sisihkan waktu untuk melakukan istirahat saat belajar. Istirahat dapat berupa diam, tidur, makan, dan lain sebagainya.
3. Ciri-ciri Inatentif Fanu (2010) mengemukakan beberapa ciri-ciri siswa yang mengalami masalah konsentrasi belajar (tanda-tanda inatentif), antara lain:
15
1. Tidak bisa memberikan perhatian yang penuh atau melakukan kesalahankesalahan karena ceroboh dalam melakukan pekerjaan atau pelajaran sekolahnya; 2. Mengalami kesulitan untuk terus-menerus terfokus pada pekerjaan sekolah ketika sedang belajar atau tidak kerasan dengan kegiatan bermainnya ketika ia sedang bermain; 3. Tampak tidak memberikan perhatian dan tidak menghormati orang lain ketika sedang berbicara; 4. Tidak bisa megikuti petunjuk atau arahan yang diberikan kepadanya untuk melakukan sebuah pekerjaan dan tugas-tugas sekolahnya (tetapi hal ini bukan dikarenakan ketidakmampuannya untuk memahami atau karena kenakalannya, melainkan karena ia tidak bisa memperhatikan petunjuk tersebut, melainkan pada hal-hal lainnya); 5. Mengalami kesulitan dalam mengorganisasikan/mengatur tugas-tugas dan kegiatan-kegiatannya; 6. Menghindari, tidak menyenangi, dan enggan mengerjakan tugas-tugas yang memerlukan usaha mental berlarut-larut seperti PR; 7. Menghilangkan berbagai macam barang-barang yang dimilikinya, seperti mainan, tugas-tugas sekolah, pensil, buku, peralatan, baju, dan seterusnya; 8. Mudah terusik oleh kegaduhan, objek yang bergerak atau rangsangan rangsangan lainnya; 9. Pelupa.
16
B. Yoga Kata Yoga berasal dari bahasa Sansekerta kuno dituturkan oleh agamis tradisional India, Brahmana. Yoga berarti "persatuan" atau "Integrasi" dan juga "disiplin," sehingga sistem Yoga disebut bersatu atau mengintegrasikan disiplin. Yoga mencari kesatuan di berbagai tingkatan. Pertama, ia berusaha untuk menyatukan tubuh dan pikiran, yang selalu diketahui orang sebagai hal yang terpisah. Yoga kemudian mencari kesatuan dari pikiran rasional dan emosi. Terakhir, Yoga merupakan hal yang dianggap mampu untuk meningkatkan integrasi psikologis (Feuerstein & Payne, 2010). Menurut Syaukani (2015), yoga adalah seni olah tubuh dan pernapasan yang berasal dari India.Yoga tidak hanya bermanfaat untuk kesegaran jasmani dan rohani, tapi juga bermanfaat untuk tumbuh kembang anak. Selain itu, yoga juga dapat mempengaruhi keseimbangan mental, emosional, intelektual, dan fisik. Menurut Betts dan Betts (2006), yoga adalah praktek yang terdiri dari postur fisik dan latihan pernapasan yang membantu untuk menyatukan tubuh dan pikiran. Manfaat yoga termasuk pengurangan stres, meningkatkan ketenenangan, membangun otot, fleksibilitas, dan koordinasi. Yoga pada umumnya dimiliki bersama dalam filsafat India dan agama-reinkarnasi, dan pencarian emansipasi dari siklus kelahiran, kematian, dan kelahiran kembali. Setelah setiap latihan yoga, orang hanya merasa lebih baik. Yoga tampaknya memberikan apa yang dibutuhkan tubuh (Jung, 1996). Patanjali (dalam Chapple, 2008) mendefinisikan yoga sebagai keadaan kesadaran kehilangan rasa sakit atau ketidaknyamanan di mana aktivitas pikiran berhenti. Dia menyatakan bahwa Yoga dapat diterapkan untuk mengurangi penderitaan manusia (duḥkhaṃ), yang mengarah ke kesaksian kesadaran dari dimurnikan.
17
Menurut Purperhart (2007), yoga adalah kesatuan dari pengetahuan dan teknik. Yoga membantu orang mengikat unsur-unsur fisik, mental, dan spiritual dari kehidupan mereka. Seiring berjalannya waktu, orang-orang mulai melihat tubuh dan jiwa sebagai lebih dari satu unit. Saat ini, Yoga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari bagi banyak orang. Menurut Purperhart (2007), Yoga yang dilaksanakan pada pagi hari dapat meningkatkan energi untuk memulai aktivitas. Yoga yang dilaksanakan di sekolah pada pagi hari dapat membantu anak lebih berkonsentrasi saat menerima pelajaran selanjutnya. Selain itu, Yoga di sekolah cukup dilaksanakan selama satu jam dalam satu minggu. Sedangkan menurut Feuerstein dan Payne (2010), pengantar yoga untuk anak dapat dilaksanakan selama satu atau dua kali dalam seminggu selama 4-6 minggu. Berdasarkan seluruh teori diatas, dapat disimpulkan bahwa Yoga merupakan penyatuan pikiran melalui pola gerak dan pernafasan sehingga timbul kesadaran yang sesungguhnya. 1. Manfaat Yoga Manfaat Yoga untuk anak menurut Syaukani (2015) adalah sebagai berikut. 1. Meningkatkan interaksi dan sosialisasi antara ibu dan anak Gerakan yoga yang dilakukan bersama antara ibu dan anak, akan membantu keduanya untuk saling mengenal satu sama lain, meningkatkan komunikasi dan kedekatan di antara mereka. Pada akhirnya akan tercipta hubungan yang positif antara ibu dan anak 2. Meningkatkan stamina tubuh Melakukan gerakan yoga bermanfaat untuk menstimulasi agar meningkatkan fungsi kelenjar endokrin pada tubuh. Kelenjar endokrin adalah kelenjar pengatur hormon sehingga dapat memperbaiki segala gangguan yang terjadi pada tubuh bayi maupun anak
18
3. Memperbaiki sistem pencernaan Melalui gerakan yoga, diyakini mampu mengoptimalkan proses kerja kelenjar serotonin. Kelenjar serotonin adalah hormone yang dihasilkan oleh usus yang berfungsi untuk mendorong kegiatan otot dan saraf di usus. 4. Menciptakan sistem pernapasan yang baik Gerakan yoga banyak melibatkan sistem pernapasan sehingga menciptakan sistem pernapasan yang baik pada anak. Ketika melakukan kegiatan yoga, anak dengan sendirinya terbawa dalam keteraturan pernapasan berirama yang akan meningkatkan kapasitas paru-paru. 5. Menstimulasi perkembangan neuromuscular Gerakan yoga yang dilakukan secara perlahan dan dilakukan berulang-ulang mampu menstimulasi dan membangun jaringan saraf dan otot di tubuh menjadi lebih kuat. Maka dari itu akan membantu anak untuk mengkoordinasikan anggota tubuh. 6. Membantu memperbaiki pola tidur Yoga membantu untuk memperbaiki pola tidur baik dalam durasi maupun frekuensi. Tidur merupakan aktivitas yang memperlancar metabolisme tubuh, karena disaat kita beristirahat tubuh kita bekerja. 7. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh Yoga dipercaya mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang dapat membantu melawan infeksi. Hal ini dikarenakan saat melakukan gerakan-gerakan yoga dapat membuat tubuh lebih rileks dan mengurangi stress.
19
8. Meningkatkan rasa percaya diri dan bahasa tubuh yang positif Ketika orangtua melakukan gerakan yoga dengan anak, anak akan merasakan betapa orangtuanya sangat memperhatikan dirinya. Ini mampu menumbuhkan rasa percaya diri dalam dirinya. 9. Mengusir stress dan mengembangkan kemampuan untuk relaksasi Gerakan yoga memacu tubuh untuk meningkatkan hormon endorphin, yakni hormon yang secara alami menimbulkan rasa nyaman pada tubuh. Sehingga mampu mengurangi stress dan menciptakan relaksasi bagi tubuh. 10. Menstimulasi kemampuan motorik Tanpa disadari, gerakan yoga yang dilakukan oleh anak membantunya untuk menstimulasi kemampuan motorik anak, baik motorik halus maupun kasar.
2. Teknik Bernafas Yoga untuk Anak Bernafas merupakan komponen terpenting saat melakukan yoga. Menurut Betts dan Betts (2006), teknik bernafas saat yoga beragam, antara lain sebagai berikut 1. Teknik bernafas Ujjayi Teknik bernafas Ujjayi adalah nafas biasa yang seringkali diajarkan dan dilakukan saat yoga. Teknik bernafas Ujjayi meliputi membuat suara kecil saat menghela nafas, dengan mendengarkan nafas diri sendiri, suara ini akan menjadi bentuk meditasi saat melakukan pose yoga. Selain itu, teknik ini juga dapat membantu bernafas lebih pelan dan tenang sehingga asupan oksigen ke otot menjadi lebih stabil. Teknik bernafas Ujjayi juga membantu anak untuk mencegah kondisi terengah-engah atau ketegangan otot saat melakukan pose yang lebih sulit.
20
2. Skull Shining Breath Teknik ini melibatkan kerja otot abdominal, yaitu memperkuat tubuh saat menggunakan otot bawah perut. Melalui teknik ini, anak menjadi semakin sadar bahwa lebih baik bernafas menggunakan otot perut daripada otot dada. Saat digunakan untuk bernafas, perut mengembang, dan menerima lebih banyak udara untuk masuk ke dalam perut dan dada. Teknik pernafasan ini dapat melelahkan otot abdominal, maka dari itu pemula tidak disarankan untuk melakukan lebih dari 20 repetisi. 3. Teknik pernafasan Curled Tongue Teknik pernafasan ini membantu anak untuk melepaskan amarah dan rasa frustrasi. Anak mungkin hanya dapat melakukan teknik ini apabila dapat melipat lidahnya. Jika mereka tidak dapat melipat lidah, mereka harus mengabaikan teknik ini dan berlatih teknif pernafasan Singa untuk melepaskan amarah. Hal ini membantu anak untuk membayangkan bahwa mereka bernafas pada udara yang bersih dan segar melalui lidahnya yang dilipat. Lidah berfungsi sebagai corong untuk mengeluarkan amarah. 4. Teknik Pernafasan Singa (Lion Breath) Pernafasan singa dapat membantu untuk menghasilkan energi melalui gerakan tubuh dan mengeluarkan amarah. Teknik ini baik digunakan jika anak memiliki kesulitan dalam menyampaikan perasaan. Anak berpikir mengenai permasalahan yang dialaminya dan melakukan teknik pernafasan singa untuk mengeluarkan masalah dan emosi negatif dari dalam tubuh. Teknik pernapasan ini sebaiknya dilakukan sebelum melakukan gerakan lainnya. 5. Alternate Nostril Breathing Anternate Nostril Breathing adalah teknik pernapasan yang digunakan untuk menyeimbangkan sistem saraf. Tidak sulit untuk dilakukan, tetapi sangat berbeda dari
21
hal yang biasa dilakukan oleh anak. Teknik ini telah termasuk dalam proses yoga karena keefektifannya. Anak harus lebih didorong untuk mengenal teknik ini meskipun terlihat aneh.
3. Jenis Yoga Yoga memiliki berbagai cabang utama dalam penerapannya. Menurut Feuerstein dan Payne (2010), cabang utama yoga adalah sebagai berikut. 1. Bhakti (bhuk-tee) Yoga: Yoga pengabdian Praktisi Yoga bhakti percaya bahwa yang tertinggi (Tuhan) melampaui hidup mereka, dan mereka merasa tergerak untuk menghubungkan atau bahkan benar-benar bergabung dengan Tuhan melalui tindakan pengabdian. 2. Hatha (hatha) Yoga: Yoga disiplin fisik Hatha Yoga bertujuan lebih dari hanya melalui pikiran atau emosi. Praktisi Hatha Yoga percaya bahwa kecuali mereka benar-benar telah mempersiapkan tubuh mereka, tahap yang lebih tinggi meditasi dan seterusnya hampir tidak mungkin untuk tercapai. 3. Jnana (gah-nah) Yoga: Yoga kebijaksanaan Jnana Yoga mengajarkan konsep nondualisme, yaitu realitas yang tunggal, dan persepsi salah manusia tentang banyaknya fenomena yang berbeda. Jnana Yoga menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan mengatakan bahwa segala hal tampak nyata saat ini, tetapi sesungguhnya mereka tidak nyata atau terpisah. 4. Karma (Kahr-mah) Yoga: Yoga transenden tindakan Prinsip penting dari Karma Yoga adalah untuk bertindak tanpa pamrih, tanpa kasih, dan dengan integritas. Praktisi Karma Yoga percaya bahwa semua tindakan, apakah
22
tubuh, vokal, atau mental, memiliki konsekuensi yang luas dimana mereka harus bertanggung jawab penuh. 5. Mantra (mahn-trah) Yoga: Yoga mantra Yoga Mantra memanfaatkan suara untuk menyelaraskan tubuh dan memfokuskan pikiran. Ia bekerja dengan mantra, yang bisa menjadi suku kata, atau frase. Secara tradisional, praktisi menerima mantra dari guru mereka dalam konteks inisiasi formal. 6. Raja (hura-jah) Yoga: The Royal Yoga Raja Yoga secara harfiah berarti "Kerajaan Yoga" dan juga dikenal sebagai Classical Yoga. Jenis Yoga ini merupakan yoga yang paling sering dilakukan dan paling popular. 7. Tantra (tahn-trah) Yoga (termasuk Laya Yoga dan Kundalini Yoga): Yoga kontinuitas Tantra Yoga adalah cabang yang paling kompleks dan paling banyak mengalami kesalahpahaman. Tantra Yoga sesungguhnya merupakan disiplin spiritual yang ketat dimana melibatkan ritual yang cukup kompleks dan visualisasi rinci dari dewa. 4. Menyiapkan Tempat Yoga untuk Anak Komitor dan Adamson (2000) menyebutkan beberapa hal yang dapat dipertimbangkan untuk menyediakan tempat yoga bagi anak. Tempat untuk beryoga dapat dilakukan di dalam rumah maupun di luar rumah. Berikut beberapa hal yang dapat dipertimbangkan. 1. Tempat pribadi Saat melakukan yoga, sebaiknya anak berada dalam tempat yang pribadi, tanpa campur tangan orang lain (yang tidak melakukan yoga) di ruangan tersebut. 2. Tempat yang sepi Suara televisi, suara orang berbicara, telepon yang berdering, dan berbagai kebisingan lainnya akan sangat mengganggu proses yoga. Sebaiknya suara-suara tersebut dihindari selama yoga.
23
3. Suhu yang dapat diatur Ruangan terbuka merupakan tempat yang tepat untuk melakukan yoga, namun ketika cuaca sedang panas, yoga lebih baik dilakukan di dalam ruangan yang suhunya bisa diatur. 4. Terhindar dari barang pecah belah Yoga untuk anak mengharuskan anak untuk bergerak cukup aktif dan membutuhkan anak untuk mejaga keseimbangan tubuh. Anak butuh berkonsentrasi saat yoga, bukannya menghindar dari barang-barang pecah belah di sekitarnya. 5. Lantai yang tidak terlalu licin Lantai yang terlalu licin dapat mengganggu anak, hal ini dapat diatasi dengan menggunakan handuk atau matras yoga. Selain itu, karpet yang lembut juga merupakan alas yang baik untuk yoga. 6. Terhindar dari distraksi Ketika melakukan yoga dirumah, TV dapat menjadi distraksi untuk anak walaupun tidak dihidupkan. Begitu juga dengan beberapa hal lainnya, sebaiknya anak dihindari dari hal-hal tersebut. 7. Rapi dan bersih Tumpukan sampah, mainan, pakaian, dan hal lainnya dapat mengganggu konsentrasi anak. Lingkungan yang kotor membuat pikiran anak menjadi tidak bersih, sedangkan lingkungan yang bersih membuat anak menjadi lebih fokus.
C. Anak Sekolah Dasar Anak Sekolah Dasar di Indonesia rata-rata berusia 6-12 tahun. Pada usia ini, anak-anak mengalami peningkatan pada memori dan penyelesaian masalah (problem solving), bagaimana
24
intelegensi mereka diuji, dan bagaimana kemampuan membaca dan menulis mereka memperluas wawasan mereka (Papalia, dkk, 2010). Mulai menginjak usia 6 tahun, anak sudah mencapai 90% dari berat otak dewasanya, dan tubuh terus tumbuh secara perlahan. Dalam cara ini, alam membekali anak-anak usia sekolah itu dengan kekuatan mental untuk menguasai tugas-tugas menantang serta tambahan waktu untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang penting bagi kehidupan mereka di sebuah dunia sosial yang kompleks (Berk, 2012). Sekolah Dasar meliputi Sekolah Dasar Negeri, Sekolah Dasar Swasta, Madrasah Ibtidaiyah dan sederajat. Berdasarkan data BPS 2011/2012-2013/2014, jumlah siswa Sekolah Dasar Negeri di Indonesia menurun dari tahun ke tahun. Menurut survey pada tahun 2011/2012, jumlah siswa SD Negeri adalah 27.583.919 orang di seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 2012/2013, jumlah siswa SD Negeri menurun menjadi 26.769.680 orang. Pendataan terakhir, yaitu pada tahun 2013/2014, jumlah siswa kembali menurun menjadi 26.504.160. Jumlah ini tidak berbanding lurus dengan jumlah sekolah yang ada di Indonesia. Dari tahun ke tahun, jumlah Sekolah Dasar Negeri meningkat. Pada tahun 2011/2012, jumlah sekolahnya adalah 146.826, kemudian tahun berikutnya, yaitu tahun 2012/2013, jumlah sekolah meningkat menjadi 148.272. Pada tahun berikutnya, jumlah Sekolah Dasar Negeri tidak memiliki perubahan.
1. Tahap Kognitif Piaget Kognitif anak pada usia Sekolah Dasar termasuk dalam tahap operasional konkret mengacu pada teori kognitif Piagetian (Papalia, dkk, 2010). Tahapan kognitif yang mampu dipahami oleh anak usia sekolah adalah sebagai berikut.
25
1. Penalaran Spasial Piaget menemukan bahwa pemahaman anak usia sekolah tentang ruang lebih akurat dibanding pemahaman anak usia prasekolah. Mereka telah mampu membuat peta kognitif (cognitive maps) yaitu representasi mental akan ruang berskala besar yang tidak asing, seperti lingkungan atau sekolah mereka. Anakanak mampu memberikan arahan yang jelas dan sangat rapi untuk pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan strategi “langkah mental” dengan membayangkan gerakan orang lain di sepanjang rute. 2. Kategorisasi Kemampun kategorisasi membantu anak untuk dapat berpikir secara logis. Kategorisasi pada anak usia Sekolah Dasar mencakup seriasi, transitive inference, dan class inclusion. Anak-anak mampu memahami seriasi, yaitu mereka dapat menyusun/mengelompokkan objek sesuai dengan dimensi dari objek tersebut, misalnya berdasarkan berat atau panjangnya. Kemampuan anak yang lainnya adalah inferensi transitif (transitive inference), yaitu kemampuan untuk
menyimpulkan
sebuah
hubungan
antara
dua
objek
dan
menghubungkannya dengan objek yang ketiga. Misalnya, ketika mengamati bahwa Batang A lebih panjang dari Batang B dan Batang B lebih panjang dari Batang V, anak-anak harus menyimpulkan bahwa A lebih panjang daripada C. Selain itu, anak usia Sekolah Dasar juga mampu memiliki Inklusi Kelas (Class Inclusion), yaitu kemampuan untuk melihat hubungan antara keseluruhan dan bagiannya. Hal ini mengindikasikan bahwa mereka lebih sadar akan hierarki klasifikasi dan mereka fokus pada hubungan antara sebuah kategori umum dan dua kategori khusus di saat yang bersamaan.
26
3. Penalaran Induktif dan Deduktif Menurut Piaget, anak usia Sekolah Dasar hanya menggunakan penalaran induktif. Dimulai dari observasi mengenai kelompok manusia, hewan, objek, atau kejadian yang mereka simpulkan menjadi sebuah kesatuan. Kesimpulan induktif masih bersifat tentative karena selalu ada kemungkinan untuk adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan kesimpulan di awal. 4. Kekekalan (conservation). Kemampuan untuk menilai kekekalan memberikan bukti jelas operasi tindakan mental yang mengikuti kaidah logika. Anak Sekolah Dasar memperhatikan keterbalikan (reversibility),
yaitu kemampuan untuk
berpikir melalui
serangkaian langkah dan kemudian secara mental membalikkan arah, kembali pada titik tolak. 5. Angka dan Matematika Anak Sekolah Dasar sudah mampu untuk menghitung angka-angka tanpa menyebutkannya (hanya dalam pikirannya). Pada tahap ini anak juga sudah mampu operasi yang lebih sulit, antara lain penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. 2. Pengolahan Informasi Berbeda dari fokus Piaget terhadap keseluruhan perubahan kognitif, perspektif pengolahan informasi meneliti aspek-aspek terpisah dari pemikiran. Atensi dan memori, yang mendasari setiap tindakan kognisi, menjadi pusat perhatian di masa kanak-kanak pertengahan (Berk, 2012).
27
1. Atensi Di masa kanak-kanak pertengahan, atensi menjadi lebih selektif, beradaptasi, dan terencana. Pertama, anak-anak menjadi lebih andal dalam sengaja memperhatikan hanya aspek-aspek situasi yang relevan dengan tujuantujuan mereka. Para peneliti mempelajari semakin bertambahnya selektivitas atensi ini dengan memasukkan stimulus tidak relevan ke dalam sebuah tugas dan
mengamati
seberapa
baik
anak-anak
memerhatikan
unsur-unsur
pentingnya. Kedua, anak-anak pada usia Sekolah Dasar mengadaptasikan dengan fleksibel atensi mereka pada persyaratan-persyaratan tugas. Terakhir, perencanaan meningkat tajam pada usia ini. Mereka lebih memerhatikan gambar detail dan materi tulisan untuk menemukan persamaan dan perbedaan secara lebih teliti. Strategi-strategi di sekolah menjadi penentu bagi keberhasilan atensi anak Sekolah Dasar. Sayangnya sejumlah anak sangat kesulitan dalam memberikan atensi. 2. Memori Seiring dengan membaiknya atensi, strategi memori juga meningkat, aktivitas mental disengaja yang kita gunakan untuk menyimpan dan mempertahankan informasi. Anak-anak Sekolah Dasar melakukan ulangan (reherseal) untuk mengulangi informasi yang didapat agar semakin ingat. Strategi kedua yang dilakukan adalah organisasi, yaitu mengelompokkan semua hal-hal terkait (misalnya, semua ibu kota di bagian sama dari Negara tersebut). Di akhir masa kanak-kanak pertengahan, anak-anak mulai menggunakan elaborasi, yaitu menciptakan suatu hubungan, atau makna bersama, antara dua atau lebih informasi yang tidak termasuk dalam kategori
28
sama. Oleh karena organisasi dan elaborasi menggabungkan kata-kata menjadi sebuah potongan bermakna, keduanya membantu anak-anak menyimpan banyak informasi dan sebagai hasilnya, semakin memperluas memori kerja.
3. Tugas Perkembangan Havinghurst (dalam Makmun, 1996) menyusun fase-fase perkembangan kebutuhan secara hipotetis yang harus dipenuhi atau dikuasai (mastery) individu agar dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Tugas-tugas perkembangan (developmental tasks) pada anak Sekolah Dasar (masa kanak-kanak tengah) itu tersusun sebagai berikut. a) Belajar keterampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari-hari; b) Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang sedang tumbuh kembang; c) Belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya; d) Belajar peranan sosial yang sesuai dengan pria atau wanita; e) Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung; f) Mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari; g) Mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala nilai-nilai; h) Mencapai kebebasan pribadi; i) Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan institusi-institusi sosial.
4. Bekerja dengan Pemikir Operasional Konkret Santrock (2007) mengungkapkan mengenai strategi mengajar siswa Sekolah Dasar yang memiliki pemikiran pada tahap Operasional Konkret.
29
1.
Dorong murid untuk menemukan konsep dan prinsip. Ajukan pertanyaan relevan tentang apa yang sedang dipelajari untuk membantu mereka berfokus pada beberapa aspek dari pembelajaran mereka.
2.
Libatkan anak dalam tugas-tugas operasional. Ini mencakup tugas penambahan, pengurangan, pembagian, pengurutan, dan pembalikan. Gunakan benda-benda konkret untuk tugas ini.
3.
Rencanakan aktivitas dimana murid berlatih konsep mengurutkan hierarki secara menaik atau menurun. Ajak murid membuat daftar sesuatu berdasarkan urutan.
4.
Lakukan aktivitas yang membutuhkan kegiatan mempertahankan area, berat, isi.
5.
Suruh anak-anak mengurutkan sesuatu dan kemudian membalikkan urutan tersebut.
6.
Kemudian minta anak-anak untuk menjelaskan jawaban mereka saat mereka memecahkan masalah. Bantulah mereka mengecek kebenaran dan akurasi kesimpulan mereka.
7.
Ajaklah anak untuk bekerja berkelompok dan saling bertukar pikiran. Misalnya, minta sekelompok anak untuk bermain, berbagi pandangan satu sama lain.
8.
Pastikan bahwa materi untuk kelas sudah cukup untuk merangsang murid untuk mengajukan pertanyaan. Ajak anak untuk mengamati dan mendeskripsikan seekor hewan. Keesokan harinya berikan hewan yang sama dengan ukuran yang lebih besar, dan ini akan membuat anak-anak terkejut dan mendorong mereka untuk berpikir lagi.
9.
Ketika akan mengajar sesuatu yang agak kompleks, gunakan alat bantu visual dan alat-alat peraga.
30
Misalnya, saat mengajar ilmu sosial dengan topik demokrasi, tunjukkan rekaman video yang mengilustrasikan konsep tersebut. 10. Dorong anak-anak untuk mengutak-atik (manipulate) dan bereksperimen dalam pelajaran sains atau ilmu alam, gunakan materi konkret untuk pelajaran matematika, membuat dan membacakan suatu karya dalam pelajaran sastra, dan ajar mereka berdiskusi tentang perspektif mereka, serta lakukan perjalanan untuk pelajaran ilmu sosial.
D. Hubungan Antar Variabel Konsentrasi belajar merupakan kemampuan pemusatan pikiran pada bahan pelajaran dengan mengenyampingkan hal-hal lain yang tidak berkaitan. Menurut Nugroho (2007), aspek konsentrasi belajar adalah pemusatan pikiran, motivasi, rasa kuatir, perasaan tertekan, gangguan pemikiran, gangguan kepanikan, dan kesiapan belajar. Aspek paling pertama dalam konsentrasi belajar adalah pemusatan perhatian atau atensi. Anak Sekolah Dasar masuk ke dalam tahap Operasional Konkret menurut Piaget (Papalia, dkk, 2010). Pada tahap ini anak mampu berpikir logis, memahami konsep percakapan, mengorganisasikan objek ke dalam klasifikasi, mampu mengingat, memahami dan memecahkan masalah yg bersifat konkret. Selain itu, anak SD juga mengalami peningkatan atensi pada usianya (6-12 tahun). Atensi atau konsentrasi anak SD menjadi lebih selektif, beradaptasi, dan terencana. Mereka mampu menyingkirkan hal yang tidak sesuai dengan fokusnya saat belajar. Namun, itu semua sangat tergantung pada sistem pengajaran di kelas. Sebagian besar Sekolah Negeri di Indonesia masih menerapkan Kurikulum 2006 dan sebagian lagi sudah menempuh Kurikulum 2013. Berdasarkan hasil yang bisa dilihat di
31
lapangan, proses belajar mengajar yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri belum mengacu pada strategi mengajar anak SD yang disampaikan oleh Santrock (2007). Sistem pengajaran yang masih konvensional dapat menurunkan atensi siswa. Namun, di samping itu masih banyak cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan konsentrasi siswa SD. Beberapa penelitian telah mengungkapkan beberapa metode yang dapat meningkatkan konsentrasi siswa, diantaranya adalah layanan bimbingan kelompok (Setiani, 2014), brain gym (Nuryana, 2010), quantum learning (Setiyawati, 2013), dan relaksasi melalui terapi Murottal (Apriyani, 2015). Yoga adalah praktik yang terdiri dari postur fisik dan latihan pernapasan yang membantu untuk menyatukan tubuh dan pikiran (Betts & Betts, 2006). Yoga sudah mulai banyak dilakukan oleh masyarakat karena berbagai manfaat positif yang didapatkan. Manusia dari berbagai kalangan usia melakukan yoga karena fungsinya yang beragam. Yoga untuk anak berbeda dengan yoga pada orang dewasa. Pada anak, fungsi yoga adalah; (1) Meningkatkan interaksi dan sosialisasi antara ibu dan anak; (2) Meningkatkan stamina tubuh; (3) Memperbaiki sistem pencernaan; (4) Menciptakan sistem pernapasan yang baik; (5) Menstimulasi perkembangan neuromuscular; (6) Membantu memperbaiki pola tidur; (7) Meningkatkan sistem kekebalan tubuh; (8) Meningkatkan rasa percaya diri dan bahasa tubuh yang positif; (9) Mengusir stress dan mengembangkan kemampuan untuk relaksasi; (10) Menstimulasi kemampuan motorik. Salah satu manfaat dari yoga, yaitu mengusir stress dan mengembangkan kemampuan relaksasi, merupakan aspek yang juga menjadi wadah untuk meningkatkan konsentrasi (Noor, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Noor (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara metode relaksasi terhadap konsentrasi diri mahasiswa semester VIII Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah Iain Sunan Ampel Surabaya.
32
Penelitian yang dilakukan oleh Apriyani (2015) juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Noor (2012), yaitu membuktikan bahwa relaksasi dapat meningkatkan konsentrasi siswa. Relaksasi merupakan bagian aktivitas dalam pelaksanaan Yoga. Yoga pada umumnya terdiri dari Surya Namaskar, Yoga Asana (postur binatang), Yoga berpasangan atau berkelompok, meditasi, dan relaksasi (Purperhart, 2007). Banyak penelitian sebelumnya juga dilakukan untuk mengetahui apakah Yoga berpengaruh terhadap konsentrasi. Hasil yang muncul pun beragam antara penelitian satu dengan yang lainnya. Yoga merupakan aktivitas yang melibatkan postur fisik dan latihan pernafasan (relaksasi), sehingga Yoga memiliki elemen metode yang serupa dengan proses relaksasi. Oleh karena relaksasi secara signifikan dapat meningkatkan konsentrasi belajar, maka peneliti mencoba menggunakan variabel yang berbeda, yaitu Yoga, yang juga menggunakan metode relaksasi sebagai salah satu aktivitas dalam Yoga. Dinamika antar variabel pada penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut.
33
Yoga Kombinasi postur fisik dan latihan pernafasan (relaksasi)
Salah Satu Manfaat Yoga yaitu, mengusir stress dan mengembangk an kemampuan relaksasi
Kemampuan
Anak SD
Konsentrasi
(Atensi meningkat tergantung sistem pengajaran di kelas)
Belajar
Dapat ditingkatkan menggunakan: 1. Bimbingan kelompok 2. Brain gym 3. Quantum learning 4. Aromaterapi 5. Relaksasi
(Betts&Bett s, 2006)
Metode Serupa Jenis Terapi Metode Serupa : Mempengaruhi :
: (diagram yang diteliti)
Bagan 1. Pengaruh Yoga Terhadap Kemampuan Konsentrasi Belajar Anak SD di Denpasar
E. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dari penelitian ini terdiri daru dua pernyataan, yaitu: Ho
: Tidak terdapat pengaruh Yoga terhadap kemampuan konsentrasi belajar pada siswa SD Negeri di Denpasar
Ha
: Terdapat pengaruh Yoga terhadap kemampuan konsentrasi belajar pada siswa SD Negeri di Denpasar